Community and Internet Lori Kendall theory

jaringan itu sendiri. Wellman menggunakan pendekatan jaringan sosial untuk menganalisa individu, jaringan dan kelompok. 26 Hodkinson dan Kendall 2007, membutikan secara empiris karakteristik Wellman yang berkaitan dengan Interaksi online. Mereka menemukan bahwa pengguna LiveJournal dengan diary pribadi seperti Blog saling terkait. Lebih mengikuti pola interaksi individual, mayoritas interaksi berlangsung pada wilayah yang diawali oleh pribadi satu orang, berpusat di sekitar dan di atur oleh individu. Kendall juga menjelaskan, “LiveJournal participants seek connection with others. LiveJournal theoretically provides several tools that facilitate such connections. But its structure as a linked set of individually controlled journals mitigates against the kinds of connection and feedback people seek”. 27 Atau yang bisa diartikan dengan, peserta LiveJournal mencari hubungan dengan orang lain. LiveJournal secara teoritis menyediakan beberapa alat yang memfasilitasi hubungan. Tapi strukturnya sebagai Jurnal yang dikontrol secara Individu, memudahkan dalam mencari umpan balik dari seseorang. Pengguna LiveJournal juga mengungkapkan dua keinginan yang bertentangan. Di satu sisi mereka mencari kontrol di ruang jaringan individu mereka sendiri, di sisi lain mereka juga masih 26 Mia Consalvo dan Charless Ess, The Handbook of Internet studies, p. 311. 27 Mia Consalvo dan Charless Ess, The Handbook of Internet studies, p. 312. menginginkan hubungan interpersonal yang hanya didapatkan dari orang lain. Serta keinginan dalam kebebasan berkontribusi dalam dialog kelompok. Di dalam jaringan individu seutuhnya, hal inilah dialog bisa terjadi. 28 3. Real Communities versus Pseudocommunities Dengan banyaknya anggapan mengenai konsekuensinya dalam menggunakan internet, maka peneliti komunitas internet terdahulu memiliki dua tanggapan mengenai hal tersebut. Yakni pertama “the internet will restore to us, the community we have lost ”. Rheingold 1993 menggambarkan “hunger for community” diciptakan oleh hilangnya ruang publik informal yang mengendalikan orang untuk menciptakan virtual community. 29 Tanggapan kedua menyatakan, bahwa internet hanya meneruskan proses sebelumnya dalam meningkatkan “isolation and anomie ” menyendiri dan tak dikenal atau bahkan membuatnya lebih buruk. 30 Barney 2004 berpendapat bahwa, teknologi digital memiskinkan daripada memperkaya realitas bersama. Boogerman 2004 juga menyatakan bahwa, internet tidak dapat menumbuhkan apa yang disebut “final communities” yaitu komunitas yang bertindak tidak seperti pada artinya sebagai komunitas. Dan merupakan kelompok dari orang-orang yang menemukan atau 28 Ibid., p. 312. 29 Mia Consalvo dan Charless Ess, The Handbook of Internet studies, p. 313. 30 Ibid., p. 313. bekerja diluar alasan seseorang untuk hidup. 31 Hal ini dikarenakan Internet adalah komodifikasi budaya berdasarkan sifatnya. Argumen Boogerman ini mirip dengan konsep internet yang tidaklah benar-benar berinteraksi sosial. Bias budaya bersosialisasi secara online dapat terus bertahan, meskipun terus meningkatnya orang-orang yang berpatisipasi dalam interaksi online. Seseorang di kehidupan online secara aktif tetap berusaha menghindarkan diri dari apa yang disebut “the stereotype of introverted internet user” atau pengguna internet yang tertutup. 32 Selain itu, penelitian virtual community juga dihadapkan dengan kemungkinan ketika offline, tidak semua yang kelihatan sebagai anggota komunitas merupakan anggota komunitas. Menurut Jones 1995, konsep dari pseudocommunity diartikan sebagai kurangnya ketulusan dan komitmen. 33 Diutarakan juga oleh sosiolog Bellah dan rekan 1985 yang membedakan antara “communities and lifestyle enclaves ” dimana individu disatukan oleh kepentingan ketertarikan dibandingkan saling ketergantungan yang kompleks. 34 4. Virtual Community Ketika hampir semua komunikasi melalui internet berbasis teks. Secara keseluruhan, penelitian pada virtual community terfokus pada beberapa isu kunci. Hal ini termasuk mengenai pembentukan 31 Ibid. 32 Ibid. 33 Mia Consalvo dan Charless Ess, The Handbook of Internet studies, p. 314. 34 Ibid., p. 314. dan kematian virtual community, kemungkinan penipuan identitas online, serta hubungan antara identitas sosial offline dengan interaksi secara online. Virtual community sering kali terbentuk pada reaksi masyarakat lain yang tersedia, dengan membedakan identitas dan nilai yang ada. Kejadian internal juga menjadi rasa penting sebagai bagian dari komunitas. Namun virtual community cenderung lebih rentan terhadap gangguan pembubaran dari offline. Maka untuk mendorong anggota baru diperlukannya partisipasi secara aktif. 35 Secara keseluruhan peneliti pada virtual community terfokus pada beberapa asumsi kunci yang termasuk dalam pembentukan serta kematian virtual community itu sendiri. Diantaranya: 36 1. Conflict Pada teori community dan Internet menurut Lori Kendall, salah satu asumsi kunci dalam pembentukan virtual community ialah konflik. Dengan adanya konflik dapat menghancurkan atau bahkan justru dapat menumbuhkan sebuah komunitas. Konflik ini bisa diakibatkan karena adanya konflik internal maupun eksternal komunitas. Virtual community khususnya sangat rentan terhadap gangguan orang diluar kelompok maupun orang di dalam kelompok yang merasa kurang puas. Stone 1992 menggambarkan kesulitan dialami oleh 35 Mia Consalvo dan Charless Ess, The Handbook of Internet studies, p. 314-316. 36 Mia Consalvo dan Charless Ess, The Handbook of Internet studies, p. 316-320. Communitree di tahun 1982, Communitree menderita masuknya anak laki-laki yang macet sistem melalui scatological pesan pesan tidak pantas, dan menemukan cara untuk merusak sistem perintah. Permasalahan tersebut semakin parah oleh kebijakan privasi yang menghalangi pengelola untuk melihat pesan mereka yang masuk. Dalam beberapa bulan, Communitree menjadi tidak dapat digunakan. Oleh karena itu, dalam praktiknya pengawasan dan kontrol tambahan terbukti diperlukan untuk menjaga ketertiban virtual community. 37 2. Cooperation Dijelaskan oleh Rheingold dan Dibbell 1993, konflik justru bisa menumbuhkan komunitas. Konflik dapat mempromosikan, serta merefleksikan pertumbuhan komunitas. Smith 1999 juga berpendapat bahwa, virtual community harus memiliki keragaman dalam meningkatkan komunitas jika ingin berkembang. Dari hasil keragaman konflik, untuk bertahan hidup virtual community harus melindungi sumber utama mereka. Dan oleh karena itu komunitas harus bisa mengelola konflik sebelum meningkat sedemikian rupa, supaya tidak merugikan komunitas secara keseluruhan. 38 Namun yang paling sulit ialah memberlakukan sanksi karena ketidakmampuan untuk menghadapi pemberontak secara tatap muka, serta 37 Mia Consalvo dan Charless Ess, The Handbook of Internet studies, p. 316. 38 Mia Consalvo dan Charless Ess, The Handbook of Internet studies, p. 317 sulitnya menjaga batasan pelanggaran. Sementara masih memungkinkan bagi masuknya peserta baru. 39 Dalam diskusinya mengenai manajemen konflik pada virtual community, Smith menggambarkan berbagai konflik di Micromuse. Micromuse adalah komunitas online yang dibangun untuk tujuan pendidikan sains bagi anak-anak, tapi diizinkan pengunjung umum juga. Smith menceritakan beberapa kejadian di mana peserta yang berkomitmen dilarang melakukan pelanggaran keras, serta sanksi tersedia bagi virtual community. Seperti dalam kasus CommuniTree, tindakan dari pelanggar tersebut mengancam operasi lanjutan dari software serta mengganggu pekerjaan orang lain, namun yang memungkinkan komunitas menjadi eksis. Dan meskipun dilarang serta adanya sanki, yang melampaui batas mampu untuk kembali melalui celah teknis dalam perangkat lunak. 40 3. Control Mengingat konflik dapat merefleksikan pertumbuhan kelompok. Hal ini dapat melibatkan lebih jelas lagi mengenai norma dan aturan untuk perilaku bagi anggota komunitas. Selain itu konflik juga dapat menghasilkan mekanisme baru bagi pengendalian sosial. Untuk alasan ini, konflik 39 Ibid., p. 317 40 Ibid. menyediakan informasi mengenai nilai-nilai yang berlaku dalam komunitas. Namun karena tidak semua virtual community mengalami konflik yang sama, dan konflik belum tentu diperlukan untuk pembentukan ikatan komunitas secara erat. Baym 2000, menjelaskan cara di mana r.a.t.s. peserta aktif membangun r.a.t.s. sebagai komunitas di mana keramahan adalah inti nilai dan perilaku yang diharapkan. Mereka melakukan beberapa strategi percakapan, diantaranya: 1 kualifikasi ketidaksepakatan, 2 menyelaraskan diri dengan peserta lain melalui perjanjian kesepakatan, dan 3 menghindari percapakan perselisihan dan kembali ke kegiatan inti dari grup yaitu soap operas realitas semu. 41 4. Identity Dalam studi virtual community, para peneliti terdahulu telah membahas identitas dalam beberapa cara yang berbeda. Pandangan pertama, menyangkut kemampuan peserta virtual community untuk menutupi identitas mereka. Pandangan selanjutnya, menyangkut penyimpangan berbagai aspek identitas sosial yang berkaitan dengan ras dan jender serta norma-norma dan nilai-nilai yang ada dalam virtual community. 41 Ibid. Donath 1999 menjelaskan, mengetahui identitas orang lain atau dengan siapa Anda berkomunikasi sangatlah penting untuk memahami dan mengevaluasi interaksi. Namun di dunia maya yang berbasis teks dan grafis, lebih memungkinkan untuk menutupi identitas atau bahkan sengaja menipu identitas dibandingan dengan pertemuan tatap wajah. Sebab sejak identitas online didefinisikan oleh media, seseorang mungkin juga hadir dengan merasa dirinya terwakili seperti dirinya yang sebenernya. Karena di dunia maya hal ini tidak terlalu dievaluasi oleh lawan bicara mereka. 42 Luasnya penipuan identitas online juga mustahil untuk diukur. Namun para peneliti komunitas online menemukan bahwa, pada kebanyakan komunitas yang ada sejak lama penipuan identitas dapat diminimalkan. Pembentukan komunitas tergantung pada identitas yang konsisten. Peserta datang untuk mengenal satu sama lain, bahkan jika hanya melalui nama samaran tetapi sering berusaha untuk menghubungkan secara offline maupun online. 43 Selain itu, tidak semua ketidakjelasan identitas online sengaja diproduksi. Ini hanya karena keterbatasan forum komunikasi online yang sulit dalam memastikan identitas semua peserta. Ba ym 1995 mengatakan,”people never know 42 Mia Consalvo dan Charless Ess, The Handbook of Internet studies, p. 318. 43 Mia Consalvo dan Charless Ess, The Handbook of Internet studies, p. 321. who all the readers of their messages are. ” Baym menjelaskan mengenai partisipasi newsgroup yang tidak akan pernah tahu siapa semua pembaca pesan mereka. 44 Kendall 2002 juga menambahkan mengenai kebingunan identitas, karena seseorang yang mereka ketahui, dapat mereka temui di forum lain dengan nama lain. Hal ini terkadang menyebabkan orang untuk mencoba dijabarkan identitasnya oleh orang lain. 45 Meski demikian, kebanyakan orang dalam virtual community ingin mewakili diri dengan cara yang konsisten dan realistis. Dan setiap orang tentu dapat melakukanya dengan konsisten. Ini menunjukan bahwa aspek identitas seperti ras, kelas dan jender berharap tidak akan menjadi signifikan secara online, namun tetap menonjol. Susan Herring dan rekan- rekannya telah menganalisis berbagai aspek dari komunikasi gender online. Diantaranya mengenai bahasa online pria di tahun 1992, perbedaan gender dalam nilai-nilai yang mengarah dengan gaya percakapan online yang berbeda di tahun 1996, harapan pria tentang reaksi partisipasi secara online perempuan di tahun 1995, serta pelecehan perempuan secara online pada tahun 1999. Dan karya awal ini menjelaskan bahwa gender 44 Mia Consalvo dan Charless Ess, The Handbook of Internet studies, p. 319. 45 Ibid., p. 319. tidak hilang secara online hanya karena orang berkomunikasi melalui teks dan tidak bisa melihat tubuh masing-masing. 46 Kendall 2002 juga menemukan hasil penelitian pada BlueSky. peserta BlueSky membawa pemahaman dan harapan mengenai gender secara offline dapat dilakukan dengan interaksi secara online. Peserta BlueSky juga berlaku dan dibangun identitas gendernya melalui interaksi online mereka. 47 5. Komunitas online dan offline Sebagian besar masyarakat terhubung melalui internet, yang melibatkan baik secara online maupun offline. Pada virtual community yang terutama adalah online, namun peserta juga sering berusaha untuk memenuhi pertemuan dengan peserta lain secara tatap wajah. Sementara itu, bagi pengunjung kelompok juga banyak yang berusaha untuk meningkatkan hubungan melalui partisipasi secara online. Penelitian tentang komunitas dan Internet ini, penekanannya bergeser dari Studi etnografi menjadi komunitas virtual. Yakni untuk studi pencampuran masyarakat offline dan online contacts. Sebuah pertanyaan kunci dalam penelitian ini adalah apakah partisipasi online membantu atau merugikan komunitas offline. 48 46 Ibid. 47 Mia Consalvo dan Charless Ess, The Handbook of Internet studies, p. 320. 48 Mia Consalvo dan Charless Ess, The Handbook of Internet studies, p. 320-321. Dan yang perlu diingat, penelitian pada studi virtual community ini tidak bisa melihat jangka panjang komunitas online dan beberapa studi hanya bisa melihat jangka panjang bagi pengguna. Namun penelitian ini bisa menentukan apakah mereka itu merupakan pengguna kurang berpengalaman yang terlibat dalam berbagai aktivitas online. 49

B. Media Sosial

1. Pengertian media sosial Pada dasarnya media sosial merupakan hasil dari perkembangan teknologi baru yang ada di internet dimana para penggunanya bisa dengan mudah untuk berkomunikasi, berpartisipasi, berbagi, dan membentuk sebuah jaringan di dunia virtual, sehingga para pengguna bisa menyebarluaskan konten mereka sendiri. 50 Media sosial adalah medium di internet yang memungkinkan pengguna merepresentasikan dirinya maupun berinteraksi, bekerja sama, berbagi, berkomunikasi dengan pengguna lain dan membentuk ikatan sosial secara virtual. 51 Media sosial merupakan sekelompok aplikasi berbasis internet pada teknologi web 2.0, yang memungkinkan penciptaan 49 Mia Consalvo dan Charless Ess, The Handbook of Internet studies, p. 321-323. 50 Dan Zarella, The Sosial Media Marketing Book, Canada: O‟Reilly Media, 2010, h. 2- 3. 51 Rulli Nasrullah, Media Sosial, Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2015, h. 11. serta pertukaran isi pesan diantara pengguna. 52 Berdasarkan teori- teori yang telah dikembangkan oleh Durkheim, Tonnies maupun Marx, untuk memahami hubungan antara pengguna dengan medianya dapat dipahami melalui “Karakteristik kerja komputer dalam web 1.0 berdasarkan pengenalan individu terhadap individu lain yang berada dalam sebuah sistem jaringan human cognition. Sedangkan web 2.0 berdasarkan bagaimana individu berkomunikasi dalam jaringan antar individu human communication. Dalam web 3.0 karaktersitik teknologi dan relasi yang terjadi terlihat dari bagaimana users bekerja sama human co-operation. 53 Pada umumnya, kita memandang media hanya sebagai perantara pesan. Namun sebenarnya kita dapat memandang media dalam tiga hal, yang menurut Meyrowitz diantaranya ialah: a. Medium sebagai saluran pesan medium-as-vesselconduit. b. Medium adalah Bahasa medium-as-languange. Media dapat mengekspresikan dan mengandung pesan tertentu. c. Medium sebagai lingkungan medium-as-environment. Media merupakan suatu pilihan konten yang dapat dibedakan dari medium yang lain. Menurutnya, medium ini juga selanjutnya bisa mengandung nilai- nilai yang tidak sekadar menjadi sarana dalam penyampain pesan. 52 Anderas M. Kaplan dan Michael Haenlein. “User of the World, Unite The Challenges and The Opportunities of Social Media ”, 2010, h. 59-68. 53 Rulli Nasrullah, Media Sosial, h. 8. Tetapi memberikan pengaruh pada segi sosial, budaya, politik, bahkan ekonomi. 54 Keberadaan media sosial juga merupakan bentuk dari tiga makna bersosial yakni 1 pengenalan, 2 komunikasi, dan 3 kerjasama. Pengenalan merupakan dasar untuk berkomunikasi, dan komunikasi merupakan dasar untuk melakukan kerjasama. Didalam web atau jaringan internet ada sebuah sistem hubungan antar pengguna yang bekerja berdasarkan teknologi komputer yang saling terhubung. Bentuk-bentuk itu merupakan dasar untuk membentuk lapisan lain. Semacam jaringan layaknya dimasyarakat offline yang membentuk tatanan, nilai, struktur hingga realitas sosial. 55 2. Karakteristik media sosial Adapun karakteristik media sosial ialah sebagai berikut: 56 a. Jaringan network. Media sosial membentuk jaringan di antara penggunanya. Terlepas dari saling mengenal atau tidaknya pengguna di kehidupan nyata offline. Jaringan inilah yang pada akhirnya membentuk komunitas atau masyarakat yang secara sadar 54 Rulli Nasrullah, Media Sosial, h. 4-5. 55 Rulli Nasrullah, Media Sosial, h.10. 56 Rulli Nasrullah, Media Sosial, h. 16-34. maupun tidak, akan menghadirkan nilai-nilai dalam masyarakat virtual hingga pada struktur sosial secara online. 57 b. Informasi Informasi dijadikan komoditas antar pengguna. Pengguna media sosial dapat mengkreasikan representasi identitasnya, memproduksi konten, dan melakukan interaksi berdasarkan informasi. Informasi tersebut pada dasarnya merupakan komoditas yang diproduksi dan didistribusikan oleh pengguna itu sendiri. 58 c. Arsip archive Karakteristik arsip menjelaskan bahwa informasi telah tersimpan, informasi tidak hilang begitu saja dan mudah diakses kapanpun dan dimanapun. Dengan kemunculan teknologi komunikasi, arsip pada media sosial memberikan kemampuan pada penggunanya untuk mengakses dan mengubahnya sendiri. Dijelaskan oleh Appadurai “the nature and distributions of its users”. 59 Arsip di dunia maya tidak hanya dipandang sebagai dokumen resmi semata yang tersimpan. Arsip di internet tidak pernah benar-benar tersimpan, informasi selalu berada dalam jaringan, terdistribusi 57 Rulli Nasrullah, Media Sosial, h. 17