siklus hidup hewan karang. Sedimen berpengaruh terhadap pertumbuhan binatang karang baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung sedimen
adalah dengan menutupi polip karang sehingga menyebabkan kematian pada karang. Sedangkan pengaruh tidak langsung yaitu menghalangi penetrasi cahaya sehingga
mengganggu fotosintesis Bak 1978 in Supriharyono 2007. Selain itu, sedimen yang tinggi memaksa karang untuk mengeluarkan energi lebih guna menghalau
sedimen tersebut yang mengakibatkan turunnya laju pertumbuhan karang Pastorok dan Bilyard 1985 in Supriharyono 2007. Tingkat kekeruhan yang normal bagi
terumbu karang berkisar antara 0-10 mgliter Rogers 1990, Larcombe et al. 1995 in Thamrin 2006.
Arus diperlukan karang untuk memperoleh makanan dalam bentuk zooplankton, oksigen, serta dalam membersihkan permukaan karang dari sedimen
Thamrin 2006; Stoecker 1978 in Estradivari at al. 2009. Rachmawati 2001 in Wibowo 2009 menyatakan bahwa gelombang yang cukup kuat akan menghalangi
pengendapan sedimen pada koloni karang. Karang sendiri memiliki kemampuan dalam membersihkan permukaan tubuhnya koloninya dari sedimen, tetapi dalam
jumlah yang sangat terbatas. sehingga jenis karang yang ditemukan dalam perairan yang memiliki tingkat sedimentasi yang tinggi hanya terbatas pada jenis karang
tertentu. Amonium tidak bersifat toksik innocuous namun pada suasana alkalis pH
tinggi lebih banyak ditemukan amonia yang tak terionisasi unionized dan bersifat toksik Tebbut 1992 in Effendi 2003. Karang biasanya hidup pada perairan dengan
nutrien anorganik yang rendah Grover 2003 in Wibowo 2009. Nutrien yang tinggi di perairan dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman dan alga pada perairan
tersebut juga meningkat. Biomassa makroalga yang besar dapat menutupi karang sehingga memiliki efek seperti halnya penutupan karang oleh partikel sedimen yang
besar Rachmawati 2001 in Wibowo 2009.
2.3. Klasifikasi dan Ciri-Ciri Karang yang Diteliti
Menurut Wells 1954 in Suharsono 2008 klasifikasi hewan karang pembentuk terumbu yang ditransplantasikan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : CnidariaMadreporaria
Kelas : Anthozoa
Sub kelas : Zoantharia
Ordo : Scleractinia
Famili : Merulinidae
Genus : Hydnophora
Spesies : H. rigida
Famili : Acroporidae
Genus : Acropora
Spesies : A. nobilis
A. microphthalta Famili Merulinidae terdiri dari tiga genera, yaitu Merulina, Scapophyllia, dan
Hydnophora. Semua genera Famili Merulinidae memiliki zooxanthellae dan berbentuk koloni. Struktur rangkanya mirip Faviidae tetapi sangat difusi dan tanpa
paliform. Lembah pemisah antar koralit dangkal dan kabur atau seperti menyebar. Semua genera menyebar dan berada di indo-Pasifik Veron 2000. Famili
Merulinidae mempunyai koloni masif, merayap atau lembaran. Adanya alur-alur saling bersatu, begitu juga struktur koralit Suharsono 2008.
Berdasarkan Suharsono 2008 Hydnophora memiliki koloni merayap, masif atau bercabang. Marga ini dicirikan dengan adanya struktur hydnophore yaitu
bentuk kerucut-kerucut kecil yang terbentuk dari dinding antara koralit yang terpecah-pecah. Hydnophore ini menutupi seluruh permukaan sehingga marga ini
mudah dikenali. Genus Hydnophora terdiri dari lima jenis dan tersebar di seluruh perairan Indonesia. H. rigida memiliki karakter koloni bercabang dengan koralit
berbentuk hydnophoroid kecil dengan sebaran yang tidak teratur. Warna hijau atau coklat muda. Jenis ini tersebar di seluruh peraiaran Indonesia dan sangat umum
dijumpai di lereng terumbu. Sedangkan menurut Veron 2000 H. rigida memiliki ciri-ciri koloni terdiri dari cabang-cabang yang tidak teratur, biasanya memiliki
lapisan encrusting atau rata pada bagian bawah atau dasar koloni. Monticules biasanya berfungsi membentuk tonjolan seperti gunung ke arah sisi. Cabang utama
memiliki panjang 7-12 mm. Berwarna krim atau hijau. Acroporidea terdiri atas empat genus, yaitu Montipora, Astreopora,
Anacropora dan Acropora dimana genus Acropora merupakan genus dengan spesies
terbanyak dan hampir ditemukan menyebar di seluruh wilayah perairan Indonesia. Suharsono 2008 menyatakan bahwa ketiga marga Acropora, Anacropora, dan
Montipora mempunyai ciri yang hampir sama yaitu koralit kecil, tanpa kolumella, septa sederhana dan tidak mempunyai struktur tertentu dan koralit dibentuk secara
ekstratentakular. Marga keempat Astreopora agak berbeda yaitu ukuran koralit lebih besar, septa berkembang dengan baik dan dengan kolumella yang sederhana. Genus
Acoropora biasanya mempunyai bentuk pertumbuhan bercabang branching, tabulate, digitate dan kadang-kadang berbentuk encrusting atau submasif. Genus
Acropora memiliki bentuk percabangan sangat bervariasi dari karimbosa, arboresen, kapitosa dan lain-lainnya. Ciri khas dari marga ini adalah mempunyai axial dan
radial koralit. Bentuk radial koralit juga bervariasi dari bentuk tubular basiform, dan tenggelam. Marga ini mempunyai 113 jenis, tersebar di perairan Indonesia. Menurut
Veron 2000 selain memiliki dua tipe koralit, yaitu axial dan radial Acropora tidak mempunyai kolumela, dinding koralit dan koenesteumnya poros serta tentakelnya
hanya keluar di malam hari. A. nobilis memiliki bentuk percabangan arboresen, radial koralit terdiri dari
dua ukuran besar dan kecil dengan bukaan demidiate. Warna coklat muda dan coklat keabu-abuan. Hidup di tempat dangkal, umum dijumpai dan tersebar di seluruh
perairan Indonesia Suharsono 2008. Selain itu, A. nobilis memiliki cabang silinder yang tegak dan besar dengan ketinggian dapat mencapai sekitar lima meter, cabang
basal horizontal hanya berkembang di perairan dangkal. Radial koralit mempunyai ukuran dan bentuk bermacam-macam. Warna krim, cokelat, biru, kuning, dan hijau.
Warna koloni individu seragam kecuali pada ujung cabang berwarna sedikit pucat. A. microphthalma memiliki karakteristik dengan tinggi koloni dapat mencapai lebih
dari dua meter dan percabangan yang luas, arboresen, kecil, ramping, dan lurus. Subcabang rapi dan teratur, radial koralit kecil, banyak, dan ukuran sama. Warna
umumnya pucat abu-abu, kadang pucat coklat atau krim Veron 2000.
2.4. Transplantasi Karang