Universitas Sumatera Utara Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti mengangkat masalah
manajemen laba untuk menjadi masalah yang akan diteliti pada penelitian ini.
Judul penelitian yang diangkat adalah : “ Pengaruh Ukuran KAP, Proporsi Komisaris Independen, Free Cash Flow, Kepemilikan Institusional, Ukuran
Perusahaan terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI.”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan, maka yang menjadi rumusan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah ukuran KAP mempunyai pengaruh terhadap manajemen laba? 2. Apakah proporsi komisaris independen mempunyai pengaruh terhadap
manajemen laba? 3. Apakah free cash flow mempunyai pengaruh terhadap manajemen laba?
4. Apakah struktur kepemilikan dengan kepemilikan institusional mempunyai pengaruh terhadap manajemen laba?
5. Apakah ukuran perusahaan mempunyai pengaruh terhadap manajemen laba?
6. Apakah kualitas ukuran KAP, proporsi komisaris independen, free cash flow, kepemilikan institusional, dan ukuran perusahaan berpengaruh secara
simultan terhadap manajemen laba?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Universitas Sumatera Utara
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini antara lain, yaitu :
1. Menganalisis dan memperoleh bukti empiris tentang pengaruh ukuran KAP terhadap praktik manajemen laba perusahaan
manufaktur. 2. Menganalisis dan memperoleh bukti empiris tentang pengaruh
proporsi komisaris independen terhadap praktik manajemen laba perusahaan manufaktur.
3. Menganalisis dan memperoleh bukti empiris tentang pengaruh free cash flow terhadap praktik manajemen laba perusahaan
manufaktur. 4. Menganalisis dan memperoleh bukti empiris tentang pengaruh
struktur kepemilikan institusioanl terhadap praktik manajemen laba perusahaan manufaktur.
5. Menganalisis dan memperoleh bukti empiris tentang pengaruh ukuran perusahaan terhadap praktik manajemen laba perusahaan
manufaktur. 6. Menganalisis dan memperoleh bukti empiris tentang pengaruh
ukuran KAP, proporsi komisaris independen, free cash flow, kepemilikan institusional, dan ukuran perusahaan secara simultan
terhadap manajemen laba.
Universitas Sumatera Utara
2. Manfaaat Penelitian
1. Bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi
dalam ilmu akuntansi khususnya ilmu auditing dalam hal jasa audit yang berkualitas dalam mencegah dan mendeteksi masalah
manajemen laba yang terjiadi dalam suatu perusahaan. 2. Bagi Investor
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak investor sebagai bahan pertimbangan dan tambahan informasi dalam
menentukan kebijakan investasi. 3. Bagi Akademisi
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat mengenai faktor- faktor yang mempengaruhi manajemen laba.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti
selanjutnya sebagai bahan pembanding sekaligus sumber referansi dan informasi.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis
Universitas Sumatera Utara
2.1.1 Teori Agensi Agency Theory
Praktek manajemen laba yang terjadi dalam sebuah perusahaan dapat dijelaskan melalui teori agency. Konsep teori agency menjelaskan bagaimana
hubungan atau kontrak antara pemegang saham principal dan manajer agent. Manajer bekerja untuk melakukan tugas sesuai dengan kepentingan
pemegang saham. Pemegang saham juga mendelegasikan otoritas dalam pembuatan keputusan kepada manajer. Hal ini memungkinkan agen
mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada prinsipal. Pemegang saham akan memberikan imbalan yang sesuai dengan kinerja yang dicapai oleh
manajemen. Setiap perusahaan memiliki tujuan untuk memperoleh laba yang
maksimal. Pemegang saham memberikan wewenang kepada manajer untuk melaksanakan tugasnya demi mencapai laba yang diinginkan. Namun tak
jarang tujuan yang sudah ditetapkan tidak tercapai dikarenakan sifat mementingkan diri sendiri. Perbedaan tujuan utama antara pemegang saham
dan manajer juga yang saling bertentangan menimbulkan masalah keagenan. Pihak principal memiliki tujuan utama yaitu profitabilitas yang selalu
meningkat, sementara pihak agent memiliki tujuan untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologisnya. Eisenhardt 1989, dalam
Suryani 2010 menyatakan bahwa teori agensi menggunakan tiga asumsi sifat manusia yaitu: 1 manusia pada umumya mementingkan diri sendiri
self interest, 2 manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi
Universitas Sumatera Utara masa mendatang bounded rationality, dan 3 manusia selalu menghindari
resiko risk averse. Teori agensi juga menjelaskan bahwa masalah keagenan terjadi karena
adanya asimetris informasi. Asimetris informasi merupakan perbedaan atau kesenjangan informasi dimana manajer memiliki informasi yang lebih banyak
mengenai perusahaan jika dibandingkan dengan pemegang saham. Dalam kondisi seperti ini manajer dengan leluasa melakukan tindakan sesuai dengan
keinginannya sendiri termasuk melakukan manajemen laba. Teori keagenan ditekankan untuk mengatasi dua permasalahan yang dapat terjadi dalam
hubungan keagenan Eisenhardt, 1989 dalam Suryani 2010. Pertama adalah masalah keagenan yang timbul pada saat a keinginan-keinginan atau tujuan-
tujuan dari prinsipal dan agen berlawanan dan b merupakan suatu hal yang sulit atau mahal bagi prinsipal untuk melakukan verifikasi tentang apa yang
benar-benar dilakukan oleh agen.
2.1.2 Manajemen Laba
2.1.2.1 Pengertian Manajemen Laba
Salah satu ukuran kinerja perusahaan dapat dilihat dari laba yang diperoleh oleh perusahaan. Informasi laba perusahaan merupakan
informasi penting dalam laporan keuangan yang digunakan oleh pihak yang menggunakannya untuk membuat keputusan penting. Dalam
kondisi perusahaan akan menjual sahamnya kepada publik, manajer perlu memberikan informasi kepada publik mengenai kondisi keuangan
Universitas Sumatera Utara perusahaannya. Hal ini mendorong manajer untuk melakukan
manajemen laba agar kinerja perusahaan tampak baik oleh pihak eksternal. Sulistyanto dalam Sipayung 2012 menyatakan bahwa
manajemen laba merupakan upaya manajer perusahaan untuk mempengaruhi informasi dalam laporan keuangan dengan tujuan untuk
mengelabui stakeholder yang ingin mengetahui kinerja dan kondisi perusahaan.
Scott 2000 dalam Suryani 2010 mendefinisikan manajemen laba sebagai pilihan kebijakan akuntansi yang dilakukan manajer untuk
tujuan spesifik. Scoot mengungkapkan terdapat dua cara untuk memahami manajemen laba. Pertama, sebagai perilaku oportunistik
manajemen untuk memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang dan biaya politik. Kedua,
memandang manajemen laba dari perspektif kontrak efisien, dimana manajemen laba memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi
diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam
kontrak. Healy dan Wahlen 1999 dalam Anggraeni 2013 menyatakan bahwa manajemen laba terjadi ketika para manajer
menggunakan pertimbangan di dalam pelaporan keuangan dan di dalam transaksi yang terstruktur untuk mengubah laporan keuangan bagi yang
manapun menyesatkan beberapa stakeholders tentang dasar kinerja
Universitas Sumatera Utara ekonomi perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil sesuai kontrak
yang tergantung pada angka-angka akuntansi dilaporkan. Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
manajemen laba merupakan tindakan manipulasi laporan keuangan yang sengaja dilakukan oleh pihak manajemen sehingga informasi yang
dilaporkan dapat menyesatkan pemakai laporan keuangan demi keuntungan pihak manajemen. Manajemen laba dapat menurunkan
tingkat kualitas laporan keuangan karena dapat menambah bias dalam laporan keuangan yang dapat mengganggu pemakai laporan keuangan
tersebut.
2.1.2.2 Pola Manajemen Laba
Scoot 2000 dalam Ningsaptiti 2010 menyatakan bahwa pola manajemen laba dapat dibagi menjadi :
1. Taking a Bath Pola ini terjadi pada saat reorganisasi seperti pengangkatan
CEO baru. Teknik ini mengakui adanya biaya-biaya pada periode yang akan datang dan kerugian periode berjalan
sehingga mengharuskan manajemen membebankan perkiraan-perkiraan biaya mendatang akibatnya laba periode
berikutnya akan lebih tinggi. 2. Income Minimazation
Universitas Sumatera Utara Dilakukan pada saat perusahaan pada saat perusahaan
mengalami tingkat profitabilitas yang tinggi sehingga jika laba periode mendatang diperkirakan turun drastis dapat
diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya. 3. Income Maximization
Dilakukan pada saat laba menurun. Tindakan atas income maximization bertujuan untuk melaporkan net income yang
tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar. Pola ini dilakukan oleh perusahaan untuk menghindari pelanggaran
atas perjanjian hutang. 4. Income Smoothing
Dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang
terlalu besar karena pada umumnya investor menyukai laba yang relatif stabil.
5. Offsetting extraordinaryunusual gains Dilakukan dengan memindahkan efek-efek laba yang yang
tidak biasa atau temporal yang berlawanan dengan trend laba 6. Aggresive accounting applications
Teknik yang diartikan sebagai salah saji misstatement dan dipakai untuk membagi laba antar periode.
7. Timing Revenue dan Expense Recognition
Universitas Sumatera Utara Dilakukan dengan membuat kebijakan tertentu yang
berkaitan dengan timing suatu transaksi.
2.1.2.3 Motivasi Manajemen Laba
Manajemen melakukan tindakan manajemen laba dilatar belakangi oleh beberapa motivasi. Menurut Suryani 2010 motivasi yang
melatarbelakangi terjadinya praktik manajemen laba yang dilakukan oleh manajer, antara lain:
1. Bonus Purposes Manajer yang lebih mengetahui informasi tentang laba
perusahaan dibandingkan dengan pemegang saham cenderung bersifat opportunistic dan melakukan tindakan
manajemen laba untuk memaksimalkan laba saat ini dengan tujuan unutk mendapatkan insentif berupa bonus.
2. Political Motivations Manajemen laba digunakan untuk mengurangi laba yang
dilaporkan pada perusahaan publik. Perusahaan cenderung mengurangi laba yang dilaporkan karena adanya tekanan
publik yang mengakibatkan pemerintah menetapkan peraturan yang lebih ketat.
3. Taxation Motivations Dilakukan perusahaan dengan tujuan penghematan pajak.
Manajemen laba dilakukan untuk memperkecil perolehan
Universitas Sumatera Utara laba sehingga mengakibatkan pajak yang dibayarkan kepada
pemerintah juga lebih kecil dari yang seharusnya. 4. Pergantian CEO
Manajemen laba yang dilakukan oleh CEO yang telah mendekati masa pensiunnya biasanya dilakukan dengan
manaikkan laba dengan tujuan mendapatkan bonus. 5. Initital Public Offering IPO
Perusahaan yang baru pertama kali melakukan penawaran sahamnya dan belum memiliki nilai pasar memiliki
kecenderungan untuk melakukan manajemen laba dalam prospectus mereka dengan harapan dapat menaikkan harga
saham perusahaan di masa yang akan datang. 6. Pentingnya Memberi Informasi Kepada Investor
Segala informasi yang berkaitan dengan perusahaan harus disampaikan oleh manajer kepada investor sebagai bentuk
tanggungjawab manajer. Oleh karena itu, pelaporan laba perlu dibuat sedemikian rupa sehingga investor tetap menilai
bahwa perusahaan memiliki kinerja yang baik sesuai keinginan.
2.1.2.4 Discretionary Accruals
Manajemen laba dapat terjadi karena penyusunan laporan keuangan menggunakan dasar akrual. Akuntansi berbasis akrual telah
disepakati sebagai dasar dalam pemyusunan laporan keuangan.
Universitas Sumatera Utara Akuntansi berbasis akrual dipandang lebih rasional jika dibandingkan
dengan akuntansi berbasia kas. Sulistyanto dalam Sipayung 2012:18 menyatakan bahwa akuntansi berbasisi akrual mennggunakan prosedur
akrual, defferal, pengalokasian yang bertujuan untuk menghubungkan pendapatan, biaya, dan keuntungan gains, dan kerugian losses untuk
menggambarkan kinerja perusahaan selama periode berjalan, meski kas belum diterima dan dikeluarkan. Pemilihan dasar akrual bertujuan untuk
menjadikan laporan keuangan lebih informatif tentang keadaan yang sebenarnya.
Akuntansi berbasis akrual mengakui pengaruh setiap transaksi pada saat kejadian bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau
dibayar serta dicatat dan dilaporkan pada saat periode berjalan. Laporan keuangan yang disusun berdasarkan akrual memberikan informasi
kepada pemakai tidak hanya transaksi masa lalu yang melibatkan penerimaan atau pembayaran kas, tetapi juga kewajiban pembayaran kas
di masa depan serta sumber daya yang mempresentasikan kas yang akan diterima di masa depan IAI dalam Andayani 2009:23.
Konsep akrual terdiri dari dua, yaitu discretionary accrual dan non
discretionary accrual. Discretionary accrual adalah pengakuan akrual laba atau beban yang bebas, tidak diatur dan merupakan pilihan
kebijakan manajemen. Non discretionary accrual adalah pengakuan akrual laba yang wajar, yangtunduk pada suatu standar atau prinsip
Universitas Sumatera Utara akuntansi yang berlaku umum. Non discretionary accrual merupakan
akrual yang wajar, dan apabila di langgar akan mempengaruhi kualitas laporan keuangan tidak wajar, oleh karena itu bentuk akrual yang
dianalisis dalam penelitian ini adalah bentuk discretionary accrual yang
dinilai dengan menggunakan modified Jones model.
2.1.3 Ukuran KAP
Auditor merupakan salah satu mekanisme untuk mengendalikan perilaku manajemen sehingga proses audit yang dilakukan memiliki peranan
penting dalam mengurangi biaya keagenan dengan membatasi perilaku opportunistik manajemen. Auditor sebagai pihak yang independen diharapkan
dapat meminimalkan tindakan manajemen laba serta meningkatkan
kepercayaan atas laporan keuangan yang diaudit.
Ukuran KAP adalah besar kecilnya perusahaan audit. Ukuran KAP diukur dari KAP big four dan KAP non big four. Auditor big four adalah
auditor yang memiliki keahlian dan reputasi tinggi dibanding dengan auditor non big four, oleh karena itu auditor big four akan berusaha secara sungguh-
sungguh mempertahankan pangsa pasar, kepercayaan masyarakat, dan reputasinya dengan cara memberi perlindungan kepada publik Sanjaya, 2008
dalam Putri 2013. Auditor yang berasal dari KAP big four dianggap lebih baik dalam mennghambat tindakan manajemen laba jika dibandingkan
dengan KAP non-big four.
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Proporsi Komisaris Independen
Istilah komisaris independen menunjukkan keberadaan mereka sebagai wakil dari pemegang saham independen minoritas dan juga mewakili
kepentingan investor. Untuk melindungi kepentingan pemegang saham independen maka keberadaan komisaris independen diwajibkan. Komisaris
independen merupakan anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan direksi, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham
pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau
bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan. Keberadaan komisaris independen diharapkan dapat bersikap netral terhadap segala kebijakan yang
dibuat oleh direksi. Ada dua kriteria persyaratan seseorang menduduki jabatan komisaris
independen. Kedua syarat tersebut adalah: a. Kriteria komisaris independen menurut Forum for Corporate
Governance in Indonesia FCGI, yaitu: i.
Komisaris independen bukan merupakan anggota manajemen, ii. Komisaris independen bukan merupakan pemegang saham
mayoritas, atau seseorang pejabat atau dengan cara lain yang berhubungan secara langsung atau tidak langsung dengan
pemegang saham mayoritas dari perusahaan, iii. Komisaris indepeden dalam kurun waktu tiga tahun terakhir
tidak dipekerjakan dalam kapasitasnya sebagai eksekutif oleh
Universitas Sumatera Utara perusahaan atau perusahaan lainnya dalam satu kelompok usaha
dan tidak pula dipekerjakan dalam kapasitasnya sebagai komisaris setelah tidak lagi menempati posisi itu,
iv. Komisaris independen bukan merupakan penasihat profesional perusahaan atau perusahaan lainnya yang satu kelompok dengan
perusahaan tersebut, v. Komisaris independen bukan merupakan pemasok atau
pelanggan yang signifikan dan berpengaruh dari perusahaan atau perusahaan lain yang satu kelompok, atau dengan cara lain
berhubungan secara langsung atau tidak langsung dengan pemasok atau pelanggan tersebut,
vi. Komisaris independen tidak memiliki kotraktual dengan perusahaan atau perusahaan lainnya yang satu kelompok selagi
sebagai komisaris perusahaan tersebut, vii. Komisaris independen harus bebas dari kepentingan dan urusan
bisnis apapun atau hubungan lainnya yang dapat, atau secara wajar dapat dianggap sebagai campur tangan secara material
dengan kemampuannya sebagai seorang komisaris untuk bertindak demi kepentingan yang menguntungkan perusahaan.
b. Kriteria komisaris independen menurut keputusan direksi PT. Bursa Efek Jakarta Nomor Kep-305BEJ07-2004 Jakarta tanggal 19 Juli
2004, yaitu :
Universitas Sumatera Utara i.
Jumlah minimal komisaris independen adalah 30 dari seluruh anggota dewan komisaris,
ii. Komisaris independen tidak punya saham baik langsung maupun tidak langsung pada emiten atau perusahaan publik,
iii. Komisaris independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan emiten atau pemegang saham mayoritas atau pemegang saham
utama dari perusahaan tercatat yang bersangkutan, iv. Komisaris independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan
direktur danatau komisaris lainnya dari perusahaan tercatat yang bersangkutan,
v. Komisaris independen tidak memiliki kedudukan rangkap pada perusahaan lainnya yang terafiliasi dengan perusahaan tercatat
yang bersangkutan atau hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan kegiatan usaha
perusahaan tercatat, vi. Komisaris independen harus berasal dari luar emiten atau
perusahaan publik, vii. Komisaris independen harus mengerti peraturan perundang-
undangan di bidang pasar modal, viii. Komisaris independen diusulkan dan dipilih oleh pemegang
saham minoritas yang bukan pemegang saham pengendali dalam Rapat Umum Pemegang Saham RUPS.
Universitas Sumatera Utara Melalui peranan dewan dalam melakukan fungsi pengawasan terhadap
operasional perusahaan oleh pihak manajemen, komposisi dewan komisaris dapat memberikan kontribusi yang efektif terhadap hasil dari proses
penyusunan laporan keuangan yang berkualitas atau kemungkinan terhindar dari kecurangan laporan keuangan Boediono, 2005 dalam Suryani 2010.
Jika fungsi independensi dewan komisaris cenderung kuat, maka tindakan manajemen laba cenderung dapat dihindari. Sebaliknya, jika fungsi
independensi dewan komisaris cenderung lemah, maka tindakan manajemen laba juga akan cenderung lebih sering terjadi.
2.1.5 Free Cash Flow
Free cash flow adalah arus kas bebas yang merupakan sisa perhitungan arus kas yang dihasilkan oleh suatu perusahaan di akhir suatu periode
keuangan. Meskipun dinamakan bebas pihak manajemen tidak dapat dengan bebas menggunakan uang ini. Keown et.al., 2011 mendefinisikan arus kas
bebas adalah jumlah yang tersedia dari operasi setelah investasi pada modal kerja operasional bersih dan aktiva tetap. Uang tunai yang tersedia ini
kemudian didistribusikan kepada pemilik perusahaan dan kreditor atau dapat dikatakan setelah perusahaan membayar semua beban operasinya dan
melakukan investasi, maka sisa kas didistribusikan kepada pemegang saham dan kreditor. White et al 2003 dalam Zuhri 2010 mendefinisikan free cash
flow sebagai aliran kas diskresioner yang tersedia bagi perusahaan. Free cash
Universitas Sumatera Utara flow adalah kas dari aktivitas operasi dikurangi capital expenditures yang
dibelanjakan perusahaan untuk memenuhi kapasitas produksi. Suatu perusahaaan dapat dinilai dari berapa besar keuntungan yang
diperolehnya selama periode tertentu. Keuntungan suatu perusahaan tercantum dalam laporan laba rugi perusahaan yang disusun dengan
menggunakan basis akrual, sehingga keuntungan yang diperoleh perusahaan tidaklah sama dengan kas yang yang tersedia dalam perusahaan. Semakin
besar kas tersedia dalam perusahaan tersebut, maka semakin sehat perusahaan tersebut karena memiliki kas yang tersedia untuk pertumbuhan, pembayaran
utang, dan dividen. Jensen dalam Tampubolon 2012 menyatakan bahwa jika arus kas
bebas dalam perusahaan tidak digunakan atau diinvestasikan untuk memaksimalkan atau menyeimbangkan bunga pemegang saham, maka hal ini
akan memunculkan masalah keagenan. Manajer akan lebih memilih untuk berinvestasi pada proyek yang tidak menguntungkan. Dampaknya perusahaan
akan berada pada posisi pertumbuhan yang rendah.
2.1.6 Kepemilikan Institusional
Masalah keagenan dapat dipengaruhi oleh struktur kepemilikan. Struktur kepemilikan dapat dilihat dari besarnya saham yang dimiliki oleh
seseorang atau lembaga dalam perusahaan. Struktur kepemilikan mampu mempengaruhi jalannya perusahaan yang pada akhirnya akan mempengaruhi
kinerja perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan. Semakin besar
Universitas Sumatera Utara kepemilikan saham, semakin tinggi pengendalian yang dapat dilakukan.
Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham perusahaan oleh institusi atau lembaga seperti: perusahaan asuransi, bank, perusahaan
investasi, pemerintah dan kepemilikan institusi lainnya. Kepemilikan institusional merupakan salah satu cara untuk mengendalikan pihak
manajemen melalui tindakan monitoring yang efektif sehingga tindakan manajemen laba yang dilakukan oleh manajemen dapat dikurangi.
Institusi sebagai pemilik saham dianggap lebih mampu dalam mendeteksi kesalahan yang terjadi. Hal ini dikarenakan investor institusi
lebih berpengalaman dibandingkan dengan investor individual. Investor institusi
sering disebut sebagai investor sophisticated karena mempunyai kemampuan dalam memproses informasi jika dibandingkan dengan investor non
institusional. Kehadiran institusi sebagai pemilik saham dapat memnatasi manajemen dalam melakukan tindakan manajemen laba.
Pujiningsih 2011 menyatakan ada dua perbedaan pendapat mengenai investor institusional. Pertama, didasarkan pada pandangan bahwa investor
institusional adalah pemilik sementara transfer owner sehingga hanya terfokus pada laba sekarangcurrent earnings. Perubahan pada laba sekarang
dapat mempengaruhi keputusan investor institusional. Jika perubahan ini tidak dirasakan menguntungkan oleh investor, maka investor dapat
melikuidasi sahamnya. Investor institusional biasanya memiliki saham dengan jumlah besar, sehingga jika mereka melikuidasi sahamnya akan
Universitas Sumatera Utara mempengaruhi nilai saham secara keseluruhan. Untuk menghindari tindakan
likuidasi dari investor, manajer akan melakukan earnings management. Kedua, memandang investor institusional sebagai investor yang
berpengalaman sophisticated yang terfokus pada laba masa datang future earnings yang lebih besar relatif dari laba sekarang. Investor institusional
menghabiskan lebih banyak waktu untuk melakukan analisis investasi dan mereka memiliki akses atas informasi yang terlalu mahal perolehannya bagi
investor lain. Investor institusional akan melakukan monitoring secara efektif dan tidak akan mudah diperdaya dengan tindakan manipulasi yang dilakukan
manajer.
2.1.7 Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan dijadikan sebagai skala untuk mengukur besar kecilnya perusahaan. Ukuran perusahaan dapat ditentukan dari total aset yang
dimiliki perusahaan, laba yang diperoleh perusahaan, penjualan, dan nilai pasar saham. Pada umumnya ukuran perusahaan diklasifikasikan menjadi tiga
kategori, yaitu: perusahaan berskala besar, perusahaan berskala menengah, dan perusahaan berskala kecil. Ukuran perusahaan digunakan untuk
mengetahui apakah perusahaan memiliki aktivitas operasional yang lebih kompleks sehingga memungkinkan dilakukan manajemen laba
Besar kecilnya perusahaan akan mempengaruhi manajer dalam membuat pelaporan keuangan dan prosedur akuntansi. Perusahaan berskala
besar pada umumnya telah banyak diketahui oleh publik dan akan sangat
Universitas Sumatera Utara diperhatikan, sehingga laporan kinerja perusahaan harus dilaporkan secara
akurat. Siregar dan Utama 2005 dalam Pujiningsih 2011:29 menuturkan bahwa semakin besar ukuran perusahaan, biasanya informasi yang tersedia
untuk investor dalam pengambilan keputusan sehubungan dengan investasi dalam saham perusahaan tersebut semakin banyak. Perusahaan besar
memiliki kecenderungan untuk mengungkapkan lebih banyak informasi dan memiliki transparansi yang lebih. Veronica dan Utama 2005 dalam Suryani
2010 menemukan bukti adanya pengaruh negatif antara ukuran perusahaan terhadap manajemen laba. Semakin besar perusahaan maka dorongan untuk
melakukan tindakan manajemen laba oleh manajemen perusahaan semakin kecil.
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang manajemen laba telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya dan peneliti menggunakan hasil penelitian tersebut sebagai bahan
referensi dalam melakukan penelitian ini. Penelitian yang dilakukan oleh Guna dan Herawaty 2010 yang meneliti tentang pengaruh mekanisme good corporate
governance, independensi auditor, kualitas audit dan faktor lainnya terhadap manajemen laba menyimpulkan bahwa leverage, kualitas audit dan profitabilitas
berpengaruh terhadap manajemen laba. Sedangkan kepemilikan institusional, kepemilikan manajemen, komite audit, komisaris independen, independensi dan
ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Hasil penelitian Guna berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahmadika 2011
Universitas Sumatera Utara yang mengindikasikan bahwa kualitas audit tidak berpengaruh dengan manajemen
laba. Ningsaptiti 2010 meneliti tentang analisis pengaruh ukuran perusahaan
dan mekanisme good governance terhadap manajemen laba. Objek penellitian adalah perusahaan manufaktur yang terdapat di BEI pada tahun 2007-2009. Hasil
penelitian tersebut mengindikasikan bahwa ukuran perusahaan, konsentrasi kepemilikan, kualitas audit dengan proksi spesialisasi industri KAP berpengaruh
signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan komposisi dewan komisaris dan komposisi komite audit tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.
Pujiningsih 2011 melakukan penelitian tentang pengaruh struktur kepemilikan, ukuran perusahaan, praktik corporate governance, dan kompensasi
bonus terhadap manajemen laba. Objek penelitian adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2007-2009 yang terdiri dari 36 sampel. Hasil
penelitiannya mengindikasikan bahwa komite audit dan kompensasi bonus berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan kepemilikan
manajerial, ukuran perusahaan, dewan komisaris, dan kualitas audit tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba.
Penelitian oleh Putri 2013 menganalisis tentang pengaruh srtuktur kepemilikan dan kualitas audit terhadap manajemen. Penelitian ini menyimpulkan
bahwa kepemilikan manajerial dan ukuran KAP berpengaruh negatif dan signifikan terhadap manajemen laba. Sedangkan kepemilikan institusional,
Universitas Sumatera Utara independensi auditor dan auditor spesialisasi industri tidak berpengaruh terhadap
manajemen laba. Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Suryani 2010
yang meneliti tentang pengaruh mekanisme corporate governance dan ukuran perusahaan terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar
di BEI yang objek penelitiannya adalah perusahaan manufaktur tahun 2004-2008. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa struktur kepemilikan institusional,
kepemilikan manajerial, dan ukuran perusahaan berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan ukuran dewan komisaris, komposisi dewan
komisaris independen, dan komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Perbedaan hasil penelitian tersebut membuat peneliti tertarik untuk kembali
mengangkat masalah tentang manajemen laba, adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah tahun penelitian yang dilakukan oleh
peneliti yaitu tahun 2013 pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dan peneliti menambah serta mengurangi beberapa variabel independen.
Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu
No. Nama
Peneliti dan Tahun
Penelitian Judul
Variabel Penelitian
Teknik Analisis
Hasil Penelitian
Universitas Sumatera Utara 1.
Guna dan Herawaty
2010 Pengaruh
Mekanisme Good
Corporate Governance,
Independensi Auditor,
Kualitas Audit dan
Faktor Lainnya
Variabel dependen:
Manajemen Laba
Variabel independen:
Good Corporate
Governance, Independensi
Auditor, Kualitas
Audit Regresi
berganda Leverage, kualitas
audit dan profitabilitas
berpengaruh terhadap
manajemen laba. Kepemilikan
institusional, kepemilikan
manajemen, komite audit,
komisaris independen,
independensi dan ukuran
perusahaan tidak berpengaruh
terhadap manajemen laba.
2. Rahmadika
2011 Pengaruh
Kualitas Auditor
terhadap Manajemen
Laba Studi Empiris
pada perusahaan
manufaktur yang
terdaftar di BEI tahun
2008-2009 Variabel
dependen: Manajemen
laba Variabel
independen: Kualitas
Auditor Regresi
linear berganda
Spesialis industri dan ukuran KAP
terbukti tidak berpengaruh
terhadap manajemen laba.
3. Ningsaptiti
2010 Analisis
Pengaruh Ukuran
Perusahaan dan
Mekanisme Good
Governance terhadap
Manajemen Laba Studi
Empiris pada Variabel
dependen: Manajemen
Laba Variabel
independen: Ukuran
Perusahaan, Konsentrasi
Kepemilikan, Komposisi
Anggota Regresi
berganda Ukuran
perusahaan, konsentrasi
kepemilikan, kualitas audit
dengan proksi spesialisasi
industri KAP berpengaruh
signifikan terhadap
manajemen laba,
Universitas Sumatera Utara Perusahaan
Manufaktur yang terdaftar
di BEI tahun 2006-2008
Dewan Komisaris,
Spesialisasi industri KAP,
Komposisi Komite Audit
sedangkan komposisi dewan
komisaris dan komite audit tidak
berpengaruh signifikan
terhadap manajemen laba
4. Pujiningsih
2011 Pengaruh
Struktur Kepemillikan,
Ukuran Perusahaan,
Praktik Corporate
Governance dan
Kompensasi Bonus
terhadap Manajemen
Laba Studi Empiris pada
Perusahaan Manufaktur
yang terdaftar di BEI periode
2007-2009 Variabel
dependen: Manajemen
Laba Variabel
independen: Struktur
kepemilikan, ukuran
perusahaan, komite audit,
proporsi dewan
komisaris, ukuran KAP,
kompensasi bonus
Regresi berganda
Struktur kepemilikan
modal, ukuran perusahaan,
keberadaan komite audit,
proporsi dewan komisaris,
kualitas audit berpengaruh
negatif terhadap namajemen laba;
sedangkan kompensasi bonus
berpengaruh positif terhadap
manajemen laba
5. Putri 2013
Pengaruh Struktur
Kepemilikan dan Kualitas
Audit terhadap Manajemen
Laba Studi pada
Perusahaan Manufaktur
yang Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia Tahun 2009-
2011 Variabel
dependen: Manajemen
laba Variabel
independen: Kepemilikna
institusional, kepemilikan
manajerial, ukuran KAP,
independensi auditor, dan
auditor spesialisasi
industri Regregi
berganda Kepemilikan
manajerial dan ukuran
KAP berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap
manajemen laba; sedangkan
kepemilikan institusional,
independensi auditor dan
auditor spesialisasi
industri
Universitas Sumatera Utara tidak berpengaruh
terhadap manajemen laba.
6. Suryani
2010 Pengaruh
Mekanisme Corporate
Governance dan Ukuran
Perusahaan terhadap
Manajemen Laba pada
Perusahaan Manufaktur
yang terdaftar di BEI
Variabel dependen :
Manajemen laba
Variabel independen:
Struktur kepemilikan,
dewan komisaris,
komisaris independen,
komite audit, dan ukuran
perusahaan Regresi
berganda Struktur
kepemilikan institusional,
kepemilikan manajerial, dan
ukuran perusahaan
berpengaruh negatif signifikan
terhadap manajemen laba:
sedangkan ukuran dewan komisaris,
komposisi dewan komisaris
independen, dan komite audit tidak
berpengaruh terhadap
manajemen laba.
7. Agustia
2013 Pengaruh
Faktor Good
Corporate Governance,
Free Cash Flow,
dan Leverage Terhadap
Manajemen Laba
Variabel dependen :
Manajemen laba
Variabel independen:
Ukuran komite audit,
proporsi dewan
komisaris independen,
kepemilikan institusional,
komisaris manajerial,
free cash flow,
leverage ratio
Regresi berganda
Ukuran komite
audit, proporsi komite audit
independen, kepemilikan
institusional dan kepemilikan
manajerial tidak berpengaruh
signifikan terhadap
manajemen laba, sedangkan
leverage berpengaruh, free
cash flow berpengaruh
negative dan signifikan
terhadap manajemen laba
8. Anggraeni
2013 Pengaruh
Struktur Variabel
dependen: Regresi
berganda Struktur
kepemilikan
Universitas Sumatera Utara Kepemilikan
Manajerial, Ukuran
Perusahaan, dan Praktik
Corporate Governance
terhadap Manajemen
Laba Studi Empiris
pada Perusahaan
Manufaktur yang Terdaftar
di BEI tahun 2009-2011
Manajemen Laba
Variabel independen:
Struktur Kepemilikan
Manajerial, Ukuran
Perusahaan, Komposisi
Dewan, Komisaris
Independen, Komite
Audit, dan
Ukuran KAP manajerial dan
ukuran perusahaan tidak
berpengaruh signifikan
terhadap manajemen laba;
sedangkan proporsi dewan
komisaris independen,
komite audit, dan ukuran KAP
berpengaruh signifikan
terhadap manajemen laba.
9. Sudibyo
2013 Pengaruh
Struktur Corporate
Governance dan Ukuran
Perusahaan Terhadap
Manajemen Laba Studi
Empiris pada Perusahaan
Jasa Non Keuangan
yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia
2009-2011 Variabel
dependen: Manajemen
Laba Variabel
independen: Kepemilikan
institusional, kepemilikan
manajerial, proporsi
dewan komisaris,
dan ukuran perusahaan
Regresi berganda
Kepemilikan manajerial dan
kepemilikan institusional
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap
manajemen laba; sedangkan
proporsi dewan komisaris dan
ukuran perusahaan tidak
berpengaruh terhadap
manajemen laba
2.3 Kerangka Konseptual