HUKUM ACARA

(1)

BAHAN KULIAH

HUKUM ACARA

OLEH : AIRI, S.

UIN


(2)

PENGERTIAN HUKUM

ACARA

Hukum Acara adalah

kumpulan-kumpulan

ketentuan-ketentuan

dengan tujuan memberikan pedoman

dalam usaha mencari kebenaran dan

keadilan bila terjadi perkosaan atas

suatu

ketentuan

hukum

dalam

hukum

materiil

yang

berarti

memberikan kepada hukum acara

suatu hubungan yang mengabdi

kepada hukum materiil.


(3)

MENURUT PARA AHLI

• Kansil Hkm Acara ialah Hkm Formal (Hkm

Proses/Hkm Acara) yaitu hkm yg memuat prtran2 yg mngtur bgmna cara2 mlksnakan&mprthankan hkm materiil/prturan2 yg mngatur bgmna cara2NYA

mngjukan sstu perkara ke pengadilan&bgmna cara2NYA hakim mmberi keputusan.

• E. Utrecht, Hkm Acara ialah Hkm yg mnjukkan cara bgmna prturan2 hkm materiil yg

diprthankan&diselengarakan.

• Van Kan, Hkm Acara atau Hkm Formal ialah hkm yg hny mpnya arti turunan; ia hny di pergunakan utk mjmin plksnaan dr kaidah2 materiil yg tlh ada.


(4)

Subjek Hukum

a. Manusia Sebagai Subjek Hukum ( Natuurlijk persoon) adalah setiap orang yang mempunyai kedudukan yang sama selaku pendukung hak dan kewajiban. Ada juga golongan manusia yang tidak dapat menjadi subjek hukum, karena tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum (Personae miserabile) yaitu :

b. Badan Hukum Sebagai Subjek Hukum  (Rechts persoon) adalah suatu perkumpulan atau lembaga yang dibuat oleh hukum dan mempunyai tujuan

tertentu ang mempunyai kedudukan yang sama selaku pendukung hak dan kewajiban. Sebagai

subjek hukum, badan hukum mempunyai syarat – syarat yang telah ditentukan oleh hukum yaitu :


(5)

Lnjtan...,

Objek Hukum

Objek hukum

 adalah segala sesuatu yang

bermanfaat bagi subjek hukum dan dapt

menjadi objek dalam suatu hubungan hukum.

Objek hukum berupa benda atau barang

ataupun hak yang dapat dimiliki dan bernilai

ekonomis.

Objek hukum dapat dibedakan antara lain :

– Benda berwujud dan tidak berwujud – Benda bergerak dan tidak bergerak


(6)

POKOK PEMBAHASAN YANG

AKAN DISAJIKAN :

1.HUKUM ACARA PERDATA

2.HUKUM ACARA PIDANA

3.HUKUM ACARA PERADILAN

AGAMA

4.HUKUM ACARA PTUN

5.HUKUM ACARA MAHKAMAH

KONSTITUSI


(7)

1.HUKUM ACARA

PERDATA

PENGERTIAN ...

...?


(8)

PENGERTIAN HKM ACARA

PERDATA

Hukum Acara Perdata, ialah hukum

yang mengatur bagaimana cara-cara

memelihara dan mempertahankan

hukum perdata material. Hukum

Acara Pidana, ialah hukum yang

mengatur bagaimana cara-cara

memelihara dan mempertahankan

hukum pidana material.


(9)

MENURUT PARA AHLI

Sudikno Mertokusumo

Hukum Acara Perdata adalah peraturan hukum yg mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim.

Retnowulan Sutantio

Hukum Acara Perdata disebut juga hukum perdata formil yaitu kesemuanya kaidah hukum yg

menentukan dan mengatur cara bagaimana

melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban perdata sebagaimana yg diatur dalam hukum

perdata materiil


(10)

Sumber Hukum Acara Perdata :

1. HIR (Het Herziene Indonesisch Reglement) / Reglemen Indonesia yg diperbaharui : S. 1848 no. 16, S. 1941 no. 44  u/ daerah Jawa dan Madura

2. Rbg (Rechtsreglement Buitengewesten) / Reglemen daerah seberang : S. 1927 no. 227  u/ luar Jawa dan Madura

3. Rv (Reglement op de Burgerlijke rechtsvordering) : S. 1847 no. 52, S. 1849 no. 63  u/ gol. Eropa

4. RO (Reglement op de Rechterlijke Organisatie in hed beleid der Justitie in Indonesie) / Reglemen tentang Organisasi Kehakiman : S. 1847 no. 23

5. BW (Burgerlijk Wetboek) terutama Buku ke IV tentang Pembuktian dan Daluwarsa

6. WvK (Wetboek van Koophandel)

7. UU 20/1947 yg mengatur mengenai hukum acara perdata dalam hal banding bagi Pengadilan Tinggi  u/ daerah Jawa dan Madura

8. SEMA 3/1963

9. UU 14/1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman jo. UU 4/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman


(11)

LNJTAN....,

10. UU 1/1974 tentang Perkawinan

11. PP 9/1975 tentang Pelaksanaan UU 1/1974 tentang Perkawinan

12. UU 7/1989 tentang Peradilan Agama jo. UU 3/2006 13. UU 14/1985 tentang Mahkamah Agung jo. UU 5/2004 14. UU 2/1986 tentang Peradilan Umum jo UU 8/2004

15. UU 5/1986 tentang PTUN

16. UU 31/1997 tentang Peradilan Militer

17. UU 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi 18. Yurisprudensi

20. Adat kebiasaan para hakim dalam melakukan pemeriksaan perkara perdata

21. Perjanjian Internasional, misal : Perjanjian Kerja Sama di bidang peradilan antara RI dgn Thailand

22. Doktrin atau ilmu pengetahuan

23. Instruksi & SEMA sepanjang mengatur hukum acara perdata & hukum perdata materiil


(12)

ASAS – ASAS

HUKUM ACARA PERDATA

1.

Hakim bersifat menunggu

2.

Hakim pasif

3.

Sifat terbukanya persidangan

4.

Mendengar kedua belah pihak

5.

Putusan harus disertai alasan – alasan

6.

Beracara dikenakan biaya

7.

Tidak ada keharusan mewakilkan


(13)

PENGAJUAN

GUGATAN DAN PERMOHONAN

SERTA PENYITAAN


(14)

PENGERTIAN

Menurut RUU Hukum Acara Perdata pada Pasal 1

angka 2, gugatan adalah tuntutan hak yang

mengandung sengketa dan diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan putusan

MENURUT PARA AHLI :

Sudikno Mertokusumo,  tuntutan hak adalah tindakan

yang bertujuan memperoleh perlindungan yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah  main hakim sendiri (eigenrichting).

Darwan Prinst, gugatan adalah suatu permohonan

yang disampaikan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang mengenai suatu tuntutan terhadap pihak lainnya dan harus diperiksa menurut tata cara tertentu oleh pengadilan serta kemudian diambil


(15)

PENYITAAN

Penyitaan

 atau 

beslag

 merupakan tindakan

persiapan, berupa pembekuan

barang-barang yang berada dalam kekuasaan

tergugat sementara waktu untuk menjamin

agar putusan sidang pengadilan perdata

dapat dilaksanakan. Penyitaan bertujuan

untuk menjamin kepentingan penggugat,

yaitu agar haknya yang dikabulkan dalam

putusan hakim dapat dilaksanakan


(16)

GUGATAN DAN PERMOHONAN

Ada 2 perkara yg diajukan yg

diajukan ke pengadilan yaitu Gugatan

dan permohonan

16

GUGATAN PERMOHONAN

Terdapat pihak

penggugat & pihak tergugat

Terdapat suatu

sengketa atau konflik

Diajukan o/ seorang

pemohon/lebih scr bersama-sama

Tidak ada suatu


(17)

17

Penggugat mengajukan gugatan & melunasi

biaya perkara

Didaftar

Kepaniteraan PN

Penetapan & Penunjukann Majelis Hakim o/ Ketua PN

Majelis Hakim :

1. Menetapkan tgl. Hari sidang; 2. Memanggil para pihak pd

hari sidang dgn membawa saksi-saksi & bukti-bukti. Penyerahan Surat Panggilan Sidang

& Salinan Surat Gugatan kpd Para Pihak o/ Juru Sita.

Juru Sita menyerahkan Risalah (Relaas)

Panggilan kpd Majelis Hakim.

PELAKSANAAN PEMERIKSAAN DI PERSIDANGAN


(18)

Syarat sahnya  suatu surat gugatan : 1. Syarat Formal meliputi :

• Tempat dan tanggal pembuatan surat gugatan • Materai

• Tandatangan

2. Syarat substansial:

a. Identitas parapihak meliputi • Nama Lengkap

• Umur/tempat dan tanggal lahir • Pekerjaan

• Domisili b. Posita

Adalah dalil-dalil konkret tentang adanya hubungan yang menjadi dasar pengajuan suatu gugatan

perdata

c. Petitum/tuntutan

dalah apa yang diminta oleh penggugat atau yang diharapkan diputuskan oleh hakim


(19)

PENGAJUAN SURAT GUGATAN

1. Pendaftaran surat gugatan 2. Jawaban dari tergugat

3. Replik  Adalah jawaban balasan atas jawaban tergugat

4. Duplik adl jwban tergugat atas replik

penggugat yg intinya mbantah dalil2 penggugat dlm repliknya srt menguatkan kembal dalil2

tergugat dlm jawabannya 5. Pembuktian

Alat-alat bukti dalam perkara perdata terdiri atas : • Bukti tulisan

• Bukti dengan saksi-saksi • Persangkaan-persangkaan • Pengakuan


(20)

“Membuktikan” mengandung beberapa pengertian : Dalam arti logis  memberi kepastian yg bersifat

mutlak, krn berlaku bagi setiap orang & tdk memungkinkan adanya bukti lawan.

Dalam arti konvensionil  memberi kepastian yg

bersifat nisbi/relatif, baik berdasarkan perasaan belaka maupun pertimbangan akal.

Dalam hukum acara perdata mempunyai arti yuridis  mberi dasar-dasar yg cukup kpd hakim yg

memeriksa perkara guna memberi kepastian ttg kebenaran peristiwa yg diajukan

 hanya berlaku bagi pihak-pihak yg berperkara atau yg memperoleh hak dari mereka

 tdk menuju kpd kebenaran mutlak  mrpk pembuktian historis

20

PEMBUKTIAN


(21)

BEBAN PEMBUKTIAN

Hakim membebani para pihak dengan pembuktian

(bewijs last, burden of proof)

Asas pembagian beban pembuktian  “barang siapa

yg mengaku mempunyai hak atau yg mendasarkan pada suatu peristiwa u/ menguatkan haknya itu atau u/ menyangkal hak orang lain, harus membuktikan adanya hak atau peristiwa itu”  Ps. 163 HIR (Ps. 283 Rbg, Ps. 1865 BW)

artinya : baik penggugat maupun tergugat dpt

dibebani dgn pembuktian, terutama penggugat wajib membuktikan peristiwa yg diajukannya, sedang

tergugat berkewajiban membuktikan bantahannya.


(22)

PUTUSAN HAKIM

• Putusan Hakim adalah suatu pernyataan yg o/

hakim, sbg pejabat negara yg diberi wewenang u/ itu, diucapkan di persidangan & bertujuan u/

mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak. (Sudikno Mertokusumo)

• Putusan ≠ Penetapan

Putusan  penyelesaian perkara dalam peradilan contentius (sengketa para pihak)

Penetapan  penyelesaian perkara dalam peradilan voluntair (sepihak)


(23)

Jenis – jenis Putusan

Ps. 185 ayat 1 HIR (Ps. 196 ayat 1

Rbg), jenis – jenis putusan :

1.

Putusan akhir adalah putusan yg mengakhiri

suatu sengketa atau perkara dalam suatu

tingkatan peradilan ttt.

2.

Putusan yg bukan putusan akhir/putusan

sela/putusan antara adalah putusan yg

fungsinya tdk lain u/ memperlancar

pemeriksaan perkara.


(24)

Putusan Akhir

Jenis – jenisnya :

1. Putusan Condemnatoir adalah putusan yg bersifat menghukum pihak yg dikalahkan u/ memenuhi

prestasi.

2. Putusan Constitutif adalah putusan yg meniadakan atau menciptakan suatu kedaan hukum, misal :

pemutusan perkawinan, pengangkatan wali, pemberian pengampuan, pernyataan pailit, pemutusan perjanjian, dsb.

3. Putusan Declaratoir adalah putusan yg isinya bersifat menerangkan atau menyatakan apa yg sah, misal : putusan dalam sengketa mengenai anak sah.

Pd hakekatnya semua putusan baik condemnatoir

maupun constitutif bersifat declaratoir.


(25)

Putusan yg Bukan Putusan Akhir/Putusan

Sela/Putusan Antara

Putusan sela tetap harus diucapkan di dalam

persidangan tdk dibuat scr terpisah, tetapi

ditulis dlm berita acara persidangan.

(Ps. 185 ayat 1 HIR; Ps. 196 ayat 1 Rbg)

Putusan sela hanya dapat dimintakan

banding bersama-sama dengan permintaan

banding thd putusan akhir.

(Ps. 190 ayat 1 HIR; Ps. 201 ayat 1 Rbg)


(26)

Lanjutan ….. Putusan yg Bukan Putusan

Akhir/Putusan Sela/Putusan Antara

Jenis – jenis Putusan Sela/Putusan Antara :

1. Putusan Praeparatoir adalah putusan sbg persiapan putusan akhir, tanpa mempunyai

pengaruh a/ pokok perkara atau putusan akhir, misal : putusan u/ menggabungkan 2 perkara, putusan u/ menolak diundurkannya pemeriksaan saksi.

2. Putusan Interlocutoir adalah putusan yg isinya memerintahkan pembuktian, misal : putusan ini dpt mempengaruhi putusan akhir, misal :

putusan u/ dilaksanakannya pemeriksaan saksi atau pemeriksaan setempat (rekonstruksi).

3. Putusan Insidentil adalah putusan yg

berhubungan dgn insident, yaitu peristiwa yg

menghentikan prosedur peradilan biasa. Putusan ini belum berhubungan dgn pokok perkara.

4. Putusan Provisionil adalah putusan yg menjawab tuntutan provisionil, yaitu permintaan pihak ybs agar sementara diadakan tindakan pendahuluan guna kepentingan salah 1 pihak, sebelum

putusan akhir dijatuhkan.


(27)

2. HUKUM ACARA

PIDANA

PENGERTIAN...

...


(28)

PENGERTIAN DAN RUANG

LINGKUP

Hukum Acara Pidana

: ”Mengatur

tata cara penyelidikan, penyidikan,

penuntutan, peradilan, pelaksanaan,

pengawasan, dan putusan hakim.”

Hukum

Pidana

Formal

(HAP):

Mengatur bagaimana negara melalui

alat-alat

kekuasaannya

melaksanakan

haknya

untuk

memidana dan menjatuhkan pidana.

(D. Simons).


(29)

PENGERTIAN

Pengertian

Hukum

Acara

Pidana

 adalah

Hukum

yang

mengatur

tata

cara

mempertahankan

dan

menyelenggarakan hukum pidana

materil yang di mulai dari proses

penyelidikan sampai pada proses

persidangan di pengadilan.


(30)

TUJUAN

”Untuk menemukan kebenaran terutama

kebenaran materil setidak-tidaknya mendekati kebenaran, adalah kebenaran selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum pidana secara jujur dan tepat, dengan tujuan untuk mencari siapa pelakunya yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan”.

Secara singkat dapat disimpulkan bahwa tujuan

HAP : Mencari dan menemukan hukum pidana materil.


(31)

FUNGSI DAN TUJUAN HAP

H.Pidana

materil

berfungsi

untuk

menentukan perb.2 apa yang dapat

dipidana, siapa yang dapat dipidana dan

jenis pidana apa yang dapat dilakukan.

Sedangkan fungsi HAP: melaksanakan HP

material

artinya:

menetapkan

cara

bagaimana

negara

dengan

mempergunakan alat-alat perlengkapannya

dapat mewujudkan wewenangnya untuk

memidana atau membebaskan seseorang.


(32)

Ruang Lingkup HAP:

Penyidikan perkara pidana

Penuntutan

Pemeriksaan di Pengadilan

Upaya Hukum

Pelaksanaan keputusan hakim

Pengawasan dan pengamatan

terhadap Keputusan Hakim


(33)

Pengertian Para Ahli

Menurut R. Soesilo adl Hkm yg mngtur ttg cara bgmna

mprtahankan atau mnylenggarakan hkm pid materil, shngga dpt mproleh kptsan hakim dan cara bgmna isi kptusan itu hrs dilaksanakan.

Menurut J.C.T. Simorangkir, adl hkm acara yg

mlksnakan dan mprthankan hkm pid materil.

Van Bemmelen mengemukakan adl mpljari prtran2 yg

diciptakan olh negara, krn diduga tjdi pelanggaran uu pid.

Menurut Pramadyaa Puspa adl ktntuan2 hkm yg mngatur

dg cara bgmna tertib hkm pid hrs di tgakkan/dilksnakan dg baik, seandainya tjdi plnggaran&dg cara bgmnakah negara hrs menunaikan hak pid/hak mnghkumnya kpd si plnggar hkm (terdakwa) seandainya tjdi sstu plnggaran hkm pid phk negara diwakili olh PU hrs mnntut (mengajukan)


(34)

Orang-orang yang terlibat dalam

HAP

Tersangka/terdakwa

Penyidik (polisi)

Penuntut Umum

Penasehat Hukum

Hakim


(35)

SUMBER2 HAP

UUD 1945

KUHAP No. 8 Tahun 1981 ttg HAP

UU No. 2 Thn 1986 ttg Peradilan Umum jo. UU No. 8 Thn 2004

 ttg Prbhan Atas UU No. 2 /1986 ttg Prdilan Umum jo. 

UU No. 49 Thn 2009 ttg Prbhan Kedua Atas UU No. 2/1986 ttg Prdilan Umum.

UU No. 14 Thn 1985 ttg MA jo. UU No. 5 Thn 2004 ttg Prbhan

Atas UU No. 14 Thn 1985 ttg MA jo. Prbhan kedua dg 

UU No. 3 Thn 2009.

UU No. 48 Thn 2009 ttg Kekuasaan Kehakiman, pd saat UU ini

berlaku, UU No. 4 Thn 2004 ttg Kekuasaan Kehakiman

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4358) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


(36)

SUMBER HAP

UU No. 18 Thn 2003 ttg Advokat yg mlai berlaku sejak

diundangkan tanggal 5 April 2003.

UU No. 2 Thn 2002 Ttg Kepolisian Negara Republik

Indonesia.

UU No. 16 Thn 2004 ttg Kejaksaan Republik Indonesia.

UU No. 7 Thn 1992 ttg Pokok Perbangkan, khususnya Pasal

37 jo. UU No. 10 Thn 1998.

UU No. 31 Thn 1999 ttg Pmbrntasan Tindak Pidana Korupsi.

UU ini mngtur acara pidana khusus utk delik korupsi. Kaitannya dg KUHAP ialah dlm Psl 284 KUHAP. UU tsb

dirubah dg UU No. 20 Thn 2001 ttg Prbhan Atas UU No. 31 Thn 1999 ttg Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

UU No. 13 Thn 1970 ttg Tata Cara Tindakan Kepolisian thdp

anggota MPRS dan DPR Gotong Royong. UU ini msh brlku dan kata MPRS seharusnya dibaca MPR, sdngkan DPR


(37)

SUMBER HAP

UU No. 5 (PNPS) Thn 1959 ttg Wwnang Jaksa

Agung/Jaksa Tentara Agung dan memperberat ancaman hukuman terhadap tindak pidana

tertentu.

UU No. 7 (drt) Thn 1955 ttg Pengusutan,

Penuntutan, dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi.

Peraturan Pemerintah No. 27 Thn 1983 ttg

Pelaksanaan KUHAP.

Beberapa Keputusan Presiden yang mengatur

tentang acara pidana yaitu :

Kep. Presiden Republik Indonesia No. 73 Thn 1967

ttg Pmbrian Wwnang Kpd Jaksa Agung Mlkkan

Pengusutan, Pemeriksaan Pendahuluan  Thdp Mrk Yg Mlkkan Tindakan Penyeludupan;


(38)

SUMBER HAP

Kep. Presiden Republik Indonesia No. 228 Thn

1967 ttg Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi;

Intruksi Presiden Republik Indonesia No. 9 Thn

1974 ttg Tata Cara Tindakan Kepolisian  Thdp Pimpinan/Anggota DPRD Tingkat II dan II;

Kep. Presiden Republik Indonesia No. 7 Thn 1974

ttg Organisasi Polri;

Kep. Presiden Republik Indonesia No. 55 Thn 1991

ttg Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia;

Kep. Presiden Republik Indonesia No. 43 Thn 1983

ttg Tunjangan Hakim

Kep. Presiden Republik Indonesia No. 44 Thn 1983


(39)

ASAS….

KESEIMBANGAN

Asas ini dijumpai dalam konsideran huruf c

yang menegaskan bahwa dalam penegakan

hukum harus bcrlandaskan prinsip

keseimbangan yang serasi antara:

1.perlindungan terhadap harkat dan martabat

manusia dengan,

2. perlindungan terhadap kepentingan dan

ketertiban masyarakat.

- perlindungan terhdp harkat &

martbt man, kepentingan dan

termasy.


(40)

Asas………

PRADUGA TAK BERSALAH

(Presumption of innocent): Penjelasan

butir 3 huruf c

asas praduga tak bersalah, telah dirumuskan

dalam Pasal 8 Undang undang Pokok

Kekuasaan Kehakiman No. 14 Tahun 1970,

yang berbunyi: "Setiap orang yang sudah

disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau

dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib

dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan

pengadilan menyatakan kesalahannya dan

memperoleh kekuatan hukum tetap".


(41)

PRINSIP PEMBATASAN PENAHANAN

Masalah penahanan, merupakan persoalan yang

paling esensial dalamsejarah kehidupan manusia.

Setiap yang namanya penahanan, dengan sendirinya

menyangkut nilai dan makna, antara lain:

perampasan kebebasan dan kemerdekaan orang

yang ditahan,

menyangkut nilai-nilai perikemanusiaan dan harkat

martabat kemanusiaan,

menyangkut nama baik dan pencemaran atas

kehormatan diri pribadi.

Setiap penahan dengan sendirinya menyangkut

pembatsan dan pencbutan smeentara sebagian

hak-hak aasi manusia


(42)

ASAS GANTI RUGI DAN

REHABILITASI (Psl 95, 96, dan Psl

97)

PENGGABUNGAN PIDANA

DENGAN TUNTUTAN GANTI RUGI

(Psl 98 s/d Psl 101)

ASAS PERADILAN SEDERHANA,

CEPAT DAN BIAYA RINGAN.

PERADILAN TERBUKA UNTUK


(43)

PENGERTIAN PENYELIDIKAN :

Serangkaian tindakan penyelidik utk mencari

dan menemukan suatu peristiwa yang

diduga sebagai TP guna menentukan dapat

tdknya dilakukan penyidikan menurut cara

yang diatur UU ini (lht Psl 1 angka 4 KUHAP).

Tindakan Penyelidikan

bertujuan

:

“Utk menentukan adanya bukti awal

sehingga penyidikan dapat dilakukan”

Fungsi :

- Mencari dan menemukan peristiwa tindak

pidana

- Menentukan dapat atau tidaknya tindakan

penyidikan dilakukan.


(44)

PENYELIDIK

Orang yg melakukan penyeldkn

Pejabat Polisi Negara RI (ps 4)

dr yg berpangkat rendah s.d

setinggi-tingginya.


(45)

WWNANG PENYELIDIK

BERDASARKAN HUKUM (Pasal 5):

Menerima laporan atau pengaduan

Mencari ket & brg bukti

Menyuruh berhenti org yg dicurigai

Tdkan lain mnrt hk yg bertgg jwb:

- tdk berttngan dg aturan hk

- selaras dg kewajiban hk

- patut & msk akal dan dlm lk jab

- atas pertbgan yg layak


(46)

PENGERTIAN PENYIDIKAN:

Serangkaian tindakan penyidik dalam

hal dan menurut cara yang diatur

dalam HAP untuk mencari serta

mengumpulkan bukti yang dengan

bukti itu membuat terang tentang TP

yang terjadi dan guna menemukan

tersangkanya (lht Psl 1 angka 2

KUHAP).

Fungsi:

- Mencari serta mengumpulkan bukti

- membuat terang TP


(47)

PENYIDIK

Orang yg melkan penyidikan

Pejabat Polisi negara RI atau penyidik

pegawai negeri sipil

(pasal 6 KUHAP)

Berpangkat sekurang2nya Pelda

Pydk Pembantu Serda-Serma


(48)

Wewenang penyidik (Ps 7)

Menerima lpran atau pengaduan adanya TP

Menyrh berhti seorg tsk & mmrks tanda pengenal

diri

Melakukan penangkapan, penahanan,

penggeledahan dan penyitaan

Melak pemeriksaan & penyitaan suratMengambil sidik jari dan identitas org

Memanggil org utk didengar & diperiksa sbg tsk

atau saksi

Mendatangkan org ahli yg diperlukanMengadakan penghentian penyidikan

Mengadakan tindakan lain menurut hk yang


(49)

TERSANGKA DAN

TERDAKWA

Tersangka adalah seorang yang

karena perbuatannya atau

keadaannya berdasarkan bukti

permulaan patut diduga sebagai

pelaku tindak pidana (Psl 1 angka 14

KUHA)

Terdakwa adalah seorang tersangka

yang dituntut, diperiksa dan diadili di

sidang pengadilan (Psl 1 angka 15


(50)

JAKSA DAN PU PSL 1 ANGKA 6

huruf a, dan huruf b.

Jaksa adalah pejabat yang diberi

wewenang oleh undang-undang ini untuk

bertindak sebagai penuntut umum serta

melaksanakan putusan pengadilan yang

telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Penuntut umum adalah jaksa yang diberi

wewenang oleh undang-undang ini untuk

melakukan penuntutan dan


(51)

PENUNTUTAN

Tindakan JPU untuk melimpahkan perkara pidana ke PN yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam hukum acara pidana

dengan permintaan supaya diperiksa oleh hakim di sidang pengadilan (Psl 1 angka 7 KUHAP)

HAKIM

Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili (Psl 1 angka 8 KUHAP)

PENASEHAT HUKUM

Penasihat hukum adalah seorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh atau berdasarkan

undang-undang untuk memberi bantuan hukum (Psl 1 angka 13 KUHAP)


(52)

PENGERTIAN

PEMBUKTIAN

Yang dimaksud dengan “membuktikan” adalah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu

persengketaan-persengketaan.

• Menurut pasal 183 KUHAP menyatakan bahwa “hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada

seseorang kecuali apabila sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan

bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”


(53)

Alat bukti yang dimaksud di sini

adalah sesuai dengan pasal 184

KUHAP ayat 1, yaitu :

a.

Keterangan Saksi;

b.

Keterangan Ahli;

c.

Surat;

d.

Petunjuk;

e.

Keterangan Terdakwa atau Pengakuan

Terdakwa.


(54)

3. HUKUM ACARA

PERADILAN AGAMA

PENGERTIAN...


(55)

Pengertian

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang

Perubahan atas UU No.7 Tahun 1989 dalam pasal 2

disebutkan:“Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan

yang beragama Islam mengenai perkara tertentu sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini”

Pengertian Hukum Acara Hukum acara (hukum

formil) bertujuan untuk menjamin ditaatinya hukum perdata materil, oleh karena itu hukum acara memuat tentang cara bagaimana melaksanakan dan

mempertahankan atau menegakkan kaidah-kaidah yang termuat dalam hukum perdata materil.Adapaun hukum acara yang berlaku di Peradilan Agama adalah hukum acara perdata yang berlaku di lingkungan

Peradilan Umum kecuali yang telah diatur secara khusus (Pasal 54 UU No. 7 Tahun 1989).


(56)

Tugas Pokok Badan Peradilan Agama

• Menerima, memeriksa, mengadili dan memutus serta menyelesaikan perkara antara orang-orang yang beragama Islam dalam bidang:

• a. Perkawinan; • b. Waris;

• c. Wasiat; • d. Hibah; • e. Wakaf; • f. Zakat; • g. Infaq;

• h. Shadaqoh; dan • i. Ekonomi Syari’ah.

(Pasal 49 Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 Tentang Perubahan atas Undang-Undang-ndang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama).


(57)

Tugas lain dari badan Peradilan Agama

Selain dari tugas pokok sebagaimana diuraikan di atas, Peradilan Agama mempunyai tugas tambahan baik yang diatur dalam Undang-undang maupun dalam peraturan-peraturan lainnya yaitu :

Memberikan pertimbangan dan nasehat tentang hukum

Islam kepada instansi pemerintah apabila diminta. (Pasal 52 ayat (1) Undang-undang No. 7/1989)

Menyelesaikan permohonan pertolongan pembagian harta

peninggalan di luar sengketa antara orang-orang Islam. (Pasal 107 ayat (2) Undang-undang No. 7/1989). Hal ini sudah jarang dilakukan karena Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 telah mengatur dibolehkannya penetapan ahli waris dalam perkara volunteer.

Memberikan isbat kesaksian rukyat hilal dalam penentuan

awal bulan tahun hijriyah (Pasal 52 A UU No.3 Tahun 2006)

Melaksanakan tugas lainnya seperti pelayanan


(58)

Proses Berperkara di Pengadilan

Agama

Seseorang yang akan berperkara di

Pengadilan Agama datang secara

pribadi atau melalui kuasannya yang

sah (dengan Surat Kuasa) mengajukan

surat gugatan atau permohonan yang

ditujukan kepada Ketua Pengadilan

Agama dan mendaftarkannya kepada

petugas yang ditunjuk menerima surat

gugatan atau permohonan tersebut.


(59)

Tata cara gugat menggugat

Pengertian surat gugatan  ialah surat

yang

diajukan

kepada

Ketua

Pengadilan yang berkompeten yang

memuat tuntutan hak dan adanya

kepentingan

hukum

serta

mengandung

sengketa.

Yang

mengajukan

disebut

Penggugat

sedang pihak yang digugat disebut

Tergugat.


(60)

Bentuk gugatan atau permohonan dapat dibagi

2 (dua) yaitu :

a.      Bentuk Tertulis

Gugatan atau permohonan bentuk tertulis harus memenuhi syarat formil, dibuat dengan jelas dan terang serta ditanda tangani oleh yang mengajukan (Penggugat/Pemohon) atau kuasanya yang telah

mendapat surat kuasa khusus.

b.      Bentuk Lisan

Gugatan atau permohonan bentuk lisan ialah gugatan atau permohonan yang diajukan secara lisan kepada Ketua Pengadilan oleh mereka yang buta huruf dan Ketua Pengadilan mencatat atau menyuruh mencatat kepada salah seorang pejabat pengadilan, kemudian catatan tersebut diformulasikan menjadi surat

gugatan atau permohonan. (Pasal 120 HIR/Pasal 144 ayat (1) RBg.)


(61)

Syarat-syarat Gugatan

1. Berupa Tuntutan

Yaitu mrpkan suatu aksi atau tindakan

hukum yg brtjuan utk mproleh prlndungan

hkm dr Pengadilan dan utk mncegah

tindakan main hakim sendiri.

2. Ada Kepentingan Hukum

Yaitu setiap gugatan hrs mrpkan tuntutan

hak dan mpnyai kpntingan hukum yang

cukup.

3. Sengketa

Yaitu tuntutan hak tsb hrs mrpkan sengketa.

Tidak ada sengketa maka tidak ada perkara

(geen belang, geen actie).


(62)

4. Dibuat dengan Cermat dan Terang

Yaitu dg alasan atau dasar hukumnya hrs jls dan dpt dibuktikan apabila disangkal, pihak-pihaknya jg hrs jls demikian juga obyeknya. Jika tidak jelas maka surat gugatan tsb akan dinyatakan gugatan kabur (Obscure Libel).

Unsur-unsur surat gugatan ada 3 (tiga) yaitu : 1. Identitas dan kedudukan para pihak

Menurut ketentuan pasal 67 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, Identitas seseorang adalah nama lengkap, umur dan tempat tinggal, tetapi untuk lebih lengkapnya identitas seseorang sebaiknya ditulis juga jenis kelamin, agama dan pekerjaan. Kebiasaan di Peradilan Agama

jenis kelamin seseorang dapat diketahui dari nama yang bersangkutan diiringi dengan kata Bin berarti anak laki-laki dari dan kata Binti artinya anak perempuan.


(63)

2. Posita

Posita yaitu penjelasan tentang keadaan atau peristiwa yang berhubungan dengan hukum yang dijadikan sebagai landasan atau dasar dari gugatan tersebut serta dibuat dengan jelas dan terang. Dalam bahasa lain posita

disebut Fundamentum Fetendi. Jadi suatu surat gugatan harus memuat peristiwa hukum dan dasar hukum yang dijadikan alasan untuk mengajukan tuntutan.

3. Petitum.

Petitum yaitu tuntutan yang diminta oleh Penggugat supaya dikabulkan oleh Hakim.

Suatu petitum harus didukung dengan posita dan suatu petitum yang tidak didasarkan pada posita maka petitum tidak akan dikabulkan oleh hakim.


(64)

Tata Cara Pengajuan Gugatan

di PA

Langkah2 yg hrs dilkkan oleh

penggugat:

1. Mengajukan gugatan secara tertulis

atau lisan kepada Pengadilan

Agama/Mahkamah Syari’ah (pasal

118 HIR, 142 R.Bg);

2. Gugatan diajukan kepada

Pengadilan AgamaMahkamah

Syari'ah :

a.

Yang daerah hukumnya meliputi


(65)

b. Bila tempat kediaman Tergugat tidak diketahui, maka gugatandiajukan kepada Pengadilan

Agama/Mahkamah Syari'ah yang daerah

hukumnya meliputi tempat kediaman Penggugat; c. Bila mengenai benda tetap, maka gugatan

dapat diajukan kepada Pengadilan

Agama/Mahkamah Syari'a, yang daerah

hukumnya meliputi tempat letak benda tersebut. Bila benda tetap tersebut terletak dalam wilayah beberapa Pengadilan Agama/Mahkamah Syari'ah, maka gugatan dapat diajukan kepada salah satu Pengadilan Agama/Mahkamah Syari'ah yang


(66)

Lnjutan...,,

3. Membayar biaya perkara (pasal 121 ayat (4)

HI, 145 ayat (4) R.Bg jo. pasal 89 UU No. 7 Th.

1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Th.

2006), bagi yang tidak mampu dapat

berperkara secara Cuma-cuma (Prodeo) (pasal

237 HIR, 273 R.Bg);

4. Penggugat dan Tergugat atau Kuasanya

menghadiri sidang pemeriksaan berdasarkan

panggilan Pengadilan Agam/Mahkamah

Syari'ah (pasal 121, 124 dan 125 HIR, 145

R.Bg).


(67)

Proses Penyelesaian

Perkara

1. Penggugat mendaftarkan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah;

2. Penggugat dan Tergugat dipanggil oleh 

Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah untuk menghadiri persidangan.

3. Tahapan persidangan :

Pada pemeriksaan sidang pertama, hakim

berusaha mendamaikan kedua belah pihak, dan suami istri harus datang secara pribadi (pasal 82 UU  No. 7 Th. 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Th. 2006);


(68)

• Apabila tidak berhasil, maka hakim mewajibkan kepada kedua belah pihak agar lebih dahulu

menempuh mediasai (pasal 3 ayat (1) PERMA No. 2 Th. 2003);

• Apabila mediasi tidak berhasil, maka

pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan

membacakan surat gugatan, jawaban,

jawab-menjawab, pembuktian dan mengajukan gugatan rekonvensi (gugat balik) (pasal 132a HIR, 158

R.Bg);

b. Putusan Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah atas cerai gugat talak sebagai berikut :

• Gugatan dikabulkan. Apabila Penggugat tidak puas dapat mengajukan banding melalui


(69)

Gugatan ditolak. Penggugat dapat mengajukan

banding melalui Pengadilan Agama/Mahkamah

Syari’ah tersebut;

Gugatan tidak diterima. Penggugat dapat

mengajukan permohonan baru.

4. Setelah putusan memperoleh kekuatan

hukum tetap maka panitera Pengadilan

Agama/Mahkamah Syari'ah memberikan Akta

Cerai sebagai surat bukti kepada kedua belah

pihak selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari

setelah putusan tersebut diberitahukan kepada

para pihak.


(70)

UPAYA HUKUM

Upaya Hukum

ADALAH Apabila pihak-pihak berperkara

(Penggugat dan Tergugat) tidak dapat menerima putusan pengadilan, maka ia dapat menempuh upaya hukum agar putusan pengadilan tersebut dibatalkan dengan cara sebagai berikut :

1. Mengajukan verzet yaitu upaya hukum atau perlawanan terhadap putusan verstek.

Dasar Hukum Verstek : Pasal 149 ayat (1) RBg, pasal 125 ayat (1) HIR

Dasar Hukum Verzet : Pasal 153 ayat (1) RBg, Pasal 129 ayat (1) HIR.


(71)

2. Mengajukan Banding ke Pengadilan Tinggi melalui Pengadilan yang memutus perkara tersebut, yaitu upaya hukum atau perlawanan terhadap putusan yang dijatuhkan secara kontradiktur.

3. Mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung melalui Pengadilan yang memutus perkara yaitu upaya hukum atau perlawanan terhadap putusan yang dijatuhkan oleh Pengadilan Tingkat Banding

(Pengadilan Tinggi) apabila tidak dapat menerima putusan banding.

4. Mengajukan upaya hukum luar biasa yaitu

Permohonan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung RI melalui Pengadilan yang memutus perkara tersebut yaitu upaya hukum atau perlawanan

terhadap putusan yang telah mempunyai hukum tetap.


(72)

1. Pengajuan Banding Pengertian banding ialah permohonan pemeriksaan ulang kepada

pengadilan yang lebih tinggi (dalam hal ini Pengadilan Tinggi Agama) terhadap suatu

perkara yang telah diputus oleh tingkat pertama (Pengadilan Agama) karena merasa tidak puas atau tidak menerima putusan pengadilan tingkat pertama tersebut, dengan ketentuan sebagai

berikut:

Permohonan banding diajukan kepada

pengadilan tinggi dalam daerah hukum meliputi pengadilan tingkat pertama yang memutus

perkara.

• Permohonan banding diajukan melalui


(73)

Syarat-syarat banding.

Diajukan oleh pihak-pihak dalam perkara.

Diajukan masih dalam tenggang waktu banding.

Putusan tersebut menurut hukum diperbolehkan banding.Membayar panjar biaya banding.

Membuat akta permohonan banding dengan menghadap

pejabat kepaniteraan pengadilan.

Masa Pengajuan banding :

Bagi pihak berperkara yang berada dalam wilayah hukum

pengadilan yang memutus perkara adalah selama 14 hari terhitung mulai hari berikutnya sejak putusan dijatuhkan atau diberitahukan kepada yang bersangkutan.

Bagi pihak yang berada di luar wilayah pengadilan agama

yang memutus perkara tersebut, masa bandingnya selama 30 hari terhitung hari berikutnya isi putusan disampaikan kepada yang bersangkutan. (Pasal 7 ayat (1), (2) dan (3) UU No.20/1947)


(74)

2. Pengertian Kasasi ialah pembatalan putusan oleh Mahkamah Agung terhadap putusan pengadilan yang lebih rendah (pengadilan agama dan pengadilan tinggi agama) karena kesalahan dalam penerapan hukum.Pihak yang tidak menerima atau tidak puas atas putusan

pengadilan tinggi agama atau pengadilan agama (dalam perkara volunteer) dapat mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung dengan syarat-syarat tertentu.

Syarat-syarat kasasi

Diajukan oleh yang berhak.

Diajukan masih dalam tenggang waktu kasasi.

Putusan yang dijatuhkan oleh pengadilan tingkat banding menurut hukum dapat dimintakan kasasi.

Membuat memori kasasi.

Membayar panjar biaya kasasi.

Membuat akta permohonan kasasi di kepaniteraan pengadilan agama yang bersangkutan.


(75)

• Adapun tenggang waktu pengajuan kasasi sama dengan pengajuan banding.

Apabila syarat-syarat kasasi tersebut tidak

terpenuhi, maka berkas perkaranya tidak dikirim ke Mahkamah Agung, Panitera Pengadilan Agama yang memutus perkara tersebut membuat

keterangan bahwa permohonan kasasi atas

perkara tersbut tidak memenuhi syarat formal. 3. Pengertian Peninjauan Kembali

Ialah meninjau kembali putusan perkara perdata yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap

karena diketemukan hal-hal atau bukti baru yang pada pemeriksaan terdahulu tidak diketahui oleh Hakim. Peninjaun Kembali hanya dapat diperiksa oleh Mahkamah Agung.


(76)

Syarat-syarat permohonan PK

Diajukan oleh pihak yang berperkara.

Putusan telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Membuat permohonan peninjauan kembali yang memuat

alasan-alasannya.

Diajukan dalam tenggang waktu menurut undang-undang.Membayar panjar biaya peninjauan kembali.

Membuat akta permohonan Peninjauan Kembali di

Kepaniteraan Pengadilan Agama.

Ada bukti baru yang belum pernah diajukan pada

pemeriksaan terdahulu.

Masa pengajuan permohonan Peninjauan Kembali adalah

180 hari terhitung mulai ditemukannya novum atau bukti baru dan sebelum berkas permohoan Peninjauan Kembali dikirim ke Mahkamah Agung, Pemohon harus disumpah oleh Ketua Pengadilan tentang penemuan novum tersebut.


(77)

PUTUSAN, ISI PUTUSAN DAN

EKSEKUSI PUTUSAN HAKIM

Putusan adalah produk Hakim dari hasil pemeriksaan dan

penyelesaian perkara di persidangan. Ada 3 (tiga) macam produk Hakim yaitu :

1. Putusan. 2. Penetapan.

3. Akta Perdamaian.

• Putusan ialah pernyatan Hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum sebagai hasil dari pemeriksaan perkara gugatan (kontensius)

• Penetapan ialah pernyataan Hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum sebagai hasil dari pemeriksaan perkara permohonan (volunteer)

• Akta Perdamaian ialah akta yang dibuat oleh Hakim berisi hasil musyawarah/ kesepakatan antara para pihak dalam sengketa kebendaan untuk mengakhiri sengketa dan berlaku sebagai putusan.


(78)

Susunan dan Isi Putusan

Putusan Hakim harus dibuat dengan tertulis dan harus ditanda tangani oleh Hakim/Majelis Hakim termasuk Panitera/Panitera Pengganti sebagi

dokumen resmi. Suatu putusan hakim terdiri dari : a. Kepala Putusan

b. Identitas Para Pihak

c. Pertimbangan (konsideran) yang memuat tentang Duduk Perkaranya dan Pertimbangan Hukum

d. Amar atau dictum putusan

Secara detail suatu putusan harus memuat

hal-hal berikut :

1. Judul dan Nomor Putusan (Nomor Putusan sama dengan Nomor perkara)

2. Khusus putusan/penetapan Pengadilan Agama diawali dengan kalimat :


(79)

BISMILLAHIRRAHMANIR RAHIEM

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG

MAHA ESA

3. Nama dan tingkat pengadilan yang memutus.

4. Identitas dan kedudukan pihak-pihak berperkara. (termasuk nama kuasa hukum apabila ada)

5. Tentang duduk perkara yaitu memuat kronlogis duduk perkara mulai dari usaha perdamaian, dalil-dalil penggugat, jawaban tergugat, replik, duplik, bukti-bukti dan saksi serta kesimpulan para pihak. 6. Tentang hukumnya yaitu memuat bagaimana

Hakim mengkwalifisir fakta atau kejadian dan mempertimbangkanya secara baik dan dasar-dasar hukum yang dipergunakan dalam menilai fakta dan memutus perkara.


(80)

LNJTAN...,

7. Amar putusan yaitu merupakan kesimpulan akhir oleh hakim atas perkara yang

diperiksanya, dalam amar putusan memuat juga pembebanan biaya perkara.

8. Tanggal putusan yaitu memuat hari dan tanggal pengucapan putusan dalam sidang yang dinyatakan dalam akhir putusan.

9. Hadir tidaknya para pihak ketika putusan dibacakan.

10. Nama Hakim/Majelis Hakim yang memutus perkara termasuk Panitera/PP.


(81)

Eksekusi atau Pelaksanaan Putusan

Pelaksanaan putusan atau yang lebih dikenal dengan eksekusi ialah tindakan yang dilakukan secara paksa terhadap pihak yang kalah dalam perkara apabila pihak

yang dikalahkan tidak menjalankan putusan secara sukarela sedang putusan tersebut sudah mempunyai kekuatan

hukum tetap dan yang bersangkutan telah ditegur atau dianmaning untuk melaksanakan secara ukarela.

Putusan yang dapat dieksekusi ialah putusan yang bersifat

komdemnatoir yaitu :

Putusan yang menghukum salah satu pihak untuk

membayar sejumlah uang. (Pasal 196HIR/208 RBg)

Putusan yang menghukum salah satu pihak untuk

melakukan suatu perbuatan. (Pasal 225 HIR/259 RBg)

Putusan yang menghukum salah satu pihak mengosongkan

suatu benda tetap. (Pasal 1033 RV)

Eksekusi riil dalam bentuk lelang. (Pasal 200 ayat (1)


(82)

Adapun tatacara eksekusi ialah :

Adanya permohonan eksekusi dari pihak yang

bersangkutan.

Eksekusi atas dasar perintah Ketua Pengadilan

Agama, surat perintah ini dikekluarkan setelah Tergugat tidak mau menghadiri panggilan

peringatan (anmaning) tanpa alasan yang sah dan Tergugat tidak mau melaksanakan amar putusan selama masa peringatan.

Dilaksanakan oleh Panitera atau Juru Sita dengan

dibantu 2 (dua) orang saksi

Sita eksekusi dilakukan di tempat obyek

sengketa.


(83)

4. HUKUM

ACARA


(84)

(85)

TUJUAN DIDIRIKANNYA PTUN ?

• Memberikan perlindungan terhadap hak-hak rakyat yang

bersumber dari hak-hak individu; dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat yang didasarkan kepada kepentingan bersama dari individu yang hidup dalam masyarakat tersebut. (Keterangan pemerintah pada Sidang Paripurna DPR RI. mengenai RUU PTUN tanggal 29 April 1986).

• Menurut Sjahran Basah (1985;154), tujuan peradilan administrasi adalah untuk memberikan pengayoman hukum dan kepastian hukum, baik bagi rakyat maupun

bagi admiistrasi negara dalam arti terjaganya

keseimbangan kepentingan masyarakat dan kepentingan individu.


(86)

FUNGSI PTUN

Sarana untuk menyelesaikan konflik

yang timbul antara pemerintah

(Badan/Pejabat TUN) dengan rakyat

(orang perorang/badan hukum

perdata), selain upaya administratif

yang tersedia.


(87)

Dasar Hukum.

- UU No.5 Tahun 1986 tentang

Peradilan Tata Usaha Negara.

- UU No.9 Tahun 2004 tentang

Perubahan UU No. 5 Tahun 1986.

tentang Peradilan Tata Usaha

Negara.

- UU No. 51 Tahun 2009 Tentang

Perubahan kedua atas

undang-undang no. 5 Tahun 1986 tentang

Peradilan Tata Usaha Negara.


(88)

Siapakah Badan atau Pejabat Tata

Usaha Negara itu?

Pasal 1 angka 8 UU No 51 2009 yang

menyebutkan sebagai berikut:

Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara

adalah :

Badan atau Pejabat yang melaksanakan

urusan pemerintahan berdasarkan

peraturan

perundang-undangan

yang

berlaku;


(89)

Alur Penyelesaian sengketa TUN

Sengketa

TUN

Upaya Peradilan

Upaya Administratif

keberatan


(90)

UPAYA ADMINISTRATIF

- Upaya administratif :

a. KEBERATAN

(Administratief bezwaar), kepada Badan/Pejabat TUN yang menerbitkan KTUN --- Digugat ke PTUN;

b. BANDING ADMINISTRATIF

(Administratief beroep), kepada atasan/instansi lain yang lebih tinggI yang mengeluarkan KTUN --- gugatan ke PT.TUN;


(91)

Objek dan Subjek

Sengketa TUN

Sengketa Tata Usaha Negara adalah:

sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha

negara;

antara orang atau badan hukum perdata

dengan badan atau pejabat tata usaha negara,

baik di pusat maupun di daerah,

sebagai akibat dikeluarkannya KEPUTUSAN

TATA USAHA NEGARA,  Objek Sengketa;

termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Pasal 1 angka 10 UU Peratun)


(92)

KTUN

penetapan tertulis;

dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata

Usaha Negara;

berisi tindakan hukum Tata Usaha

Negara yang berdasarkan peraturan

per-UU-an;

bersifat konkret, individual dan final;

menimbulkan akibat hukum bagi

seseorang.

Pasal 1 angka 9


(93)

KONKRET,INDIVIDUAL,FINAL

• Bersifat konkret, artinya objek yang diputuskan dalam Keputusan Tata Usaha Negara itu tidak abstrak, tetapi berwujud, tertentu atau dapat ditentukan, umpamanya keputusan mengenai sumah si A, Izin usaha bagi si B, pemberhentian si A sebagai pegawai negeri.

• Bersifat individual artinya Keputusan Tata Usaha Negara itu tidak ditujukan untuk umum, tetapi tertentu baik alamat maupun hal yang dituju.

• Bersifat final artinya sudah definitif dan karenanya dapat menimbulkan akibat hukum.


(94)

KTUN yang dapat digugat di PTUN

adalah

KTUN yang dapat digugat di PTUN

adalah

INGAT RUMUS INI !!!!!

Tidak semua KEPUTUSAN dapat digugat di PTUN


(95)

5. HUKUM ACARA

MAHKAMAH

KONSTITUSI

PENGERTIAN...

...


(96)

HKM ACARA MK

PENGERTIAN

Mahkamah konstitusi adl sbuah

lmbaga tinggi negara dlm sstm

ketatanegaraan indo yg mrpkan

pmgang kekuasaan kehakiman brsma

dg MA. MK lhr pd tanggal 13 Agustus

2003 dan MK sendiri diatur dlm Psl

24C UUD 1945 dan UU No. 24 Thn

2003 mngnai MK.


(97)

Kewewenang MK bdsarkan Psl 24C

UUD 1945/ Psl 10 UU No. 24 Thn

2003 Tentang MK yakni:

Menguji UU thdp UUD

Mmtus Sngkta kwnangan antara lmbga

Neg yg kwnangannya dibrikan oleh UUD

Mmtus Sngkta hasil Pemilihan umum

Mmtus Pmbubaran Partai Politik

Mbrikan Ptsan thdp usulan DPR thdp

dugaan pelanggaran yg dilkkan olh Kpl

Neg dan wakil Kpl Neg.


(98)

ASAS2 HKM ACARA MK

1. Persidangan Terbuka untuk Umum

Psl 19 UU No.4 Thn 2004 ttg Kekuasaan Kehakiman mnytkan bhw pngdilan terbuka utk umum kecuali UU menentukan lain.

2. Independen dan Imparsial

MK mrpkan pmgang kekuasaan kehakiman yg brsifat mndiri dan merdeka. Sifat mndiri dan merdeka brkaitan dg sikap imparsial (tdk

memihak). Sikap independen dan imparsial yg hrs dimliki hakim btjuan agar mncptakan peradilan yg netral&bebas dr campur tangan pihak manapun.


(99)

3. Peradilan Cepat, Sederhana, dan Murah

Psl 4 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman

mngmnatkan bhw peradilan hrs dilksnakan

scra sederhana, cepat, dan biaya ringan.

4. Putusan bersifat Erga Omnes

Berbeda dg peradilan di MA yg brsifat inter

partes artinya hny mngikat pra phak

brsengketa dan lingkupnya mrpkan peradilan

umum. Sifat peradilam MK adl erga omnes yg

mpnyai kekuatan mengikat. Artinya ptsan

pengadilan MK brlku bg siapa saja tdk hny bg

para pihak yg bersengketa.


(100)

5. Asas Audi et alteram partem :    

Hak yg sama utk didengar keterangannya secara berimbang. Msing2 phk mpnyai ksmpatan yg sama mngjukan pbktian utk mndkung dalil masing2. Semua hrs dipertimbangkan olh MK jk ktrangan tsb mngandung nilai yuridis yg dpt mbuat jelas permasalahan.

6. Asas Hakim Aktif juga Pasif dlm proses persidangan : 

Mekanisme constitutional control digerakan olh pemohon dg satu prmhonan&dlm hal dmkian hakim bsifat pasif, tdk blh scra aktif mlkukan inisiatif utk mnggerakan mekanisme. MK tdk dpt mmriksa prkra tnpa adanya prmhonan, Hakim hrs aktif menggali data dan ktrangan yg diprlkan bhkan dg mnylidiki mllui risalah pembahasan UU tsb ssuai dg apa yg dikemukakan dlm  Pasal 11 UU MK .

7. Asas Ius Curia Novit : 

Psl 16 ayat (1) No 4 / 2004 ttg Kekuasaan Kehakiman “Pengadilan tdk blh menolak utk mmriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yg diajukan dg dalih bhw hukum tdk ada atau kurang jelas, melainkan wajib utk memeriksa dan mengadilinya.” 


(1)

4. Pemeriksaan pendahuluan

Pemeriksaan terhadap:

– Kelengkapan dan kejelasan permohonan

– Dasar legal standing

– Saran2 hakim untuk

perbaikan 

posita 

dan 

petitum

– Pemeriksaan tumpang tindih kewenangan

– Pemeriksaan dapat dilanjutkan atau tidak

Dalam hal diharuskan adanya perbaikan,

pemohon diberikan waktu 14 hari.


(2)

a. Adanya persiapan persidangan

b. Memudahkan pengujian dan klarifikasi

c. Penentuan jumlah saksi dan/atau saksi ahli

d. Penentuan sidang pleno lebih cepat dan mudah e. Pemeriksaan persidangan

Hal yg hrs dipersiapkan dlm prsdangan pendahuluan:

a. Kualifikasi pemohon, kewenangan bertindak, dan surat-surat kuasa

b. Legal standing

c. Statement of Constitutional Issue ( Permasalahan konstitusional yang diajukan)

d. Alat bukti

e. Saksi dan ahli yang pokok pernyataannya mendukung


(3)

5. Pemeriksaan persidangan

Terbuka untuk umum

Memeriksa permohonan dan alat bukti

Pmberian ktrangan olh saksi, ahli&lmaga ngra

(lmbga ngra yg diminta wjb mbrikan ktrangan pling lambat 7 hari)

6. Putusan

Diputus paling lambat dalam tenggang waktu:

– Prkra pmbbaran prtai pltik : 60 hari kerja sejak teregistrasi

– Perselisihan hasil pemilu :

a. Pilpres – 30 hari kerja sejak teregistrasi b. Pilkada – 14 hari kerja sejak teregistrasi

c. Pemilu DPR, DPD, dan DPRD – 30 hr krja sejak teregistrasi

– Perkara pendapat DPR : 90 hari kerja sejak teregistrasi


(4)

Cara mengambil putusan

– Musyarah mufakat

– Setiap hakim menyampaikan pendapat secara tertulis

– Diambil suara terbanyak apabila tidak mencapai mufakat

Jenis putusan :

a. Putusan sela / provisional b. Putusan akhir

– Menolak

– Mengabulkan

– Tidak dapat diterima ( Niet Ontvantkelijk Verklaard )

c. Putusan tanpa / dengan Dissenting Opinion


(5)

Isi putusan:

– Identitas para pihak

– Ringkasan permohonan

– Pertimbangan thdp fakta yang

terungkap di dlm persidangan

– Amar putusan

– Hari dan tanggal putusan, nama dan

tanda tangan hakim konstitusi serta

panitera

– Pendapat berbeda hakim ( 

Dissenting

Opinion )


(6)

SEKIAN

DAN