Kerangka Pikir LANDASAN TEORI

47 c. Keadaan lingkungan. Lingkungan yang dapat mempengaruhi perkembangan emosi pada remaja terdiri dari lingkungan rumah atau keluarga, sekolah, serta masyarakat. Ketegangan yang terus menerus akibat kesulitan yang dialami oleh remaja dalam menghadapi perbedaan pandangan dengan orang tua, guru, maupun teman sebaya dan lawan jenis dapat mempengaruhi perkembangan emosi pada remaja Hurlock, 2000: 213. Sikap dan pola asuh orang tua serta pendidikan yang diberikan di sekolah juga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan emosi remaja Goleman, 2009: 65. Salah satu ciri-ciri remaja menurut Allport Kartini Kartono, 2005: 1 adalah berkurangnya egoisme, sebaliknya tumbuh perasaan saling memiliki. Salah satu tanda yang khas adalah tumbuh kemampuan untuk mencintai orang lain dan alam sekitarnya. Ciri lainnya adalah berkembangnya “ego ideal” berupa cita-cita, idola dan sebagainya yang menggambarkan bagaimana wujud ego diri sendiri di masa depan.

E. Kerangka Pikir

1. Hubungan kecerdasan emosi dengan kemampuan manajemen konflik interpersonal pada remaja Goleman 2009: 163 menyatakan bahwa koordinasi suasana hati merupakan inti dari hubungan sosial yang baik. Apabila seseorang dapat menyesuaikan diri dengan suasana hati individu yang lain atau dapat berempati atau cerdas secara emosional, maka orang tersebut dapat dikatakan memiliki tingkat emosionalitas yang baik dan tentunya akan lebih 48 mudah dalam berinteraksi dan menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial dengan lingkungannya. Remaja yang mampu mengungkapkan dengan baik emosinya sendiri, berusaha menyetarakan diri dengan lingkungan, dapat mengendalikan perasaan dan mampu mengungkapkan reaksi emosi sesuai dengan waktu dan kondisi yang tepat cenderung mampu mengatasi konflik interpersonalnya, sehingga kemampuan manajemen konflik interpersonalnya tinggi. Sedangkan remaja yang kurang mampu mengungkapkan emosinya dengan baik, tidak berusaha menyetarakan diri dengan lingkungan, tidak dapat mengendalikan perasaan, dan tidak mampu mengungkapkan reaksi emosinya sesuai dengan waktu dan kondisi yang ada cenderung kurang mampu menghadapi konflik interpersonalnya, sehingga kemampuan manajemen konflik interpersonalnya rendah. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan antara kecerdasan emosi dengan kemampuan manajemen konflik interpersonal. 2. Hubungan efikasi diri dengan kemampuan manajemen konflik interpersonal pada remaja. Bandura 1997: 3 mengatakan bahwa efikasi diri merupakan keyakinan individu akan kemampuannya untuk membentuk perilaku dalam situasi tertentu dengan berhasil. Remaja yang mempunyai keyakinan tentang kemampuannya dalam menghadapi konflik interpersonal akan mengubah persepsi ketidakmampuan terhadap diri sendiri menjadi yakin dan mampu, mampu menilai keyakinan 49 dirinya dalam menyelesaikan tugas walaupun dalam beberapa bentuk dimensi yang berbeda, serta mempunyai keyakinan yang kuat dan ketekunan dalam usaha yang akan dicapai meskipun terdapat kesulitan dan rintangan, sehingga akhirnya dapat membentuk suatu perilaku yang relevan dan mampu menghadapi setiap konflik interpersonalnya, sehingga kemampuan manajemen konflik interpersonalnya tinggi. Sedangkan remaja yang dalam persepsi ketidakmampuan terhadap diri sendiri menjadi tidak yakin dan tidak mampu dalam mengendalikan konflik interpersonalnya, kurang mampu menilai keyakinan dirinya dalam menyelesaikan tugas walaupun dalam beberapa bentuk dimensi yang berbeda, serta tidak mempunyai keyakinan yang kuat dan ketekunan dalam usaha yang akan dicapai cenderung kurang mampu mengatasi konflik interpersonalnya, sehingga kemampuan manajemen konflik interpersonalnya rendah. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan antara efikasi diri dengan kemampuan manajemen konflik interpersonal. 3. Hubungan kecerdasan emosi dan efikasi diri dengan kemampuan manajemen konflik interpersonal Remaja yang mampu mengungkapkan dengan baik emosinya sendiri, berusaha menyetarakan diri dengan lingkungan, dapat mengendalikan perasaan dan mampu mengungkapkan reaksi emosi sesuai dengan waktu dan kondisi yang tepat serta mengubah persepsi ketidakmampuan terhadap diri sendiri menjadi yakin dan mampu, mampu menilai keyakinan dirinya dalam menyelesaikan tugas, dan mempunyai keyakinan yang kuat dan ketekunan 50 dalam usaha yang akan dicapai cenderung mampu mengatasi konflik interpersonalnya, sehingga kemampuan manajemen konflik interpersonalnya tinggi. Sedangkan remaja yang kurang mampu mengungkapkan emosinya dengan baik, tidak berusaha menyetarakan diri dengan lingkungan, tidak dapat mengendalikan perasaan, dan tidak mampu mengungkapkan reaksi emosinya sesuai dengan waktu dan kondisi yang ada serta remaja yang dalam persepsi ketidakmampuan terhadap diri sendiri menjadi tidak yakin dan tidak mampu, kurang mampu menilai keyakinan dirinya dalam menyelesaikan tugas, dan tidak mempunyai keyakinan yang kuat dan ketekunan dalam usaha yang akan dicapai cenderung kurang mampu mengatasi konflik interpersonalnya, sehingga kemampuan manajemen konflik interpersonalnya rendah. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa remaja yang memiliki kecerdasan emosi dan efikasi diri tinggi, ternyata kemampuan manajemen konflik interpersonalnya juga tinggi. Sedangkan remaja yang memiliki kecerdasan emosi dan efikasi diri rendah, ternyata kemampuan manajemen konflik interpersonalnya juga rendah. Tiga hal di atas didigramkan seperti berikut: Kecerdasan Emosi Efikasi Diri Kemampuan Manajemen Konflik Interpersonal 51 Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara kecerdasan emosi dan efikasi diri dengan kemampuan manajemen konflik interpersonal pada remaja.

G. Hipotesis