Hubungan Jumlah Paritas dengan Usia Menopause.

(1)

HUBUNGAN JUMLAH PARITAS DENGAN USIA MENOPAUSE

Oleh:

ANDIKA PRADANA 070100071

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

HUBUNGAN JUMLAH PARITAS DENGAN USIA MENOPAUSE

“Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran”

Oleh:

ANDIKA PRADANA 070100071

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Hubungan Jumlah Paritas dengan Usia Menopause Nama : Andika Pradana

NIM : 070100071

Penguji I

( dr. Hayu Lestari Haryono, Sp.OG ) NIP: 19800114 200312 2 002 Pembimbing

( dr. Johny Marpaung, Sp.OG ) NIP: 19710224 200801 1 007

Penguji II

( dr. Zulfikar Lubis, Sp.PK(K) ) NIP: 130 139 215

Medan, Desember 2010 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

( Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD – KGEH ) NIP: 19540220 198011 1 001


(4)

ABSTRAK

Tingginya tingkat kesibukan wanita di zaman sekarang membuat wanita cenderung membatasi jumlah anaknya, sehingga terjadi penurunan rata-rata jumlah paritas wanita dari tahun ke tahun. Seiring dengan itu, terjadi fenomena global yang menunjukkan bahwa rata-rata usia menopause wanita di berbagai belahan dunia akhir-akhir ini menjadi semakin cepat. Untuk itu, penelitian ini dilaksanakan guna mencari tahu adakah hubungan antara jumlah paritas dengan usia menopause.

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross-sectiona l yang dilakukan pada wanita yang telah memasuki usia menopause di Kelurahan Tanjung Selamat, Kota Medan. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara langsung kepada 50 orang sampel yang dipilih dengan metode consecutive sampling dalam kurun waktu Juni hingga Agustus 2010. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji Korelasi - Regresi dengan tingkat kemaknaan 95% (p ≤ 0,05).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata jumlah paritas wanita dalam penelitian ini adalah 3,4 kali paritas (SD 1,98) sedangkan rata-rata usia menopause wanita adalah 48,4 tahun (SD 2,704). Dari hasil analisis dua arah Korelasi Pearson, didapati kesimpulan bahwa ada hubungan antara jumlah paritas dengan usia menopause, dengan tingkat kekuatan hubungan adalah sedang (r = 0,54, p < 0,001).

Kata kunci: jumlah paritas, usia menopause, korelasi


(5)

ABSTRACT

As woman’s activity increases in this era, women tend to limit their offsprings, causing a decline in parity number among women through the ages. In the mean time, there is a global phenomenon showing that women from all over the world tend to reach the age of menopause earlier. The aim of this study is to identify the correlation between parity number and the age of menopause among women.

The method of this analitic study is cross-sectional, which is conducted on post-menopause women in Tanjung Selamat Regency, Medan. Data collecting procedure was carried out by interviews to each of 50 respondents selected by consecutive sampling method from June to August 2010. Data analysis was performed by Correlation-Regression test apllying 95% level of significance (p ≤ 0,05)

This study shows that the mean of parity number among women participating in this research is 3,4 parities (SD 1,98), while the mean of menopause age is 48,4 years (SD 2,704). Pearson correlation two-tailed analysis proves that there is a moderate correlation between parity number and the age of menopause among women (r = 0,54, p < 0,001)


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan hasil penelitian ini. Sebagai salah satu area kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seorang dokter umum, laporan hasil penelitian ini disusun sebagai rangkaian tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan di progran studi Sarjana Kedokteran, Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah turut serta membantu penulis menyelesaikan laporan hasil penelitian ini, diantaranya:

1. Kepada Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

2. Kepada dosen pembimbing penulisan penelitian ini, dr. Johny Marpaung, Sp.OG, yang dengan sepenuh hati telah meluangkan segenap waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis mulai dari awal penyusunan proposal penelitian, pelaksanaan di lapangan hingga selesainya laporan hasil penelitian ini. Juga kepada dr. Zulfikar Lubis, Sp.PK(K), dr. Yahwardiah Siregar, Ph.D, dan dr. Hayu Lestari Haryono, Sp.OG selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang membangun untuk penelitian ini. 3. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Bintang Y.M. Sinaga,

Sp.P yang telah menjadi dosen penasihat akademik penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

4. Kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda Afrizal, SE dan Ibunda Juharti, BA serta kakak penulis, Vira Afriati, S.Pd, M.Pd yang telah senantiasa mendukung dan memberikan dukungan serta bantuan dalam menyelesaikan laporan hasil penelitian ini.

5. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh teman-teman penulis, khusunya Mirzal Fuadi, Ayuca Zarry, Ira Nola Lingga, Annette


(7)

dr.Desby Juananda dan Dadan Ropian, S.Ked yang turut memberikan motivasi dan dukungan bagi penulis untuk merampungkan penelitian ini. 6. Kepada seluruh kakanda dan personalia unit aktivitas mahasiswa Standing

Committee on Research Exchange (SCORE FK USU) yang telah mengajarkan kepada penulis indahnya seluk beluk dunia penelitian. Serta kepada seluruh pihak-pihak, khususnya seluruh responden penelitian, yang telah banyak berjasa dalam membantu penulis menyelesaikan penulisan laporan hasil penelitian ini. Hanya Allah SWT yang mampu memberikan balasan terbaik atas segalanya.

Cakupan belajar sepanjang hayat dan mengembangkan pengetahuan baru, dalam area kompetensi KIPDI-3, telah memotivasi penulis untuk melaksanakan penelitian yang berjudul “Hubungan Jumlah Paritas dengan Usia Menopause” ini. Semoga penelitian ini dapat memberikan sumbangsih bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang ilmu kedokteran.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan hasil penelitian ini masih belum sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan laporan hasil penelitian ini di kemudian hari.

Medan, November 2010


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Paritas ... ... 5

2.1.1. Definisi Paritas ... ... 5

2.1.2. Klasifikasi Jumlah Paritas ... 5

2.2. Menopause ... 6

2.2.1. Definisi Menopause ... 6

2.2.2. Klasifikasi Menopause... 6

2.2.3. Fisiologi Menopause... 8

2.2.4. Gejala Menopause ... 13

2.2.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Usia Menopause ... 14

2.2.6. Penyakit-penyakit yang Berkaitan dengan Menopause ... 16

2.3. Hubungan Jumlah Paritas dengan Usia Menopause ... 19


(9)

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 22

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 22

3.2. Definisi Operasional ... 22

3.3. Hipotesis ... 23

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 24

4.1. Jenis Penelitian ... 24

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 24

4.3. Populasi dan Sampel ... 24

4.3.1. Populasi ... 24

4.3.2. Sampel ... 24

4.4. Metode Pengumpulan Data... 26

4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 27

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 29

5.1. Hasil Penelitian ... 29

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 29

5.1.2. Karakteristik Individu ... 30

5.1.3. Distribusi Responden Berdasarkan Umur ... 31

5.1.4. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Paritas dan Usia Menopause ... 33

5.1.5. Hasil Analisis Data ... 34

5.2. Pembahasan ... 36

5.2.1. Pembahasan Penurunan Jumlah Paritas dan Percepatan Usia Menopause ... 36

5.2.2. Pengaruh Jumlah Paritas Terhadap Usia Menopause ... 38

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 43

6.1. Kesimpulan ... 43

6.2. Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 45 LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman Tabel 4.1. Interpretasi Tingkat Hubungan Koefisien Korelasi ... 27 Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan

Karakteristik Subjek Penelitian ... 30 Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur ... 32 Tabel 5.3. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Paritas

dan Usia Menopause ... 33 Tabel 5.4. Analisis Uji Korelasi Pearson Hubungan Jumlah Paritas


(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman Gambar 2.1. Jumlah Oosit di Ovarium dalam Berbagai

Masa Kehidupan ... 10 Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian... . 22 Gambar 5.1. Diagram Tebar Hubungan Jumlah Paritas dengan

Usia Menopause... 34 Gambar 5.2. Pengaruh Jumlah Paritas Terhadap Usia Menopause... . 40


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Daftar Riwayat Hidup LAMPIRAN 2 Lembar Penjelasan

LAMPIRAN 3 Lembar Pernyataan Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent) Kesediaan Mengikuti Penelitian LAMPIRAN 4 Kuesioner Penelitian Hubungan Jumlah Paritas dengan

Usia Menopause LAMPIRAN 5 Data Induk

LAMPIRAN 6 Output Data Hasil Penelitian LAMPIRAN 7 Lembar Ethical Clearence LAMPIRAN 8 Surat Izin Penelitian


(13)

ABSTRAK

Tingginya tingkat kesibukan wanita di zaman sekarang membuat wanita cenderung membatasi jumlah anaknya, sehingga terjadi penurunan rata-rata jumlah paritas wanita dari tahun ke tahun. Seiring dengan itu, terjadi fenomena global yang menunjukkan bahwa rata-rata usia menopause wanita di berbagai belahan dunia akhir-akhir ini menjadi semakin cepat. Untuk itu, penelitian ini dilaksanakan guna mencari tahu adakah hubungan antara jumlah paritas dengan usia menopause.

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross-sectiona l yang dilakukan pada wanita yang telah memasuki usia menopause di Kelurahan Tanjung Selamat, Kota Medan. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara langsung kepada 50 orang sampel yang dipilih dengan metode consecutive sampling dalam kurun waktu Juni hingga Agustus 2010. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji Korelasi - Regresi dengan tingkat kemaknaan 95% (p ≤ 0,05).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata jumlah paritas wanita dalam penelitian ini adalah 3,4 kali paritas (SD 1,98) sedangkan rata-rata usia menopause wanita adalah 48,4 tahun (SD 2,704). Dari hasil analisis dua arah Korelasi Pearson, didapati kesimpulan bahwa ada hubungan antara jumlah paritas dengan usia menopause, dengan tingkat kekuatan hubungan adalah sedang (r = 0,54, p < 0,001).

Kata kunci: jumlah paritas, usia menopause, korelasi


(14)

ABSTRACT

As woman’s activity increases in this era, women tend to limit their offsprings, causing a decline in parity number among women through the ages. In the mean time, there is a global phenomenon showing that women from all over the world tend to reach the age of menopause earlier. The aim of this study is to identify the correlation between parity number and the age of menopause among women.

The method of this analitic study is cross-sectional, which is conducted on post-menopause women in Tanjung Selamat Regency, Medan. Data collecting procedure was carried out by interviews to each of 50 respondents selected by consecutive sampling method from June to August 2010. Data analysis was performed by Correlation-Regression test apllying 95% level of significance (p ≤ 0,05)

This study shows that the mean of parity number among women participating in this research is 3,4 parities (SD 1,98), while the mean of menopause age is 48,4 years (SD 2,704). Pearson correlation two-tailed analysis proves that there is a moderate correlation between parity number and the age of menopause among women (r = 0,54, p < 0,001)


(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan zaman, tingkat kebutuhan hidup juga semakin lama semakin meningkat. Oleh karena itu, berbagai upaya dilakukan untuk mencari sumber penghasilan tambahan. Peran wanita yang dulu cenderung terbatas hanya sebagai ibu rumah tangga saja, kini mulai meluas dengan melakukan berbagai pekerjaan yang dapat membantu perekonomian keluarga guna memenuhi kebutuhan hidup. Akibatnya, akhir-akhir ini, didapati fenomena yang menunjukkan wanita zaman sekarang cenderung membatasi jumlah anak sehingga tidak harus menghabiskan banyak waktu untuk merawat dan membesarkan anaknya, dengan pertimbangan waktu yang ada dapat digunakan untuk mencari sumber penghasilan tambahan melalui bekerja. Survei dari Biro Pusat Statistik menunjukkan bahwa pada tahun 2000 rata-rata seorang wanita memiliki anak sejumlah 1,8 anak saja. Hal ini tentunya sangat kontradiktif dengan keadaan beberapa tahun lalu saat tingkat kesibukan wanita tidak sepadat sekarang. Pada tahun 1971, 1980 dan 1990, rata-rata angka fertilitas total wanita Indonesia secara berturut-turut adalah 6,5, 5 dan 3,5 anak (BPS, 2009).

Di sisi lain, studi epidemiologis mengungkapkan fenomena yang menunjukan fakta bahwa usia menopause wanita di berbagai belahan dunia akhir akhir ini semakin cepat. Sebelum tahun 2000, rata-rata usia menopause wanita di Amerika Serikat adalah 51,3 tahun (Kato, 1998 dalam Thomas, 2001). Sementara pada tahun 2008, didapati rata-rata usia menopause wanita di Amerika Serikat adalah 47,5 tahun (McKinlay, 2008). Hal yang serupa ditemui tidak hanya di Amerika Serikat, tetapi juga pada wanita di negara-negara lain seperti Paraguay, Colombia, Italia dan negara-negara di Asia seperti Korea, Jepang, Malaysia termasuk Indonesia dimana rata-rata usia menopause wanita menjadi lebih awal, yaitu sekitar 46,9 tahun (Blumel, 2006; Parazzini, 2006; Seok Hong, 2007).


(16)

Di Indonesia sendiri, dijumpai pula fenomena yang sama. Sebelum tahun 1995, rata-rata usia menopause wanita Indonesia adalah 50,5 tahun (Wishnuwardani, 1994 dalam Thomas, 2001). Sementara Safitri (2009) menyatakan bahwa rata-rata usia menopause wanita Indonesia, khususnya di Kota Medan saat ini adalah 45,2 tahun. Kesemua fakta-fakta ini menggambarkan jelas bahwa seiring dengan perkembangan zaman dan seiring dengan penurunan jumlah paritas wanita dari tahun ke tahun, rata-rata usia menopause seorang wanita cenderung menjadi lebih cepat.

Menopause, yang secara sederhana dapat diartikan sebagai proses berhentinya siklus menstruasi seorang wanita, memiliki hubungan yang sangat erat dengan fluktuasi kadar hormon estrogen dalam darah. Berkaitan dengan hal ini, percepatan usia menopause yang terjadi pada wanita saat ini menjadi masalah tersendiri mengingat usia menopause yang lebih cepat menandakan penurunan kadar estrogen yang lebih cepat pula. Seperti telah lama diketahui, hormon estrogen yang memegang peranan penting dalam siklus reproduksi seorang wanita, juga memiliki efek protektif terhadap berbagai jenis penyakit seperti osteoporosis, kanker kolorektal, alzheimer, serta penyakit jantung koroner (Jacobsen, 2003). Dengan kata lain, usia menopause yang lebih cepat akan menyebabkan wanita memiliki resiko yang jauh lebih besar pula untuk mengalami penyakit-penyakit tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka mortalitas di kalangan wanita meningkat sebesar 1,6% untuk setiap 3 tahun percepatan usia menopause (Jacobsen, 2003). Hal ini diperkuat dengan hasil studi kohort lain yang melaporkan bahwa 95% peningkatan laju mortalitas pada wanita berkaitan dengan percepatan usia menopause (Gold, 2001). Dengan demikian, jelaslah bahwa usia menopause sangat mempengaruhi kesehatan seorang wanita.

Banyak hal yang dapat mempengaruhi usia menopause, diantaranya pengaruh genetik, riwayat ovarektomi, indeks massa tubuh, kebiasaan merokok, usia menarche dan jumlah paritas (McKinlay, 2008; Parazzini, 2006; Kevenaar, 2007). Jumlah paritas, misalnya. Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa semakin sedikit jumlah paritas, maka usia menopause seorang wanita akan


(17)

(Parazzini, 2006; Kevenaar, 2007). Namun demikian, masih terdapat kontroversi dimana beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara jumlah paritas dengan usia menopause ini tidak cukup signifikan (Kalichman, 2007).

Kebanyakan penelitian tersebut dilaksanakan di Eropa dan Amerika, padahal siklus reproduksi sangat dipengaruhi oleh faktor ras dan genetika. Sepengetahuan penulis, sampai saat ini, belum ada penelitian sejenis yang dilaksanakan di Indonesia, oleh karena itu perlu dilakukan suatu penelitian yang menguji apakah terdapat hubungan antara jumlah paritas dengan usia menopause pada wanita Indonesia. Atas dasar inilah, penulis tertarik untuk meneliti hubungan jumlah paritas dengan usia menopause pada wanita Indonesia.

1.2. Rumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

Adakah hubungan antara jumlah paritas dengan usia menopause?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan jumlah paritas dengan usia menopause wanita

1.3.2 Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah: a. Mengetahui rata-rata jumlah paritas wanita


(18)

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, diantaranya: 1. Memberikan informasi tentang hubungan jumlah paritas dengan usia

menopause agar dapat digunakan oleh praktisi medis dalam upaya meningkatkan kualitas hidup wanita

2. Memberikan sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan bagi masyarakat luas, khususnya bagi kalangan wanita dalam merencanakan paritas selama masa reproduksinya

3. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan memperkokoh landasan teoritis ilmu kedokteran khususnya di bidang menopause

4. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lain yang ingin menggali dan memperdalam lebih jauh topik-topik tentang menopause


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Paritas

2.1.1. Definisi Paritas

Kata paritas berasal dari bahasa Latin, pario, yang berarti menghasilkan. Secara umum, paritas didefinisikan sebagai keadaan melahirkan anak baik hidup ataupun mati, tetapi bukan aborsi, tanpa melihat jumlah anaknya. Dengan demikian, kelahiran kembar hanya dihitung sebagai satu kali paritas (Stedman, 1998).

Jumlah paritas merupakan salah satu komponen dari status paritas yang sering dituliskan dengan notasi G-P-Ab, dimana G menyatakan jumlah kehamilan (gestasi), P menyatakan jumlah paritas, dan Ab menyatakan jumlah abortus. Sebagai contoh, seorang wanita dengan status paritas G3P1Ab1, berarti wanita tersebut telah pernah mengandung

sebanyak dua kali, dengan satu kali paritas dan satu kali abortus, dan saat ini tengah mengandung untuk yang ketiga kalinya.

2.1.2. Klasifikasi Jumlah Paritas

Berdasarkan jumlahnya, maka paritas seorang wanita dapat dibedakan menjadi:

a. Nullipara

Adalah wanita yang belum pernah melahirkan sama sekali b. Primipara

Adalah wanita yang telah pernah melahirkan sebanyak satu kali c. Multipara

Adalah wanita yang telah melahirkan sebanyak dua hingga empat kali d. Grandemultipara


(20)

2. 2. Menopause

2.2.1. Definisi Menopause

Kata menopause diambil dari bahasa Yunani yaitu men yang berarti bulanan dan ausis yang artinya berhenti. Secara umum, menopause didefinisikan sebagai masa dimana terjadinya penghentian menstruasi secara permanen akibat hilangnya aktivitas ovarium (Speroff, 2005). Seorang wanita dikatakan mengalami menopause jika telah mengalami amenorrhea (tidak menstruasi) selama sekurang-kurangnya satu tahun (Sastrawinata, 2005).

Menopause merupakan hal yang fisiologis bagi seorang wanita dalam perjalanan hidupnya. Kurun waktu 4 – 5 tahun sebelum menopause disebut masa premenopause, sedangkan kurun waktu 3-5 tahun setelah menopause dikenal sebagai masa pascamenopause. Masa premenopause, menopause dan pascamenopause dikenal sebagai masa klimakterium. Kata klimakterium sendiri diambil dari bahasa Yunani yang artinya tangga dan merupakan masa peralihan antara masa reproduksi dan masa senium. Di masa senium, yaitu masa sesudah pascamenopause, seorang wanita telah mencapai keseimbangan baru dalam kehidupannya sehingga tidak ada lagi gangguan vegetatif maupun psikis (Jacoeb, 2005)

2.2.2. Klasifikasi Menopause

Berdasarkan proses terjadinya, menopause dibedakan menjadi menopause alamiah (natural) dan menopause buatan (artifisial). Menopause buatan adalah menopause yang terjadi sebagai akibat prosedur medis seperti pembedahan atau penyinaran. Menopause yang terjadi akibat oophorektomi atau pengangkatan ovarium kadang-kadang dilakukan karena penyakit ovarium, akan tetapi lebih sering dilakukan pada histerektomi yang dilakukan karena suatu sebab dan ovarium sekaligus diangkat sebagai tindakan preventif (Jacoeb, 2005).


(21)

Selain berdasarkan proses terjadinya, menopause juga dibedakan berdasarkan usia. Usia menopause didefinisikan sebagai usia saat seorang wanita memasuki masa menopausenya. Usia menopause wanita di berbagai belahan dunia cenderung berbeda-beda, karena kondisi hormonal wanita sangat dipengaruhi oleh faktor genetik dan ras. Rata-rata usia menopause juga cenderung berubah dari waktu ke waktu akibat berbagai faktor lain yang mempengaruhinya. Secara umum, rentang usia menopause wanita Indonesia saat ini berkisar antara 44 tahun hingga 52 tahun (Sastrawinata, 2005)

Kelainan jadwal menopause dapat mencakup menopause yang terjadi terlalu dini (menopause prematur) maupun menopause yang terlambat.

a. Menopause prematur

Menopause yang terjadi sebelum usia 40 tahun disebut sebagai menopause prematur. Diagnosis menopause prematur dibuat jika terjadi henti haid selama satu tahun disertai dengan gejala panas pada wajah (hot flush) serta meningkatnya kadar hormon gonadotrophin (GnRH) dalam darah. Apabila kedua gejala yang terakhir ini tidak dijumpai, perlu dilakukan penyelidikan terhadap sebab-sebab lain dari terganggunya fungsi ovarium. Shifren (2007) menyatakan bahwa prevalensi menopause prematur di dunia adalah sekitar 1% dan lebih lazim disebut sebagai kegagalan ovarium prematur (premature ovarian failure).

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan menopause prematur diantaranya herediter, gangguan gizi yang cukup berat, penyakit-penyakit autoimun dan penyakit-penyakit yang merusak jaringan kedua ovarium (Sastrawinata, 2005).

b. Menopause terlambat

Batas terjadinya menopause umumnya adalah 52 tahun. Wanita yang masih mendapatkan haid di atas umur 52 tahun dapat dikatakan mengalami menopause terlambat, dan hal ini merupakan indikasi untuk penyelidikan


(22)

lebih lanjut. Beberapa hal yang dapat menyebabkan menopause terlambat adalah idiopatik, fibromioma uteri maupun tumor ovarium. Shifren (2007) menyatakan bahwa wanita dengan karsinoma endometrium seringkali mengalami menopause terlambat.

2.2.3. Fisiologi Menopause

Selama masa perkembangan intrauterin, sel germinativum primordial yang belum berdifferensiasi pada ovarium janin, yakni oogonium membelah diri secara mitosis untuk menghasilkan sekitar enam sampai tujuh juta oogonium sampai bulan ke lima masa gestasi, yaitu sampai masa proliferasi mitosis akhirnya terhenti. Mulai usia kehamilan 7 minggu, beberapa diantara oogonium memulai langkah-langkah awal pembelahan meiosis pertama, tetapi tidak menyelesaikannya. Sel-sel yang terbentuk tersebut kemudian dikenal sebagai oosit primer yang ukurannya jauh lebih besar dengan 46 kromosom replikasi, yang terkumpul dalam pasangan-pasangan homolog namun belum memisah. Oosit primer akan tetap berada dalam keadaan profase meiosis yang terhenti ini selama beberapa tahun sampai mereka dipersiapkan untuk ovulasi di masa pubertas nanti (Sherwood, 2001).

Pertumbuhan ovarium pada masa pranatal ini terutama dikendalikan oleh hormon FSH (Follicle Stimulating Hormone) janin yang dibentuk oleh adenohipofisis janin dalam jumlah yang cukup besar antara minggu ke 16 hingga 24 kehamilan (Sherwood, 2001).

Setelah usia kehamilan 17 minggu, setiap oosit primer akan mulai dikelilingi oleh sebuah lapisan sel granulosa untuk membentuk folikel primer. Oosit yang tidak membentuk folikel akan berdegenerasi dan kemudian diserap sehingga saat lahir hanya sekitar satu juta folikel saja yang tersisa, masing-masing berisi satu oosit primer yang mampu menghasilkan sebuah ovum (Jacoeb, 2005).


(23)

Dengan terhentinya pembelahan oosit primer dalam keadaan profase meiosis, maka dimulailah proses penuaan ovarium, karena sejak saat itu, jumlah folikel yang tersedia saat lahir akan terus berkurang tanpa ada pembentukan oosit atau foilkel yang baru (Jacoeb, 2005; Sherwood, 2001).

Sekali berkembang, sebuah folikel akan mengalami salah satu dari dua kejadian. Folikel tersebut akan mencapai kematangan dan berovulasi, atau mengalami degenerasi membentuk jaringan parut, suatu proses yang dikenal sebagai atresia. Sampai masa pubertas, semua folikel yang mulai berkembang mengalami atresia pada tahap-tahap awal tanpa pernah mengalami ovulasi, sehingga menjelang masa pubertas, hanya tersisa 34.000 sampai 40.000 folikel saja. Pada umur 12 tahun, hanya akan tersisa sekitar 15.000 folikel, dan dari jumlah ini, dua pertiganya akan terus berkurang hingga umur 24 tahun. Pada usia 45 tahun, hanya akan dijumpai 1000 folikel saja dan pada masa pasca menopause, boleh dikatakan tidak dijumpai folikel lagi (Jacoeb, 2005; Sherwood, 2001).


(24)

Gambar 2.1. Jumlah oosit di ovarium dalam berbagai masa kehidupan (dikutip dari Berek and Novak’s Gynecology, 14th ed, 2007)

Masa reproduksi dimulai ketika terjadinya siklus haid ovulatorik. Masa ini ditandai dengan pematangan folikel, ovulasi dan pembentukan korpus luteum. Masa ini akan berkahir dengan hilangnya fungsi generatif dari ovarium. Speroff (2005) menyatakan bahwa menopause terjadi saat jumlah folikel yang tersisa telah berada di bawah ambang kritis persediaan folikel, yaitu sekitar 1000 folikel, tanpa mempermasalahkan usia wanita tersebut. Selama masa reproduksi seorang wanita, dijumpai sekitar 400


(25)

99,8% dari total simpanan folikel sejak masa intrauterin akan mengalami atresia pada tahap-tahap tertentu perkembangannya (Sherwood, 2001; Speroff, 2005).

Menjelang berhentinya haid pada masa menopause, telah terjadi berbagai perubahan struktural pada ovarium seorang wanita, seperti proses sklerosis pembuluh darah dan atresia aparatus folikular terutama sel granulosa folikel. Penurunan fungsi ovarium ini menyebabkan berkurangnya kemampuan ovarium untuk merespon rangsangan hormon hipofisis FSH dan LH (Luteinizing Hormone). Akibatnya terjadi penurunan produksi estrogen dari ovarium akibat kegagalan fungsi korpus luteum. Terlebih lagi, karena sel granulosa folikel telah mengalami degenerasi, maka produk sekretoriknya, inhibin, juga akan menurun kadarnya dalam darah, padahal estrogen dan inhibin, keduanya memegang peranan penting dalam mekanisme umpan balik aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium (HPO) pada siklus menstruasi seorang wanita (Jacoeb, 2005).

Karena aksis HPO ini tetap intak selama masa transisi menopause, penurunan kadar estrogen dan inhibin menyebabkan umpan balik negatif (negative feedback) yang ditujukan dari ovarium ke hipofisis menjadi tidak adekuat. Akibatnya, kadar hormon FSH dan LH akan meningkat tinggi dalam darah. Dari kedua hormon tersebut, ternyata yang paling mencolok peningkatannya adalah FSH yang dapat meningkat hingga 20 kali lipat kadar biasanya (>20 IU/L). Hal ini dikarenakan cepatnya laju bersihan (clearence) LH dari darah, yaitu sekitar 12-15 kali lebih cepat dibandingkan FSH. Oleh karena itu, peningkatan kadar FSH merupakan petunjuk hormonal yang paling baik untuk mendiagnosis sindrom klimakterium. Kadar hormon FSH ini akan terus meninggi sampai memasuki masa senium dimana mulai terjadi atrofi dari uterus, ovarium dan organ-organ tubuh lainnya (Shifren, 2007; Speroff, 2005).


(26)

Tingginya kadar FSH dalam darah dan sedikitnya jumlah folikel yang tersisa di ovarium menyebabkan fase folikular siklus mestruasi wanita di masa klimakterium menjadi memendek sehingga seringkali pada wanita menjelang masa menopause dijumpai gangguan siklus menstruasi (Shifren, 2007).

Perubahan yang paling mencolok pada masa menopause adalah perubahan kadar hormon estrogen dalam darah. Karena selama masa reproduksi seorang wanita, folikel menjadi sumber utama produksi hormon estrogen dan progesteron, maka perubahan struktural dan fungsional dari folikel-folikel yang tersisa di ovarium pada masa menopause menyebabkan kadar hormon estradiol menurun drastis. Tanpa sumber estrogen folikular ini, maka produksi estrogen pada wanita menopause hanya mengandalkan sumber estrogen yang dihasilkan oleh stroma ovarium yang distimulasi oleh FSH dan LH, menghasilkan produk estrogen berupa estrone. Sumber lain yang juga menopang produksi estrogen setelah menopause adalah produksi androstenadione dari kelenjar adrenal yang kemudian akan mengalami aromatisasi di sirkulasi perifer sehingga menghasilkan estrogen yang juga tersedia dalam bentuk estrone. Estrogen yang dihasilkan oleh sumber lain selain dari folikel ini disebut sebagai estrogen non-folikular (Curran, 2009)

Proses aromatisasi androstenadione menjadi estrone dapat berlangsung di jaringan adiposa, otot, hepar, tulang, sumsum tulang dan sel fibroblas. Karena kebanyakan proses konversi ini berlangsung di jaringan adiposa, terdapat asumsi bahwa wanita menopause yang mengalami obesitas akan memiliki jumlah estrogen yang sedikit lebih banyak dibandingkan yang tidak obesitas, sehingga muncul anggapan bahwa gejala-gejala menopause akan lebih minim dirasakan oleh mereka yang obesitas. Namun demikian, penelitian-penelitian saat ini menunjukkan hal ini tidak selamanya benar dan masih membutuhkan


(27)

2.2.4. Gejala Menopause

Kebanyakan gejala-gejala yang timbul pada masa perimenopause dapat dijelaskan patofisiologinya dengan memamahami konsep perubahan kadar hormon-hormon seks dalam tubuh wanita. Kumpulan gejala-gejala menopause yang dikenal sebagai sindrome klimakterik ini dapat berlangsung selama masa perimenopause hingga 5-10 tahun setelah menopause. Beberapa gejala-gejala menopause yang sering dijumpai pada seorang wanita diantaranya adalah gejala vasomotor.

Gejala vasomotor atau yang lebih dikenal dengan hot flush adalah perasaan hangat atau panas yang dirasakan mulai dari regio umbilikus dan menyebar ke arah kranial yang diikuti oleh produksi keringat yang sangat banyak di daerah leher dan kepala. Gejala vasomotor ini merupakan keluhan yang paling sering dijumpai pada wanita menopause dan dilaporkan bahwa 75% wanita yang memasuki usia menopause pernah merasakannya (Curran, 2009).

Penjelasan mengenai mekanisme terjadinya gejala vasomotor ini masih belum dapat dipahami dengan lebih spesifik. Namun, secara umum diketahui bahwa efek dari berkurangnya produksi estrogen secara mendadak (estrogen withdra wal) dapat menginduksi peningkatan aktivitas serotonin, dopamin dan norepinephrine di hipotalamus sehingga mencetuskan kenaikan set point suhu tubuh. Peningkatan suhu sentral ini akan diikuti oleh peningkatan laju metabolisme yang menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah perifer sehingga menghasilkan gejala panas dan berkeringat (Shifren, 2007).

Gejala vasomotor ini seringkali tidak hanya mengganggu aktivitas sehari-hari, tetapi juga dapat menimbulkan gangguan tidur seperti insomnia. Akibatnya, banyak wanita mengeluhkan emosi yang labil sebagai dampak lebih lanjut dari gejala vasomotor ini (Shifren, 2007). Selain gejala vasomotor dan insomnia, gejala-gejala lain yang sering dikeluhkan wanita pada masa perimenopause ini diantaranya sakit kepala


(28)

ringan, peningkatan berat badan, palpitasi, vertigo, serta perasaan penuh pada perut (Curran, 2009)

Di samping gejala-gejala tersebut, dijumpai pula perubahan morfologis dari dinding vagina. Seiring dengan penurunan kadar estrogen, dinding vagina tampak lebih merah dikarenakan penipisan epitel vagina sedemikian sehingga kapiler-kapiler kecil di permukaan vagina menjadi semakin jelas terlihat. Semakin banyak epitel vagina yang mengalami atrofi, lama kelamaan dinding vagina justru tampak semakin pucat akibat berkurangnya vaskularisasi di daerah tersebut. Dijumpai pula keadaan penurunan pH urine yang memudahkan perubahan flora normal sehingga menghasilkan gejala pruritus dan lendir yang berbau (Curran, 2009).

2.2.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Usia Menopause

Seiring dengan perubahan usia menopause wanita zaman sekarang yang cenderung semakin cepat, banyak penelitian yang gencar dilaksanakan guna mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi usia menopause seorang wanita. Beberapa faktor-faktor tersebut diantaranya: a. Pengaruh ras dan genetik

Sebuah studi epidemiologi yang meneliti usia menopause pada sampel multietnik menemukan fakta bahwa usia menopause cenderung lebih cepat pada wanita keturunan Jepang dan Latin (Henderson, 2008). Studi lain menemukan adanya riwayat keluarga pada ibu seorang wanita yang mengalami menopause dini (Biela, 2002).

Beberapa hasil penelitian telah berhasil mengidentifikasi gen yang turut menentukan usia menopause seorang wanita. Gen tersebut dijumpai pada kromosom 9 quantitative-trait loci. Selain itu, sebuah studi menemukan bahwa pada beberapa wanita dijumpai single nucleotide polymorphism (SNP) yang terletak pada kromosom 19 dan 20 yang telah


(29)

terbukti berkaitan dengan usia menopause yang lebih awal (Stolk, 2009; Kok, 2005; Voorhuis, 2010).

b. Jumlah Paritas

Beberapa hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara jumlah paritas dengan usia menopause seorang wanita. Keterkaitan ini akan dibahas lebih dalam pada pembahasan selanjutnya.

c. Indeks Massa Tubuh (IMT)

Hasil studi menunjukkan bahwa wanita dengan nilai indeks massa tubuh yang lebih rendah cenderung mengalami menopause pada usia yang lebih cepat, dimana wanita dengan IMT yang rendah beresiko 0,6 kali lebih cepat untuk mengalami menopause. Diasumsikan bahwa jaringan adiposa yang lebih banyak pada wanita obesitas memungkinkan proses aromatisasi androgen yang lebih besar pula sehingga kadar estrogen dalam darah cenderung lebih tinggi. Namun begitu, mekanisme mengenai hubungan IMT dengan usia menopause belum dapat dijelaskan secara pasti dikarenakan hasil penelitian yang mengidentifikasi hubungan ini sering berbeda satu sama lain, karena di sisi lain, obesitas juga dapat memicu inadekuasi fungsi ovarium (Gold, 2001; Cooper, 2001).

d. Usia Menarche

Dahulu diasumsikan bahwa wanita yang mengalami menarche lebih awal akan mengalami menopause di usia yang lebih cepat. Namun asumsi tersebut akhir-akhir ini kembali dipertanyakan karena kebanyakan penelitian sekarang menunjukkan bahwa menarche yang lebih awal justru berkaitan dengan menopause yang lebih lambat. Sungguhpun begitu, keterkaitan antara usia menarche dengan usia menopause ini masih perlu diteliti lebih lanjut.


(30)

e. Kebiasaan Merokok

Hasil penelitian menunjukkan bahwa salah satu zat aktif dalam rokok, yaitu polycyclic aromatic hydrocarbon telah terbukti bersifat toksik terhadap folikel-folikel ovarium. Berbagai penelitian menunjukan adanya hubungan dosis-respons (dose-response relationship) dimana perokok berat mengalami usia menopause yang jauh lebih cepat dibanding perokok ringan dan wanita yang tidak merokok. Secara umum, wanita yang merokok mengalami menopause sekitar dua tahun lebih awal dibandingkan wanita yang tidak merokok (Hardy, 2000).

f. Status Sosioekonomi dan Tingkat Pendidikan

Walaupun tingkat signifikansi kedua faktor ini dalam mempengaruhi usia menopause masih bervariasi, didapati data bahwa menopause cenderung terjadi lebih awal pada wanita dengan status sosioekonomi menengah ke bawah dan pada wanita dengan tingkat pendidikan yang rendah (Hardy, 2000).

g. Pola Makan Harian

Sebuah penelitian yang dilakukan pada wanita di Shanghai menemukan bahwa total asupan kalori, lemak dan serat memiliki hubungan dengan usia menopause seorang wanita. Ditemukan juga fakta bahwa konsumsi teh harian dapat memperpanjang durasi masa reproduksi seorang wanita (Dorjgochoo, 2008).

2.2.6. Penyakit-Penyakit yang Berkaitan dengan Menopause

Seperti telah lama diketahui, hormon estrogen tidak hanya memegang peranan penting dalam siklus reproduksi seorang wanita, tetapi juga memiliki keterkaitan dengan berbagai jenis penyakit, diantaranya:


(31)

a. Osteoporosis

Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan densitas massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Secara umum, osteoporosis dibedakan menjadi dua jenis, yaitu osteoporosis tipe 1 dan osteoporosis tipe 2. Osteoporosis tipe 1 disebut juga sebagai osteoporosis pascamenopause yang tidak diketahui penyebabnya, sedangkan osteoporosis tipe 2 disebut sebagai osteoporosis senilis, yang penyebabnya bekaitan dengan gangguan absorpsi kalsium di usus.

Dalam kaitannya dengan menopause, estrogen merupakan regulator pertumbuhan dan homeostasis tulang yang sangat penting, dimana sel-sel tulang seperti osteoblast, osteoklast dan osteosit sama-sama mengekspresikan reseptor estrogen (ER). Hormon estrogen berperan dalam menurunkan produksi berbagai sitokin oleh bone marrow stromal cells dan sel-sel mononuklear, seperti IL-1, IL-6, dan TNFα yang berperan meningkatkan kerja osteoklast. Dengan demikian, penurunan kadar estrogen akibat menopause akan meningkatkan produksi berbagai sitokin tersebut sehingga aktivitas osteoklast meningkat (Curran, 2009).

Selain terkait dengan aktivitas osteoklast, menopause juga akan menurunkan absorpsi kalsium di usus dan meningkatkan ekskresi kalsium di ginjal. Di samping itu, menopause juga menurunkan sintesis berbagai protein yang membawa 1, 25 (OH)2 D yang sangat penting dalam regulasi

kadar kalsium tubuh. Pada akhirnya, kesemua keadaan ini akan mengakibatkan penurunan signifikan densitas massa tulang dan mencetuskan osteoporosis. Interpretasi lebih lanjut dari keadaan ini berarti usia menopause yang lebih cepat memungkinkan seorang wanita memiliki resiko fraktur yang jauh lebih besar pula (Setiyohadi, 2006).


(32)

b. Penyakit Jantung Koroner

Sebelum memasuki usia menopause, resiko seorang wanita mengalami penyakit jantung koroner (PJK) adalah sepuluh tahun lebih lambat dibandingkan pria. Namun, begitu memasuki masa menopause, wanita cenderung memiliki resiko PJK yang sama besar dengan pria. Akibatnya, angka kematian wanita pascamenopause yang diakibatkan oleh PJK terus meningkat seiring bertambahnya usia (Curran, 2009).

Hal ini dapat dijelaskan dengan memahami kembali efek protektif yang dimiliki estrogen dalam mencegah penyakit-penyakit kardiovaskular. Estrogen telah terbukti dapat menurunkan kadar low-density lipoprotein (LDL) dan meningkatkan kadar high-density lipoprotein (HDL). Dengan demikian, penurunan kadar estrogen pada wanita menopause akan mengubah kadar kedua jenis kolesterol tersebut sehingga meningkatkan resiko terjadinya plak atherosklerosis pada tunika intima arteri yang berujung pada penyakit jantung koroner (Curran, 2009).

Dengan demikian, menopause yang lebih dini pada seorang wanita akan membuat wanita tersebut beresiko jauh lebih besar untuk mengalami mortalitas akibat penyakit jantung koroner (Estiaghi, 2010).

c. Alzheimer

Alzheimer merupakan penyebab tersering dari kejadian demensia pada usia lanjut yang ditandai dengan penurunan kemampuan memori (daya ingat) dan fungsi luhur lainnya. Sediaan histopatologis dari preparat pasien yang mengalami demensia menunjukkan adanya neurofibrilatory tangles dan akumulasi beta amyloid yang diduga mencetuskan kejadian demensia ini. Terkait dengan hal ini, estrogen memiliki efek memperlambat proses degenerasi sel-sel neuron di otak dengan mengurangi radikal bebas sehingga menjadi salah satu faktor protektif terhadap Alzheimer (Curran, 2009).


(33)

d. Kanker Payudara

Telah banyak hasil penelitian yang menunjukkan adanya hubungan antara usia menopause dengan kejadian kanker payudara. Berbeda dengan penyakit-penyakit yang telah dipaparkan di atas, estrogen justru cenderung menjadi faktor resiko tersendiri pada penyakit kanker payudara, dimana wanita dengan menopause yang lebih lama memiliki resiko yang lebih besar untuk mengalami kanker payudara. Suatu hasil penelitian menunjukan bahwa wanita yang mengalami menopause di atas usia 55 tahun memiliki resiko dua kali lebih besar untuk menderita kanker payudara dibandingkan mereka yang mengalami menopause di bawah umur 45 tahun. Besarnya resiko akan semakin meningkat jika wanita tersebut menjalani terapi sulih hormon (hormone replacement therapy) setelah memasuki masa menopausenya (Curran, 2009).

Mekanisme yang dapat menjelaskan keadaan ini adalah usia menarche yang lebih cepat dan usia menopause yang lebih lambat akan membuat wanita terpapar jauh lebih lama dengan kadar estrogen yang sangat tinggi yang dapat menstimulasi proliferasi jaringan payudara sehingga akhirnya mencetuskan kanker payudara.

Sungguhpun demikian, perlu dipahami kembali bahwa kanker payudara adalah suatu penyakit multifaktorial yang tidak hanya ditentukan semata-mata oleh usia menopause, tetapi juga oleh banyak faktor lain seperti pengaruh genetik dan paparan dengan zat karsinogenik.

2.3. Hubungan Jumlah Paritas dengan Usia Menopause

Sejak kelahiran seorang wanita, folikel-folikel primordial yang semula dorman akan terus menerus diaktivasi menjadi persediaan folikel yang akan berkembang (growing follicle pool). Proses ini dikenal sebagai initial recruitment. Saat seorang wanita memasuki masa pubertas, sejumlah folikel akan diaktivasi dari follicle pool tersebut sebagai respon terhadap kehadiran hormon FSH di tiap-tiap siklus reproduksi. Dari


(34)

folikel-folikel tersebut, hanya satu yang akan mengalami ovulasi, sementara folikel lainnya mengalami atresia (Kevenaar, 2007).

Proses initial recruitment tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah Anti-Mullerian Hormone (AMH) yang reseptornya dijumpai di sel-sel granulosa yang menyelubungi sebuah folikel. Dalam hal ini, AMH memegang peranan sebagai inhibitor proses initial recruitment, sehingga ketiadaan AMH akan membuat habisnya persediaan dalam follicle pool secara prematur dan mencetuskan menopause yang terlalu dini (Kevenaar, 2007; Hansen, 2008).

Menjelang berhentinya haid pada masa menopause, telah terjadi berbagai perubahan struktural pada ovarium seorang wanita seiring dengan proses penuaan, seperti proses sklerosis pembuluh darah dan atresia aparatus folikular terutama sel granulosa folikel. Keseluruhan perubahan ini dikenal sebagai ova rian ageing. Penurunan fungsi ovarium ini menyebabkan berkurangnya kemampuan ovarium untuk merespon rangsangan hormon hipofisis FSH dan LH, padahal kedua hormon inilah yang sebenarnya menstimulasi proses ovulasi seorang wanita. Penurunan sensitivitas folikel terhadap hormon FSH dan LH ini pada akhirnya akan membuat lebih banyak lagi folikel yang mengalami atresia dengan lebih cepat sehingga mencetuskan keadaan menopause (Broekmans, 2009; Wu, 2005).

Sebuah studi hewan coba menemukan bahwa AMH tidak hanya menginhibisi proses initial recruitment, tetapi juga meningkatkan sensitivitas folikel terhadap kehadiran hormon FSH di jaringan ovarium mencit. Jika diasumsikan hal yang sama juga dijumpai pada manusia, maka kehadiran hormon AMH akan memperlambat usia menopause seorang wanita.

Berkaitan dengan hal tersebut, sebuah penelitian menemukan bahwa pengaruh paritas terhadap usia menopause dikendalikan oleh reseptor hormon AMH yang dikenal sebagai AMHR2 – 482 A>G


(35)

kadar progesterone yang sangat tinggi terbukti meningkatkan ekspresi reseptor AMH tersebut di jaringan. Terlebih lagi, tingginya kadar prolaktin juga mempotensiasi efek up regulation reseptor AMHR2 tersebut (Kevenaar, 2007).

Tingginya jumlah reseptor AMH ini pada akhirnya akan memperkuat efek inhibisi proses initial recruitment dari folikel primordial sehingga memperlambat kejadian menopause. Karena paritas akan menstimulasi proses up regulation tersebut, maka peningkatan jumlah paritas juga akan memperlambat usia menopause.

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk membuktikan teori tersebut. Sebuah studi yang membandingkan usia menopause pada nullipara dengan multipara menemukan wanita nullipara berpotensi mengalami menopause 16 bulan lebih cepat (p < 0,10) dibandingkan dengan multipara (Bromberger, 1997). Menguatkan hasil penelitian tersebut, sebuah studi kohort menyatakan bahwa perbedaan usia menopause yang terjadi antara nullipara dengan multipara berkisar 0,4 – 4,8 tahun lebih cepat (p = 0,005) untuk wanita nullipara (Kevenaar, 2007).

Dalam sebuah penelitian lintas negara, Thomas (2001) menyatakan bahwa besarnya angka korelasi antara jumlah paritas dengan usia menopause adalah 0,664 (p = 0,0054). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa korelasi ini ternyata menunjukkan hubungan yang sinergis dimana jumlah paritas yang semakin banyak berkaitan dengan usia menopause yang juga semakin lama (Gold, 2001).

Sungguhpun demikian, sebuah penelitian cross sectional yang dilakukan pada wanita ras Chuvasian di Amerika Utara menemukan bahwa hubungan ini tidak cukup signifikan (Kalichman, 2007). Oleh karena itu, masih diperlukan studi lanjutan untuk menguji hubungan antara jumlah paritas dengan usia menopause.


(36)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka kerangka konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian

3.2. Definisi Operasional 3.2.1. Jumlah Paritas

Jumlah paritas adalah frekuensi seorang wanita melahirkan anak, baik melalui persalinan pervaginam maupun operasi sectio cesarea, tetapi bukan aborsi, tanpa melihat jumlah anaknya, dan tanpa melihat apakah anaknya hidup atau meninggal. Dengan demikian, kelahiran kembar tetap dihitung sebagai satu paritas.

Cara pengukuran jumlah paritas adalah dengan wawancara langsung pada masing-masing sampel penelitian dengan berpedoman pada panduan wawancara berupa kuesioner.

Hasil pengukuran yang didapat berupa jumlah paritas dan dinyatakan dalam skala pengukuran numerik.

Jumlah Paritas

Usia Menopause


(37)

3.2.2. Usia Menopause

Usia menopause adalah usia seorang wanita saat mengalami menstruasi terakhir yang ditentukan secara retrospektif setelah berhenti menstruasi selama sekurang-kurangnya 12 bulan.

Cara pengukuran usia menopause adalah dengan wawancara langsung pada masing-masing sampel penelitian dengan berpedoman pada kuesioner sebagai panduan wawancara.

Hasil pengukuran yang didapat berupa data diskrit usia menopause yang dinyatakan dalam satuan tahun. Dengan demikian, skala pengukuran yang digunakan adalah skala numerik.

3.3. Hipotesis

Dengan mempertimbangkan landasan teori yang telah dikemukakan sebelumnya, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:


(38)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik dengan desain cross sectional (potong lintang). Dengan satu kali pengamatan, akan didapatkan data jumlah paritas dan usia menopause wanita yang menjadi sampel dalam penelitian ini.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan, dari bulan Juli hingga Agustus 2010 pada wanita yang telah memasuki masa menopause di Kelurahan Tanjung Selamat, Kota Medan. Kelurahan ini dipilih menjadi tempat dilaksanakannya penelitian karena jumlah wanita yang telah memasuki usia menopause di kelurahan ini relatif cukup memadai jumlah sampel penelitian. Data yang berhasil dikumpulkan kemudian akan dianalisis lebih lanjut.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi target dalam penelitian ini adalah semua wanita yang telah memasuki usia menopause, sedangkan yang menjadi populasi terjangkau adalah semua wanita yang telah memasuki usia menopause di Kelurahan Tanjung Selamat, Kota Medan.

4.3.2. Sampel

Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah wanita yang telah memasuki usia menopause di Kelurahan Tanjung Selamat, Kota Medan dan memenuhi kriteria inklusi serta tidak termasuk dalam kriteria eksklusi.


(39)

Adapun kriteria inklusi dan eksklusi dalam peneltian ini adalah: a. Kriteria Inklusi

1. Bertempat tinggal di Kelurahan Tanjung Selamat, Kota Medan 2. Bersedia menjadi sampel penelitian dengan menandatangani

lembar persetujuan setelah penjelasan (informed consent) 3. Wanita usia 40-60 tahun yang telah memasuki usia menopause

b. Kriteria Eksklusi

1. Wanita yang telah menjalani operasi oophorektomi maupun histerektomi sebelum memasuki masa menopause

2. Wanita yang siklus menstruasinya berhenti karena sedang menjalani pengobatan, radioterapi, atau karena kehamilan

Teknik pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling dimana semua sampel yang didapat dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi (Madiyono, 2008). Adapun jumlah sampel minimal yang diperlukan dihitung berdasarkan rumus di bawah ini:

dimana:

n = jumlah sampel minimum

= nilai distribusi normal baku menurut tabel Z pada α tertentu = nilai distribusi normal baku menurut tabel Z pada β tertentu

r = perkiraan koefisien korelasi (ditetapkan dari literatur)

Pada penelitian ini, ditetapkan nilai α sebesar 0,05 (tingkat kepercayaan 95%) sehingga untuk uji hipotesis dua arah diperoleh nilai


(40)

sebesar 1,96. Nilai β yang digunakan adalah 0,05 atau dengan kata

lain besarnya kekuatan (power) dalam penelitian ini adalah 95%, sehingga diperoleh nilai sebesar 1,645. Penentuan nilai r merujuk pada penelitian terdahulu yang menghasilkan angka koefisien korelasi (r) sebesar 0,664 dengan p value = 0,0054 (Thomas, 2001). Berdasarkan rumus di atas, besarnya sampel minimal yang diperlukan dalam penelitian ini adalah:

Dengan demikian besar sampel minimal yang diperlukan adalah 23,35 orang, dibulatkan menjadi 24 orang. Untuk dapat meningkatkan akurasi hasil penelitian, jumlah sampel yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah sejumlah 50 orang.

4.4. Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang didapat langsung dari masing-masing sampel penelitian, meliputi jumlah paritas dan usia menopause sampel. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara langsung kepada sampel penelitian. Data jumlah paritas dan usia menopause yang akan didapat berupa data diskrit.

Rangkaian proses penelitian telah mendapat persetujuan etik dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan (KEPK) wilayah Sumatera Utara


(41)

4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah terkumpul dari hasil wawancara akan ditabulasi untuk kemudian diolah lebih lanjut dengan menggunakan program Statistic Package for Social Science (SPSS).

Data kemudian dianalisis melalui perhitungan statistik untuk melakukan uji hipotesis dengan metode uji Korelasi Pearson dan Regresi Linier. Metode statistik ini dipilih karena baik variabel bebas (jumlah paritas) maupun variabel terikat (usia menopause) merupakan data berskala numerik (Tumbuleka, 2008).

Analisis data diawali dengan membuat suatu diagram tebar (scatter plot) guna melihat bagaimana pola hubungan antara kedua variabel numerik tersebut. Data jumlah paritas ditampilkan pada sumbu X (aksis), sementara data usia menopause disajikan pada sumbu Y (ordinat) sedemikian sehingga setiap pengamatan diwakili oleh satu titik.

Setelah didapatkan gambaran pola hubungan kedua variabel, analisis dilanjutkan dengan menguji kekuatan hubungan antara jumlah paritas dengan usia menopause yang dinyatakan dengan koefisien korelasi Pearson (r). Nilai r terletak antara 0 sampai 1 dengan kemaknaan tersendiri sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.1. Interpretasi tingkat hubungan koefisien korelasi (r) Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,0 – 0,199 Sangat rendah

0,2 – 0,399 Rendah

0,4 – 0,599 Sedang

0,6 – 0,799 Kuat

0,8 – 1,0 Sangat Kuat

(dikutip dari Wahyuni, 2007)

Dengan menggunakan bantuan program SPSS akan didapatkan besarnya p value untuk menentukan signifikansi hasil penelitian. Karena penelitian ini menggunakan tingkat kemaknaan (α) sebesar 5%, maka nilai


(42)

p < 0,05 dinilai bermakna atau dengan kata lain ada hubungan antara jumlah paritas dengan usia menopause.

Dari koefisien korelasi (r) yang didapat, akan dianalisis lebih lanjut ketergantungan satu variabel dengan variabel lainnya melalui analisis regresi linier sedemikian sehingga didapatkan suatu persamaan berbentuk:

y = a + bx dimana:

y = usia menopause a = konstanta

b = koefisien variabel bebas x = jumlah paritas

Dengan demikian, dapat diketahui besarnya perubahan variabel y (usia menopause) bila variabel x (jumlah paritas) berubah sebesar satu satuan, yang dalam hal ini adalah satu kali paritas.


(43)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Tanjung Selamat, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan dan dilaksanakan selama 3 bulan, terhitung dari bulan Juni hingga Agustus 2010. Secara geografis, luas kelurahan ini berkisar 3 km2 dan memiliki batas-batas sebagai berikut: Utara : berbatasan dengan Kelurahan Asam Kumbang, Medan Selayang Timur : berbatasan dengan Kelurahan Tanjung Sari, Medan Selayang Selatan : berbatasan dengan Kelurahan Namo Gajah, Medan Tuntungan Barat : berbatasan dengan Sungai Belawan

Secara epidemiologis, tidak ada data-data yang menunjukkan bahwa kelurahan ini tercatat sebagai daerah endemis suatu penyakit menular tertentu, terlebih lagi penyakit-penyakit yang dapat mempengaruhi variabel yang akan diukur dalam penelitian ini, yaitu jumlah paritas dan usia menopause. Secara umum, tidak dijumpai faktor-faktor tertentu dari lokasi penelitian ini yang mempengaruhi kedua variabel penelitian.

Data demografis terakhir di Kelurahan Tanjung Selamat pada tahun 2009 menunjukkan bahwa sejumlah 8700 jiwa tercatat sebagai penduduk yang bertempat tinggal di kelurahan ini dimana 5701 jiwa (65,53%) adalah wanita dan selebihnya, yaitu sekitar 34,47% adalah kaum pria. Beberapa suku yang cukup banyak dijumpai di daerah ini diantaranya adalah suku Melayu (43,68%), Karo (22,7%), Batak (12,9%), Jawa (7,2%), dan suku-suku lain yang kesemuanya masih tergolong dalam ras Mongoloid sehingga dianggap tidak turut mempengaruhi variabel dalam penelitian.


(44)

5.1.2. Karakteristik Individu

Yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah wanita dalam rentang usia 40-60 tahun yang telah memasuki usia menopause dan bertempat tinggal di Kelurahan Tanjung Selamat, Kota Medan. Sejumlah 50 orang responden bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini dengan karakteristik sebagai berikut:

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik Subjek Penelitian

Nomor Karakteristik Subjek

(n=50) Frekuensi Persentase

1 Umur Responden

40 – 45 tahun 0 0 %

46 – 50 tahun 13 26 %

51 – 55 tahun 30 60 %

56 – 60 tahun 7 14 %

2 Jumlah Paritas

Paritas 0 2 4 %

Paritas 1 7 14 %

Paritas 2 8 16 %

Paritas 3 11 22 %

Paritas 4 10 20 %

Paritas 5 4 8 %

Paritas 6 6 12 %

Paritas > 6 2 4 %

3 Usia Menopause

40 – 43 tahun 2 4 %

44 – 47 tahun 14 28 %

48 – 51 tahun 27 54 %


(45)

Tabel 5.1 menunjukkan bahwa mayoritas responden penelitian berada pada rentang umur 50 – 55 tahun saat dilakukan pengambilan data penelitian.

Distribusi jumlah paritas menunjukkan bahwa sebanyak 4% responden tergolong ke dalam nullipara, 14% responden merupakan primapara, 58% atau mayoritas responden diklasifikasikan sebagai multipara, dan selebihnya yaitu 24% responden tergolong ke dalam grande-multi para (paritas 5 kali atau lebih).

Adapun distribusi responden berdasarkan usia menopause menunjukkan bahwa sebanyak 14% responden mengalami menopause terlambat (delayed menopause / menopause tarda), yaitu suatu keadaan dimana wanita masih mengalami menstruasi di atas usia 52 tahun. Tabel di atas juga menunjukkan bahwa tidak seorangpun (0%) responden yang mengalami menopause dini (ea rly menopause) yang merupakan keadaan dimana wanita telah mengalami menopause sebelum umur 40 tahun (Shifren, 2007).

5.1.3. Distribusi Responden Berdasarkan Umur

Kesemua wanita yang menjadi sampel dalam penelitian ini berada pada rentang umur 48 hingga 59 tahun saat dilakukan pengumpulan data. Dengan kata lain, responden dalam penelitian ini lahir pada kisaran tahun 1951 hingga tahun 1962.

Dari hasil penelitian, didapati data bahwa secara umum, terjadi kecenderungan penurunan jumlah paritas responden yang diikuti dengan percepatan usia menopause dari tahun ke tahun, sebagaimana dijelaskan melalui tabel berikut.


(46)

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Umur Responden Tahun Kelahiran Frekuensi Responden Rata-rata Jumlah Paritas Rata-rata Usia Menopause

59 1951 2 3 48,5 tahun

58 1952 3 4 50,67 tahun

56 1954 2 4 52 tahun

55 1955 5 4 51 tahun

54 1956 5 5,4 50 tahun

53 1957 4 3,75 49 tahun

52 1958 7 3 48,42 tahun

51 1959 9 2,67 48,23 tahun

50 1960 2 4,5 46,5 tahun

49 1961 8 2,87 46,13 tahun

48 1962 3 1,34 44,34 tahun

Jumlah 50

Tabel di atas memperlihatkan dengan jelas bahwa dari tahun ke tahun, terjadi penurunan rata-rata jumlah paritas wanita yang diikuti dengan percepatan usia menopause.

Hal ini tampak jelas pada variabel usia menopause, dimana didapati data bahwa wanita yang dilahirkan pada tahun 1952 memasuki usia menopause pada umur 50,67 tahun. Usia menopause ini semakin lama semakin cepat sedemikian hingga wanita yang lahir pada tahun 1962 sudah memasuki usia menopause pada umur 44,34 tahun.

Hal yang sama juga ditemui pada variabel jumlah paritas, dimana wanita yang lahir pada tahun 1952 memiliki rata-rata jumlah paritas 4 kali. Sedangkan wanita kelahiran tahun 1962 hanya memiliki rata-rata jumlah paritas 1,34 kali. Tampak jelas bahwa dari tahun ke tahun, terjadi penurunan jumlah paritas yang diikuti dengan percepatan usia menopause.


(47)

5.1.4. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Paritas dan Usia Menopause

Sebelum melakukan analisis uji hipotesis dari kedua variabel dalam penelitian ini, perlu diketahui perubahan rata-rata usia menopause untuk setiap perubahan jumlah paritas responden penelitian melalui distribusi frekuensi responden.

Adapun distribusi responden berdasarkan jumlah paritas dan usia menopause dalam penelitian ini dapat ditampilkan melalui tabel berikut:

Tabel 5.3. Distribusi Responden

Berdasarkan Jumlah Paritas dan Usia Menopause

Jumlah Paritas Frekuensi Responden

Persentase Responden

Rata-rata Usia Menopause

0 2 4 % 47 tahun

1 7 14 % 44,7 tahun

2 8 16 % 47,75 tahun

3 11 22 % 49 tahun

4 10 20 % 49 tahun

5 4 8 % 51,75 tahun

6 6 12 % 49,5 tahun

> 6 2 4 % 50 tahun

Jumlah 50 100%

Dari tabel 5.3 dapat diamati bahwa untuk jumlah paritas 1 hingga 5, dijumpai hubungan linier dimana terjadi pola peningkatan rata-rata usia menopause seiring dengan peningkatan jumlah paritas, yaitu dari 44,7 tahun meningkat hingga 51,75 tahun. Namun, pola ini tidak dijumpai pada responden yang tergolong ke dalam nullipara (paritas 0) maupun pada responden dengan paritas 6 kali atau lebih.


(48)

5.1.5. Hasil Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan dari hasil wawancara terhadap 50 orang responden dianalisis melalui uji hipotesis Korelasi Pearson yang dilanjutkan dengan Regresi Linier.

Analisis data diawali dengan membuat suatu diagram tebar (scatter plot) guna melihat bagaimana pola hubungan antara kedua variabel numerik tersebut. Data jumlah paritas ditampilkan pada sumbu X (aksis), sementara data usia menopause disajikan pada sumbu Y (ordinat), sedemikian sehingga semua data yang terkumpul dapat ditampilkan melalui diagram tebar berikut:

Gambar 5.1. Diagram Tebar Hubungan Jumlah Paritas dengan Usia Menopause

Gambar di atas menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang linier antara variabel bebas (jumlah paritas) dengan variabel terikat (usia menopause). Dengan demikian data tersebut memungkinkan untuk dapat dianalisis lebih lanjut dengan menggunakan uji Korelasi Pearson guna

40 42 44 46 48 50 52 54 56 58 60

0 2 4 6 8 10 12

U si a M e n o p a u se Jumlah Paritas


(49)

Adapun hasil uji Korelasi Pearson pada kedua variabel dalam penelitian ini dapat dinyatakan melalui tabel berikut:

Tabel 5.4 Analisis Uji Korelasi Pearson Hubungan Jumlah Paritas dengan Usia Menopause Variabel

Penelitian Rata-rata (Mean) p - value

Pearson

Correlation (r)

Jumlah Paritas 3,4 (SD 1,98) p < 0,001 0,54

Usia Menopause 48,4 (SD 2,704)

Tabel di atas menunjukkan bahwa rata-rata jumlah paritas responden adalah 3,4 kali dengan standard deviasi (SD) 1,98 dan rata-rata usia menopause responden adalah 48,4 tahun dengan SD 2,704 tahun.

Penelitian ini menggunakan hipotesis dua arah (two-tailed) dengan tingkat kepercayaan 95%, yang berarti jika didapati nilai p < 0,05, berarti hipotesis nol penelitian ditolak.

Setelah dianalisis, dalam penelitian ini didapati nilai p = 0,000 atau dituliskan sebagai p < 0,001 dengan maksud agar dapat mengestimasi secara lebih akurat nilai desimal p yang sebenarnya. Karena nilai p yang diperoleh lebih kecil dari 0,05, maka hipotesis nol dalam penelitian ini ditolak. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara jumlah paritas dengan usia menopause (p < 0,05).

Untuk menentukan kekuatan hubungan antara kedua variabel tersebut, dilakukan interpretasi dari nilai koefisien korelasi Pearson penelitian ini yaitu r = 0,54. Dengan kata lain, besarnya kekuatan hubungan antara jumlah paritas dengan usia menopause dalam penelitian ini adalah sedang (Arlinda, 2007).


(50)

Setelah memperoleh nilai r, analisis dilanjutkan dengan uji Regresi Linier guna mendapatkan pola persamaan linier yang mencerminkan ketergantungan antara jumlah paritas dengan usia menopause. Untuk nilai r = 0,54 atau nilai r kuadrat ( r2 ) = 0,288, maka didapati persamaan sebagai berikut:

y = 45,961 + 0,733x dimana:

y = usia menopause dalam satuan tahun x = jumlah paritas

sedemikian sehingga diperoleh persamaan:

Usia Menopause = 45,961 + (0,733 × Jumlah Paritas)

Dengan adanya persamaan ini, maka dapat dilakukan prediksi usia menopause seorang wanita berdasarkan jumlah paritasnya, sehingga dapat bermanfaat bagi kalangan wanita untuk menjadi bahan pertimbangan dalam merencanakan jumlah paritas selama masa reproduksi aktifnya.

5.2. Pembahasan

5.2.1 Pembahasan Penurunan Jumlah Paritas dan Percepatan Usia Menopause

Berdasarkan hasil survei dari Biro Pusat Statistik Indonesia pada tahun 2000, didapati data bahwa terjadi kecenderungan penurunan rata-rata jumlah paritas wanita dari tahun ke tahun. Pada tahun 1980, tercatat bahwa rata-rata wanita Indonesia memiliki jumlah paritas sebanyak 5 kali paritas. Sedangkan pada tahun 2000, angka ini menurun drastis hingga hanya 1,8 kali paritas tiap wanita (BPS, 2009).

Hal yang sama dapat dijumpai pada hasil penelitian ini. Wanita yang dilahirkan pada tahun 1952, atau dengan kata lain mencapai masa


(51)

jumlah paritas hingga 4 kali. Hal ini sangat kontradiktif jika dibandingkan dengan data dari wanita yang lahir sepuluh tahun kemudian. Kelompok wanita yang lahir pada tahun 1962, yang diasumsikan mencapai masa reproduksi aktif sekitar tahun 1990-an, ternyata hanya memiliki jumlah paritas sebanyak 1,34 paritas saja. Tampak jelas bahwa dari tahun ke tahun, terjadi penurunan rata-rata jumlah paritas wanita yang cukup signifikan sebagaimana dipaparkan melalui tabel 5.2.

Banyak hal yang turut mempengaruhi munculnya keadaan ini. Seiring dengan perkembangan zaman, terjadi peningkatan peran wanita dalam kehidupan sehari-hari. Saat ini, banyak wanita yang tidak hanya berperan sebagai ibu rumah tangga saja, tetapi juga menggeluti berbagai pekerjaan guna meningkatkan taraf perekonomian keluarga. Kesibukan ini tentunya akan membatasi waktu yang dimiliki oleh seorang wanita untuk merawat dan membesarkan anaknya. Dampaknya adalah banyak wanita yang saat ini cenderung membatasi jumlah anaknya, dengan pertimbangan waktu yang ada dapat dimanfaatkan untuk bekerja.

Selain itu, sosialisasi program Keluarga Berencana juga turut berpengaruh terhadap penurunan rata-rata jumlah paritas wanita. Saat ini, banyak keluarga yang telah menyadari efek positif dari program ini, sehingga memutuskan untuk membatasi jumlah paritas wanita hanya 2 kali saja. Kesemua hal ini tentunya akan sangat berpengaruh terhadap penurunan rata-rata jumlah paritas wanita.

Di sisi lain, terjadi sebuah fenomena global yang menunjukkan percepatan usia menopause pada wanita di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Pada tahun 1995, rata-rata usia menopause wanita Indonesia adalah 50,5 tahun (Thomas, 2001), Sementara saat ini, hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa rata-rata usia menopause wanita telah menjadi jauh lebih cepat, yaitu 48,4 tahun, sebagaimana tercantum dalam tabel 5.4. Bahkan Safitri (2009) menemukan fakta bahwa rata-rata usia menopause wanita Indonesia, khususnya di kota Medan adalah 45,2


(52)

tahun. Jelas sekali bahwa dari tahun ke tahun, telah terjadi percepatan usia menopause yang cukup signifikan.

Percepatan usia menopause ini menjadi permasalahan tersendiri bagi kesehatan wanita. Wanita yang lebih cepat memasuki usia menopause berarti memiliki resiko yang jauh lebih besar pula untuk mengalami berbagai penyakit yang terkait dengan usia menopause. Seperti osteoporosis misalnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka rata-rata kehilangan massa tulang pasca-menopause mencapai 1,4% per tahunnya. Jika seorang wanita mengalami menopause lebih cepat, maka akan terjadi penurunan bermakna densitas massa tulang sehingga akan meningkatkan resiko osteoporosis (Setiyohadi, 2006).

Hal yang sama juga terjadi pada berbagai penyakit lain seperti penyakit jantung koroner (PJK) dan Alzheimer dimana estrogen selama masa reproduksi aktif telah terbukti memiliki efek protektif untuk mengurangi resiko terjadinya penyakit-penyakit tersebut.

5.2.2 Pengaruh Jumlah Paritas Terhadap Usia Menopause

Penelitian ini merupakan sebuah penelitian analitik yang bertujuan untuk mencari tahu adakah hubungan antara jumlah paritas dengan usia menopause pada wanita Indonesia secara umum, yang merupakan populasi target generalisasi dari data sampel penelitian ini, yaitu wanita di Kelurahan Tanjung Selamat, Kota Medan. Penelitian ini dilakukan karena sampai saat ini, belum ada data penelitian sejenis yang dilaksanakan pada wanita Indonesia. Data penelitian yang ada saat ini kebanyakan hanya menggambarkan pola hubungan jumlah paritas dengan usia menopause pada wanita Eropa dan Amerika, padahal siklus reproduksi sangat dipengaruhi oleh faktor ras dan genetik.

Dalam penelitian ini didapati bahwa ada hubungan antara jumlah paritas dengan usia menopause, yang ditunjukkan dengan nilai p < 0,001.


(53)

penelitian terdahulu yang telah dilaksanakan oleh Thomas et al (2001), Gold et al (2001) dan Henderson et al (2008) yang melaksanakan penelitian sejenis pada wanita di Amerika.

Dalam sebuah penelitian yang dilaksanakan pada wanita Eropa, Kevenaar (2007) menjelaskan bahwa adanya hubungan antara jumlah paritas dan usia menopause ini dimungkinkan oleh karena keterlibatan gen polimorfisme yang mengatur reseptor Anti Mullerian Hormone (AMH) yang dikenal sebagai AMHR2 – 482 A>G polymorphism.

Anti Mullerian Hormone sendiri pada dasarnya adalah suatu hormon yang berfungsi untuk menginhibisi proses initial recruitment, yaitu suatu proses aktivasi folikel primordial menjadi growing follicle pool yang akan mengalami degradasi (peluruhan) di setiap siklus menstruasi jika tidak terjadi proses fertilisasi.

Seiring dengan peningkatan jumlah paritas, gen AMHR2 – 482 A>G polymorphism tersebut akan mengalami aktivasi akibat pengaruh fluktuasi hormon progesterone selama kehamilan. Aktivasi gen ini akan mengakibatkan terjadinya up regulation reseptor AMH sehingga meningkatkan efek AMH terhadap folikel dalam ovarium wanita. Dengan terjadinya peningkatan efek AMH tersebut, maka proses initial recruitment akan diinhibisi sehingga jumlah folikel dalam ovarium yang mengalami degradasi juga akan lebih sedikit. Keseluruhan proses ini pada akhirnya akan memperlambat habisnya persediaan folikel dalam ovarium wanita yang dengan demikian juga akan memperlambat usia menopause wanita tersebut (Kevenaar, 2007).

Selain itu, sebuah studi hewan coba yang dilaksanakan pada mencit menemukan bahwa tingginya sensitivitas terhadap AMH juga akan meningkatkan sensitivitas folikel terhadap kehadiran hormon FSH di jaringan ovarium mencit. Hal ini akan menunda proses atresia apparatus folikular mencit, terutama sel granulosa folikel, yang dengan demikian akan memperlambat habisnya persediaan folikel di dalam ovarium mencit. Jika diasumsikan hal yang sama juga dijumpai pada manusia, maka


(54)

kehadiran hormon AMH akan memperlambat usia menopause seorang wanita (Broekmans, 2009; Wu, 2005).

Adapun hubungan antara jumlah paritas dengan usia menopause tersebut dapat digambarkan melalui skema berikut:

Gambar 5.2 Pengaruh Jumlah Paritas Terhadap Usia Menopause

Sungguhpun demikian, hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian Kalichman et al (2007) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara jumlah paritas dengan usia menopause pada wanita ras Chuvasian di Amerika Utara. Perbedaan ini dapat dijelaskan oleh adanya pengaruh faktor ras dan genetik sampel penelitian yang turut mempengaruhi penentuan usia menopause seorang wanita (Henderson, 2008). Selain itu, pada beberapa wanita dijumpai single nucleotide

Paritas

Perubahan hormonal

(Peningkatan progesterone dan prolaktin)

Aktivasi gen AMHR2 – 482 A>G

Up regulation reseptor Anti Mullerian Hormone di sel granulosa folikel

Inhibisi proses initial recruitment

Peningkatan sensitivitas folikel terhadap hormon FSH

Perlambatan penurunan persediaan folikel primordial

Perlambatan proses atresia folikel di masa ovarian ageing


(55)

polymorphism (SNP) yang terletak pada kromosom 19 dan 20 yang telah terbukti berkaitan dengan usia menopause yang lebih awal (Stolk, 2009).

Penelitian ini menggunakan analisis uji Korelasi Pearson untuk mengetahui seberapa kuat hubungan antara jumlah paritas dengan usia menopause. Kekuatan hubungan antara kedua variabel tersebut dinyatakan dengan notasi r (koefisien korelasi). Dalam penelitian ini didapati nilai r = 0,54 yang berarti kekuatan hubungan antara jumlah paritas dengan usia menopause adalah sedang. Hal ini berbeda dengan penelitian Thomas et al (2001) yang mendapatkan nilai r = 0,664 (p value = 0,0054) atau dengan kata lain hubungan antara kedua variabel adalah kuat.

Beberapa hal yang dapat menimbulkan perbedaan nilai koefisien korelasi (r) dalam penelitian ini diantaranya:

a. Penelitian ini hanya melibatkan wanita Indonesia, khususnya yang bertempat tinggal di Kelurahan Tanjung Selamat saja sebagai sampel penelitian. Semua sampel dalam penelitian ini tergolong ke dalam ras Mongoloid. Sedangkan penelitian yang dilaksanakan oleh Thomas et al (2001) melibatkan sampel dari seluruh belahan dunia dan oleh karena itu melibatkan wanita dari berbagai ras yang ada. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, faktor ras dan genetik turut mempengaruhi usia menopause seorang wanita terkait dengan peranan gen pengatur usia menopause yang terletak pada kromosom 9 quantitative-trait loci.

b. Beberapa penelitian terdahulu, seperti yang dilaksanakan oleh Gold et al (2001), menggunakan desain penelitian cohort dimana tiap-tiap sampel penelitian diikuti hingga mengalami menopause. Dengan metode ini, akan didapat data usia menopause yang lebih akurat, yaitu dalam satuan tahun dan bulan. Sementara penelitian ini merupakan sebuah penelitian cross sectional yang mengumpulkan data penelitian hanya dalam satu kali pengamatan. Hal ini turut mempengaruhi pengumpulan data usia menopause, di mana tiap-tiap


(56)

responden penelitian melaporkan usia menopause hanya dalam satuan tahun.

Dalam penelitian ini didapati data bahwa ada hubungan antara jumlah paritas dengan usia menopause dengan kekuatan hubungan sedang. Namun demikian, perlu dipahami bahwa jumlah paritas bukanlah merupakan satu-satunya faktor yang mempengaruhi usia menopause. Beberapa faktor yang turut dapat mempengaruhi usia menopause seorang wanita selain jumlah paritas diantaranya adalah pengaruh faktor ras dan genetik, indeks massa tubuh (IMT), usia menarche, kebiasaan merokok, dan lain-lain. Kesemua faktor-faktor tersebut perlu dipertimbangkan oleh praktisi medis dalam melakukan upaya-upaya prevensi penyakit-penyakit pada wanita yang berkaitan dengan menopause, seperti osteoporosis, PJK, penyakit Alzheimer, kanker payudara, dan lain sebagainya dalam rangka meningkatkan kualitas hidup wanita pada umumnya.


(57)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh, adapun kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara jumlah paritas dengan usia menopause, dengan tingkat kekuatan hubungan adalah sedang (r = 0,54, p value < 0,001)

2. Rata-rata jumlah paritas wanita dalam penelitian ini adalah 3,4 ± 1,98 paritas 3. Rata-rata usia menopause wanita dalam penelitian ini adalah 48,4 ± 2,704

tahun

6.2. Saran

Beberapa hal yang dapat direkomendasikan dari hasil penelitian ini diantaranya:

1. Perlu dilaksanakan lebih banyak penelitian yang memperdalam lebih jauh topik-topik tentang jumlah paritas dengan usia menopause pada wanita Indonesia dengan cakupan jumlah responden dan lokasi penelitian yang lebih besar lagi.

2. Penelitian yang melibatkan usia menopause sebagai salah satu variabelnya hendaknya dilaksanakan dengan desain kohort agar diperoleh data usia menopause yang lebih akurat, yaitu dalam satuan tahun dan bulan sehingga dapat meningkatkan akurasi hasil penelitian.

3. Mengingat banyaknya faktor-faktor yang dapat mempengaruhi usia menopause, perlu dilaksanakan lebih banyak penelitian guna mengidentifikasi lebih jauh faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi usia menopause serta untuk mengetahui faktor yang paling dominan yang mempengaruhi usia menopause seorang wanita.


(58)

4. Perlu dilaksanakan upaya-upaya prevensi terhadap berbagai penyakit yang berkaitan dengan menopause, terutama kepada wanita yang sedang berada dalam masa perimenopause (klimakterium) agar dapat meningkatkan kualitas hidup sehari-hari.


(59)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, 2009. Angka Fertilitas Total Menurut Provinsi. Available from:

http://www.bps.go.id/tab_sub/excel.php?id_subyek=12%20&notab=7 (accesed February 28, 2010)

Biela, U. 2002. Determinants of The Age at Natural Menopause – An Abstract. Przegl Lek. 59 (3): 165 - 169

Blumel, J.E, et al, 2006. Age at Menopause in Latin America – An Abstract. Menopause. 13 (4): 706 – 712

Broekmans, F.J, et al. 2009. Ovarian Ageing: Mechanisms and Clinical Consequences. Endocrine Reviews, 30(5): 465 - 469

Bromberger, J.T, et al. 1997. Prospective Study of The Determinants of Age at Menopause. Am J Epidemiol, 145 (2): 124 – 133

Cooper, G.S, et al. 2001. Measures of Menopausal Status in Relation to Demographic, Reproductive, and Behavioral Characteristics in a Population-based Study of Women Aged 35–49 Years. Am J Epidemiol, 153 (12): 1159 – 1165

Curran, D. 2009. Menopause, University of Michigan Health System. Available from; http://emedicine.medscape.com/article/264088-overview (accesed February 26, 2010)

Dorjgochoo, T, et al. 2008. Dietary and Lifestyle Predictors of Age at Natural Menopause and Reproductive Span in The Shanghai Women's Health Study. Menopause, 15 (5): 924 – 933


(60)

Estiaghi, R, et al. 2010. Menopause is An Indpendent Predictor of Metabolic Syndrome in Iranian Women – An Abstract. Maturitas. 65 (3): 262 – 266 Gold, E.B, et al. 2001. Factors Associated with Age at Natural Menopause in a

Multiethnic Sample of Midlife Woman. Am J Epidemiol, 153 (9): 865 – 874 Hansen, K, et al. 2008. A New Model of Reproductive Aging: The Decline in

Ovarian Non-Growing Follicle Number from Birth to Menopause. Hum Reprod. 23 (3): 699 – 708

Hardy R, et al. 2000. Smoking, Body Mass Index, Socioeconomic Status and The Menopausal Transition in a British National Cohort. Int J Epidemiol. 29: 845 – 851

Henderson, K, et al. 2008. Predictors of The Timing of Natural Menopause in The Multiethnic Cohort Study. Am J Epidemiol, 167 (11): 1287 – 1294

Jacobsen, B.K, et al. 2003. Age at Natural Menopause and All-Cause Mortality: A 37-Year Follow-up of 19,731 Norwegian Women. Am J Epidemiol. 157 (10): 923 – 929

Jacoeb, T.Z, 2005. Endokrinologi Reproduksi pada Wanita. Dalam: Wiknjosastro, H, ed. Ilmu Kandungan Ed 2. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 96 – 101

Kalichman, L, et al. 2007. Time-related Trends of Age at Menopause and Reproductive Period of Women in a Chuvashian Rural Population. Menopause, 14 (1): 135 – 140

Kevenaar, M, et al. 2007. A Polymorphism in The AMH Type II Receptor Gene Is Associated with Age at Natural Menopause in Interaction with Parity. Hum Reprod, 176: 1 – 7


(1)

No Kode Inisial Responden

Umur Responden

Jumlah Paritas

Usia Menopause

24 024-6 KHJ 53 6 50

25 025-5 AMH 54 5 52

26 026-6 LMN 54 6 48

27 027-1 NDH 49 1 44

28 028-1 STR 48 1 41

29 029-3 RST 52 3 48

30 030-4 NRC 52 4 49

31 031-4 GHP 51 4 45

32 032-0 EMW 51 0 50

33 033-2 NLH 48 2 46

34 034-6 RSW 49 6 48

35 035-5 SYF 53 5 51

36 036-10 YMD 54 10 52

37 037-4 OPH 58 4 52

38 038-5 RMS 55 5 54

39 039-1 RHT 53 1 45

40 040-3 ESL 53 3 50

41 041-4 ITW 55 4 50

42 042-0 YRD 52 0 44

43 043-3 SNL 51 3 48

44 044-4 BLS 54 4 51

45 045-1 ASM 49 1 43

46 046-2 ETP 51 2 50

47 047-3 MRY 55 3 50

48 048-1 DLH 51 1 49

49 049-4 SFH 51 4 50

50 050-6 SMI 55 6 52


(2)

LAMPIRAN 6

OUTPUT DATA HASIL PENELITIAN a. Distribusi Frekuensi

Statistics Umur Responden

Jumlah Paritas

Usia Menopause

N Valid 50 50 50

Missing 0 0 0

Mean 52.40 3.38 48.44

Median 52.00 3.00 49.00

Mode 51 3 50

Std. Deviation 2.983 1.978 2.704

Variance 8.898 3.914 7.313

Range 11 10 13

Minimum 48 0 41


(3)

b. Tabel Frekuensi Variabel Penelitian

Umur Responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 48 3 6.0 6.0 6.0

49 8 16.0 16.0 22.0

50 2 4.0 4.0 26.0

51 9 18.0 18.0 44.0

52 7 14.0 14.0 58.0

53 4 8.0 8.0 66.0

54 5 10.0 10.0 76.0

55 5 10.0 10.0 86.0

56 2 4.0 4.0 90.0

58 3 6.0 6.0 96.0

59 2 4.0 4.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

Jumlah Paritas

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 2 4.0 4.0 4.0

1 7 14.0 14.0 18.0

2 8 16.0 16.0 34.0

3 11 22.0 22.0 56.0

4 10 20.0 20.0 76.0

5 4 8.0 8.0 84.0

6 6 12.0 12.0 96.0

7 1 2.0 2.0 98.0

10 1 2.0 2.0 100.0

Total 50 100.0 100.0


(4)

Usia Menopause

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 41 1 2.0 2.0 2.0

43 1 2.0 2.0 4.0

44 2 4.0 4.0 8.0

45 4 8.0 8.0 16.0

46 4 8.0 8.0 24.0

47 4 8.0 8.0 32.0

48 8 16.0 16.0 48.0

49 4 8.0 8.0 56.0

50 13 26.0 26.0 82.0

51 2 4.0 4.0 86.0

52 6 12.0 12.0 98.0

54 1 2.0 2.0 100.0


(5)

c. Diagram Tebar (Scatter Plot)

d. Analisis Uji Korelasi Pearson

Descriptive Statistics

Mean

Std.

Deviation N Jumlah Paritas 3.38 1.978 50 Usia Menopause 48.44 2.704 50


(6)

Correlations

Jumlah Paritas

Usia Menopause Jumlah Paritas Pearson

Correlation

1 .537**

Sig. (2-tailed) .000

N 50 50

Usia Menopause Pearson Correlation

.537** 1

Sig. (2-tailed) .000

N 50 50

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

e. Analisis Uji Regresi Linier

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .537a .288 .273 2.306

a. Predictors: (Constant), Jumlah Paritas

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

T Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 45.961 .650 70.666 .000

Jumlah Paritas .733 .166 .537 4.405 .000 a. Dependent Variable: Usia Menopause