5. Semiotik
Semiotika  adalah  ilmu  tanda.  Istilah  tersebut  berasal  dari  kata  Yunani  semeion yang  berarti  “tanda”.  Tanda  terdapat  di  mana-mana:  kata  adalah  tanda,  demikian
pula gerak isyarat, lampu lalu lintas, bendera dan sebagainya. Struktur karya sastra, struktur  film,  bangunan  atau  nyanyian  dapat  dianggap  sebagai  tanda  Zoes,  1992:
vii. Dalam  bukunya  Theories  of  Human  Communication,  John  1996:  61
menyebutkan  bahwa  tanda  atau  sign  adalah  dasar  dari  semua  komunikasi.  Karena kita berkomunikasi dengan tanda. Bahasa, ekspresi dan intonasi adalah tanda. Untuk
mengkomunikasikan  pemikiran  kita,  kita  membutuhkan  tanda,  baik  tanda  berupa suara,  tulisan,  gambar  atau  tanda-tanda  lain.  Sehingga  dapat  dikatakan  bahwa  kita
tidak mungkin dapat berkomunikasi tanpa tanda. Sifat  alami  tanda  yaitu  menunjuk  suatu  karakter  yang  mengandung  makna
tersembunyi  yang  akan  diterjemahkan  sebagai  tanda.  Sebuah  tanda  akan  disebut demikian  dalam  kenyataannya,  berdasarkan  penerimaan  sebuah  penafsiran,  dimana
berdasarkan pula ketentuan tanda lain dalam suatu obyek yang sama. Struktur tanda tidak hanya terbatas pada representasi, yang digunakan untuk menjabarkan hubungan
antara  tanda  dan  objek,  tapi  juga  membangkitkan  suatu  keyakinan  Susan  Pretelli. About  a  Master  of  Sign,Starting  the  Sign    Its  Masters.www.augustoponzio.com.
2005. Tanda  yang  merupakan  aspek  penting  dalam  semotika  terdiri  atas  penanda
signifier  dan  petanda  signified.  Penanda  adalah  bunyi  yang  bermakna  atau coretan  yang  bermakna  aspek  material,  yakni  apa  yang  dikatakan  dan  apa  yang
ditulis  atau  dibaca.  Petanda  adalah  gambaran  mental,  yakni  pikiran  atau  konsep aspek mental dari bahasa. Kedua unsur ini seperti dua sisi dari sekeping mata uang
atau selembar kertas. Tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain.
Sedangkan  menurut  Van  Zoest  hubungan  antara  penanda  dan  petanda  dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. Ikon  adalah  tanda  yang  memunculkan  kembali  benda  atau  realitas  yang
ditandai, misalnya foto atau peta. b.
Indeks  adalah  tanda  yang  kehadirannya  menunjukkan  adanya  hubungan dengan  yang  ditandai,  misalnya  asap  adalah  indeks  dari  api,  ketukan  pintu
adalah indeks dari tamu. c.
Simbol  adalah  sebuah  tanda  dimana  hubungan  antara  signifier  dan  signified semata-mata adalah konvensi, kesepakatan atau peraturan, misalnya anggukan
kepala berarti setuju Sobur, 2004: 126. Semiotik  bertujuan  untuk  menggali  hakikat  sistem  tanda  yang  beranjak  keluar
kaidah  tata  bahasa  dan  sintaksis,  dan  yang  mengatur  arti  teks  yang  rumit, tersembunyi  dan  bergantung  pada  kebudayaan  Sobur,  2001:126.  Secara  umum,
wilayah studi tentang semiotika mencakup tiga hal utama: a.
Tanda  itu  sendiri.  Hal  ini  berkaitan  dengan  beragam  tanda  yang  berbeda, seperti  cara  mengantarkan  makna  serta  cara  menghubungkan.  Tanda  adalah
buatan  manusia  dan  hanya  bisa  dimengerti  oleh  orang-orang  yang menggunakannya.
b. Kode  atau  sistem  di  mana  lambang-lambang  disusun.  Studi  ini  meliputi
bagaimana  baragam  kode  yang  berbeda  dibangun  untuk  mempertemukan dengan kebutuhan masyarakat dalam sebuat kebudayaan.
c. Kebudayaan di mana kode itu beroperasi.
Dan  semiologi  ini  hampir  dapat  diterapkan  di  dalam  setiap  bidang  kehidupan seperti  dilakukan  Barthes,  yang  menerapkan  semiologi  pada  mode  busana,  balap
sepeda Tour de France, boneka, film, fotografi, sastra dan mobil Kurniawan, 2001: 72.
Dalam  kaitannya  dengan  film,  semiologi  mengkaji  simbol-simbol  yang  terdapat dalam film, yang kemudian direpresentasikan dalam kehidupan nyata sehingga akan
diperoleh makna tertentu. Film  dibangun  oleh  serangkaian  tanda-tanda,  yang  berbentuk  audio  visual.  Dari
rangkaian  tanda  tersebut  terkandung  pesan  yang  ingin  disampaikan  oleh pembuatnya.  Tanda-tanda  dalam  bentuk  audio  visual  ini  juga  dapat  terdiri  dari
simbol-simbol untuk menggambarkan pesan tertentu. Sebuah simbol dapat dipandang sebagai:
a. Sebuah  kata  atau  barang  atau  obyek  atau  tindakan  atau  peristiwa  atau  pola  atau
pribadi atau hal yang konkret. b.
Sesuatu  yang  mewakili  atau  menggambarkan  atau  mengisyaratkan  atau menandakan  atau  menyelubungi  atau  menyampaikan  atau  menggugah  atau
merujuk  kepada  atau  mencorakkan  atau  menunjukkan  atau  berhubungan  dengan atau mengacu pada atau mengambil bagian dalam atau berkaitan dengan.
c. Sesuatu  yang  lebih  besar  atau  transeden  atau  tertinggi  atau  terakhir,  sebuah
makna,  realitas,  suatu  cita-cita,  nilai,  prestasi,  kepercayaan,  masyarakat,  konsep, lembaga, dan suatu keadaan.
Dalam  mengkaji  simbol-simbol  tersebut,  analisis  semiotik  pada  sinema  atau  film dapat dibagi menjadi beberapa level Eriyanto, 2008: 114:
a. Level realitas
Pada  level  ini  realitas  dapat  dilihat  dari  kostum  pemain,  tata  rias,  lingkungan, gesture,
ekspresi,  suara,  perilaku,  ucapan,  dan  sebagainya  sebagai  kode  budaya yang ditangkap melalui kode-kode teknis.
b. Level representasi
Meliputi kerja kamera, pencahayaan, editing, suara dan casting. c.
Level ideologi Meliputi  suatu  kesatuan  dan  penerimaan  sosial  seperti  kelas,  patriarki,  gender.
Pada level ini ideologi yang menguasai budaya sebuah kelompok pemakai tanda mempengaruhi  tanda  yang  diproduksi,  dan  ideologi  menentukan  visi  atau
pandangan kelompok budaya terhadap realitas. Untuk mengetahui ideologi dalam suatu  tanda  perlu  diketahui  konteks  di  mana  tanda  itu  berada  dan  bagaimana
budaya di pemakai. Dari hal tersebut maka pemaknaan tanda ataupun simbol dalam film ataupun media,
tidak  hanya  dilihat  dari  aspek  sosialnya  saja.  Aspek  sinematografi  teknik  pengambilan gambar juga memiliki andil. Aspek sinematografi dalam perfilman mencakup berbagai
teknik  yang  digunakan  untuk  membangun  suatu  penggambaran  dari  cerita  yang  ingin disampaikan dan untuk mendukung naratif serta estetik sebuah film Pratista, 2008: 89.
Teknik-teknik  tersebut  meliputi  pengambilan  jarak  pandangan  kamera  terhadap  objek, sudut  pandang  dan  pergerakan  kamera,  teknik  pencahayaan  dan  tata  lampu,  serta  efek
yang digunakan dalam pembuatan film bersangkutan. Film  yang  merupakan  salah  satu  bentuk  media  penyampaian  pesan  mencoba
mengkomunikasikan  suatu  tema  atau  isu-isu  dalam  masyarakat.  Selain  itu  terdapat  pula film  yang  merupakan  refleksi  dari  fenomena-fenomena  yang  terjadi  dalam  masyarakat.
Film  Crash  merupakan  salah  satu  film  yang  menampilkan  bentuk  rasisme  yang  berasal dari  prasangka  dan  stereotip  antar  ras  yang  terjadi  di  Los  Angeles,  yang  pada  dasarnya
merupakan  masyarakat  multikultural.  Hal  ini  mengakibatkan  persinggungan  antara kelompok  satu  dengan  yang  lain  tak  dapat  dihindarkan  lagi.  Berbagai  tindak  kejahatan
dan  diskriminasi,  mulai  dari  perampokan,  penghinaan,  pelecehan  seksual,  trafficking serta  pembunuhan  pun  akhirnya  bermunculan  sebagai  imbas  dari  permasalahan  rasisme
tersebut.
Adapun kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Film Crash
Representasi rasisme di
a. Stereotipe rasial
b. Prasangka rasial
scene
Gambar 1.1 : Kerangka Berpikir
F. Difinisi Konseptual