12 dorong dalam meraih insentif. Hal tersebut adalah
proses motivasi.
3. Insentif
Pada akhir siklus motivasi adalah insentif, didefinisikan sebagai semua yang akan mengurangi
sebuah kebutuhan dan dorongan. Dengan demikian, memperoleh sebuah insentif cenderung memulihkan
keseimbangan fisiologis atau psikologis dan akan mengurangi dorongan.
2.2 Fenomena Guru Tidak Tetap GTT
Menjadi guru di bumi pertiwi ini, memang
tidaklah sesulit seperti di Amerika bahkan Australia. Cukup dengan berbekal ijazah S1 pendidikan dan
dengan dibekali Akta mengajar sudah bisa diterima menjadi guru. Tidak hanya itu, ternyata dengan ijazah
non pendidikan pun juga bisa diterima menjadi seorang guru. Meskipun saat ini Undang-undang guru
dan dosen menggariskan bahwa seorang guru wajib memiliki sertifikasi, pada kenyataannya terkesan
hanya profesionalisme yang komersil dan hanya me- motivasi seorang guru secara sesaat saja Suhendi,
2009. Banyak fakta yang menggambarkan bahwa
ketika awal mengajar menjadi guru GTT lebih karena dorongan orientasi minimalis yaitu pokoknya mengajar
dulu, meskipun honornya tidak seberapa yang penting
13 ada kegiatan dan maksimal masuk di data base guru
honorer, ya minimal ada peluang untuk memudahkan menjadi guru definitif guru PNS. Bahkan tidak sedikit
yang harus membayar sekedar bisa menjadi seorang guru honorer di suatu sekolah tertentu. Pilihan ini
tentunya sedikit banyak telah menyumbangkan pola relasi yang seringkali tidak adil di persekolahan.
Eksploitasi dan diskriminasi acapkali dialami oleh seorang GTT Syairi, 2012.
Tidak bisa dipungkiri bahwa setiap tahunnya perguruan tinggi di seluruh Indonesia yang memiliki
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan FKIP selalu meluluskan ribuan sarjana pendidikan. Seiring dengan
itu maka jumlah sarjana pendidikan di Indonesia mengalami penambahan yang begitu cepat. Namun
realitas ini berbanding terbalik dengan volume peng- angkatan atau rekruitmen guru yang dilakukan oleh
pemerintah. Pemerintah sendiri sangat memahami bahwa masih banyak sekolah-sekolah yang membu-
tuhkan guru, namun minimnya anggaran yang ada
menjadi alasan untuk melakukan rasionalisasi dalam rekruitmen tenaga pendidik.
Fenomena di atas telah melahirkan dampak positif dan negatif bagi pendidikan di Indonesia.
Dampak positifnya adalah iklim kompetitif antar lulusan FKIP menjadi kenyataan yang tak terbantah-
kan, terlepas apakah kompetisi antar lulusan berda- sarkan kompetensi ataukah tidak ada indikasi KKN.
14 Yang pasti rekruitmen yang diselenggarakan melalui
ujian merupakan sebuah upaya untuk menjaring para tenaga pendidik yang berkualitas. Sedangkan dampak
negatifnya adalah mereka yang gagal dalam seleksi guru PNS masih berharap banyak untuk bisa diterima
pada rekruitmen di lain waktu sehingga banyak di antara mereka meluangkan waktunya untuk memilih
menjadi guru non PNSguru honorerguru tidak tetap GTT Suhendi, 2009
Fenomena guru tidak tetap GTT di berbagai daerah, secara umum memiliki problematika yang
relatif sama yakni kerentanan dalam menjalankan kinerjanya sebagai seorang guru. Bahkan tidak jarang
di antara mereka harus dipecat secara sepihak oleh pihak yayasan karena lemahnya status yang mereka
miliki. Meskipun demikian fenomena guru tidak tetap setiap tahunnya menunjukkan penambahan yang
signifikan di berbagai daerah Syairi, 2012. Jaringan Aksi Peduli Pendidikan JAPP mene-
mukan banyak sekali bentuk-bentuk pelanggaran terhadap guru tidak tetap di setiap sekolah. Pelang-
garan tersebut seperti diskriminasi antara guru PNS dan Guru non PNS dalam konteks kebijakan sekolah,
pemecatan secara sepihak oleh yayasan, jam mengajar yang dinolkan hingga honor yang jauh di bawah UMR.
Di antara banyak persoalan yang dialami oleh GTT, honor yang jauh dari rasa kemanusian menjadi
kenyataan yang banyak terjadi di berbagai daerah. Di
15 Mungkit, Magelang, guru wiyata bakti honorer
menerima gaji yang nilainya sangat melecehkan dan sangat tidak manusiawi, berkisar Rp. 15.000 sampai
dengan Rp. 50.000,- perbulan http:
www.indomedia
. combernas201212UTAMA12mgl.htm. Sedang-
kan hasil studi tentang para guru PNS di SD, SLTP dan SLTA di Bengkulu menunjukkan bahwa hampir
seluruh guru 94,25 menganggap gaji dan profesi kurang mencukupi kebutuhan hidupnya Husin dan
Sasongko, 2002. Meski gaji guru SD lulusan PGSD dengan golongan IIb sebesar Rp. 667.300,- per bulan
di atas UMP upah Minimum Provinsi, namun harga kebutuhan sembako relatif tinggi dan terus melonjak.
Akibatnya, pengeluaran adalah tidak seimbang dengan pendapatan.
Ketimpangan gaji tersebut, benar-benar tidak adil mengingat kewajiban tugas mendidik adalah tugas
mulia. Guru sebagai sebuah profesi yang terhormat di masyarakat officium nobile, guru memiliki peran yang
sangat vital dalam pembangunan sumber daya manusia SDM suatu bangsa. Bila dilihat dari tugas
dan tanggung jawab yang diemban, GTT jauh lebih berat daripada tenaga honorer yang ada di lingkup
pemerintahan. GTT setiap hari harus berhadapan langsung dengan siswa-siswa yang memiliki karakter
berbeda dan berusaha mendidik mereka ke arah yang lebih baik, tanpa mengenal lelah dan menahan segala
16 emosional jika ada siswa yang bertindak kurang baik
Suhendi, 2009.
2.3 Teori-Teori Motivasi