DILEMA PENGANGKATAN MENTERI NEGARA DALAM SISTEM PRESIDENSIAL
Wiwin Suwandi
Peneliti Republik Institute: www.republikinstitute.com
Abstract
Appointment of minister of state is the prerogative of the president in a presidential system of government. However, the prerogative of experiencing a dilemma when confronted with a
multiparty system. Cabinet formation considering the coalition government eventually political party that supports the government, so the president’s prerogative in the appointment of ministers
of state should compromise with parties involved in the coalition supporting the president.
Kata kunci: ministry of state, presidential system, coalition.
A. PENDAHULUAN
Reformasi yang bergulir pada tahun 1998 yang didahului dengan pengunduran
diri Soeharto sebagai Presiden pada 21 Mei 1998 telah membawa perubahan bagi
rekonstruksi paradigma kenegaraan ke arah sistem yang lebih demokratis. UUD 1945
yang direvisi sebanyak empat tahap amandemen
1
telah mencirikan dirinya sebagai konstitusi yang demokratis. Pemilu
tahun 1999 yang kemudian dilanjutkan dengan Pemilu langsung pada tahun 2004
dan 2009 merupakan hasil dari amandemen konstitusi tersebut.
Hal ini sejalan dengan pemikiran Huntington yang menyebut tiga syarat
demokratisasi ,
yaitu: 1 berakhirnya rezim otoriter, 2 dibangunnya rezim demokratis atau
disebut juga masa transisi demokrasi; dan 3 pengonsolidasian rezim baru.
2
Sedangkan Lary Diamond turut menyumbangkan pemikirannya
mengenai transisi
demokrasi dengan
mengatakan bahwa salah satu hal
1
Amandemen pertama
pada tahun
1999, Amandemen
Kedua pada
tahun 2000,
Amandemen Ketiga pada tahun 2001 dan Amandemen keempat pada tahun 2002.
2
Samuel. P.
Huntington, The
Third Wafe
Democratization in the Late Twentieth Century, Oklahoma:University of Oklahoma Press, 1991.
penting yang dilakukan pada masa transisi demokrasi
adalah revitalisasi
fungsi lembaga-lembaga politik supaya dapat
bekerja secara lebih demokratis. Salah satunya adalah pada sistem pemerintahan
Indonesia
yang menegaskan
sistem pemerintahan presidensial.
Amandemen UUD 1945 telah berhasil mengantarkan pemerintahan Indonesia menjadi
sistem presidensial yang lebih murni.
3
MPR bukan lagi pemegang kedaulatan rakyat dan
lembaga itu telah mengalami perubahan komposisi dan konfigurasi. Presiden bukan lagi
mandataris MPR, karena presiden sudah dipilih secara langsung oleh rakyat. Presiden juga
tidak lagi melaksanakan GBHN, melainkan melaksanakan program-program sendiri yang
ditawarkan saat kampanye.
4
Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono SBY dan Wakil Presiden Muh.
Jusuf Kalla JK yang memenangi pemilu
3
Sekalipun sebagian pakar seperti Syamsuddin Haris, Ikrar Nusa Bhakti dan beberapa pakar
lain yang menyebutnya sebagai “quasi presidensial” atau “presidensialisme reduktif ”
karena pada saat yang sama diperhadapkan dengan sistem multipartai yang mirip dengan
sistem pemerintahan parlementer.
4
Hanta Yudha A.R., Presidensialisme Setengah Hati;
Dari Dilema ke Kompromi, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010 hal.10
langsung pada tahun 2004 merupakan pemerintahan pertama produk pemilu hasil
amandemen UUD
1945. Dalam
pengamatan Hanta Yudha,
5
pemerintahan ini dapat dikatakan sebagai laboratorium
politik pertama bagi berhasil atau gagalnya penerapan sistem presidensial di Indonesia
yang relatif telah mengalami purifikasi.
Institusionalisasi sistem presidensial murni ini terbentuk sejak amandemen ketiga dan
keempat UUD 1945 dan mulai diterapkan secara utuh pada Pemilu 2004. Praktis
sejak itu, sistem pemerintahan presidensial di
Indonesia secara
konstitusional mengalami purifikasi.
6
Dalam hal
melakukan purifikasi
terhadap sistem presidensial, UUD 1945 mensyaratkan pemilihan pasangan calon
presiden capres dan calon wakil presiden
cawapres dalam satu paket pemilihan
7
dengan uji coba pertama pada Pilpres tahun 2004 lalu yang kemudian mengantarkan
SBY dan JK sebagai pasangan presiden dan wakil presiden yang terpilh secara langsung.
Namun dalam
perjalanannya, sistem
presidensial sebagaimana
dipraktekan di
Indonesia ini mengalami beberapa kendala politik. Salah satu kendalanya adalah sistem
presidensial dikombinasikan dengan sistem multipartai secara vis a vis. Sehingga sering
menimbulkan deadlock antara eksekutif dan legislatif pada perdebatan soal isu-isu strategis,
maupun pada persoalan penyusunan kabinet
5
Ibid , hal.3.
6
Penegasan istilah “purifikasi sistem presidensial” di
Indonesia ditandai dengan institusionalisasi sistem pemilihan presiden dan wakil presiden secara
langsung dengan sistem satu paket pencalonan, pembatasan masa jabatan presiden, dan penguatan
mekanisme check and balances antara eksekutif dan legislatif, serta pelembagaan impeachment
presiden melalui mekanisme hukum. Sebelumnya sudah ada pelembagaan hak prerogatif presiden
untuk menyusun kabinet serta kedudukan presiden sebagai
kepala negara
sekaligus kepala
pemerintahan single chief executive, Hanta Yudha, Ibid.
7
Pasal 6A ayat 1 UUD 1945 “Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan
secara langsung oleh rakyat”. Disepakati dalam perubahan Ketiga UUD 1945 pada tahun 2001.
terkait pengangkatan dan pemberhentian menteri
yang merupakan
hak konstitusional presiden. Utamanya menteri
yang berasal dari kalangan parpol.
Ketidakstabilan pemerintahan
dalam sistem presidensial diyakini semakin kentara
bila dipadukan dengan sistem multipartai. Perpaduan ini diyakini akan cenderung
melahirkan
presiden minoritas
minority president
dan pemerintahan terbelah divided goverment
.
8
Kondisi ini terjadi ketika presiden sangat sulit mendapatkan dukungan
politik di parlemen. Pengalaman di negara- negara amerika latin misalnya, perpaduan
sistem presidensial dan multipartai dianggap telah mengalami kegagalan dan menghadirkan
demokrasi yang labil. Tulisan ini akan menjadi pembuktian
bagi implementasi
presidensialisme Indonesia
yang sedang
mengalami purifikasi tetapi diterapkan dalam konstruksi politik multipartai.
B. PEMBAHASAN 1.