akses tersebut
melalui enkripsi
encryption dan Public Key Infrastructure PKI. Cukup banyak negara telah dan ada
pulanya yang telah mengeluarkan hukum nasionalnya mengenai kerahasiaan pribadi
termasuk juga hukum nasional mengenai tandatangan digital. Misalnya Indonesia
saat ini telah merumuskan RUU tentang kerahasiaan informasi publik
29
. Ketiga,
Pelaksanaan putusan arbitrase secara online.
Masalah utama dalam arbitrase online adalah masalah pelaksanaan putusan yang
dilakukan melalui ADR online khususnya arbitrase online. Masalah ini menjadi utama
karena pelaksanaan putusan arbitrase online yang menjadi indikator apakah arbitrase
online ini akan prospektif di masa depan
30
.
Dalam perjanjian
para pihak
ditambahkan klausul untuk penyelesaian secara arbitrase online. Pemberitahuan
mengenai berlakunya syarat berarbitrase, diatur dalam Pasal 8 Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 1999 yang berbunyi :
“1Dalam hal timbul sengketa, pemohon harus memberitahukan dengan surat
tercatat, telegram, teleks, faksimili, e- mail,
atau dengan buku ekspedisi kepada termohon bahwa syarat arbitrase
yang diadakan oleh pemohon atau termohon berlaku.
2 Surat pemberitahuan untuk mengadakan
arbitrase sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 memuat dengan jelas :
a. nama dan alamat para pihak ;
b. penunjukan kepada klausula atau
perjanjian arbitrase yang berlaku; c.
perjanjian atau masalah yang menjadi sengketa ;
29
Emerson Yuntho dan Wahyu Wagiman, Tindak Pidana Informasi Rahasia dalam Rancangan
KUHP : Ancaman Bagi Hak Asasi Manusia dan Hak Sipil,
Jakarta : ELSAM dan Aliansi Nasional Reformasi KUHP, 2007, hlm. 52.
30
Huala Adolf, dkk., Op.Cit., hlm. 91-92.
d. dasar tuntutan dan jumlah yang
dituntut, apabila ada ; e.
cara penyelesaian yang dikehendaki ; dan
f. perjanjian yang diadakan oleh para
pihak tentang jumlah arbiter atau apabila tidak pernah diadakan
perjanjian semacam itu, pemohon dapat mengajukan usul tentang
jumlah arbiter yang dikehendaki dalam jumlah ganjil.”
Lembaga arbitrase menentukan apakah akan melaksanakan proses online atau tidak
karena hanya menerima kasus yang berkaitan dengan aktivitas secara online, seperti
wanprestasi e-commerce, pelanggaran hak cipta, paten di dunia maya, pencemaran
nama baik. Dalam hal ini lembaga arbitrase menyusun peraturan prosedur mengenai
arbitrase online. Jika para pihak menunjuk penyelesaian sengketa melalui suatu lembaga
arbitrase tertentu maka para pihak dengan sendirinya juga menyetujui berlakunya
prosedur online yang disediakan penyedia jasa yang bersangkutan.
C. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas, maka penulis memberikan beberapa kesimpulan
sebagai berikut: pertama, Prospek penerapan arbitrase online di Indonesia sebagai sarana
penyelesaian
sengketa komersial
adalah berdasarkan undang-undang nomor 30 tahun
1999 tentang Arbitrase dan Penyelesaian Sengketa Alternatif. Pasal 4 ayat 3
menyebutkan:
“Dalam hal
disepakati penyelesaian engketa melalui arbitrase terjadi
dalam bentuk
pertukaran surat,
maka pengiriman teleks, telegram, faksimili, e-mail
atau dalam bentuk sarana komunikasi lainnya, wajib disertai dengan suatu catatan penerimaan
oleh para pihak”. Ketentuan arbitrase online bisa dilaksanakan di Indonesia, meskipun
masih terlalu sederhana
dan tidak memberikan jaminan efektivitas dan
kepastian hukum
bagi penyelenggaraan proses arbitrase online.
Kedua, Dalam menjalankan arbitrase
online di Indonesia, ada kendala yang dihadapi. Kendala tersebut adalah tidak
tersedianya undang-undang khusus yang mengatur
arbitrase online,
sehingga menimbulkan ketidakjelasan bagi para pihak
dalam proses beracara secara online. Selain itu, tidak adanya lembaga arbitrase online
menjadi kendala tersendiri, sementara Badan Arbitrase Nasional Indonesia tidak memiliki
infrastruktur
khusus untuk
menyelenggarakan arbitrase secara online. Ketiga,
Perlu dilakukan penyusunan rancangan undang-undang tentang arbitrase
online, yang secara khusus menangani
sengketa online. Rancangan undang-undang tentang arbitrase online tersebut setidaknya
mengatur beberapa hal, seperti, kelembagaan arbitrase online, hukum acara arbitrase
online, syarat arbiter serta syarat-syarat lain yang menjadi standar bagi arbiter dalam
menangani sengketa secara online.
DAFTAR PUSTAKA
Adolf, Huala, Hukum Arbitrase Komersial Internasional
, Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Adolf, Huala dkk., Masalah Hukum Arbitrase Online
, Jakarta : Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementrian Hukum dan
HAM Republik Indonesia, 2010.
Alboukrek, Karen, Adapting to A New world
of E-Commerce: The Need for Uniform Consumer Protection in the
International Electronic Marketplace ,
George Washington International Law Review, 2003.
Asyhadi, Zaeni, Hukum Bisnis : Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia
, Jakarta; Raja
Grafindo Persada, 2005. Basarah,
Moch, Prosedur
Alternatif Penyelesaian
Sengketa Arbitrase
Internasional ,
Jakarta: Genta
Publishing, 2011.
Barkatullah, Abdul H., Penerapan Arbitrase Online dalam Penyelesaian Sengketa
Transaksi E-Commerce, Jurnal Hukum ,
Volume IV Nomor 3, Juli 2010.
Brunner, Laurel
dan Zoran
Jevtic, Mengenal
Komputer untuk Pemula, Terjemahan, Bandung : Mizan, 2001.
Harianto, Dedi, Arbitrase Online Sebagai Sarana
Penyelesaian Sengketa, Jurnal Hukum Bisnis, Volume VI Nomor 3,
Agustus 2009
Kurniawan, Agus, Cryptography dengan Net,
Depok : Dian Rakyat, 2008
Makarim, Edmon, Pengantar Hukum Telematika : Suatu Kompilasi Kajian
, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2005. Priowirjanto, Enni Soerjati, Mencermati
Ketentuan Bab V Undang-Undang No.11 tahun 2008 Tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik dalam Perkembangan Praktek E-Commerce
di Indonesia
”, dalam Mieke Komar, Rajagukguk, Erman, Arbitrase Dalam
Putusan Pengadilan
, Jakarta
: Chandra Pratama, 2000.
Rahimsyah, MB, Kamus Komputer dan Internet
, Aprindo,
Jakarta, tt
Zamroni Abdussamad, Modernisasi dan
Pembaharuan Hukum Indonesia, Jurnal Hukum dan Pembangunan,
Volume IV Nomor 4, Februari 2011
Siburian, Paustinus, Arbitrase Online APS Perdagangan
Secara Elektronik
, Jakarta : Djambatan, 2004.
Soemartono, Gatot, Arbitrase dan Mediasi di
Indonesia, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2006 Sunarto, Andi,
Seluk Beluk E-Commerce, Yogyakarta
: Graha Ilmu, 2009.
Toffler, Alfin, The Third Wave, Toronto,New
York, London,Sydney,
Buntam
Books,1982 Tumpa, Harifin A, Memahami Sumber
Hukum,Jenis, Azaz-azas dan Prinsip-
Prinsip Dalam Arbitrase di Indonesia ,
PUKAP,2010. Yuntho, Emerson dan Wahyu Wagiman,
Tindak Pidana Informasi Rahasia dalam Rancangan KUHP : Ancaman
Bagi Hak Asasi Manusia dan Hak Sipil,
Jakarta : ELSAM dan Aliansi Nasional Reformasi KUHP, 2007
ASAS JUJUR OLEH CALON KEPALA DAERAH INCUMBENT DALAMPEMILIHAN UMUM
KEPALA DAERAH YANG DEMOKRATIS
ERLIH PROGRAM STUDI ILMU HUKUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA
ABSTRACT
This study aims to investigate whether the implementation of local elections that followed the incumbent candidate can run democratically. Other purpose is to know how local elections system that can support the basic honesty of
time dating. This study is a normative legal research and analyze the qualitative descriptive analysis. The results found that: First, the implementation of local elections that followed by incumbent candidates in local elections are
particularly vulnerable to breaches basics of elections. Where the candidate is the incumbent power holder will be very ambitious legitimize its authority by all means to win the election. Second, the implementation of local
elections should be organized on the incumbent candidate in local elections participation is to limit the authority of the incumbent candidates to anticipate the use of the state budget, deployment, and an emphasis on civil servants to
win the local elections which is followed by the incumbent candidate to win election general head area. until the General Election district head can go according to the basics of elections and run according to the basic honesty
in order to achieve a democratic election.
Keywords:
Basic Honest, System General Election, election to the District, ABSTRAK
Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah diatur dalam Pasal 18 Ayat 4 UUD 1945 serta Pasal 56 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam Pemilihan
Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang diikuti oleh calon Incumbent tidak berjalan secara demokrasi yang semestinya dan jauh dari asas-asas pemilihan umum yaitu asas langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Apakah pelaksanaan pemilihan kepala daerah yang diikuti calon incumbent dapat berjalan secara demokratis dan bagaimanakah sistem pemilihan kepala
daerah yang dapat menunjang asas jujur di masa datang. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian yang bersifat yuridis normatif. Di mana penulis memulai
penelitian dari titik berdiri internal dengan menggunakan disiplin ilmu hukum. Untuk menemukan sumber-sumber di dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan studi kepustakaan dan
bahan-bahan hukum. Berdasarkan pembahasan dapat disimpulkan, pertama, pelaksanaan pemilihan kepala daerah yang diikuti oleh calon incumbent tidak dapat berjalan secara
demokratis. Kedua, untuk sistem pemilihan kepala daerah di masa datang yang dapat menunjang asas jujur ialah dengan membatasi kewenangan calon incumbent agar pemilihan umum kepala
daerah dapat berjalan sesuai dengan asas-asas pemilihan umum. Berdasarkan kesimpulan- kesimpulan yang dikemukakan di atas penulis dapat mengemukakan beberapa saran sebagai
berikut, Pertama, Untuk membuat incumbent dapat berpartisipasi secara demokratis dalam pemilihan umum kepala daerah sebaiknya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 sebaiknya
diubah dalam rangka membuat peraturan yang mewajibkan calon incumbent harus mengundurkan diri dari jabatannya sehinga pelaksanaan pemilihan kepala daerah dapat berjalan demokratis.
Kedua, Sistem pemilihan kepala daerah tidak diatur dalam satu undang-undang sehingga membuat aturan mengenai pemilihan kepala daerah menjadi terbatas. Oleh sebab itu, sebaiknya
pemilihan umum kepala daerah harus diatur secara tersendiri dalam satu undang-undang supaya pemilihan kepala daerah dapat berjalan demokratis.
Kata Kunci:
Asas Jujur, Sistem Pemilihan Umum, Pemilihan Kepada Daerah,
A. Pendahuluan