Jurnal Volume 1 No. 2 2013

(1)

urnal Penelitian

J

urnal Penelitian

Volume 1, No. 2 Desember 2013 ISSN : 2337-4179

J

urnal Penelitian

J

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BIDANG PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Alamat Redaksi / Penerbit :

Jl. Khatib Sulaiman No. 1 Padang, Telp. (0751) 7054374, Fax. (0751) 55676 Email : litbang.bappeda.sumbar@gmail.co.id

Jurnal


(2)

Alamat Redaksi / Penerbit :

Jl. Khatib Sulaiman No. 1 Padang, Telp. (0751) 7054374, Fax. (0751) 55676 Email : litbang.bappeda.sumbar@gmail.co.id


(3)

(4)

(5)

(6)

POTENSI DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO AGRIBISNIS (LKM-A) SEBAGAI SUMBER PEMBIAYAAN

USAHA PRODUKTIF PETANI KECIL Nasrul Hosen

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Barat Jl. Raya Padang-Solok KM 40. Sukarami, Solok, Fak.0755-31138

LKM-A as a source of financing for business development focus agricultural sector.

LKM-A as a farmer-owned Microfinance Institutions in every villages/urban/rural, has demonstrated efficacy in the management of capital funds with LKM-A has reached its assets above Rp. 1.0 billion. In total asset growth of LKM- A with an initial (up 22.5%). Productive business began to grow, efficient production techniques being through the

financial accounting system and networking with formal sources of capital (Bank). The challenge Policy advice to the next suggestion is LKM-A as a source of financing for the development of

Naskah masuk : 24 Oktober 2013 Naskah diterima : 15 Desember 2013

POTENTIAL AND CHALLENGES OF AGRIBUSINEESS DEVELOPMENT OF MICROFINANCE INSTITUTION (MFI-A) AS A SOURCE OF

SMALL BUSINESS FINANCING PRODUCTIVE FARMERS ABSTRACT

The development of agriculture sector, especially the subsector like food crops is relatively slow beside the number of farmer that depend on this subsector is plenty. Cash capital is the main problem for farmer to develop the small agribussnis. Although there is bank credit scheme that support the development of agriculture (micro business), however, small farmers generally do not access to the Bank . Therefore, since 2008, the Ministry of Agriculture through the Rural Agribusiness Development Program (PUAP) has facilitated the strengthening Gapoktan fund growth capital for

LKM-A as a source of financing for business development focus agricultural sector. Until 2012, there

are 995 Gapoktan that had grown into LKM-A, which 842 are an operational unit which become an asset for village economic development that very valuable and need to get serious and ongoing guidance from stakeholders in the region. LKM-A as a farmer-owned Microfinance Institutions

in every villages/urban/rural, has demonstrated efficacy in the management of capital funds with

assets and development indicators in general has reached more than Rp. 100 million and even some

LKM-A has reached its assets above Rp. 1.0 billion. In total asset growth of LKM- A with an initial

capital of Rp. 99.5 billion which began in 2008 and end in 2012 has grown to Rp.121.9 billion

(up 22.5%). Productive business began to grow, efficient production techniques being through the

application of technological innovation and scale of household -scale agro-processing enterprises to grow and grow new businesses such as small-scale marketing results. Farmers’ income increases with an increase in productivity and scale. Various undertakings have been made by the relevant institutions in speeding the empowerment of LKM-A, including managers capacity, facilitate good

financial accounting system and networking with formal sources of capital (Bank). The challenge

ahead is mentoring on an ongoing basis to the LKM-A professional and appropriate legal entity.

Policy advice to the next suggestion is LKM-A as a source of financing for the development of

agriculture sector, needs serious attention in the form of coaching and mentoring on an ongoing basis by stakeholders towards self-reliance, and professionals.

Keywords: LKM -A, capital, agricultural, institutional, empowerment ABSTRAK

Perkembangan sektor pertanian dan khususnya subsektor tanaman pangan relatif lamban. Padahal jumlah petani menggantungkan hidupnya pada subsektor ini lebih banyak. Modal tunai merupakan kendala bagi petani dalam mengembangkan usaha produktif sektor pertanian. Meskipun tersedia skim kredit bank yang mendukung pengembangan usaha pertanian (usaha mikro), akan tetapi petani kecil umumnya tidak akses ke Bank. Oleh karena itu Kementerian Pertanian melalui program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) sejak tahun 2008 telah memfasilitasi Gapoktan dana penguatan modal untuk penumbuhan LKM-A sebagai sumber pembiayaan yang fokus untuk pengembangan usaha produktif sektor pertanian. Gapoktan yang sudah tumbuh sampai tahun 2012 sebanyak 995 dan LKM-A yang sudah operasional 842 unit merupakan asset pembangunan ekonomi nagari/desa yang sangat berharga dan perlu mendapat pembinaan yang serius dan

Naskah masuk : 24 Oktober 2013 Naskah diterima : 15 Desember 2013 Naskah masuk : 12 November 2013 Naskah diterima : 15 Desember 2013


(7)

spesifik lokasi berperan besar. Akan tetapi

benefit

melakukan identifikasi asset beberapa contoh

PENDAHULUAN

Sektor pertanian merupakan sumber pendapatan bagi sebagian besar penduduk Sumatera Barat. Sementara sumbangannya terhadap PDRB relatif rendah, tahun 2011 sekitar 22,81%. (BPS Sumatera Barat. 2012). Dari data di atas terlihat bahwa pendapatan petani relatif rendah dibanding sektor lainnya, karena 22,81% PDRB terdistribusi kepada 65,7% rumah tangga tani. Skala usaha petani relatif sempit, karena luas penguasaan lahan sempit, rata-rata sawah 0,30 ha dan lahan kering 0,25 ha. Akibatnya pendapatan petani rendah dan sulit berkembang. Untuk melakukan optimasi sumberdaya yang dimiliki petani agar pendapatan meningkat, kendala utama adalah keterbatasan modal

tunai. Mengoptimalkan pemanfaatan

sumberdaya yang dimiliki, langkah yang harus ditempuh adalah mengembangkan usaha produktif melalui peningkatan indeks pertanaman (IP), penerapan teknologi adaptif dan menambah serta memilih usaha pertanian yang paling menguntungkan. Pengembangan usaha produktif harus fokus, diantaranya dengan pendekatan komoditas unggulan, kawasan dan jelas target produksi yang akan

dihasilkan, sehingga bisa diperhitungkan potensi skala usaha yang optimal per petani dan per kawasan, sesuai potensi permintaan pasar.

Persoalan utama petani kecil adalah lemahnya modal dalam mengembangkan usaha. Akibatnya penerapan teknologi menjadi lamban dan skala usaha tidak berkembang. Umumnya petani kecil tidak akses terhadap sumber modal formal seperti perbankan, sehingga tidak jarang petani terperangkap ke dalam praktek sistim ijon atau rentenir yang merugikan petani. Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) adalah lembaga keuangan milik petani dan dikelola oleh petani, salah satu alternatif membantu petani mempermudah akses ke sumber modal. Pembiayaan LKM-A fokus untuk pengembangan usaha produktif sektor pertanian. LKM-A merupakan salah satu usaha otonom disamping usaha lainnya dibawah naungan Gapoktan. Gapoktan (gabungan kelompok tani) terdiri dari sejumlah kelompok tani (Poktan) berperan dalam mengorganisir dan memotivasi petani anggota untuk mengembangkan usaha produktif agar terjadi pengembangan berkelanjutan oleh pemangku kepentingan di daerah. LKM-A sebagai Lembaga Keuangan Mikro milik petani di setiap nagari/kelurahan/desa, sudah menunjukkan keberhasilan dalam pengelolaan dana modal dengan indikator berkembangnya asset dan secara umum sudah mencapai lebih dari Rp. 100 juta dan bahkan sebagian LKM-A assetnya sudah mencapai di atas Rp. 1,0 milyar. Usaha

produktif mulai berkembang, teknik produksi menjadi efisien melalui penerapan inovasi teknologi

dan skala usaha pengolahan hasil skala rumah tangga bertambah serta tumbuh usaha baru seperti pemasaran hasil skala kecil. Pendapatan petani meningkat sejalan dengan peningkatan

produktifitas dan skala usaha. Berbagai upaya telah dilakukan oleh instansi terkait dalam memacu

percepatan pemberdayaan LKM-A, diantaranya peningkatan kapasitas SDM pengelola, fasilitasi sistim pembukuan keuangan yang baik dan membangun jejaring dengan sumber modal formal (Bank dan BUMN). Tantangan ke depan adalah pendampingan secara berkelanjutan menuju LKM-A yang profesional dan legalitas hukum yang sesuai. Saran kebijakan ke depan adalah LKM-A sebagai sumber pembiayaan untuk pengembangan usaha produktif petani, perlu mendapat perhatian serius dalam bentuk pembinaan dan pendampingan secara berkelanjutan oleh pemangku kepentingan menuju keswadayaan, profesional dan legal.


(8)

komoditas sehamparan dan diharapkan mampu menerapkan inovasi teknologi dalam skala luas. Pengembangan usaha pertanian membutuhkan teknologi adaptif, disini penyuluhan dan ketersediaan teknologi

spesifik lokasi berperan besar. Akan tetapi

bila tidak didukung oleh ketersediaan modal bagi petani, penerapan inovasi teknologi akan berjalan lamban.

Gapoktan telah diberdayakan melalui program Pengembangan Usaha Agribisnis

Perdesaan (PUAP) oleh Kementerian

Pertanian sejak tahun 2008 dan terus berlanjut sampai tahun 2014. (Kementan. 2008). PUAP memberikan bantuan penguatan modal sebesar Rp. 100 juta per Gapoktan dan selanjutnya Gapoktan harus menumbuhkan LKM-A untuk mengelola modal tersebut untuk digulirkan diantara petani dan akhirnya diharapkan modal tersebut berkembang. Pada akhirnya indikator benefit yang strategis adalah berfungsinya Gapoktan yang memiliki lembaga keuangan yang kuat didukung oleh usaha otonom lainnya guna melayani kebutuhan usaha produktif sektor pertanian menjadikan kelembagaan petani tersebut sebagai lembaga ekonomi petani di perdesaan yang dimiliki dan dikelola oleh petani. (Kementan. 2013)

Tulisan ini bertujuan mengemukakan potensi dan tantangan pengembangan LKM-A sebagai lembaga pelayanan modal guna mendukung pengembangan usaha produktif sektor pertanian di pedesaan. METODOLOGI

Kajian ini merupakan bentuk analisis data sekunder dengan sumber data laporan perkembangan Program Pengembangan

Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP)

bersumber dari laporan para Penyelia Mitra

Tani (PMT) dan Sekretariat Tim Pembina PUAP Provinsi Sumatera Barat tahun 2012, dan review hasil kajian tentang manfaat keberadaan gapoktan dan LKM-A terhadap perbaikan sistim produksi dan pendapatan petani. (Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 2010) Khusus untuk LKM-A tahun 2008 dan 2009 dilakukan eksplorasi lapangan untuk

melakukan identifikasi asset beberapa contoh

LKM-A pada empat kabupaten. Parameter yang diukur adalah jumlah gapoktan, jumlah LKM-A yang operasional dengan indikator asset di atas Rp. 100,0 juta, besaran asset dari neraca pada akhir tahun 2012. Untuk mengukur kendala, manfaat dan harapan ke depan oleh LKM-A dilakukan FGD pada beberapa gapoktan/LKM-A contoh di kabupaten terpilih.(Astuti, M dan Joko Christanto. 2000)

HASIL DAN PEMBAHASAN

KONTRIBUSI EKONOMI KOMODI-TAS PANGAN

Pertanian menjadi andalan karena sebagian besar penduduk menggantungkan hidupnya di sektor pertanian. Subsektor yang dominan dalam PDRB adalah tanaman pangan dan hortikultura kemudian diikuti oleh perkebunan dan peternakan. Analisis potensi pengembangan ekonomi wilayah diperlukan untuk mengetahui secara makro sektor dan subsektor yang mempunyai potensi pengembangan yang relatif besar ke depan. Khusus pada sektor pertanian dalam arti luas (termasuk kehutanan dan perikanan) hasil evaluasi kontribusi subsektor terhadap PDRB menunjukkan subsektor tanaman pangan memberikan kontribusi relatif besar (11,44%) dibanding subsektor lainnya, akan tetapi rata-rata laju pertumbuhannya produktif mulai berkembang, teknik produksi menjadi efisien melalui penerapan inovasi teknologi


(9)

per tahun relatif lamban rendah (4,03%) (Tabel 1). Dengan memperhatikan kapasitas ekonomi dari masing-masing subsektor dan laju pertumbuhan nilai tambah kontribusi masing-masing subsektor dalam pereko-nomian daerah akan diketahui potensi ekonomi subsektor yang mendapat prioritas

pengembangan (Bappeda 2012). Disini peran LKM-A secara mikro diharapkan mampu mendorong perumbuhan subsektor prioritas dalam sektor pertanian guna mendukung ketahanan dan kemandirian pangan di Sumatera Barat.

Jumlah modal LKM-A yang sudah terealisasi mendukung pengembangan usaha produktif petani anggota gapoktan sampai tahun 2012 berjumlah Rp. 995,0 Milyar. Modal tersebut sudah berkembang, karena sebagian LKM-A telah berjalan sejak tahun 2008 dan setiap tahun jumlah LKM-A yang memperoleh bantuan modal dana PUAP terus bertambah, sehingga pada akhir tahun 2012 jumlah LKM-A yang memperoleh bantuan modal PUAP berjumlah 995 buah Gapoktan/LKM-A. LKM-A tersebut terus berkembang dan sebagian LKM-A sudah berkerjasama dengan Bank untuk tambahan modal dalam bentuk Kredit Usaha Rakyat (KUR) guna memenuhi permintaan petani anggotanya. Jumlah dana yang tersedia di pedesaan untuk pengembangan usaha produktif bidang pertanian tersebut cukup besar, bila digunakan sesuai tujuan program. Usaha produktif petani bervariasi, karena itu alokasi penggunaan modal LKM-A menurut kelompok usaha (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan dan usaha non budidaya seperti pengolahan

hasil skala rumah tangga dan pemasaran skala kecil) menjadi relatif kecil, apalagi bila dipilah menurut jenis komoditas/ usaha. Tanaman pangan yang dominan diusahakan adalah padi sawah dan jagung dengan jumlah petani pengguna terbanyak dibanding kelompok usaha lainnya (Tabel 2). Penggunaan danapinjaman dari LKM-A

tersebut umumnya digunakan untuk

perbaikan teknik produksi dan benih/bibit varietas unggul menuju paket teknologi

rekomendasi, agar supaya produktifitas

meningkat dan pengelolaan usaha menjadi

efisien. Pada gilirannya diharapkan

pendapatan petani meningkat. No. Sektor/subsektor Kontribusi terhadap

PDRB 2011 (%)

Nilai PDRB (Rp. Juta) Laju pertumbuhan (%)

2007 2011

Pertanian 22,81 8.039 9.414 4,03

1. Tanaman Pangan dan hortikultura 11,44 4.030 4.723 4,05

2. Perkebunan 5,75 2.024 2.375 4,08

3. Peternakan 1,84 631 758 4,69

4. Kehutanan 1,24 468 513 2,32

5. Perikanan 2,53 885 1.043 4,19

Tabel 1. Kontribusi dan pertumbuhan PDRB subsektor dan sektor pertanian selama lima tahun (2007-2011) di Sumatera Barat.


(10)

POTENSI DAN KENDALA PENGEMBANGAN LKM-A

Potensi LKM-A 1.

Sejak tahun 2008-2012 dimana Gapoktan dan LKM-A dikembangkan, jumlah gapoktan yang tumbuh sebanyak 995 unit dengan jumlah LKM-A aktif dan menjalankan peran sesuai tupoksinya sebanyak 842 unit yang tersebar pada 18 kabupaten/kota. Perkembangan aset LKM-A tersebut bervariasi tergantung kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat (Tabel 3). (Sekretariat PUAP, 2012)

LKM-A secara bertahap berkembang menuju lembaga keuangan mikro yang profesional, melalui pendampingan yang intensif oleh Penyelia Mitra Tani (PMT) dan penyuluh pendamping di setiap nagari/ kelurahan/desa. Sasaran akhirnya adalah LKM-A menjadi lembaga keuangan yang mampu bermitra dengan perbankan atau BUMN/D agar kinerjanya lebih optimal mendorong pembangunan ekonomi di wilayah kerjanya dalam arti luas.

Penggunaan Modal Usaha

Rata-rata alokasi

dana PUAP (Rp.000) Persentase (%) Jumlah Petani Persentase (%) Komoditi Utama

Pangan 48.773.236,4 40,0 62.998 52,01 Padi, jagung

Hortikultura 18.289.963,6 15,0 14.472 11,95 Cabe, ketang, hortikultura

lainnnya

Perkebunan 6.096.654,5 5,0 8.090 6,68 Kakao, karet, gambir

Peternakan 14.631.970,9 12,0 15.986 13,20 Unggas, Ternak kecil, Sapi

potong

Usaha non budidaya 34.141.265,5 28,0 17.875 14,76 Produk olahan/ pemasaran hasil skala kecil

Jumlah 121.933.091,0 100,0 121.108 100,00

Tabel 2. Rata-rata penggunaan dana PUAP dan jumlah petani pengguna menurut kelompok usaha periode tahun 2008-2012, di Sumatera Barat

No. Kabupaten/Kota Jumlah gapoktan (unit)

Jumlah LKM-A (unit)

Jumlah petani anggota (orang)

Jumlah asset Desember 2012 (Rp000)

1. Dharmasraya 66 51 8132 9.994.591

2. Pesisir Selatan 111 79 10545 11.403.100

3. Sijunjung 68 54 6757 8.066.101

4. Agam 88 79 6220 12.347.486

5. Pasaman 41 39 5163 4.567.078

6. Pasaman Barat 64 60 7822 10.206.759

7. Lima Puluh Kota 98 93 18681 12.215.876

8. Solok Selatan 38 36 3878 4.714.733

9. Solok 74 68 11760 8.250.000

10. Padang Pariaman 78 76 8607 8.601.374

11. Tanah Datar 71 68 14940 9.755.289

12. Ko. Padang 48 34 6363 5.417.080

13. Ko. Pariaman 65 55 4953 6.935.319

14. Ko. Payakumbuh 33 29 2415 4.001.556

15. Padangpanjang 15 9 1842 1.588.000

16. Ko. Solok 9 2 825 918.000

17. Ko. Sawahlunto 14 4 1200 1.427.000

18. Ko. Bukittinggi 14 6 1005 1.523.749

Jumlah 995 842 121.108 121.933.091

Sumber:Sekretariat PUAP 7

Sumber : Sekretariat PUAP, 2012

Tabel 3. Distribusi jumlah gapoktan/LKM-A dan pertumbuhan aset tahun 2008-2012 menurut kabupaten/kota di Sumatera Barat.

rekomendasi, agar supaya produktifitas efisien. Pada gilirannya diharapkan


(11)

Berbagai upaya telah dilakukan untuk pemberdayaan LKM-A menuju tercapainya sasaran akhir di atas. Peningkatan kapasitas SDM pengelola telah dilakukan baik oleh pemerintah propinsi maupun kabupaten/kota termasuk pihak perbankan diantaranya Bank Indonesia (BI) dan Bank Nagari. PMT telah dilatih sebagai konsultan keuangan mitra bank (KKMB) oleh BI. Berbagai fasilitas untuk kelancaran operasional juga sudah difasilitasi seperti perangkat komputer diikuti dengan pelatihan operasional software agar supaya LKM-A menjadi profesional. Namun, keberhasilan LKM-A tergatung pada keberhasilan petani dalam mengembangkan usaha produktif mereka dan begitu juga sebaliknya. Pembiayaan bagi pelaku usaha menjadi produktif, menguntungkan dan berkembang sehingga tidak terjadi kredit macet. Oleh karena itu LKM-A ini dibangun atas prinsip saling membutuhkan dan partisipasi masyarakat dalam membangun LKM-A merupakan kunci sukses LKM-A ke depan.

Dampak keberadaan LKM-A secara umum sudah mampu menggerakkan roda perekonomian di pedesaan dengan bergu-lirnya dana penguatan modal awal dengan total kumulatif selama kurun waktu 5 tahun (2008-2012) dengan modal awal sebesar Rp. 99,5 milyar dan berkembang menjadi Rp. 121,9 milyar pada akhir tahun 2012 deng-an pertumbuhdeng-an selama lima tahun 22,5%. Dukungan berbagai pihak untuk penguatan lembaga keuangan mikro ini ke depan san-gat diharapkan. Pendampingan oleh perso-nal/lembaga independen di samping tenaga fungsional sesuai tupoksinya perlu menda-pat perhatian serius oleh pemerintah provin-si dan kabupaten/kota.

Tantangan Pengembangan LKM-A 2.

LKM-A sebagai lembaga keuangan mikro milik petani untuk pemberdayaan memerlukan minimal 4 hal pokok yaitu: (i) Pendampingan berkelanjutan; (ii) Sumberdaya pengelola yang terampil dan amanah; (iii) Fasilitas operasional yang memadai diantaranya kantor yang layak (aman, nyaman dan tata letak strategis), fasilitas mendukung kenyamanan bekerja dan sistem administrasi yang tertib dan terukur; (iv) Legalitas hukum.

Khusus untuk mendukung penguatan LKM-A Kementerian Pertanian menunjuk dan menempatkan sejumlah tenaga pendamping yaitu Penyelia Mitra Tani (PMT) pada setiap kabupaten/kota pelaksana program PUAP. Pendamping usaha produktif dan kelembagaan petani ditetapkan penyuluh

pendamping setempat melalui Surat

Keputusan Bupati/walikota. Jumlah PMT terbatas dan sampai tahun 2013 rasio PMT per LKM-A adalah 24-25 LKM-A per PMT. Sementara kondisi ideal adalah 15-20 LKM-A per PMT, tergantung pada sebaran lokasi dan kondisi infrstruktur wilayah kabupaten/kota. Dampaknya negativenya adalah sekitar 15% LKM-A belum berjalan sesuai harapan dan LKM-A yang sudah aktif pertumbuhan asset relativ lamban.

LKM-A sebagai pelayanan jasa keuangan merupakan faktor kunci keber-hasilan gapoktan dalam mendorong pengem-bangan usaha pertanian, agar eksistensinya dirasakan manfaat oleh petani dan masyarakat di wilayah kerja nagari/ kelurahan/desa secara umum. Kapasitas SDM pengelola LKM-A bervariasi dan rata-rata relatif lemah. Meskipun sistim pendampingan formal oleh PMT belum berakhir, namun memerlukan fasilitasi


(12)

pemberdayaan SDM oleh pemangku kepentingan guna percepatan kemandirian LKM-A.

LKM-A sebagai unit jasa keuangan dibawah naungan kelembagaan seperti disajikan pada Gambar 1, gapoktan

ber-peran mendorong pemberdayaan

LKM-A. Kewenangan LKM-A adalah diberikan kewenangan mengelola modal untuk pembiayaan usaha produktif atas kesepakatan bersama. Hubungan struktural dan fungsional antara gapoktan dan LKM-A belum sepenuhnya berjalan baik. Kekompakan antara gapoktan dan LKM-A perlu dibina agar pemahaman tentang kelembagan ini menjadi kuat dan persepsi yang sama agar supaya kelembagaan petani

keberadaannya sudah menyeluruh ini

menjadi kondusif.

Jumlah pengelola LKM-A tergan-tung struktur LKM-A yang disepakati dalam

musyawarah anggota.(Dinas Pertanian

Tanaman Pangan. 2012 ), (Badan PSDM Pertanian. 2007), (Hendaryana R. 2010. Pertanian. ) Sebagian LKM-A dikelola oleh 5 orang yaitu: manejer umum, pembiayaan,

pembukuan, penggalangan dana dan

kasir, dan sebagian lagi ada LKM-A yang dikelola oleh 3 orang yaitu: manejer umum

merangkap pembiayaan, pembukuan

merangkap penggalangan dana dan kasir. LKM-A secara langsung atau tidak langsung mampu mengatasi masalah modal petani dan menciptakan kesempatan kerja. Dengan

adanya LKM-A, eksistensi gapoktan

sebagai kelembagaan petani sudah dirasakan manfaatnya oleh petani.

Gambar 1. Kedudukan LKM-A sebagai sumber pembiayaan bagi petani dalam sebuah kelembagaan tani Gapoktan.

USAHA PRODUKTIF PETANI/PELAKU USAHA

(on-farm dan off-farm)

Pembinaan dan pendampingan oleh PMT dan penyuluh

Penyaluran pinjaman modal usaha produktif ke petani

anggota Gapoktan

Pengembangan usaha (perbaikan teknik produksi

dan skala usaha)

Laporan keuangan ke pengurus Gapoktan

Pengembalian pinjaman ke LKM-A

Pembinaan dan pendampingan oleh


(13)

usaha mikro karena sifatnya yang fleksibel

implementasinya LKM dianggap lebih efisien

Legalitas hukum menjadi mutlak diperlukan, terkait dengan fungsi LKM-A sebagai jasa keungan. Sampai saat ini sebagian LKM-A berlindung dibawah badan hukum koperasi serba usaha gapoktan dan sebagian kecil berbadan hukum koperasi simpan pinjam (KSP). LKM-A lainnya dikukuhkan dengan akte notaris. Undang-undang Republik Indonesia No. 1 tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro mengisyaratkan bahwa LKM diarahkan berbadan hukum koperasi atau perseroan terbatas (PT). Undang-undang ini harus dipahami oleh berbagai pihak terkait dalam pemberdayaan LKM-A ke depan, agar supaya LKM-A yang sudah tumbuh dan berkembang, esksistensinya tetap berjalan.

KERAGAMAN KINERJA LKM-A Perkembangan asset LKM-A tidak sepenuhnya ditentukan oleh umur (jangka waktu) berjalannya sebuah LKM-A tersebut, terbukti bahwa ada LKM-A yang berdiri tahun 2008 asetnya lebih rendah dibanding yang berdiri tahun 2009 dan sebaliknya. Kajian Hosen et al.(Hosen, N., Harmaini, Nirwansyah dan Nurnayetti. 2012) fokus untuk melihat pertumbuhan asset dengan membanding tahun awal berdiri dengan asset awal rata-rata Rp. 100 juta per LKM-A dengan jumlah asset keadaan Juni tahun 2012. Percepatan pertumbuhan asset tersebut bervariasi antar LKM-A, begitu juga pertumbuhan jumlah anggota LKM-A tersebut. Rata-rata peningkatan anggota berbanding lurus dengan peningkatan asset LKM-A (Tabel 4). Asset LKM-A menunjukkan peningkatan selama kurun

waktu 4-5 tahun. Peningkatan asset ini

belum menunjukkan angka yang signifikan,

namun ada kecenderungan meningkat berarti perguliran dana berjalan lancar. Kepercayaan masyarakat sudah mulai tumbuh dengan indikator terjadi peningkatan jumlah anggota. Semakin banyak anggota berarti berarti potensi simpanan anggota akan semakin besar dan sekaligus akan memperkuat permodalan LKM-A. Bila anggota sedikit dan bahkan cenderung berkurang, berarti kepercayaan masyarakat terhadap LKM-A masih kurang dan perguliran dana akan lamban dan bahkan bisa stagnan, akhirnya asset akan tidak berkembang.

Secara total selama 5 tahun program PUAP berjalan (2008-2012) di Sumatera Barat, LKM-A telah menyalurkan pembiayaan untuk pengembangan usaha mikro sektor pertanian menurut kelompok usaha sebagai berikut: untuk pengembangan tanaman pangan 40,0%, hortikultura 15,0%, perkebunan 5,0%, peternakan 12,0%, dan sisanya 28,0 % untuk usaha non budidaya (pengolahan hasil skala rumah tangga dan pemasaran hasil skala kecil). LKM-A adalah lembaga keuangan yang menyediakan jasa keuangan miikro yang tidak berbentuk bank dan juga tidak berbentuk koperasi sudah diminati khususnya oleh masyarakat tani di pedesaan. Hal ini ditunjukkan oleh semakin meningkatnya jumlah anggota yang akses permodalan ke LKM-A (Tabel 4).


(14)

Tabel 4. Perkembangan jumlah anggota dan asset LKM-A Gapoktan PUAP contoh pada beberapa kabupaten/kota pelaksana PUAP 2008 dan 2009 di Sumatera Barat

Kabupaten/ Kota

Tahun

Nama LKM-A, Nagari

Keadaan Awal Keadaan Juli 2012 Pertum buhan Anggota

(%)

Pertum buhan asset (%) Jumlah

Anggota

Jumlah asset (Rp.000)

Jumlah anggota

Jumlah asset (Rp.000)

Limapuluh Kota 2008 Sabatang Manjadi, Taeh Baruah, Payakumbuh

80 100.000 447 236.905,- 458,7 136,9

2008 Genta Kobra Prima, Koto Baru, Payakumbuh

75 100.000 167 125.190,- 123 25,2

2009 Bulakan Sri Cahaya, Tj. Gadang Rumah, Lareh Sago Halaban

92 100.000 207 150.131,- 125 50,1

2009 Sitanang Terpadu, Sitanang, Lareh sago Halaban

59 100.000 120 111.540,- 103 11,5

Tanah Datar 2008 Bina karya, Balimbing, Rambatan

90 100.000 217 228.841,- 141 128,8

2008 Mitra Bersama, Situmbuk, salimpaung

100 100.000 141 135.367 41 35,4

2009 Elok Basamo, Rambatan 76 100.000 300 161.239,- 295 61,2

2009 Lona Saiyo, Parambahan, V Kaum

47 100.000 111 123.500,- 136 23,5

Padang Pariaman

2008 Awan bajuntai, V Koto Kp. Dalam

30 100.000 37 192.950,- 23 92,9

2008 Saiyo Sakato, Sei. Geringging 35 100.000 37 107.747,- 6,0 7,7

2009 Usaha Bersama, Sungai Durian, Patamuan

53 100.000 63 150.000,- 18,9 50,0

2009 Mitra S-3, Sei. Sariak 50 100.000 50 121.412,- 0 21,4

Solok 2008 Mutiara Sukarami, Linjung Koto Tinggi, G. Talang

100 100.000 140 180.141,- 40 80,1

2008 Telaga Zam-Zam, Bukik Sileh, Lembang Jaya

120 100.000 211 115.000,- 75,8 15,0

2009 Gema Lunanti, Selayo 139 100.000 145 163.638,- 4,3 63,6 2009 Kubang Meja, Paninjauan, X

Koto Diatas

143 100.000 150 130.159,- 4,9 30,2

Hasil kajian (Yekti, A. 2009) yang dilakukan di Kecamatan Piyungan, Yogya-karta bahwa LKM dibawah naungan gapoktan sebagai LKM non formal lebih mengena dikalangan pelaku usaha yang ditunjukkan oleh jumlah petani (100%) yang pernah akses terhadap LKM, sedangkan ke sumber modal lainnya seperti Bank Umum, koperasi, pegadaian sumber pinjaman informal lain-nya relatif tendah. Menurut (Wijoyo 2005) bahwa LKM lebih cocok bagi pelaku

usaha mikro karena sifatnya yang fleksibel

dan sesuai dengan sifat dan skala usaha petani. Direktorat Pembiayaan Kementerian Pertanian (Direktorat Pembiayaan. 2004) mengemukakan bahwa LKM dikembangkan berdasarkan semangat untuk membantu dan memfasilitasi masyarakat miskin atau berpendapatan rendah, baik untuk konsumtif maupun produktif keluarga miskin. Dalam

implementasinya LKM dianggap lebih efisien

dari lembaga keuangan yang lain karena kedekatannya pada masyarakat yang dilayani dan mengurangi biaya-biaya transaksi.


(15)

PENUTUP Kesimpulan

Usaha pertanian ra

(i) kyat mempunyai

konstribusi cukup besar dalam

perekonomian Sumatera Barat

tercermin dari kontribusi pertanian secara umum dalam BDRB. Untuk

meningkatkan kontribusi sektor

pertanian oleh petani kecil diperlukan sumber pembiayaan yang mudah diakses dan jasa keuangan yang murah salah satunya adalah dari LKM-A. Jumlah LKM-A yang sudah tumbuh (ii)

dan berkembang sebanyak 842 unit, berpotensi tumbuh lebih banyak sesuai jumlah gapoktan (955 unit) sampai akhir tahun 2012 yang diberdayakan melalui program PUAP Kementerian Pertanian.

LKM-A sebagai Lembaga Keuangan (iii)

Mikro, fokus memberikan solusi terhadap kendala modal bagi petani kecil, sudah menunjukkan keberhasilan dalam pengelolaan keuangan dengan indikator berkembangnya asset secara total sejak tahun 2008 dengan modal awal Rp. 95,5 milyar dan pada tahun 2012 berkembang mencapai Rp. 121 milyar yang tersebar pada 955 unit gapoktan. Modal tersebut digunakan untuk pembiayaan pengembangan usaha pertanian tanaman pangan 40%, hortikultura 15%, perkebunan 5%, peternakan 12% dan usaha non budidaya (pengolahan hasil dan pemasaran) 28%.

Tantanngan ke depan adalah system (iv)

pendampingan yang mampu memacu percepatan pemberdayaan LKM-A dan legalitas hukum yang cocok.

Rekomendasi

Saran ke depan adalah LKM-A sebagai sumber pembiayaan untuk pengembangan usaha produktif petani, perlu mendapat perhatian serius dalam bentuk pembinaan dan pendampingan secara berkelanjutan

oleh pemangku kepentingan menuju

keswadayaan, profesional dan legal.

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, M dan Joko Christanto. 2000. PRA berperspektif SAGA (Socio-Economic and Gender Analysis). Modul Lokakarya SAGA. Kerjasama ARM-II Badan Litbang Pertanian dengan PSW-UGM. Yogyakarta. Badan PSDM Pertanian. 2007. Konsep

Dasar LKM-Agribisnis. Materi dalam TOT PUAP di Ciawi 2007. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan

Teknologi Pertanian. 2010. OBMNE ”Outcome Based Monitoring and Evaluation). Petunjuk Teknis. BBP2TP Bogor, Badan Litbang Pertanian.

Bappeda 2012. Road map penguatan system inovasi daerah (SIDa) Provinsi Sumatera Barat. Badan Perencanan Pembangunan Daerah Provinsi Sumatera Barat. Padang. BPS Sumatera Barat. 2012. Sumatera

Barat Dalam Angka. Badan Pusat Statistik dan Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah Propinsi

Sumatera Barat. Padang.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan. 2012.

Profil LKM-A “ Lembaga Keuangan

Mikro Agribisnis”. Dinas Pertanian Tanaman pangan Provinsi Sumatera Barat. Padang.


(16)

Direktorat Pembiayaan. 2004. Kelembaga-an dKelembaga-an pola pelayKelembaga-anKelembaga-an keuKelembaga-angKelembaga-an mikro untuk sektor pertanian (pedoman dan kebijakan). Direktorat Pembiayaan-Dirjen BSP. Kementerian Pertanian. Jakarta.

Hendaryana R. 2010. Apresiasi pengelolaan dan operasional LKM-Agribisnis.

Petunjuk operasional. BBP2TP

Bogor, Badan Litbang Pertanian. Hosen, N., Harmaini, Nirwansyah dan

Nurnayetti. 2012. Akselerasi Adopsi Inovasi dan Pengembangan LKM-A

pada kegiatan Usaha Bersama

Berbasis Komoditas Gapoktan

pelaksana PUAP tahun 2008 dan 2009 di Sumatera Barat. Laporan Teknis. BPTP Sumatera Barat. Kementan, 2013. Pedoman umum Program

Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) tahun 2013. Kementerian Pertanian. Jakarta Kementan. 2008. Pedoman umum Program

Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) tahun 2008. Departemen Pertanian. Jakarta. Sekretariat PUAP, 2012. Laporan

perkembangan PUAP 2008-2012 di Sumatera Barat. Sekretariat PUAP. Tim Pembina PUAP Provinsi Sumatera Barat.

Wijoyo, Wiloeyo Wiryo. 2005.

Pemberdayaan Lembaga Keuangan Mikro Sebagai Salah satu Pilar Sistem Keuangan Nasional: Upaya konkrit memutus mata rantai kemiskinan. Jurnal “ kajian Ekonomi dan Keuangan” edisi khusus Desember 2005. Jakarta.

Yekti, A. 2009. Peranan Lembaga Keuangan Formal dan Informal bagi masyarakat pertanian di Indonesia. Jurnal pertanian. STTP Yogyakarta. Hal 91-103.


(17)

STUDI KASUS GEMPA BUMI DAN TSUNAMI SERTA PENGARUHNYA TERHADAP BIOFISIK LAHAN PERTANIAN DI KEPULAUAN MENTAWAI

SUMATERA BARAT Edy Mawardi dan Ramlan BPTP Sumatera Barat dan BPTP Aceh

CASE STUDY OF EARTHQUAKE AND TSUNAMI AND ITS INFLUENCE ON BIOPHYSICAL AGRICULTURAL LAND

IN THE MENTAWAI ISLANDS WEST SUMATRA Abstract

This case study aims to determine the effect of the earthquake and tsunami Mentawai against damage farmlands and recommend handling the problem . This case study is a descriptive quantitative and qualitative research through support and prime secondary data obtained in the form of free survey and laboratory analysis . Earthquake followed by tsunami that caused extensive damage to agricultural land located in coastal areas within 0-750 meters from the shoreline of 0-14 meters

high from sea level . Soil salinity levels decreased significantly due to high precipitation, the texture is quite rough , and the conditions that enable the acceleration region fisografi dry salt . Soil fertility

levels throughout the Mentawai Islands offshore wilkayah general category is low . Advice given from the results of this case study is ( 1 ) to relocate the residential and agricultural area should be directed at the food crop area is more than 750 meters from the seafront or in an area of over 14

meters high from the sea level , ( 2 ) Planting return oil as the region’s major flagship commodity requires the selection of seeds, and pembibitannya techniques , ( 3 ) pewilayahan commodities in disaster-prone areas is economically profitable and has ability to minimize impacts, and ( 4 )

develop agricultural systems by considering the conditions local social and cultural community

Keywords: earthquake, tsunami, biophysical, land, disaster

Abstrak

Studi kasusini bertujuan untuk mengetahui pengaruh gempa bumi dan tsunamiMentawai terhadap kerusakan lahan pertanian dan merekomendasikan penanganan masalahnya. Studi kasus ini merupakan penelitian deskriptif kuantitif dan kualitatif melalui dukungan data skunder dan primer dalam bentuk survey lapangan dan analisis laboratorium. Gempa yang diikuti tsunami menyebabkan kerusakan yang luas terhadap lahan pertanian berada pada wilayah pesisir dalam

jarak 0-750 meter dari garis pantai dengan tinggi tempat 0-14 meter dari permukaan laut. Tingkat

salinitas tanah menurun secara nyata karena tingginya curah hujan, tekstur agak kasar, dan

kondisi fisiografi daerah yang memungkinkan percepatan pencucian garam. Tingkat kesuburan tanah sepanjang wilayah pesisir Kepulauan Mentawai umumnya termasuk kategori rendah.

Saran yang diberikan dari hasil studi kasus ini adalah (1) merelokasi kawasan pemukiman dan

areal pertanian tanaman pangan perlu diarahkan pada kawasan yang berjarak lebih dari 750

meter dari pinggir laut atau pada daerah dengan tinggi tempat diatas 14 meter dari permukaan

laut, (2) Penanaman kembali tanaman kelapa sebagai komoditas unggulan utama daerah ini

membutuhkan pemilihan benih unggul dan teknik pembibitannya, (3) pewilayahan komoditas

pada kawasan yang rawan bencana ini yang menguntungkan secara ekonomis dan mempunyai

kemampuan dalam meminimalkan dampak, dan (4) mengembangkan sistem usaha pertanian

dengan mempertimbangkan kondisi sosial dan budaya lokal masyarakat

Kata Kunci: Gempa, tsunami, biofisik, lahan, bencana

Naskah masuk : 24 Oktober 2013 Naskah diterima : 15 Desember 2013 Naskah masuk : 24 Oktober 2013 Naskah diterima : 5 Desember 2013


(18)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Gempa bumi (7,2 SR) disertai tsunami yang terjadi di Kabupaten Kepulauan Mentawai Sumatera Barat merupakan salah satu dari tiga musibah bencana nasional yang terjadi pada tanggal 25 Oktober 2010. Tsunami (bahasa Jepang: tsu=pelabuhan, nami=gelombang) yang terbentuk akibat gempa bumi ini menghancurkan sebagian besar kawasan sepanjang pesisir barat Pulau Pagai Selatan. Kerusakan yang sama terjadi pada beberapa dusun di Desa Silabu dan Betumonga yang teletak di pantai bagian barat Pagai Utara dan kerusakan yang lebih kecil melanda sebagian dusun di Desa Bosua dan Berlolou di Sipora Selatan. Wilayah yang lebih aman terletak pada kawasan sepanjang pantai timur Pagai Selatan, Pagai Utara,dan Sipora Selatan.

Musibah gempa dan tsunami ini menyebabkan kematian penduduk dan hilang lebih dari 500 orang serta menyebabkan kerusakan infrastruktur pemukimannya. Data lapangan ini menunjukkan terjadinya kerusakan prasarana berupa jembatan dan jalan, rumah penduduk rusak berat maupun rusak ringan, fasilitas umum dan sosial dan beberapa sarana pelayanan umum lainnya tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Kerusakan yang lebih parah ternyata terjadi juga pada sektor pertanian akibat kerusakan lahan pertanian yang selama ini menjadi tulang punggung kehidupan sebagian besar masyarakat di daerah ini.

Mustafa (2010) mengungkapkan

bahwa potensi gempa dan tsunami

Kepulauan Mentawai Sumatera Barat

terdapat pada episentrum laut pada segmen Siberut dan segmen Sipora-Pagai. Sedangkan episentrum darat Sumatera Barat yang tidak akan menimbulkan tsunami berpotensi terjadi pada segmen Singkarak, Sianok, dan Muara Labuah. Dalam kasus tsunami Mentawai tahun 2010, musibah ini terjadi pada episentrum Sipora-Pagai yang berpusat disebelah barat Pulau Pagai Selatan dan berdampak juga pada sebagian wilayah Pulau Pagai Utara dan Sipora. Selanjutnya, Emzalmi (2010) mengemukakan jejak sejarah tsunami pada wilayah sepanjang pantai barat Pulau Sumatera pernah terjadi di Bengkulu (1883), Sumatera Barat (1861), Krakatau (1883), dan Aceh (2004). Untuk itu, penanganan dan antisipasi masalah kawasan yang rawan musibah bencana ini perlu diformulasikan guna meminimalkan dampaknya baik terhadap korban manusia maupun infrastruktur daerah pemukimannya termasuk sektor pertanian.

Pengalaman musibah tsunami Aceh menunjukkan bahwa areal pertanian yang terlanda bencana alam ini berubah menjadi lahan bermasalah akibat tanah tertutup sedimen salin setebal 1-10 cm. Permukaan tanah menjadi keras dan retak-retak bila kekeringan yang menyebabkan sebagian besar lahan tersebut tidak produktif untuk usaha pertanian untuk waktu yang cukup lama. Selanjutnya, Puslitbang Tanah dan

Agroklimat melaporkan bahwa lahan

pertanian yang terkena intrusi air laut akibat gelombang tsunami akan mengalami salinisasi sedang sampai berat pada jarak 0-3 km dari pantai. Tingkat kerusakan tanaman yang disebabkan salinitas tergantung pada jenis tanaman, varietas, fase pertumbuhan, high from sea level . Soil salinity levels decreased significantly due to high precipitation, the texture

is quite rough , and the conditions that enable the acceleration region fisografi dry salt . Soil fertility

meters high from the sea level , ( 2 ) Planting return oil as the region’s major flagship commodity requires the selection of seeds, and pembibitannya techniques , ( 3 ) pewilayahan commodities in disaster-prone areas is economically profitable and has ability to minimize impacts, and ( 4 ) Keywords: earthquake, tsunami, biophysical, land, disaster

ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh gempa bumi dan tsunami

jarak 0-750 meter dari garis pantai dengan tinggi tempat 0-14 meter dari permukaan laut. Tingkat secara nyata karena tingginya curah hujan, tekstur agak kasar, dan kondisi fisiografi daerah yang memungkinkan percepatan pencucian garam. Tingkat kesuburan tanah sepanjang wilayah pesisir Kepulauan Mentawai umumnya termasuk kategori rendah. areal pertanian tanaman pangan perlu diarahkan pada kawasan yang berjarak lebih dari 750 laut, (2) Penanaman kembali tanaman kelapa sebagai komoditas unggulan utama daerah ini membutuhkan pemilihan benih unggul dan teknik pembibitannya, (3)

kemampuan dalam meminimalkan dampak, dan (4) mengembangkan Kata Kunci: Gempa, tsunami, biofisik, lahan, bencana


(19)

dilakukan pembuatan lobang profil tanah

ring sampel untuk analisis sifat fisika tanah.

 dan faktor lingkungannya (Puslitbangtanak,

2005).

Perubahan yang terjadi pada kawasan terlanda gelombang tsunami Kepulauan Mentawai sangat mempengaruhi seluruh aspek kehidupan masyarakat. Upaya pemulihan daerah yang dilanda bencana pasca tsunami ini membutuhkan kajian lapangan

tentang pengaruh tsunami terhadap biofisik

lahan pertanian dan pemukiman sebagai upaya rehabilitasi kehidupan masyarakat Kepulauan Mentawai dalam jangka panjang. Untuk itu, permasalahan yang timbul akibat tsunami Kepulauan Mentawai perlu

diidentifikasi secara cepat untuk dijadikan

dasar penataan selanjutnya. Serangkaian upaya penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi sebagaimana tercantum dalam UU No. 24 tahun 2007 (Kabuik, 2010).

Tujuan kegiatan

Studi kasus ini merupakan langkah awal yang dilakukan secara cepat untuk mengetahui kondisi kerusakan areal pertanian Kepulauan Mentawai pasca bencana gempa bumi dan tsunami dengan rincian tujuan sebagai berikut:

(1) Melakukan identifikasi tingkat

kerusakan tanaman dan sifat fisik

maupun kimia tanah akibat gempa dan tsunami Mentawai

(2) Memberikan saran kebijakan

rehabilitasi dan penataan lahan pertanian aman dan berkelanjutan pada kawasan rawan bencana gempa dan stunami Mentawai.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitif dan kualitatif. Langkah penelitian meliputi pemilihan lokasi, survey lapangan dan analisis laboratorium dalam rangka pengumpulan dan analisis data lokasi pasca bencana gempa dan tsunami.

Pemilihan Lokasi

Kegiatan studi kasus pengaruh gempa dan tsunami Kepulauan Mentawai

terhadap biofisik lahan pertanian dilakukan

pada Dusun Purorougat (Desa Malakkopak) dan Dusun Surat Aban (Desa Bulasat) di Kecamatan Pagai Selatan. Penetapan kedua dusun ini sebagai lokasi penelitian

berdasarkan tingkat keparahan yang

merupakan representasi kawasan yang cukup parah terkena musibah bencana gempa dan stunami Kepulauan Mentawai. Kegiatan survey lapangan dilaksanakan mulai tanggal 23 sampai 28 November 2010. Sedangkan analisis tanah dan tanaman dilaksanakan pada laboratorium BPTP Sumatera Barat.

Survey Lapang

Kegiatan survey lapang dilakukan untuk mendapatkan beberapa data sebagai berikut:

Kerusakan Tanaman dan Ternak (1)

Untuk mendapatkan data tentang kerusakan tanah dan tanaman dilakukan dengan mempedomani data skunder dari tim survey lainnya dan observasi langsung di lapangan. Lokasi observasi diprioritaskan pada lahan-lahan utama pertanian yang mencakup lahan sawah, palawija dan lahan perkebunan. Pada setiap lokasi dilakukan pengambilan sampel tanah komposit kedalam


(20)

0-20, 20-40, dan 40-60 cm. Sampel tanah diambil berdasarkan homogenitas tanah dan transek yaitu tegak lurus dari garis kontur dan untuk dataran pantai mengikuti sequent daerah pesisir.

Sampel tanaman pasca Tsunami diambil pada tanaman yang rusak (layu atau mati) dan tanaman sehat (tanaman yang tidak kena tsunami). Untuk tanaman semusim diambil daun tanaman yang telah membuka sempurna (daun dewasa) atau seluruh tanaman yang masih muda (umur 1-2 bulan). Sedangkan untuk tanaman tahunan diambil daun yang telah dewasa masing-masing 250 gram. Khusus untuk tanaman kelapa dan sawit diambil daun sepertiga pelepah bagian tengah dari pelepah ke 17 dari atas (biasanya pada deretan putaran lingkaran pelepah yang ketiga dari pucuk). Daun tanaman dibersihkan dan dikeringanginkan serta disimpan dalam kantong kertas karsing atau kertas koran.

(2) Kerusakan Tanah

Untuk pengamatan yang lebih rinci

dilakukan pembuatan lobang profil tanah

dengan ukuran (100-150) x 150 x 150 cm. Pada salah satu dinding yang tidak terkena cahaya mata hari dilakukan pengamatan terhadap susunan horizon/lapisan. Pada setiap horizon atau lapisan diambil sampel tanah untuk analisis kimia dan contoh tanah tidak terusik (undistrubed sample) menggunakan

ring sampel untuk analisis sifat fisika tanah.

Pengambilan contoh tanah diawali pada horizon terbawah dan secara berurutan sampai horizon/lapisan teratas (top soil). Pada lapisan atas perlu pula dicatat tebal lapisan timbunan (lumpur dan pasir) sekaligus

diambil sampel tanah untuk analisis kimia. Bersamaan dengan pengambilan contoh tanah diamati pula keadaan drainase, bentuk wilayah, kelerengan, vegetasi dominan, dan penggunaan lahan.

(3) Pengukuran salinitas

Pengukuran salinitas menggunakan alat Grund Conductivity Meter (GCM) Elctromacnetic Induction ( EM 38) dengan cara meletakkan diatas permukaan tanah secara horizontal (EM/h) dan vertical (EM/v). Pengukuran secara horizontal memperoleh data kadar salinitas permukaan tanah antara 0 – 35 cm dan secara vertical diperoleh kadar salinitas pada kedalaman tanah 35 – 150 cm. Dari hasil pengukuran dengan EM 38 akan diperoleh data dalam mS/m (mili siment per meter).

Rumus yang digunakan dalam mengukur salinitas adalah :

dS/m = mS/m 

100 Dimana :

mS/m = Hasil Pengukuran EM 38 dS/m = deci Siment per meter Ece = Slope x ECe + Intercept 

Dimana :

Eca = Apparent Elctrical Con-

ductivity ( Pengukuran

dilapangan)

Ece = Extract Elctrical Conductivity

Slope dan intercept =

Konstanta

tentang pengaruh tsunami terhadap biofisik

diidentifikasi secara cepat untuk dijadikan

Melakukan identifikasi tingkat kerusakan tanaman dan sifat fisik


(21)

Hasil identifikasi awal Dinas Pertanian,

HASIL DAN PEMBAHASAN

Saksi mata penduduk lokal Pulau Pagai Selatan yang selamat dari musibah mengungkapkan bahwa stunami yang terjadi 15 menit setelah gempa terjadi 3 kali gelombang air dengan tinggi berkisar antara 9-15 meter. Gelombang besar ini membawa batu karang yang menghancurkan kawasan pertanian dan pemukiman pada hamparan

0-700 meter dari pinggir pantai kearah daratan. Kerusakan yang terjadi diperparah akibat hilangnya hutan bakau, terutama di daerah pemukiman.

Kerusakan Tanaman dan Ternak

Kecamatan Pagai Selatan, Pagai Utara, dan Sipora Selatan merupakan daerah terkena lansung dampak Gempa dan tsunami tanggal 25 Oktober 2010. Tabel 1. Penilaian Konstanta Konversi dari Eca ke ECe

Tabel 2. Standar Salinitas Tanah Berdasarkan Tekstur

Tabel 3. Batas Toleransi Tidak Terjadi Kehilangan Hasil (Ayer & Westcot, 1976) Saturation percentage (SP) Ece = slope x Eca + intercept

SP TEKSTUR SLOPE INTERCEPT

30 Lempung berpasir 6,9 -0,9

40 Lempung 5,4 -1,5

50 Liat ringan 4,0 -1,9

60 Liat 3,3 -2,1

70 Sangat liat 2,8 -2,1

TEKSTUR (Persentase Pasir)

ECa (dS/m)

Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi

Pasir Berlempung (25 – 35) 0,4 0,4 – 0,7 0,7 – 1,3 > 1,3

Lempung (35 – 45) 0,4 0,7 – 1,1 1,1 – 1,9 > 1,9

Liat berlempung – liat ringan (45 – 55) < 1,0 1,0 – 1,5 1,5 – 2,5 > 2,5 Liat Sedang – Berat (55 – 70) < 1,25 1,25 – 1,9 1,9 – 3,0 > 3,0

No Jenis Tanaman ECe (dS/M) Batas Toleransi Tidak Terjadi Kehilangan Hasil

1. Padi 2 – 3

2. Jagung 1,7

3. Kacang Tanah 3,2

4. Kacang Kedelai 1,5 – 2

5. Semangka 1,5 – 2

6. Kubis 2 - 3

7. Wortel 1,5 – 2

8. Timun 2 – 3

9. Bawang Merah 1,5- 2

10. Terong 2,5 – 3

11. Cabai 2 – 3


(22)

Hasil identifikasi awal Dinas Pertanian,

Peternakan, dan Perkebunan Kabupaten Kepulauan Mentawai mengungkapkan

kerusakan tanaman padi sawah, sagu, talas, dan pisang masing-masing hanya seluas 80, 5, 37,dan 108 ha (Tabel 4).

Kelapa merupakan tanaman yang paling luas mengalami kerusakan akibat gempa dan tsunami dengan total luas 1.286 ha dan sekitar 75,8% dari luas kerusakan ini terjadi di Kecamatan Pagai Selatan. Luasnya kerusakan tanaman kelapa ini disebabkan sebagian besar terhampar pada kawasan

pantai dan berdekatan dengan pusat gempa. Sedangkan tanaman perkebunan lain yang mengalami kerusakan adalah tanaman kakao, pinang, dan nilam masing-masing sebesar 69, 32, dan 5 ha (Tabel 5). Kerusakan tanaman kelapa tidak hanya karena musibah tsunami tapi juga disebabkan pengaruh lainnya Tabel 4. Kerusakan Komoditas pangan utama pada beberapa kecamatan dan desa akibat

Gempa Tsunami Mentawai. Tahun 2010

Tabel 5. Kerusakan tanaman perkebunan pada beberapa kecamatan dan desa akibat gempa tsunami Mentawai. Tahun 2010

No Kecamatan/ Desa Jenis Tanaman (ha)

Padi Sawah Sagu Talas Pisang

1. Pagai Selatan Malakopak Bulasat

70 10

5

-3 30

8 75 2. Pagai Utara

Betu Monga Silabu Saumanganyak 3. Sipora Selatan

Beriulou Bosua

4 22

3

Jumlah 80 5 37 108

No Kecamatan/ Desa Kelapa (ha) Kakao (ha) Pinang (ha) Nilam (ha)

1. Pagai Selatan Malakopak Bulasat Ma

765 234

36 8

5

-5

-2. Pagai Utara Betu Monga Silabu Saumanganyak

143 2,5 3,5

20

-27

-3. Sipora Selatan Beriulou Bosua

70 68

3 2

-Jumlah 1.286 69 32 5

Sumber: Dinas Pertanian, Peternakan, dan Perkebunan Kabupaten Kepulauan Mentawai (2010)


(23)

yang perlu dikaji lebih mendalam. Luasnya kerusakan kelapa yang berwarna kuning diperkirakan mencapai 400 ha di Dusun Surat Aban. Kerusakan yang sama ternyata meluas pada beberapa areal perkebunan kelapa di Kepulauan Mentawai.

Usaha peternakan yang paling besar mengalami kematian akibat gempa dan tsunami adalah ayam buras dan babi dengan jumlah masing-masing sebesar 4.618 dan 1.166 ekor. Selanjutnya, anjing dan itik merupakan usaha peternakan penduduk

yang mengalami kerusakan masing-masing sebesar 185 dan 203 ekor. Dari hasil

identifikasi kerusakan awal terhadap usaha

tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan ini terungkap bahwa kerusakan yang paling besar terjadi di Kecamatan Pagai Selatan.

Untuk itu, kegiatan identifikasi mendalam

akibat gempa dan tsunami ini perlu dilakukan pada lokasi korban bencana yang mewakili karakteristik kerusakan di Kecamatan Pagai Selatan (Tabel 6).

3.2 Kerusakan Lahan Dusun Purorougat Hasil pengamatan transek (garis penampang) pada lahan Dusun Purorougat terlihat bahwa tinggi tempat pada lahan yang jaraknya 750 km dari garis pantai mencapai 14 meter. Kondisi ini memperlihatkan bahwa ketinggian lokasi > 14 meter termasuk lahan pertanian dan pemukiman yang aman dan tidak mengalami kerusakan akibat tsunami. Transek dari studi kasus pada wilayah musibah ini dibagi atas Segmen I (S I) dengan vegetasi sebelumnya tanaman talas dan

sagu, Segmen II (S II) daerah pemukiman, Segmen III (S III) areal kebun kelapa, dan Segmen IV (S IV) kebun campuran.

Hasil pengukuran salinitas tanah Dusun Purourogat memperlihatkan tingkat salinitas pada lokasi 100 meter dari laut (S I) 1 bulan setelah tsunami termasuk kategori sedang, sedangkan pengukuran sepanjang 1.000 meter umumnya termasuk kategori ringan.

Tabel 6. Kerusakan ternak pada beberapa kecamatan dan desa akibat Gempa Tsunami Mentawai. Tahun 2010

Sumber: Dinas Pertanian, Peternakan, dan Perkebunan Kabupaten Kepulauan Mentawai

No Kecamatan/ Desa Jenis Ternak (ekor)

Ayam buras Babi Anjing Itik

1. Pagai Selatan Malakopak Bulasat Ma

1.400 992

210 501

-15

-100

2. Pagai Utara Betu Monga Silabu Saumanganyak

1.098 163

591 -2

95

-81

-3. Sipora Selatan Beriulou Bosua

965

-245 117

60

-22


(24)

Penurunan tingkat salinitas yang cukup tinggi selama 1 bulan pasca tsunami kemungkinan disebabkan curah yang hujan tinggi dan kondisi tekstur tanah agak kasar

pada permukan tanah di daerah ini. Tingkat salinitas secara lebih terperinci dalam berbagai jarak 0-1.000 meter dari laut ditampilkan pada Tabel 7.

Dari data Tabel 8 terungkap bahwa reaksi tanah (pH) tanah Dusun Purorougat pada jarak 10, 250, 375, 500, 625, dan 750 meter dari laut dan kedalaman 0-20 cm masing-masing 6,75; 6,81; 6,84; 6,89; 6,90; dan 6,28. Nilai pH tanah pada seluruh lapisan 0-20 cm bereaksi netral, sedangkan nilai pH tanah pada kedalaman tanah

20-40 cm dan 20-40-60 cm bereaksi agak masam sampai sedang. Reaksi tanah yang agak masam terlihat pada daerah yang berjarak 625 dan 750 meter dari pinggir laut.

Kandungan C-organik tanah pada permukaan tanah (0-20 cm) bervariasi dari rendah sampai sangat tinggi (1.34-6.53 %). Kondisi yang sama terlihat pada kandungan Gambar 1. Transek areal pertanian dan pemukiman Dusun Purorogat

Kecamatan Pagai Selatan Laut

S I S II S III S IV

Jarak dari laut 0 -103 meter 103 -171 meter 171 -411 meter 411 -750 meter

Tinggi tempat 1,5 meter dari

muka laut

1,5 - 6 meter dari muka laut

6 -10 meter dari muka laut

14 meter dari muka laut

Salinitas Sedang Ringan Ringan Ringan

Tekstur Pasir Pasir Liat berpasir Liat berpasir

Kedalam tanah 60 m 61 cm > 60 cm > 100 cm

Vegetasi pra stunami

Kebun talas dan sagu

Pemukiman penduduk

Kebun kelapa Ke bun

campuran kelapa, pisang, dan lainnya

Tabel 7. Hasil pengamatan salinitas lahan pasca tsunami berdasarkan jarak dari pantai di Dusun Purorougat kecamatan Pagai Selatan. Tahun 2010

No. Kedalaman Tingkat Salinitas Jarak dari Pantai

( Meter) 0 – 35 Cm (dS/m) 30 – 150 Cm (dS/m)

1. 1.76 1.73 Sedang 0-100

2. 0.82 0.82 Ringan 100 – 200

3. 0.51 0.63 Ringan 200 – 300

4. 0.44 0.53 Ringan 300 - 400

5. 1.20 1.20 Ringan 400 – 500

6. 1.14 0.84 Ringan 500 – 600

7. 0.77 0.76 Ringan 600 – 700

8. 0.86 0.95 Ringan 700 – 800

9. 0.90 0.96 Ringan 800 – 900

10. 1.01 0.91 Ringan 900 – 1000

identifikasi kerusakan awal terhadap usaha


(25)

C-organik tanah pada kedalaman 20-40 cm dan 40-60 cm yang bervariasi dari rendah sampai tinggi (1.08-3.38). Variasi kandungan C-organik tanah ini terkait dengan bentuk usaha tani tanaman talas pada lahan rawa dengan kandungan bahan organik tinggi, areal perkebunan kelapa, dan kebun campuran dengan sistem usaha pertaniannya

kurang intensif. Kandungan N-total tanah pada kedalaman tanah 0-20 cm bervariasi dari rendah (0,17%) sampai sangat tinggi (0,83%). Nilai yang sama terlihat dari hasil pengamatan N-total tanah pada kedalaman 20-40 cm dan 40-60 cm yang bervariasi dari rendah (0,07%) sampai sedang (0,32%).

Tabel 8. Data hasil analisa tanah berdasarkan jarak dari laut pada beberapa tingkat kedalaman tanah di Dusun Purorougat. Tahun 2010

Parameter uji Kedalaman tanah

Nilai pengamatan berdasarkan jarak lokasi dari laut

10 m 250 m 375 m 500 m 625 m 750 m

pH (H2O) 0-20 cm 6,72 6,81 6,84 6,89 6,90 6,28

20-40 cm 6,40 5,76 - 7,45 4,53 4,92

40-60 cm 6,98 6,59 - 7,36 4,0 6,37

pH (KCl) 0-20 cm 6,55 6,81 6,36 6,47 6,44 5,71

20-40 cm 6,13 5,76 - 6,71 4,21 4,22

40-60 cm 6,76 6,59 - 6,59 5,19 5,19

C-organik (%) 0-20 cm 2,21 6,52 1,73 1,34 5,81 3,46

20-40 cm 3,02 2,18 - 1,42 2,21 1,25

40-60 cm 3,38 2,05 - 1,39 2,20 1,08

N- total (%) 0-20 cm 0,31 0,83 0,17 0,24 0,52 0,31

20-40 cm 0,27 0,32 - 0,17 0,14 0,17

40-60 cm 0,24 0,21 - 0,11 0,07 0,13

C/N 0-20 cm 7,13 7,86 10,18 5,58 11,17 11,16

20-40 cm 11,18 6,81 - 8,35 15,79 7,35

40-60 cm 14,08 9,76 - 12,64 31,43 8,31

K-dd (Cmol/kg) 0-20 cm 1,46 0,64 0,19 0,19 1,27 0,32

20-40 cm 1,21 0,32 0,32 0,41 0,29

40-60 cm 1,40 0,13 0,13 0,45 0,19

Na-dd (Cmol/kg) 0-20 cm 7,30 3,72 0,70 0,56 3,48 0,73

20-40 cm 7,02 2,02 0,45 2,15 0,56

40-60 cm 5,84 1,04 0,38 1,39 0,45

Ca Ekstrak NH4Oac 1 N pH 7(me/100 gr)

0-20 cm 3,7 2,79 2,81 3,45 2,64 3,72

20-40 cm 3,15 2,55 2,75 2,57 3,32

40-60 cm 3,57 3,21 2,38 2,92 2,77

Mg Ekstrak NH4Oac 1 N pH 7 (me/100 gr)

0-20 cm 5,96 4,27 4,09 5,77 4,70 5,48

20-40 cm 4,97 3,61 4,75 4,49 5,15

40-60 cm 6,08 5,07 4,30 4,92 4,54

P2O5 Ekstrak Olsen (ppm) 0-20 cm 14,78 23,26 18,70 13,91 19,78 20,00

20-40 cm 14,13 16,96 11,09 10,00 12,17

40-60 cm 12,61 15,22 8,91 11,74 10,43

Cu Ekstrak 0,1 N HCl (ppm) 0-20 cm 14 21 20 22 19 20

20-40 cm 24 24 24 21 23

40-60 cm 26 25 16 18 23

Zn Ekstrak 0,1 N HCl (ppm) 0-20 cm 11 18 20 17 10 13

20-40 cm 18 22 18 21 17


(26)

Bila dilihat dari pengamatan nisbah C/N yang sebagian besar termasuk kategori rendah dan sedang maka C-organik tanah telah mengalami pelapukan sempurna. Selanjutnya, nisbah kation-kation dapat ditukar dapat dijadikan indikator tingkat

kesuburan tanah. Nisbah Ca/K, Ca/Mg, dan Mg/K ideal untuk pertumbuhan tanaman yang optimal masing-masing adalah 13,5/1, 6,5/1, dan 2/1 (Weterman, 1990). Nisbah Ca/K, Ca/Mg, dan Mg/K tanah dari hasil pengamatan lapangan.

Parameter uji Kedalaman tanah

Nilai pengamatan berdasarkan jarak lokasi dari laut

10 m 250 m 375 m 500 m 625 m 750 m

Mn Ekstrak 0,1 N HCl (ppm) 0-20 cm 26 29 37 47 31 29

20-40 cm 31 20 49 33 21

40-60 cm 34 23 28 26 24

Fe Ekstrak 0,1 N HCl (ppm) 0-20 cm 68 92 105 110 93 114

20-40 cm 82 69 124 81 81

40-60 cm 87 74 91 101 85

KTK (Cmol/kg) 0-20 cm 33,33 34,87 28,72 28,85 16,67 28,20

20-40 cm 35,38 25,90 30,51 35,90 35,38

40-60 cm 26,41 18,97 15,90 16,15 23,08

H-dd (Cmol/kg) 0-20 cm 0,3 0,3 0,2 0,2 0,2 0,2

20-40 cm 0,2 0,3 0,2 0,2 0,2

40-60 cm 0,2 0,1 0,3 1,8 0,4

Al-dd (Cmol/kg) 0-20 cm 0,3 0,3 0,2 0,2 0,0 0,0

20-40 cm 0,2 0,3 0,2 0,0 0,0

40-60 cm 0,2 0,1 0,0 11,4 0,0

Lokasi pengamatan Kedalaman tanah Nilai nisbah

Ca/K Ca/Mg Mg/K

10 meter 0-20 cm 2,53 0,62 4,08

20-40 cm 2,60 0,63 4,11

40-60 cm 2,55 0,59 4,34

250 meter 0-20 cm 4,36 0,65 6,67

20-40 cm 7,97 0,71 11,28

40-60 cm 24,69 0,63 39,0

375 meter 0-20 cm 14,79 0,69 21,53

500 meter 0-20 cm 18,16 0,60 38,37

20-40 cm 8,59 0,58 14,84

40-60 cm 18,31 0,55 33,08

625 meter 0-20 cm 2,08 0,56 3,70

20-40 cm 6,27 0,57 10,95

40-60 cm 6,49 0,59 10,93

750 meter 0-20 cm 11,63 0,68 17,13

20-40 cm 11,45 0,64 17,76

40-60 cm 14,58 0,61 23,89

Tabel 9. Nisbah Ca/K, Ca/Mg, dan Mg/K tanah Dusun Purourogat Kecamatan Pagai Selatan. Tahun 2010.


(27)

Nisbah Ca/K tanah pada titik pengamatan 10 meter dari laut dengan 3 kedalaman tanah lebih sempit dibandingkan nisbah Ca/K ideal (13,5/1), sehingga pupuk K tidak harus diberikan. Hal ini ditunjukkan K-dd tanah pada titik pengamatan 0-20 cm, 20-40 cm, dan 40-60 cm masing-masing sebesar 1,46; 1,21; dan 1,40 Cmol/kg yang termasuk kategori sangat tinggi. Nisbah yang Ca/K yang lebih sempit dan tidak berbeda jauh dibandingkan nisbah Ca/K ideal memberikan gambaran kawasan ini tidak memerlukan pemberian pupuk K dalam budidaya tanaman (Tabel 9).

Nisbah Ca/Mg dari seluruh contoh tanah lebih sempit dibandingkan nisbah Ca/Mg ideal (6,5/1). Hasil pengamatan ini menunjukkan pupuk Mg tidak dibutuhkan pada lokasi dan terlihat juga dari hasil analisa Mg tanah yang lebih tinggi dari batas kritisnya sebesar 0,50 Cmol/kg. Nisbah Mg/K yang lebih lebar dibandingkan nisbah Mg/K ideal (2/1) pada pengamatan memperlihatkan dari hasil seluruh lokasi pengamatan tidak menyebabkan pupuk K harus diberikan pada semua lokasi daerah ini. Hasil analisa K contoh tanah pada lokasi berjarak 0-250 meter dan 500-750 meter pada beberapa kedalaman tidak memerlukan pupuk K karena lebih tinggi dibandingkan batas kritisnya sebesar 0,30 Cmol/kg. Sedangkan pada lokasi yang berjarak 375 -500 meter dari laut memerlukan sedikit pemberian pupuk K bila areal ini digunakan untuk budidaya tanaman pangan.

Fosfor tersedia ekstraksi Olsen semua contoh tanah pada beberapa jarak dan kedalaman bervariasi dari sedang sampai tinggi. Ketersedian P sedang terlihat pada

contoh tanah dari lokasi 10 meter pada seluruh kedalaman (0-20, 20-40,dan 40-60 cm), dan pada jarak 375 meter, dan jarak 500 meter pada kedalaman 0-20 cm. Ketersedian P yang termasuk kategori sedang terdapat pada jarak 500 meter dan 750 meter dengan kedalaman 20-40 cm dan 40-60 cm Secara umum, pemberian pupuk P pada lokasi ini hanya memerlukan takaran yang kecil dari 50 kg perhektar untuk budidaya tanaman pangan secara intensif.

Kandungan Cu yang diekstrak 0,1 N HCL 25% pada semua jarak dan kedalaman berkisar antara 16 – 26 ppm, sedangkan kandungan Zn diekstrak 0,1 N HCL 25% berkisar antara 9-20 ppm. Selanjutnya, hasil analisa Fe dan Mn ini termasuk sangat tinggi dari semua contoh tanah dan kandungan Fe dan Mn sangat tinggi tidak akan meracun tanaman pada tanah kering dalam kondisi teroksidasi. Pada kondisi tanah kering, Al merupakan unsur yang meracun tanaman bila kandungannya > 20% dalam tanah dan kisaran kandungan meracun tergantung pada tingkat toleransi tanaman. Bila mempedomani hasil analisa contoh tanah ini yang termasuk kategori rendah pada semua jarak dan kedalaman maka kandungan Al tanah Dusun Purourogat tidak meracun tanaman.

Kapasitas tukar kation (KTK) sangat berperan dalam kesuburan tanah dimana KTK tinggi mengindikasikan kemampuan menyerap dan melepaskan unsur juga tinggi. Namun hasil analisa contoh tanah daerah ini menggambarkan KTK yang termasuk kategori sedang, sehingga kemampuan menjerap dan melepas unsur hara juga sedang. Selanjutnya, tekstur tanah pada


(28)

areal yang berjarak 500 meter lempung liat berpasir sejalan dengan rendahnya K dapat dipertukarkan (K-dd) pada areal yang sama. Penurunan kandungan K tanah kemungkinan terjadi melalui proses pencucian dalam sistem tanah yang memiliki persentase pasir yang tinggi. Kondisi berbeda terlihat pada

areal yang berjarak 10 meter, 625 meter, dan 750 meter dari laut dengan tekstur lempung liat berdebu. K-dd tanah yang berjarak 10 meter, 625 meter, dan 750 meter ternyata lebih besar dibandingkan K dd pada areal yang berjarak 250 meter, 375 meter, dan 500 meter.

Hasil pengamatan sifat fisika tanah

berjarak 700 meter menunjukkan bahwa berat volume tanah pada kedalaman 0-10 cm, 20-30 cm, 30-40 cm, 40-60 cm, dan > 60 cm berkisar antara 1,10 -1,52. Pengukuran

permeabilitas hanya dilakukan pada

kedalaman 0-10 cm dan 10-20 cm dengan berat volume yang lebih kecil dibandingkan

lapisan tanah dibawahnya. Permeabilitas pada kedalaman tanah 20 - >60 cm terlihat tidak menetes sejalan dengan berat volume yang makin besar. Selanjutnya, porositas atau total ruang pori pada kedalaman 0-20 m lebih bear dibandingkan porositas tanah lapisan dibawahnya.

Tabel 10. Hasil pengamatan berat isi, permeabilitas, dan porositas tanah pada jarak 700 meter dari laut di Dusun Purourogat Kecamatan Pagai Selatan. Tahun 2010

Jarak sampel Kedalaman tanah Tekstur (%)

Pasir Debu Liat

T1 = 10 meter 0-20 cm 0,36 61,55 38,09

20-40 cm 0,37 56,04 43,59

40-60 cm 2,20 55,01 42,79

T2 = 250 meter 0-20 cm 12,76 57,33 29,91

20-40 cm 10,86 40,52 48,62

40-60 cm 23,47 64,94 11,59

T3 = 375 meter 0-20 cm 28,88 60,46 10,66

T4 = 500 meter 0-20 cm 31,29 15,86 52,85

20-40 cm 40,35 14,20 45,45

40-60 cm 38,52 53,79 7,69

T5 = 625 meter 0-20 cm 2,71 50,12 47,17

20-40 cm 0,10 59,94 39,96

40-60 cm 0,10 54,71 45,19

T6 = 750 meter 0-20 cm 1,96 51,74 46,30

20-40 cm 9,46 40,24 50,30

40-60 cm 34,39 17,27 48,34

Tabel 9.Hasil analisa tekstur tanah pada jarak 750 meter dari laut di Dusun Purourogat Kecamatan Pagai Selatan. Tahun 2010

Kedalaman tanah

Jenis pengamatan Berat isi/BV

(gr/cc)

Permeabilitas Cm3/jam

Porositas/TRP (%/vol)

0-10 cm 1,10 29,30 58,48

10-20 cm 0,78 1,30 70,57

20-30 cm 1,38 Tidak menetes 49,92

30-40 cm 1,34 Tidak menetes 49,43

40-60 cm 1,52 Tidak menetes 42,64


(29)

signifikan, terutama untuk tanaman kelapa

Hasil pengamatan tanaman kelapa, pisang, talas,dan mangga menunjukkan tidak terlihat adanya pengaruh salinitas terhadap yang termasuk komoditas utama daerah ini. Batas toleransi tanaman kelapa dan mangga terhadap salinitas berkisar 4-8<dS/m serta tanaman pisang dan talas yang mempunyai batas toleransi 2-4 dS/m maka tsunami tidak berpengaruh nyata terhadap kerusakan tanaman daerah ini. Hal ini disebabkan salinitas tanah dalam 1 bulan setelah tsunami hanya sekitar 0,44-1,76 dS/m dan termasuk kategori rendah sampai sedang pada lapisan 0-20 cm.

Hasil analisa daun tanaman kelapa menunjukkan kadar N dan K tanaman masing-masing sebesar 1,42 dan 0,23% ternyata masih dibawah batas kritis N (1,7%) dan K (0,45%) yang ditetapkan Subiksa et al (2006), sedangkan kadar P sebesar 0,15 % berada pada batas cukup. Nilai hasil analisa N,P, dan K tanaman pisang masing-masing sebesar 2,63; 0,31; dan 0,46% ternyata masih termasuk kategori rendah. Jones (1991) menetapkan kecukupan N, P, dan K untuk tanaman pisang masing-masing sebesar 3,5-4,5%, 0,2-0,4%, dan 3,8-5,0%.

Keragaan tanaman talas yang cukup

baik dilapangan menunjukkan bahwa

tanaman ini tidak mengalami kekurangan unsur hara N,P, dan K. Kekurangan justru terlihat pada tanaman mangga dengan nilai kecukupan N, P, dan K tanaman ini masing-masing sebesar 1,0-1,5%; 0,08-0,25%; dan 0,4-0,9%. Bila mengacu pada hasil analisa tanaman mangga dan nilai kecukupannya maka kekurangan N dan K di daerah ini.

Berdasarkan analisa kimia dan fisika

contoh tanah Dusun Puruorogat terungkap bahwa musibah tsunami tidak meninggalkan lumpur laut yang menyebabkan peningkatan salinitas tanah yang dapat meracun tanaman. Warna kuning daun tanaman kelapa dimungkinkan akibat tanaman kekurangan

N dan serangan Cescopora yang melanda 30% dari areal pertanaman kelapa daerah ini. Kerusakan tanaman yang terkena musibah

tsunami hanya menyebabkan kerusakan fisik

tanaman akibat gelomang besar tsunami.

3.3 Kerusakan Lahan Dusun Surat Aban

Surat Aban merupakan dusun

yang paling ujung selatan dari Pulau Pagai Selatan dan termasuk dusun yang mengalami kerusakan yang cukup besar. Hasil pengamatan penampang vertikal (transek) dari dusun Surat Aban terungkap bahwa 0-100 meter dari pinggir laut merupakan areal perkebunan kelapa rakyat dengan tinggi tempat berkisar dari 5-6 meter dari muka laut. Areal persawahan pada jarak Tabel 11. Hasil analisa tanaman terkena tsunami di Dusun Purourogat Kecamatan Pagai

Selatan. Tahun 2010

Jenis tanaman Jenis pengamatan (%)

N P K

Kelapa 1,42 0,15 0,23

Pisang 2,63 0,31 0,46

Talas 2,77 0,39 0,32


(30)

100-140 meter terbentuk dari lahan rawa dan diikuti areal perkebunan kelapa dan kebun

campuran yang terkena tsunami mencapai 700 meter dari pinggir laut. .

Pada lokasi Sarat Aban tingkat salinitas beragam dari rendah sampai tinggi. Pada jarak 0 – 200 meter dari tepi pantai dalam katagori ringan, sedangkan pada jarak 250 – 450 meter dan 500 – 600 meter dari pantai masuk dalam katagori sedang, dan pada titik 450 – 500 meter dan 600 – 650 meter termasuk pada kategori tinggi.

Tingkat salinitas kategori ringan pada jarak 200 meter di Dusun Surat Aban sejalan dengan tekstur tanah berpasir dengan ketebalan 40 cm dan lapisan bawahnya

berkarang. Proses pencucian akibat

curah hujan yang tinggi setelah tsunami memungkinkan terjadinya penurunan kadar garam dalam sistem tanah ini. Namun secara umum pengaruh salinitas pada areal pertanian di daerah musibah tsunami tidak

menghambat pertumbuhan tanaman secara

signifikan, terutama untuk tanaman kelapa

dan padi sawah yang lebih toleran terhadap tingkat salinitas dalam tanah daerah ini. Menurut Makarim,Pane,dan Setyono (2005) penurunan hasil padi semakin banyak bila ECe lebih dari 4 mmho/cm seiring dengan meningkatnya kadar garam. Kerusakan oleh garam bisa disebabkan oleh tekanan osmosis, pengaruh ion-ion tertentu, antagonisme antar ion, keracunan yang disebabkan ion-ion yang lepas dari komplek pertukaran, dan pengaruh aktivitas ion-ion.

Laut ============

S I S II S III

Jarak dari laut 0-100 meter 100-140 meter 140-650meter Tinggi tempat 5-6 meter dari muka

laut

4-5 meter dari muka la ut

6-10 m dari muka laut

Tekstur Pasir Pasir Liat berpasir

Kedalam solum tanah

1-30 C m 40-60 C m >60 C m

Salinitas Sedang Ringan Ringan -sedang-tinggi

Kesuburan tanah Rendah Rendah Sedang

Vegetasi pra stunami

Tanaman kelapa Sawah Tanaman kelapa dan

kebun campuran Gambar 2. Transek areal pertanian dan pemukiman Dusun Surat Aban

Kecamatan Pagai Selatan

Berdasarkan analisa kimia dan fisika


(31)

kelapa secara fisik bukan karena kimia

Reaksi tanah (pH) pada areal persawahan masing-masing sebesar 7.19 (pH H2O) dan 6.50 (pH KCL) yang termasuk kategori tinggi. Meskipun tanah ini bereaksi basa namun akan mengarah pada netral bila tanah sawah digenangi dan tidak menganggu pertumbuhan tanaman padi (Ponanamperuma, 1978). Selanjutnya, kandungan C organik tanah sawah (3.20) dinilai tinggi dan harus dipertahankan minimal pada nilai 2%. Nilai C organik tanah sawah yang tinggi ini sejalan dengan kandungan N-total tanah sebesar 0,87% yang juga dinilai sangat tinggi, sedangkan nisbah C/N tanah sawah 3.68 dinilai sangat rendah. Kondisi yang sangat rendah terlihat

pada unsur Fosfor tersedia ekstraksi Olsen semua contoh tanah sawah Dusun Surat Aban termasuk kategori sangat rendah.

Hasil analisa unsur K (0,57 Cmol/ kg), Ca (3,15 me/100 gr), Mg (5,42 me/100gr), dan Na (2,78 Cmol/ Kg) masing-masing sebesar kategori sedang, rendah, dan tinggi. Namun nilai KTK tanah ini 15,39 Cmol/kg termasuk sangat rendah yang mengindikasikan rendahnya kemampuan menjerap dan melepaskan unsur hara dalam sistem tanah. Selanjutnya, kandungan Fe dan Mn tanah yang sangat tinggi kurang menguntungkan bagi pertumbuhan padi bila tanah sawah ini tergenang terus menerus. Tabel 12. Hasil pengamatan salinitas pada berbagai jarak dari pantai di Dusun Surat Aban

Kecamatan Pagai Selatan. Tahun 2010

Tabel 13. Hasil pengamatan salinitas pada berbagai jarak dari pantai di Dusun Surat Aban Kecamatan Pagai Selatan. Tahun 2010

No. Kedalaman Tingkat Salinitas Jarak dari Pantai

( Meter) 0 – 35 Cm (dS/m) 30 – 150 (dS/m)

1. 0.13 0.23 Ringan 0-100

2. 0.13 0.19 Ringan 100 – 200

3. 1.63 1.66 Sedang 200 – 250

4. 1.74 1.71 Sedang 250 - 300

5. 1.41 1.40 Sedang 300 - 350

6. 1.32 1.32 Sedang 350 - 400

7. 1.47 1.44 Sedang 400 - 450

8. 2.09 2.04 Tinggi 450 - 500

9. 1.89 1.88 Sedang 500 - 550

10. 1.86 1.83 Sedang 550 - 600

11. 1.93 1.94 Tinggi 600 - 650

Jenis Pengamatan Nilai Keterangan1)

pH (H2O) pH (KCl)

7,19 6,50

Tinggi Tinggi C-organik (%)

N-total (%) C/N

3,20 0,87 3,68

Tinggi Sangat tinggi

Rendah

P2O5 Ekstrak Olsen (ppm) 2,83 Sangat rendah

K-dd (Cmol/kg) Na-dd (Cmol/kg) KTK-dd (Cmol/kg) Al-dd (Cmol/kg) H-dd (Cmol/kg)

0,57 2,78 15,39

0,0 0,2

Sedang Tinggi Sangat rendah Sangat rendah Sangat rendah


(1)

akan di uraikan kegunaan gambir dalam industri :

a. Tinta Pemilu

Tinta pemilu berbahan baku gambir asalan merupakan salah satu produk hilir gambir hasil penelitian para peneliti di Balai Riset dan Standarisasi ( Baristand ) Sumatera Barat. Selain melakukan penelitian mengenai tinta pemilu.

Latar belakang penelitian tinta pemilu berbahan alami yang terbuat dari gambir adalah :

1. Pemilu Legislatif tahun 2004 menggunakan tinta pemilu dengan kadar AgNO3 berkisar lebih 10%-15% 2. WHO mensyaratkan pengguanaan

AgNO3 di bawah 4%

3. Tinta pemilu tahun 2009 penggunaan AgNO3 adalah 3,6%-4% tahan 1-3 hari

Karakteristik Tinta Pemilu Gambir Berwarna ungu, tidak mengandung bahan yang dapat menimbulkan iritasi, tidak me-lapisi permukaan kulit (air tetap menembus kulit pada waktu berwuduk), telah menda-patkan sertifikat halal oleh LPPOM dan MUI serta tidak luntur jika dicuci dengan sabun dan deterjen. Keuntungan penggunaan tinta alami adalah tidak merusak kulit, harga lebih murah dibandingkan tinta pemilu berbahan kimiawi, tidak merusak kesehatan dan tidak merusak lingkungan.

b. Produk Katekin

Katekin adalah salah satu produk turunan yang diperoleh dari komponen utama tanaman gambir. Gambir selain dari gambir murni, gambir terstandarisasi, tanin dan alkaloid. Katekin yang dihasilkan dari proses yang tepat dapat menghasilkan nilai komersial yang sangat tinggi.

Penggunaan katekin gambir cukup banyak untuk kepentingan di berbagai industri yaitu industri kesehatan, kosmetik

(antiaging dan antioksidan), makanan dan minuman dan pewarna. Katekin murni memiliki nilai komersial yang sangat tinggi yaitu USD 150/10 mg. Pada industri farmasi, katekin digunakan dalam pembuatan berbagai macam obat seperti obat penyakit hati, permen pelega tenggorokan, obat skait perut, obat sakit gigi, obat penyakit azheimer, obat anti kanker dan pasta gigi. Pada industri kosmetika, katekin digunakan dalam pembuatan produk krim anti penuaan, krim anti jerawat, anti ketombe, perawatan rambut rusak dan sabun mandi. Pada industri pewarna, katekin digunakan sebagai bahan untuk pewarna kain wol dan sutra, pewarna kulit samak, pewarna rambut dan pewarna makanan.

Saat ini, gambir di ekspor masih dalam bentuk gambir yang diproduksi secara tradisional dengan kadar katekin <50% yang nilainya relatif rendah, sedangkan pasar ekspor menghendaki kadar katekin di ats 55%. Metode inovatif ini dinilai prospektif karena dapat meningkatkan kadar katekin gambir melalui beberapa tahapan, yakni pelarutan dengan air panas, pencucuian berulang, pelarutan dengan pelarut organik dan dikeringkan dengan spray dyer. Proses pemurnian tersebut menghasilkan produk katekin dengan kadar >90%.

c. Produk Olahan Gambir Universitas Andalas

Laboratorium Andalas Farma telah melakukan diversifikasi pemanfaatan gambir sebagai obat-obatan, kosmetik, makanan dan minuman, bahan kimia dan agro industi. Produk obat-obatan berupa obat untuk anti diare, obat mag, diabetes militus, obat luka dan kumur-kumur. Untuk kosmetik berupa antiaging, antiacne dan anti ketombe. Untuk makanan dan minuman berupa pengawet makanan dan minuman, katevit (minuman kesehatan), teh gambir, dan permen gambir.


(2)

Profil investasi Untuk industri kimia berupa bahan untuk

pengawet kayu, lem kayu, tinta gambir, dan zat pewarna.

Hasil produk olahan gambir untuk penyamakan kulit yang berbahan dasar gambir telah di uji cobakan pada UPTD penyamakan kulit di kota Padang Panjang oleh Bapak Prof. DR. Anwar Kasim, dimana hasilnya lebih baik dari pada memakai tannin yang di impor dari luar negeri yang bersumber dari tanaman Mimosa (Kasim dan Mutiar, 2012)

PENUTUP Kesimpulan

1. Komoditi gambir berkembang di Kabupaten Limapuluh Kota dengan luas pertanaman mencapai 15.470,5 ha dan produksi 7.743,16 ton yang tersebar pada 9 kecamatan dari 13 kecamatan. 2. Potensi lahan untuk pengembangan

gambir di Kabupaten Limapuluh Kota sebesar 6.715,5 ha yang tersebar pada kecamatan-kecamatan antara lain kecamatan Bukit Barisan 2.291,0 ha, Pangkalan Koto Baru 1.815,0 ha, Lareh Sago Halaban 902,5 ha Kapur IX 722,0 ha dan Harau 700,0 ha.

3. Daerah pengembangan yang besar terdapat di kecamatan Kapur IX ada 20 kelompok tani dengan luas kebun gambir 722 ha, di kecamatan Harau 17 kelompok tani gambir dengan luas 525 ha, di kecamatan Lareh Sago Halaban 14 kelompok tani gambir dengan luasan 250 ha. Rata-rata masing-masing kelompok seluas 26,48 ha.

4. Pada tahun 2011 sektor pertanian masih dominan terhadap perekonomian di Kabupaten Limapuluh Kota bila ditin-jau dari sisi PDRB menurut lapangan

usaha. Sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 34,53 persen terhadap perekonomian, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran menduduki urutan kedua dengan konstribusi sebesar 21,74 persen (dari tahun ke tahun cendrung meningkat) dan jasa-jasa sebesar 15,21 persen dan sektor industri pengolahan 9,64 persen (turun dari tahun 2009). 5. Pada tahun 2011 walau pun produksi

turun tetapi dengan harga gambir yang cukup tinggi yaitu Rp 37.000,-/ kg sehingga nilai komoditi gambir naik menjadi Rp 286.496,90 dengan kontribusi terhadap PDRB sebesar 4,00 persen.

6. Pada tahun 2011 kontribusi komoditi gambir terhadap PDRB sektor pertanian kembali turun menjadi 11,58 persen, karena produksi gambir turun lagi menjadi 7.743,16 ton.

7. Diversifikasi produk turunan komoditi gambir sudah cukup banyak antara untuk Obat-obatan; kosmetik; makanan dan minuman; bahan kimia dan agro industri.

Rekomendasi

1. Untuk meningkatkan harga gambir perlu peningkatan mutu hasil olahan gambir sesuai dengan SNI

2. Untuk meningkatkan nilai tambah dari komoditi gambir perlu pengembangan industri pengolahan gambir.

3. Dengan berkembangnya industri pengolahan gambir akan meningkatkan pendapatan petani dan PDRB dari kabupaten Limapuluh Kota.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Litbang Pertanian. 1999. Pemahaman Pedesaan Secara Partisipatif. Badan Litbang Pertanian Jakarta.

Baristan. 2013. Pengenalan Tinta Pemilu berbahan dasar gambir. Bahan presentasi kepada KPU Pusat yang difasilitasi oleh Kementrian Koordinasi bidang Perekonomian RI dan Kementrian Perindustrian RI. di Padang Sumatera Barat.

Bakhtiar, A 1991. Manfaat Tanaman Gambir. Makalah Penataran Petani dan Pedagang Pengumpul Gambir di Kecamatan Pangkalan Kab. 50 Kota 29-30 November 1991. FMIPA Unand. Padang 23 hal.

Bappeda Prov. Sumbar. 1997. Kebijaksanaan dan program pemerintah daerah untuk memacu ekspor komoditi perkebunan. Makalah seminar pengembangan produk pertanian dengan orientasi pasar bebas, Padang 27 Nop. 1997. Bappeda, 2010. Grand Design 10 (sepuluh)

Unggulan Provinsi Sumatera Barat, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat.

Bappeda Prov.Sumbar, 2011. Laporan Renca Tindak/ Action Plan 5 (lima) Industri Unggulan Sumtera Barat. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Sumatera Barat. Bappeda Prov.Sumbar, 2012.

Perkembangan Ekonomi Sumatera Barat (Tinjauan PDRB Provinsi Sumatera Barat dan Kabupaten/Kota menurut Lapangan Usaha Tahun 2007-2011). Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah Provinsi Sumatera Barat

Dinas Perkebunan Kabupaten Limapuluh Kota, 2011. Laporan perkembangan perkebunan di Kabupaten Limapuluh Kota.

Dinas Perkebunan, 2012. Buku Data Base, Informasi Harga Pasar tahun 2011. Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil tahun 2011. Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Barat.

Denia.A. 2004. Status teknologi produksi tanaman gambir. Makalah Utama pada ekspose Teknologi Gambir, Kayumanis dan Atsiri. Di Laing Solok, Sumbar, 2 Desember 2004. Direktorat IKM, 2012. Profil investasi

turtunan produk gambir. Direktorat IKM Wilayah I. Direktorat Jendral Industi Kecil dan Menengah. Kementerian Perindustrian. Jakarta. Driyamedia. 1996. Berbuat bersama

berperan setara. ”Acuan penerapan Participatory Rural Appraisal (PRA). Bandung.

Gumbira Sa’id E, 2008. Review kajian, penelitian dan pengembangan agroindustri strategis Nasional: kelapa sawit, kakao dan gambir J. Tek. Ind. Pert. Vol. 9(1), 45-55. Gumbira Sa’id E, K.Syamsu,

E.Mardliyati; A.Herryandie; N. Afni; D.L. Rahayu 2009. Agro-Industri dan Bissnis Gambir Indonesia. IPB Bogor.

Irawan. B. 2006. Pelaksanaan PRA dan Rancang Bangun Agibisnis Materi disampaikan pada Workshop Prima Tani di Ciloto tanggal 19-22 Diversifikasi produk turunan komoditi


(4)

September 2006. BBP2TP. Bogor. Kasim. A, H. Nurdin, dan Sri Mutiar.

2012. Aplikasi Gambir Sebagai Bahan Penyamak Kulit Melalui Penerapan Penyamakan Kombinasi. Jurnal Litbang Industri Volume 2, Nomor 2, Desember 2012

Nasir N. 2000. Gambir, budidaya, pengolahan, dan prospek diversifikasinya. Penerbit Yayasan Hutanku. Padang.

Pemda Limapuluh Kota, 2012. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Pemerintahan Kabupaten Limapuluh Kota tahun 2012.

Pemda Sumbar, 2012. Perkembangan Ekonomi Sumatera Barat (Tinjauan PDRB Provinsi Sumatera Barat dan Kabupaten/Kota menurut lapangan usaha) tahun 2007-2011. Pemerintah Provinsi Sumatera Barat.


(5)

PEDOMAN PENULISAN

JURNAL PENELITIAN LITBANG BAPPEDA PROVINSI SUMBAR 1. Standar Umum Penulisan KTI

a. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris

b. Abstrak, dan kata kunci harus ditulis dalam dua bahasa (Indonesia dan Inggris)

c. Ditulis dengan menggunakan MS Word pada kertas ukuran A4 (210 mm x 297 mm), font Times New Roman ukuran 12. spasi 1,5. Batas atas, batas bawah, tepi kiri, dan tepi kanan masing-masing 3 cm dengan jumlah maksimal sebanyak 15 halaman

d. Penyebutan istilah di luar bahasa Indonesia atau Inggris harus ditulis dengan huruf cetak miring (italic)

2. Struktur Karya Tulis Ilmiah a. Judul

b. Nama dan Alamat Penulis c. Abstrak

d. Kata Kunci

e. Pendahuluan (antara lain latar belakang, perumusan masalah, tujuan, teori, dan hipotesis [bila ada] )

f. Metodologi (berisi waktu dan tempat, bahan/cara pengumpulan data, metode analisa data) g. Hasil dan pembahasan (termasuk ilustrasi : gambar/tabel/grafik/foto/diagram dll)

h. Kesimpulan i. Rekomendasi

j. Ucapan Terima Kasih (bila ada) k. Daftar Pustaka

l. Lampiran (bila ada) 3. Cara Penulisan Judul

Judul diketik dengan huruf kapital tebal (bold) dan mencerminkan inti tulisan. Apabila judul ditulis dalam bahasa Indonesia, maka dibawahnya ditulis ulang dalam bahasa Inggris; begitu juga sebaliknya.

4. Cara Penulisan Abstrak dan Kata Kunci

Abstrak ditulis dalam satu paragraf dengan huruf cetak miring (italic) berjarak satu spasi dan ditulis dalam dua bahasa (Indonesia dan Inggris)

Abstrak dalam bahasa Indonesia maksimal 250 kata, sedangkan abstrak dalam bahasa Inggris makasimal 150 kata

5. Cara Penyajian Tabel

a. Judultabel ditampilkan dibagian atas tabel, rata kiri (bukan center), ditulis menggunakan font Time New Roman ukuran 12

b. Tulisan ‘Tabel’ dan ‘nomor ditulis tebal (bold), sedangkan judul tabel ditulis normal 6. Cara Penyajian Gambar, Grafik, Foto, atau Diagram

a. Gambar, grafik, foto, atau diagram ditampilkan ditengah halaman (center)

b. Keterangan gambar, grafik, foto, atau diagram ditulis dibawah ilustrasi menggunakan font Times New Roman ukuran 12, ditempatkan ditengah (center)

c. Tulisan `Gambar, Grafik, Foto, atau Diagram` dan `nomor` ditulis tebal (bold), sedangkan isi keterangan ditulis normal

7. Daftar Pustaka

Di dalam daftar pustaka harus disusun berdasarkan alfabetik nama penulis dan tahun publikasi. dan prospek diversifikasinya. Penerbit


(6)