PENDAHULUAN Jurnal Staatrechts Volume 1 No 2 | Jurnal Staatrechts Vol 1 No 2 | JURNAL HUKUM STAATRECHTS 123 265 1 SM

DILEMA PENGANGKATAN MENTERI NEGARA DALAM SISTEM PRESIDENSIAL Wiwin Suwandi Peneliti Republik Institute: www.republikinstitute.com Abstract Appointment of minister of state is the prerogative of the president in a presidential system of government. However, the prerogative of experiencing a dilemma when confronted with a multiparty system. Cabinet formation considering the coalition government eventually political party that supports the government, so the president’s prerogative in the appointment of ministers of state should compromise with parties involved in the coalition supporting the president. Kata kunci: ministry of state, presidential system, coalition.

A. PENDAHULUAN

Reformasi yang bergulir pada tahun 1998 yang didahului dengan pengunduran diri Soeharto sebagai Presiden pada 21 Mei 1998 telah membawa perubahan bagi rekonstruksi paradigma kenegaraan ke arah sistem yang lebih demokratis. UUD 1945 yang direvisi sebanyak empat tahap amandemen 1 telah mencirikan dirinya sebagai konstitusi yang demokratis. Pemilu tahun 1999 yang kemudian dilanjutkan dengan Pemilu langsung pada tahun 2004 dan 2009 merupakan hasil dari amandemen konstitusi tersebut. Hal ini sejalan dengan pemikiran Huntington yang menyebut tiga syarat demokratisasi , yaitu: 1 berakhirnya rezim otoriter, 2 dibangunnya rezim demokratis atau disebut juga masa transisi demokrasi; dan 3 pengonsolidasian rezim baru. 2 Sedangkan Lary Diamond turut menyumbangkan pemikirannya mengenai transisi demokrasi dengan mengatakan bahwa salah satu hal 1 Amandemen pertama pada tahun 1999, Amandemen Kedua pada tahun 2000, Amandemen Ketiga pada tahun 2001 dan Amandemen keempat pada tahun 2002. 2 Samuel. P. Huntington, The Third Wafe Democratization in the Late Twentieth Century, Oklahoma:University of Oklahoma Press, 1991. penting yang dilakukan pada masa transisi demokrasi adalah revitalisasi fungsi lembaga-lembaga politik supaya dapat bekerja secara lebih demokratis. Salah satunya adalah pada sistem pemerintahan Indonesia yang menegaskan sistem pemerintahan presidensial. Amandemen UUD 1945 telah berhasil mengantarkan pemerintahan Indonesia menjadi sistem presidensial yang lebih murni. 3 MPR bukan lagi pemegang kedaulatan rakyat dan lembaga itu telah mengalami perubahan komposisi dan konfigurasi. Presiden bukan lagi mandataris MPR, karena presiden sudah dipilih secara langsung oleh rakyat. Presiden juga tidak lagi melaksanakan GBHN, melainkan melaksanakan program-program sendiri yang ditawarkan saat kampanye. 4 Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono SBY dan Wakil Presiden Muh. Jusuf Kalla JK yang memenangi pemilu 3 Sekalipun sebagian pakar seperti Syamsuddin Haris, Ikrar Nusa Bhakti dan beberapa pakar lain yang menyebutnya sebagai “quasi presidensial” atau “presidensialisme reduktif ” karena pada saat yang sama diperhadapkan dengan sistem multipartai yang mirip dengan sistem pemerintahan parlementer. 4 Hanta Yudha A.R., Presidensialisme Setengah Hati; Dari Dilema ke Kompromi, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010 hal.10 langsung pada tahun 2004 merupakan pemerintahan pertama produk pemilu hasil amandemen UUD 1945. Dalam pengamatan Hanta Yudha, 5 pemerintahan ini dapat dikatakan sebagai laboratorium politik pertama bagi berhasil atau gagalnya penerapan sistem presidensial di Indonesia yang relatif telah mengalami purifikasi. Institusionalisasi sistem presidensial murni ini terbentuk sejak amandemen ketiga dan keempat UUD 1945 dan mulai diterapkan secara utuh pada Pemilu 2004. Praktis sejak itu, sistem pemerintahan presidensial di Indonesia secara konstitusional mengalami purifikasi. 6 Dalam hal melakukan purifikasi terhadap sistem presidensial, UUD 1945 mensyaratkan pemilihan pasangan calon presiden capres dan calon wakil presiden cawapres dalam satu paket pemilihan 7 dengan uji coba pertama pada Pilpres tahun 2004 lalu yang kemudian mengantarkan SBY dan JK sebagai pasangan presiden dan wakil presiden yang terpilh secara langsung. Namun dalam perjalanannya, sistem presidensial sebagaimana dipraktekan di Indonesia ini mengalami beberapa kendala politik. Salah satu kendalanya adalah sistem presidensial dikombinasikan dengan sistem multipartai secara vis a vis. Sehingga sering menimbulkan deadlock antara eksekutif dan legislatif pada perdebatan soal isu-isu strategis, maupun pada persoalan penyusunan kabinet 5 Ibid , hal.3. 6 Penegasan istilah “purifikasi sistem presidensial” di Indonesia ditandai dengan institusionalisasi sistem pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung dengan sistem satu paket pencalonan, pembatasan masa jabatan presiden, dan penguatan mekanisme check and balances antara eksekutif dan legislatif, serta pelembagaan impeachment presiden melalui mekanisme hukum. Sebelumnya sudah ada pelembagaan hak prerogatif presiden untuk menyusun kabinet serta kedudukan presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan single chief executive, Hanta Yudha, Ibid. 7 Pasal 6A ayat 1 UUD 1945 “Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat”. Disepakati dalam perubahan Ketiga UUD 1945 pada tahun 2001. terkait pengangkatan dan pemberhentian menteri yang merupakan hak konstitusional presiden. Utamanya menteri yang berasal dari kalangan parpol. Ketidakstabilan pemerintahan dalam sistem presidensial diyakini semakin kentara bila dipadukan dengan sistem multipartai. Perpaduan ini diyakini akan cenderung melahirkan presiden minoritas minority president dan pemerintahan terbelah divided goverment . 8 Kondisi ini terjadi ketika presiden sangat sulit mendapatkan dukungan politik di parlemen. Pengalaman di negara- negara amerika latin misalnya, perpaduan sistem presidensial dan multipartai dianggap telah mengalami kegagalan dan menghadirkan demokrasi yang labil. Tulisan ini akan menjadi pembuktian bagi implementasi presidensialisme Indonesia yang sedang mengalami purifikasi tetapi diterapkan dalam konstruksi politik multipartai.

B. PEMBAHASAN 1.