mendefinisikan transplantasi karang sebagai suatu teknik penanaman dan pertumbuhan koloni karang baru dengan metode fragmentasi, dimana benih karang
diambil dari suatu induk koloni tertentu, sedangkan menurut Hariot dan Fisk 1988 transplantasi karang adalah pencangkokan atau pemotongan karang hidup untuk
ditanam di tempat lain atau di tempat yang karangnya telah mengalami kerusakan. Transplantasi karang bertujuan untuk mempercepat regenerasi terumbu
karang yang telah mengalami kerusakan atau untuk memperbaiki daerah terumbu karang yang rusak, terutama untuk meningkatkan keragaman dan persen penutupan
Hariot dan Fisk 1998 in Soedharma dan Arafat 2007. Selain itu, masih menurut Hariot dan Fisk 1998 in Sandy 2000 dijelaskan bahwa tranplantasi dapat
digunakan untuk merehabilitasi terumbu karang secara cepat, karena waktu yang dibutuhkan antara beberapa bulan sampai satu tahun dengan tingkat keberhasilan 50-
100. Tujuan transplantasi karang menurut Dirjen PHKA 2008 adalah untuk mempercepat regenerasi dari terumbu karang sehingga dapat dimanfaatkan untuk
perdagangan dan peningkatan kualitas habitat karang. Transplantasi karang telah dipelajari dan dikembangkan sebagai teknologi
pilihan dalam pengelolaan ekosistem terumbu karang terutama pada daerah-daerah yang memiliki nilai ekonomi tinggi Hariot dan Fisk 1988. Tranplantasi karang
telah digunakan di beberapa Negara untuk merehabilitasi ekosistem terumbu karang yang telah rusak seperti di Filipina transplantasi karang telah diterapkan untuk
menyembuhkan ekosistem terumbu karang yang telah mengalami kerusakan akibat penangkapan ikan dengan bahan peledak Auberson 1982, Singapura menggunakan
tranplantasi karang untuk menyimpan menyelamatkan spesies yang habitatnya direklamasi Plucer-Rosario and Randall 1987, sedangkan di Florida transplantasi
karang telah digunakan untuk mempercepat dan memperbanyak tutupan ekosistem terumbu karang Gittings et al. 1988 dan di Taman Laut Great Barrier Reef,
tranplantasi karang digunakan untuk mempercepat regenerasi ekosistem terumbu karang akibat serangan achantaster plancii Harriot dan Fisk 1988.
2.4.1. Transplantasi karang di Indonesia
Penelitian mengenai transplantasi karang terhadap beberapa jenis karang telah banyak dilakukan seperti penelitian terhadap tingkat keberhasilan hidup karang
transplantasi jenis Madracis mirabilis dan jenis Acropora sp. Bak dan Criens 1981
in Johan et al. 2008. Penelitian terhadap transplantasi karang jenis Acropora sebanyak 40 sampel dari sebelas spesies karang dengan menggunakan substrat
buatan keramik di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta Sadarun 1999. Penelitian tingkat keberhasilan transplantasi karang batu di Pulau Pari, Kepulauan
Seribu, Jakarta dengan meggunakan tiga jenis karang genus Acropora yaitu Acropora Donei, Acropora Acuminata dan A. Formosa Johan et al. 2008.
Karang yang ditransplantasikan mempunyai kecepatan pertumbuhan yang berbeda-beda. Supriharyono 2007 menyatakan bahwa karang dengan life form
branching umumnya mempunyai tingkat pertumbuhan sangat cepat yaitu bisa 2 cmbulan sedangkan coral masif tumbuhnya sangat lambat yaitu hanya 1 cmtahun.
Sadarun 1999 mendapatkan pertumbuhan karang branching dari jenis Acropora yongei dan Acropora digitifera yang ditranplantasikan di Pulau Pari, Kepulauan
Seribu selama lima bulan mempunyai pertumbuhan rata-rata sebesar 0,4 cm dan 0,1 cm.
2.4.2. Metode transplantasi karang
Jaap 1999 in Prawidya 2003 menyatakan bahwa tujuan utama transplantasi karang adalah mempercepat pemulihan ekosistem terumbu karang. Transplantasi
dinyatakan sukses dari sudut pandang biologis dengan tingkat ketahanan hidup berkisar antara 50-100 Harriot dan Fisk 1998 in Herdiana 2001. Menurut Harriot
dan Fisk 1988, karang yang paling cocok untuk tranplantasi adalah karang Acropora bercabang seperti halnya yang pernah mereka lakukan di Samudera
Pasifik. Hal ini karena karang Acropora memiliki tingkat ketahanan hidup yang besar, sangat indah, kecepatan pertumbuhan yang tinggi, dan kemampuan yang
bersar dalam hal menutupi daerah ekosistem terumbu karang yang kosong. Adverland 2001 menjelaskan bahwa hal yang harus diperhatikan dalam
teknik pengembangbiakan karang adalah koloni yang dikembangkan haruslah koloni yang sehat dan pemotongan koloni hendaknya memperhatikan arah arus untuk
menghindari penutupan koloni akibat pelendiran koloni. Alat yang digunakan untuk memotong fragmen dari induknya juga berbeda-beda tergantung dari bentuk
pertumbuhan koloni. Untuk koloni yang bentuk koloninya bercabang, digunakan gunting kawat sedangkan untuk koloni yang bentuknya masif, alat yang digunakan
sebaiknya gergaji besi. Arah potongan karang juga menentukan laju pertumbuhan jangka panjang koloni tersebut.
Menurut Clark dan Edwards 1995 in Sadarun 1999, untuk mengurangi stress, karang yang akan ditarnsplantasi dilepaskan secara hati-hati dan ditempatkan
dalam wadah plastik berlubang serta proses pengangkutan dilakukan di dalam air. Sebaiknya operasi ini hanya menghabiskan waktu ±30 menit untuk setiap tumpukan
karang yang akan dipindahkan. Harriot dan Fisk 1988 menjelaskan bahwa pengangkutan karang transplantasi di atas deck kapal yang terlindung selama kurang
dari satu jam, tidak berbeda nyata dengan pengangkutan dalam air. Bila terkena udara selama dua jam, keberhasilan karang yang ditranplantasi berkisar 50-90,
sedangkan bila terkena udara selama tiga jam, maka keberhasilan karang yang ditransplantasi berkisar 40-70.
Fragmen transplan harus terikat dengan kokoh agar tidak mudah terlepas akibat pengaruh arus dan gelombang. Hal ini dapat dilakukan dengan melekatkan
fragmen pada semen yang keras dengan menggunakan lem epoxy atau tali pengikat kabel cable tie Jaap 1999 in Prawidya 2003. Vaughan 1916 in Prawidya 2003
menggunakan semen untuk melekatkan karang batu di Pantai Florida dan Pantai Goulding di Bahama untuk meneliti laju pertumbuhannya, sedangkan untuk area
transplantasi yang arus dan gelombangnya kuat, digunakan pemberat untuk menahan base atau substrat transplan. Menurut Adverlund 2001 untuk karang yang
perambatannya pada substrat relatif cepat, dapat digunakan lem super-glue untuk penempelannya, sedangkan untuk jenis karang yang perambatannya pada substrat
relatif lama, sebaiknya digunakan lem epoxi. Karang untuk transplantasi harus diambil dari tempat yang sama dengan
tempat pelaksanaan transplantasi terutama dalam hal pergerakan air, kedalaman, dan turbiditas. Koral dari daerah tubir reef slope yang dangkal, jernih, dan
bergelombang tidak akan tumbuh dengan baik pada perairan yang keruh dan tenang Maragos 1974 in Sadarun 1999. Menurut Moore 1958 in Herdiana 2001, ketika
sebuah koloni dipisahkan menjadi dua bagian dan kemudian ditempatkan pada habitat yang berbeda maka laju pertumbuhan dan tingkat ketahanan hidup akan lebih
baik pada daerah dimana jenis itu banyak ditemukan. Yap dan Gomez 1984 in Sadarun 1999 menyatakan bahwa tingkat kematian karang yang tinggi terjadi pada
musim panas. Oleh karena itu, sebaiknya hindari pelaksanaan kegiatan transplantasi karang pada musim-musim disaat karang sedang stres.
2.5. Keadaan Umum Lokasi Penelitian