memperbanyak tanaman yang sulit membentuk biji; 3 Mempersingkat waktu perbanyakan; 4 Memperbanyak tanaman hibrida unik atau steril; 5
Mendapatkan tanaman yang sifatnya sama dengan induknya dan bebas dari virus dan bakteri.
Kelemahan dari perbanyakan dengan kultur jaringan in vitro menurut Yusnita 2003 adalah 1 Memerlukan biaya awal yang tinggi untuk
labolatorium, peralatan dan bahan kimia; 2 Pengerjaannya memerlukan orang yang ahli di bidang kultur jaringan in vitro; 3 Menghasilkan tanaman yang
berukuran kecil dan terbiasa pada lingkungan yang aseptik sehingga perlu aklimatisasi untuk menyesuaikan diri di lingkungan eksternal.
Lingkungan tumbuh padat mempengaruhi regenerasi tanaman secara in vitro meliputi suhu, pH media dan kelembaban ruangan. Hendrayono dan
Wijayani 2001 menyatakan sel tanaman yang telah melewati masa kultur in vitro mempunyai tolerani pH yang relatif sempit antara pH 5,0 – 6,0. Sterilisasi
dapat merubah nilai pH media. Perubahan nilai pH mempengaruhi kemampuan sel untuk menyerap nutrisi dalam media.
2.3 Media Dasar Muarashige dan Skoog MS
Media dasar sebagai tempat tumbuhnya planlet yang mengandung hara essensial makro dan mikro, sumber energi dan vitamin. Jenis-jenis media dasar
yang dipergunakan untuk kultur in vitro adalah media dasar Vacin dan Went, Knudson C dan Murashige dan Skoog MS. Media dasar MS biasanya digunakan
dalam kultur in vitro di labolatorium karena cocok diberikan pada banyak spesies tanaman Gunawan, 1992. Penggunaan MS sering kali dikurangi menjadi
setengah atau seperempat karena tidak semua tanaman memerlukan konsentrasi MS yang sama.
Garam-garam anorganik dalam MS bila dilarutkan dalam air akan membentuk ion yang berperan aktif pada media. Satu jenis ion bisa dikontribusi
oleh lebih dari satu jenis senyawa Bhojwani dan Razdan, 1983. Sukrosa adalah bahan baku yang mengahasilkan energi dalam respirasi dan pembentukan sel-sel
baru Widiastoety, 1995. Sukrosa sebagai sumber energi sering ditambahkan pada media, karena tanaman yang dikembangkan secara in vitro mempunyai laju
fotosintesis yang rendah, sedangkan vitamin dibutuhkan dalam jumlah kecil sebagai katalisator pada proses metabolisme sel Hendaryono dan Wijayani,
2001.
2.4 Eksplan
Eksplan adalah jaringan tanaman yang digunakan sebagai bahan tanam di dalam botol. Eksplan dipilih dari jaringan yang masih muda karena jaringan
tersebut tersusun atas sel-sel yang masih muda dan selalu membelah, sehingga nantinya diharapkan bisa menghasilkan tanaman yang sempurna sebagai eksplan
Hendaryono dan Wijayani, 1994. Pengambilan eksplan dilakukan pada bagian tanaman yang banyak
mengandung jaringan meristem. Pada jaringan meristem akan terjadi pertambahan volume sel, diferensiasi sel, dan penambahan jumlah sel. Pengambilan eksplan
dari jaringan dewasa, dalam waktu lama tidak akan terbentuk kalus karena kemampuan untuk membentuk jaringan tidak ada Sandra, 2013.
Ukuran eksplan juga menentukan keberhasilan kultur jaringan. Eksplan yang berukuran besar sangat dikhawatirkan banyak mengandung kontaminan,
tetapi ukuran eksplan yang terlalu kecil dianggap kurang efektif karena kemampuan perkembangannya dalam media sangat lambat. Ukuran eksplan yang
paling baik adalah 0,5-1 cm, namun ukuran ini dapat bervariasi tergantung material tanaman yang dipakai dan jenis tanamannya Gunawan, 1995.
2.5 Arang Aktif