d. Kanker Payudara
Telah banyak hasil penelitian yang menunjukkan adanya hubungan antara usia menopause dengan kejadian kanker payudara. Berbeda dengan
penyakit-penyakit yang telah dipaparkan di atas, estrogen justru cenderung menjadi faktor resiko tersendiri pada penyakit kanker payudara, dimana
wanita dengan menopause yang lebih lama memiliki resiko yang lebih besar untuk mengalami kanker payudara. Suatu hasil penelitian
menunjukan bahwa wanita yang mengalami menopause di atas usia 55 tahun memiliki resiko dua kali lebih besar untuk menderita kanker
payudara dibandingkan mereka yang mengalami menopause di bawah umur 45 tahun. Besarnya resiko akan semakin meningkat jika wanita
tersebut menjalani terapi sulih hormon
hormone replacement therapy
setelah memasuki masa menopausenya Curran, 2009. Mekanisme yang dapat menjelaskan keadaan ini adalah usia menarche
yang lebih cepat dan usia menopause yang lebih lambat akan membuat wanita terpapar jauh lebih lama dengan kadar estrogen yang sangat tinggi
yang dapat menstimulasi proliferasi jaringan payudara sehingga akhirnya mencetuskan kanker payudara.
Sungguhpun demikian, perlu dipahami kembali bahwa kanker payudara adalah suatu penyakit multifaktorial yang tidak hanya ditentukan
semata-mata oleh usia menopause, tetapi juga oleh banyak faktor lain seperti pengaruh genetik dan paparan dengan zat karsinogenik.
2.3. Hubungan Jumlah Paritas dengan Usia Menopause
Sejak kelahiran seorang wanita, folikel-folikel primordial yang semula dorman akan terus menerus diaktivasi menjadi persediaan folikel
yang akan berkembang
growing follicle pool
. Proses ini dikenal sebagai
initial recruitment
. Saat seorang wanita memasuki masa pubertas, sejumlah folikel akan diaktivasi dari
follicle pool
tersebut sebagai respon terhadap kehadiran hormon FSH di tiap-tiap siklus reproduksi. Dari
Universitas Sumatera Utara
folikel-folikel tersebut, hanya satu yang akan mengalami ovulasi, sementara folikel lainnya mengalami atresia Kevenaar, 2007.
Proses
initial recruitment
tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah
Anti-Mullerian Hormone
AMH yang reseptornya dijumpai di sel-sel granulosa yang menyelubungi sebuah
folikel. Dalam hal ini, AMH memegang peranan sebagai inhibitor proses
initial recruitment,
sehingga ketiadaan AMH akan membuat habisnya persediaan dalam
follicle pool
secara prematur dan mencetuskan menopause yang terlalu dini Kevenaar, 2007; Hansen, 2008.
Menjelang berhentinya haid pada masa menopause, telah terjadi berbagai perubahan struktural pada ovarium seorang wanita seiring dengan
proses penuaan, seperti proses sklerosis pembuluh darah dan atresia aparatus folikular terutama sel granulosa folikel. Keseluruhan perubahan
ini dikenal sebagai
ova rian ageing.
Penurunan fungsi ovarium ini menyebabkan berkurangnya kemampuan ovarium untuk merespon
rangsangan hormon hipofisis FSH dan LH, padahal kedua hormon inilah yang sebenarnya menstimulasi proses ovulasi seorang wanita. Penurunan
sensitivitas folikel terhadap hormon FSH dan LH ini pada akhirnya akan membuat lebih banyak lagi folikel yang mengalami atresia dengan lebih
cepat sehingga mencetuskan keadaan menopause Broekmans, 2009; Wu, 2005.
Sebuah studi hewan coba menemukan bahwa AMH tidak hanya menginhibisi proses
initial recruitment
, tetapi juga meningkatkan sensitivitas folikel terhadap kehadiran hormon FSH di jaringan ovarium
mencit. Jika diasumsikan hal yang sama juga dijumpai pada manusia, maka kehadiran hormon AMH akan memperlambat usia menopause
seorang wanita. Berkaitan dengan hal tersebut, sebuah penelitian menemukan
bahwa pengaruh paritas terhadap usia menopause dikendalikan oleh reseptor hormon AMH yang dikenal sebagai AMHR2
– 482 AG
polymorphism
. Seiring dengan perubahan hormonal menjelang paritas,
Universitas Sumatera Utara
kadar progesterone yang sangat tinggi terbukti meningkatkan ekspresi reseptor AMH tersebut di jaringan. Terlebih lagi, tingginya kadar prolaktin
juga mempotensiasi efek
up regulation
reseptor AMHR2 tersebut Kevenaar, 2007.
Tingginya jumlah reseptor AMH ini pada akhirnya akan memperkuat efek inhibisi proses
initial recruitment
dari folikel primordial sehingga memperlambat kejadian menopause. Karena paritas akan
menstimulasi proses
up regulation
tersebut, maka peningkatan jumlah paritas juga akan memperlambat usia menopause.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk membuktikan teori tersebut. Sebuah studi yang membandingkan usia menopause pada
nullipara dengan multipara menemukan wanita nullipara berpotensi mengalami menopause 16 bulan lebih cepat
p
0,10 dibandingkan dengan multipara Bromberger, 1997. Menguatkan hasil penelitian
tersebut, sebuah studi kohort menyatakan bahwa perbedaan usia menopause yang terjadi antara nullipara dengan multipara berkisar 0,4
– 4,8 tahun lebih cepat
p
= 0,005 untuk wanita nullipara Kevenaar, 2007. Dalam sebuah penelitian lintas negara, Thomas 2001 menyatakan
bahwa besarnya angka korelasi antara jumlah paritas dengan usia menopause adalah 0,664
p
= 0,0054. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa korelasi ini ternyata menunjukkan hubungan yang
sinergis dimana jumlah paritas yang semakin banyak berkaitan dengan usia menopause yang juga semakin lama Gold, 2001.
Sungguhpun demikian, sebuah penelitian
cross sectional
yang dilakukan pada wanita ras Chuvasian di Amerika Utara menemukan
bahwa hubungan ini tidak cukup signifikan Kalichman, 2007. Oleh karena itu, masih diperlukan studi lanjutan untuk menguji hubungan antara
jumlah paritas dengan usia menopause.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL