Waktu dan Tempat Analisis Data

13

III. METODE PENELITAIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dengan tahapan yang dimulai dari persiapan, pengumpulan data kemudian pengolahan data dilanjutkan dengan analisis serta terakhir adalah menyusun laporan. Penelitian dilakukan selama lima bulan yaitu dimulai dari bulan Juli hingga November 2013. Penelitian berlokasi di P. Biawak dan laut sekitarnya termasuk P. Gosong dan P. Candikian Kabupaten Indramayu Jawa Barat. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian 3.2. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini secara umum terdiri dari peralatan dan bahan yang digunakan untuk pengamatan di lapangan dan juga peralatan yang digunakan untuk pengolahan data seperti yang tertera dalam Tabel 1. Tabel 1. Alat yang dipergunakan. No. AlatBahan Kegunaan 1. Ms. Office dan Statistik Menyusun laporan dan Mengolah data secara komputerisasi 2. Peralatan Sampling alat transek berupa roll meter dan transek kuadrat serta peralatan selam Pengambilan data 3. Komputer PCLaptop, dengan sistem operasi Windows XP Mengolah berbagai data penelitian 4. GPS Global Positioning System Menentukan titik koordinat 5. Printer Mencetak data dan peta hasil penelitian 6. Kamera digitalUW Dokumentasi survei lapangan 7. Alat tulis bawah air sabak dll Mencatat kegiatan penelitian

3.3. Metode

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi yaitu melakukan pengamatan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap gejala atau fenomena yang ada pada objek penelitian Tika 2005. Observasi langsung dilakukan dengan melakukan survei lapangan dan pengukuran secara in-situ, sedangkan observasi tidak langsung yaitu dengan melakukan penelaahan terhadap data dan informasi dari kajian dan hasil penelitian sebelumnya. Secara garis besar tahapan penelitian ini terdiri dari pengumpulan data yang diawali dari studi pustaka yang berhubungan dengan kondisi umum lokasi penelitian, hasil-hasil kajian dan penelitian yang pernah dilakukan selanjutnya melakukan pengumpulan data di lapangan survei. Setelah informasi dan data terkumpul selanjutnya dilakukan pengolahan data dan terakhir dilakukan analisis data untuk melihat gambaran tentang sumberdaya kelautan yang ada di lokasi penelitian. Data sumberdaya hayati kelautan yang kumpulkan terdiri dari ekosistem mangrove, ekosistem lamun dan ekosistem terumbu karang karang, ikan karang dan megabentos. Lokasi titik koordinat stasiun pengamatan dan pengumpulan data ekosistem pesisir tertera pada Tabel 2 dan Lampiran 3. Tabel 2. Posisi Koordinat Stasiun Pengamatan Ekosistem Stasiun Pengamatan Koordinat Pengamatan Ekosistem Mangrove Lamun Terumbu Karang 1 05 ˚55’54.5”LS 108 ˚23’14.2”BT 05 ˚56’05.5’’LS 108 ˚23’05.1’’BT 05° 52’ 07.0” LS 108° 24’ 18.8” BT 2 05 ˚55’31.5”LS 108 ˚22’45.1”BT 05 ˚55’59.3’’LS 108 ˚23’11.0’’BT 05° 52’ 07.0” LS 108° 24’ 19.3” BT 3 05 ˚56’07.0”LS 108 ˚22’30.4”BT - 05° 48’ 12.69” LS 108° 22’ 53.0” BT 4 - - 05° 48’ 12.6” LS 108° 25’ 20.9” BT

3.3.1. Pengamatan Mangrove

Pengamatan dan pengumpulan data mangrove dilakukan di tiga stasiun yang berada di P. Biawak. dengan cara menghitung jumlah pohon mangrove, lebar batang pohonnya dan juga memperkirakan tinggi pohon. Pengambilan sampel dilakukan pada daerah yang berada pada plot berukuran 10 x10 m. Selain menghitung kerapatan tegakan mangrove, juga dicatat jenis-jenis mangrove yang ditemukan dilokasi survei. Kerapatan tegakan mangrove merupakan penting untuk menentukan tingkat kekritisan kawasan mangrove. Menurut KEMENHUT 2005 bahwa ada 3 klasifikasi tingkat kerapatan tegakan mangrove yaitu:  Tinggi apabila jumlah tegakan  1.500 pohon.ha -1  Sedang apabila julah tegakan 1.000 - 1.500 pohon.ha -1 , dan  Rendah apabila jumlah tegakan 1.000 pohon.ha -1

3.3.2. Pengamatan Lamun

Pengamatan dan pengumpulan data lamun dilakukan dengan menggunakan transek kuadrat dengan ukuran transek 1 x 1 m yang ditempatkan di 2 stasiun. Parameter yang diamati dan dicatat adalah persentase tutupan, tipe substrat dan jenis lamun. Menurut KemenLH 2004 bahwa kriteria kondisi padang lamun dibagi menjadi 3 kategorikan berdasarkan persentase tutupannya yaitu:  Kategori kayasehat apabila tutupan  60  Kurang KayaKurang sehat apabila tutupan 30-59,9, dan  Miskin apabila tutupan  29,9 Persamaan untuk mengetahui persentase tutupan lamun dapat dilihat pada persamaan berikut Fachrul 2007: = 100

3.3.3. Pengamatan Terumbu Karang

Pengamatan dan pengumpulan data pada ekosistem terumbu karang meliputi pengamatan karang, ikan karang dan megabentos. Pengamatan ini dilakukan di 4 stasiun, masing-masing 2 stasiun di P. Gosong dan 2 stasiun lainnya berada di P. Candikian. Pengamatan karang dilakukan dengan penggunakan metode PIT Point Intercept Transect yaitu dengan menggunakan tali transek berskala roll meter yang diletakkan di dasar perairan dan dimulai dari titik nol. Tali transek dibentangkan sejajar garis pantai pada kedalaman antara 3 hingga 10 meter sepanjang 50 meter. Tiap koloni karang lifeform dan jenis substrat dasar abiotik yang berada di bawah tali transek di setiap jarak 0,5 meter dicatat, dimulai dari titik ke-1 yang berada di 0,5 meter hingga titik yang ke-100 yang berada di 50 meter. Kategori lifeform dan abiotik yang dicatat adalah karang batu karang Acropora dan karang Non-Acropora, karang lunak, karang mati, makro alga dan abiotik Manuputty dan Djuwariah 2009 Tabel 3 dan Lampiran 4. Tabel 3. Kategori Lifeform dan Substrat serta Kode Pencatatan pada Metode PIT. No. Kode Pencatatan Kategori Lifeform dan Substrat Keterangan 1. AC Acropora Karang dari jenis Acropora 2. NA Non-Acropora Karang dari jenis Non-Acropora 3. DC Dead Coral Karang mati, biasanya berwarna putih. 4. DCA Dead Coral Alga Karang mati yang warnanya berubah karena ditumbuhi alga filamen 5. SC Soft Coral Jenis-jenis Karang Lunak 6. FS Fleshy Seaweed Jenis-jenis makro alga : Sargassum, Turbinaria, Halimeda dll. 7. R Rubble Patahan karang, biasanya dari jenis karang bercabang dan sudah mati 8. RK Rock Substrat dasar yang keras cadas 9. S Sand Pasir 10. SI Silt Pasir lumpuran yang halus Sumber: Manuputty dan Djuwariah 2009 Jumlah masing-masing kategori dikelompokkan berdasarkan jumlah titik PIT yang terdapat koloni karang atau substrat untuk dihitung persentase tutupannya , Persentase tutupan dari masing-masing kategori dapat dihitung dengan rumus modifikasi Manuputty dan Djuwariah 2009: = ℎ 100 Kondisi ekosistem terumbu karang ditentukan berdasarkan persen tutupan karang batu hidup dengan kriteria CRITC-COREMAP LIPI berdasarkan Gomez Yap 1988 sebagai berikut:  rusak bila persen tutupan karang hidup antara 0-24,9.  sedang bila persen tutupan karang hidup antara 25-49,9  baik bila persen tutupan karang hidup antara 50-74,9, dan  sangat baik apabila persen tutupan karang batu hidup 75-100 Selain tutupan karang hidup yang digunakan untuk melihat kondisi terumbu karang, indeks kematian karangmortality index MI juga dapat digunakan untuk menduga kondisi dari ekosistem terumbu karang terkait dengan besarnya perubahan karang hidup menjadi karang mati. Indeks ini menggunakan persamaan: = + ℎ Nilai MI mempunyai kisaran antara 0-1, apabila nilai MI mendekati 0, berarti kondisi terumbu karang dikatakan memiliki rasio kematian karang yang kecil atau tingkat kesehatan karang tinggi, namun bila nilai MI mendekati 1 berarti kondisi terumbu karang dikatakan memiliki rasio kematian yang besar atau memiliki kesehatan yang rendah Fachrul 2008.

3.3.4. Pengamatan Ikan Karang

Pengamatan ikan karang dilakukan dengan metode UVC Underwater Visual Census. Lokasi transek yang digunakan sama dengan lokasi transek yang digunakan pada saat melakukan pengamatan terumbu karang dengan luas pengamatan sepanjang 50 meter dengan jarak 2,5 m ke arah kiri dan 2,5 m ke arah kanan Gambar 2. Pengamatan ikan karang dilakukan untuk mengetahui jumlah dan kelimpahan dari kelompok ikan yang berasosiasi dengan ekosistem terumbu karang, yaitu dari kelompok ikan mayor, ikan target dan ikan indikator. Gambar 2. Ilustrasi Teknik Pengambilan Data Ikan Menggunakan Metode UVC English et al. 1994

3.3.5. Pengamatan Megabentos

Pengamatan megabnetos dilakukan untuk menghitung jumlah dan kelimpahan biota bentik yang hidup berasosiasi dengan terumbu karang. Biota betik ini sangat berperan dalam menunjang tingkat kesuburan ekosistem terumbu karang. Lokasi pengamatan sama dengan lokasi transek karang dan ikan karang . Teknik pengamatan megabentos menggunakan metode belt transect dengan teknik Visual Census dengan lebar pengamatan 1 m kanan dan 1 m kiri dari garis transek. Jenis biota megabentos yang diamati sepanjang transek ialah:  Krustasea lobster, udang dan kepiting  Bulu seribu Achantaster planci  Bulu babi Diadema sp.  Teripang Holothurian  Kima Tridacna sp.  Siput Drupella sp.

3.4. Analisis Data

Tahapan terakhir dari penelitian ini adalah analisis data. Setelah data diolah kemudian hasilnya dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif baik secara kualitatif maupun kuantitatif. 20

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kegiatan survei selama melakukan penelitian menghasilkan beberapa gambaran tentang sumberdaya kelautan yang ada di P. Biawak dan perairan sekitarnya Lampiran 5. Pengamatan tentang ekosistem mangrove dan lamun dilakukan di P. Biawak, sementara untuk pengamatan ekosistem terumbu karang di lakukan di P. Gosong dan Candikian, karena di kedua pulau ini masih minim informasi tentang kondisi terumbu karang termasuk di dalamnya asosiasi dengan ikan karang dan biota bentik. Secara umum, tergambar bahwa kondisi ekosistem di P. Biawak dan perairan sekitarnya sudah mengalami degradasi, baik ekosistem maupun biota yang berasosiasi dengannya. Aktifitas penangkapan ikan yang tinggi sehingga terjadi over fishing, penangkapan ikan dengan alat dan cara yang merusak serta limbah dari aktifitas manusia merupakan hal-hal yang menyebabkan terjadinya penurunan kuantitas dan kualitas dari sumberdaya kelautan yang di wilayah ini. Ancaman ini sejalan dengan kekhawatiran yang disampaikan oleh Reid at al. 2009 yang menyatakan bahwa eksploitasi di wilayah pesisir dan laut yang besar telah mengakibatkan degradasi sumberdaya yang ada dengan hilangnya lebih dari 40 terumbu karang, 50 tutupan mangrove serta 60 dari area lamun diseluruh dunia. Hal ini semakin parah karena terjadinya konflik atas daerah penangkapan ikan dan lemahnya sistem pengelolaan sumberdaya yang ada sehingga mengarah kepada cara-cara yang merusak .

4.1. Mangrove

Hasil pengamatan lapangan pada tiga stasiun yang berada di P. Biawak memiliki kerapatan tegakan pohon mangrove bervariasi mulai dari rendah hingga tinggi dengan kisaran 6 hingga 18 tegakan.100m -2 Tabel 4 dengan rata-rata tinggi pohon sekitar 4 hingga 5 m. Hal ini seperti yang ditentukan oleh Kemenhut 2005 bahwa kerapatan tegakan mangrove tinggi apabila jumlah tegakan  1.500 pohon.ha -1 , sedang apabila jumlah tegakan 1.000 - 1.500 pohon.ha -1 , dan rendah