Pembuatan manisan stroberi (Fragaria sp) kering dan perubahan mutu selama penyimpanan

(1)

PEMBUATAN MANISAN STROBERI

( fragaria sp )

KERING

DAN PERUBAHAN MUTU SELAMA PENYIMPANAN

SKRIPSI

SITI IRMA ERVIANA

F34070015

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

MANUFACTURE OF DRIED STRAWBERRY

(Fragaria sp)

AND QUALITY

CHANGES DURING STORAGE

Sugiarto, Hartrisari, and Siti Irma Erviana

Departement ofAgricultural Industry Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, Bogor,

West Java, Indonesia. Email : sitiirmaerviana@yahoo.co.id

ABSTRACT

Strawberries are one of the fruits are perishable, this is because the smooth texture of strawberry skin’s so easily scratched and then it will decay, apart from that the water content in strawberries is very high. So that needs to be done to improve the shelf life handling of fruit, one of the means used for curing is the drying of fruit. Dried Strawberries are one of the processed products are preferred by consumers, this is because the strawberries that have a sour taste will be reduced due to the addition of sugar during the drying process. In addition it will be more chewy texture of the fruit because decrease water content in strawberries. Making dried strawberries has two factors that influence the concentration of preservatives and long soaking the fruit in sugar solution. Preservatives used in the manufacture of dried strawberries is sodium metabisulfite. The selection of sodium metabisulfite is because compared with other sulfite compounds, sodium metabisulfite most stable. In addition sulfite salt is a material that is not harmful to the body, because these compounds can be oxidized to sulfate which can be excreted with urine. From the results of preference tests with three parameters: taste, color, and texture of the resulting rank of 30 panelists most preferred is the interaction between sodium metabisulfite 300 ppm and 72 hours immersion. Test the quality changes during the four weeks that the water content of the above also shows that the interaction does not change significantly.


(3)

SITI IRMA ERVIANA. F34070015. Pembuatan Manisan Stroberi (Fragaria sp) Kering dan

Perubahan Mutu Selama Penyimpanan. Dibawah bimbingan Sugiarto dan Hartrisari. 2011.

RINGKASAN

Stroberi merupakan salah satu buah yang cepat rusak karena kandungan air dalam stroberi sangat tinggi. Sehingga perlu dilakukan penanganan untuk meningkatkan umur simpan buah, salah satu cara yang digunakan untuk pengawetan adalah pengeringan buah. Stroberi kering adalah salah satu produk olahan yang disukai oleh konsumen, hal ini dikarenakan stroberi yang mempunyai rasa asam akan berkurang karena penambahan gula selama proses pengeringan. Selain itu tekstur buah akan lebih kenyal karena bekurangnya kandungan air pada stroberi.

Pengeringan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengeringan mekanis, yaitu pengeringan yang menggunakan alat yaitu oven. Pengeringan stroberi ini bertujuan untuk pengurangan kadar air dalam buah. Dalam pengeringan yang harus diperhatikan adalah suhu pengeringan, hal ini disebabkan suhu yang tinggi akan menyebabkan kerusakan kandungan gizi pada bahan yang dikeringkan, selain itu perubahan warna yang ekstrim tidak diinginkan dalam pengeringan. Sehingga dalam pembuatan manisan stroberi digunakan suhu pengeringan 47°C, tingkat suhu ini tidak menyebabkan perubahan signifikan pada warna stroberi.

Pembuatan manisan stroberi kering ini mempunyai dua faktor yaitu konsentrasi bahan pengawet dan lama perendaman buah dalam larutan gula. Bahan pengawet yang digunakan dalam pembuatan manisan stroberi kering ini adalah natrium metabisulfit. Pemilihan natrium metabisulfit ini karena dibanding dengan senyawa sulfit lainnya, natrium metabisulfit paling stabil. Selain itu garam sulfit merupakan bahan yang tidak berbahaya bagi tubuh, karena senyawa ini dapat dioksidasi menjadi sulfat yang dapat dieksresikan bersama urin. Konsentrasi bahan pengawet mempunyai tiga perlakuan yaitu tanpa menggunakan bahan pengawet, natrium metabisulfit 150 ppm, dan natrium metabisulfit 300 ppm. Sedangkan lama perendaman dalam larutan gula mempunyai dua perlakuan yaitu 48 jam dan 72 jam.

Dari hasil uji kesukaan dengan tiga parameter yaitu rasa, warna, dan tekstur terhadap 30 orang panelis dihasilkan pemeringkatan yang paling disukai panelis adalah interaksi antara natrium metabisulfit 300 ppm dan perendaman 72 jam. Uji perubahan mutu selama empat minggu yaitu kadar air juga menunjukkan bahwa interaksi diatas tidak mengalami perubahan signifikan.

Dari parameter yang diujikan yaitu karakteristik manisan stroberi kering, rendemen, uji organoleptik, dan perubahan mutu selama penyimpanan manisan stroberi kering yang paling baik adalah manisan stroberi dengan perlakuan penambahan natrium metabisulfit 300 ppm lama perendaman 72 jam.


(4)

PEMBUATAN MANISAN STROBERI (

Fragaria sp

) KERING DAN

PERUBAHAN MUTU SELAMA PENYIMPANAN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

SITI IRMA ERVIANA

F34070015

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(5)

Judul Skripsi : Pembuatan Manisan Stroberi Kering dan Perubahan Mutu

Selama Penyimpanan

Nama : Siti Irma Erviana

NRP

: F34070015

Menyetujui,

Pembimbing

I,

Pembimbing

II,

(Ir. Sugiarto, M.Si)

(Dr. Hartrisari H, DEA)

NIP 19690518 199403 1 002

NIP 19610630 198603 2 003

Mengetahui,

Ketua Departemen,

(Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti)

NIP 19621009 198903 2 001


(6)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Pembuatan

Manisan Stroberi (Fragaria sp) Kering dan Perubahan Mutu Selama Penyimpanan

adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan pada daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2011

Yang memberi pernyatan,

Siti Irma Erviana


(7)

BIODATA PENULIS

Penulis dilahirkan di Pandeglang pada tanggal 20 Oktober 1989. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara dari Padni dan Arsinah. Pada tahun 2001, penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN 1 Kubang Kondang, Pandeglang. Penulis menyelesaikan pedidikan sekolah menengah pertama di SLTPN 1 Menes pada tahun 2004. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 4 Pandeglang dan lulus pada tahun 2007.

Penulis melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi Negeri, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Penulis diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian. Selama kuliah di IPB, penulis aktif mengikuti ekstrakurikuler bola volley dan kepanitiaan diantaranya panitia Agroindustri Days 2009 sebagai seksi dekorasi.

Penulis melaksanakan praktek lapang pada tahun 2010 dengan topik “Mempelajari Proses Produksi Gula Rafinasi di Pabrik Gula Rafinasi Angels Products, Serang”. Untuk menyelesaikan tugas akhir, penulis melakukan penelitian yang dituliskan dalam skripsi “ Pembuatan Manisan stroberi( Fragaria sp) Kering dan Perubahan Mutu Selama Penyimpanan ”.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan tuntunan-Nya penulis dapat menyelesikan skripsi “ Pembuatan Manisan Stroberi ( Fragaria sp)Kering dan Perubahan Mutunya Selama Penyimpanan Produk” ini dengan baik. Penulis sepenuhnya menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan selesai tanpa ada dukungan secara moril maupun materil dari semua pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini mengucapkan terimakasih kepada:

A.Suami dan kedua orang tua atas doa, kasih sayang dan dukungan yang sangat berarti bagi penulis.

B.Ir. Sugiarto, M. Si dan Dr. Ir. Hartrisari H, DEA sebagai dosen pembimbing pertama yang memberikan segala bimbingan, kebijakan, ilmu, waktu, dan kelancaran yang selalu diberikan.

C.Seluruh dosen dan laboran Teknologi Industri Pertanian atas segala ilmu yang telah diberikan .

D.Iqbal Ardi Wibowo sebagai rekan kerja dalam penelitian pengeringan buah. E.Seluruh teman-teman TIN angkatan 44.

F.Seluruh pihak yang membantu dalam pelaksanaan penelitian dan pembuatan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini penulis tidak luput dari kesalahan yang manusiawi. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran, masukan, maupun kritik agar skripsi ini dapat mendekati sempurna. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, Juli 2011

Penulis


(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……… iii

DAFTAR ISI ……….. iv

DAFTAR TABEL ………. vi

DAFTAR GAMBAR ………. vii

DAFTAR LAMPIRAN ………. viii

I. PENDAHULUAN ………. 1

A. Latar Belakang ……… 1

B. Tujuan ……….. 1

II. TINJAUAN PUSTAKA ……… 2

A. Buah Stroberi ……… 2

B. Pengawetan Buah ……….. 4

C. Pengeringan ……… 6

D. Perubahan Mutu Selama Penyimpanan ………. 7

E. Uji organoleptik ……… 8

III. METODOLOGI PENELITIAN ………... 9

A. Waktu dan Tempat ……… 9

B. Bahan dan Alat ……….. 9

C. Metode penelitian ……….. 9

1. Penelitian Pendahuluan ……….. 9

2. Penelitian Utama ……… 10

D. Pengamatan ………... 12

E. Rancangan Percobaan ……… 12

1. Perlakuan ……… 12

2. Rancangan Percobaan ………. 12

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 13

A. Penelitian Pendahuluan ……….. 13

1. Pengaruh konsentrasi gula terhadap total padatan terlarut …………. 13

2. Pengaruh lama perendaman terhadap kekerasan bahan ……….. 14

3. Pengaruh bahan pengawet terhadap warna manisan ……….. 14

4. Uji proksimat buah stroberi segar ……….. 17

B. Penelitian Utama ………. 18

1. Karakteristik manisan stroberi kering ………... 18

a. Kadar air ……… 18

b. Kadar abu ……….. 19

c. Kadar protein ………. 21

d. Kadar lemak ……….. 22

e. Kadar serat ……… 23

2. Rendemen ………. 24

3. Uji organoleptik ………... 26


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kandungan nutrisi buah stroberi per 100 gram ……… 3

Tabel 2. Hasil pengamatan visual pengaruh bahan pengawet ………. 15

Tabel 3. Hasil uji proksimat buah stroberi ……….. 17

Tabel 4. Rendemen manisan stroberi kering ……… 25

Tabel 5. Laju perubahan kadar air ……….. 28

Tabel 6. Laju perubahan kekerasan manisan stroberi kering ……….. 30


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Diagram alir pelaksanaan penelitian ……… 11

Gambar 2. Total padatan terlarut buah stroberi berdasarkan konsentrasi gula dan lama perendaman ………. 13

Gambar 3. Nilai kekerasan buah stroberi dengan perendaman gula 30% dan lama perendaman ………. 14

Gambar 4. Manisan stroberi kering ………. 16

Gambar 5. Kadar air manisan stroberi kering ……… 19

Gambar 6. Kadar abu manisan stroberi kering ……….. 20

Gambar 7. Kadar protein manisan stroberi kering ……… 21

Gambar 8. Kadar lemak manisan stroberi kering ……….. 22

Gambar 9. Kadar serat manisan stroberi kering ……… 24

Gambar 10. Nilai kadar air selama penyimpanan ………... 29

Gambar 11. Nilai kekerasan selama penyimpanan ………. 31


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1a. Prosedur pengukuran kadar air ……….... 36

Lampiran 1b. Prosedur pengukuran kadar abu ……….. 36

Lampiran 1c. Prosedur pengukuran kadar protein ………... 36

Lampiran 1d. Prosedur pengukuran kadar lemak ………...….... 37

Lampiran 1e. Prosedur pengukuran kadar serat ………..……... 37

Lampiran 1f. Prosedur pengukuran kekerasan buah ………...………... 38

Lampiran 1g. Prosedur pengukuran total padatan terlarut ………..……….. 38

Lampiran 2. Prosedur pengamatan uji organoleptik ……….……… 39

Lampiran 3a. Analisis ragam kadar air manisan stroberi kering ……….……..……… 40

Lampiran 3b. Uji lanjut Duncan kadar air manisan stroberi kering ………..…… 40

Lampiran 4a. Analisis ragam kadar abu maisan stroberi kering ………..…….. 41

Lampiran 4b. Uji lanjut Duncan lama perendaman terhadap kadar abu ……….…….. 41

Lampiran 4c. Uji lanjut Duncan interaksi antara konsentrasi bahan pengawet dan lama perendaman terhadap kadar abu ………. 42

Lampiran 5. Analisis ragam kadar protein manisan stroberi kering ………….……... 42

Lampiran 6. Analisis ragam kadar lemak manisan stroberi kering ………. 43

Lampiran 7a. Analisis ragam kadar serat manisan stroberi kering ……….... 44

Lampiran 7b. Uji lanjut Duncan lama perendaman pada kadar serat ……… 44

Lampiran 8a. Analisis ragam rendemen manisan stroberi kering ……..……….... 45

Lampiran 8b. Uji lanjut Duncan lama perendaman pada kadar serat ……… 45

Lampiran 9. Uji Kruskal Wallis untuk parameter warna pada uji organoleptik manisan stroberi kering ……….. 46

Lampiran 10. Uji Kruskal Wallis untuk parameter tekstur pada uji organoleptik manisan stroberi kering ………. 47

Lampiran 11. Uji Kruskal Wallis untuk parameter rasa pada uji organoleptik manisan stroberi kering ……… 48

Lampiran 12a. Analisis ragam laju perubahan kadar air manisan stroberi kering selama penyimpanan ……….………... 49

Lampiran 12b. Uji lanjut Duncan laju perubahan kadar air ………..………….. 49

Lampiran 13a. Analisis ragam laju perubahan kekerasan manisan stroberi kering selama penyimpanan ………..….. 50


(13)

I.

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Stroberi ( Fragaria sp ) merupakan tanaman yang berasal dari daerah pegunungan Chili. Tanaman ini cocok ditanam di daerah beriklim subtropis, namun di Indonesia yang merupakan negara yang beriklim tropis sudah banyak dibudidayakan di daerah dataran tinggi yaitu sekitar 1.000 di atas permukaan laut (Sastrapradja, et.al. 1980). Negara penghasil stroberi terbesar di dunia adalah Amerika Serikat, produsen yang kedua adalah Eropa yaitu Polandia dan Italia, kemudian disusul oleh Jepang dan Meksiko. Di Amerika Serikat terdapat 13 negara bagian penghasil stroberi dan produsen terbesar adalah California ( Anonim, 2010).

Stroberi merupakan salah satu bahan hasil pertanian yang mudah rusak (perishable). Hal ini disebabkan stroberi merupakan buah yang mempunyai tekstur yang lembut dan tidak mempunyai serat sehingga sangat sensitif terhadap gesekan fisik, suhu, dan sinar matahari (Budiman dan Saraswati 2010). Selain itu, stroberi mempunyai kadar air tinggi sehingga mikroorganisme akan tumbuh dengan cepat. Laju respirasi stroberi sangat tinggi yaitu 20 – 40 mg CO2/kg/jam proporsional dengan laju kerusakkan buah (Santoso, 1986). Dengan sifat stroberi yang mudah rusak, maka diperlukan penanganan atau cara untuk bisa mempertahankan kualitas dan kandungan stroberi sehingga akan memperpanjang umur simpan.

Stroberi merupakan salah satu buah yang memiliki banyak kandungan yang sangat berguna untuk tubuh, salah satunya stroberi mengandung asam elagic yang berfungsi menghambat pertumbuhan sel kanker. Berdasarkan hasil penelitian stroberi berkhasiat untuk meningkatkan nafsu makan, zat penenang, antioksidan, dan berbagai jenis vitamin. Stroberi bisa dikonsumsi dalam berbagai bentuk, selain dapat dinikmati langsung dalam bentuk buah segar dan bisa juga dinikmati dalam bentuk lain seperti jus, selai, sirup, dodol, manisan, buah kering, dan sebagai perasa dalam makanan lain. Stroberi tidak hanya diproduksi sebagai makanan, tapi ekstraknya dapat digunakan sebagai bahan dasar kosmetik dan obat – obatan ( Anonim, 2010).

Salah satu produk olahan stroberi yang belum dikenal di Indonesia adalah manisan stroberi kering. Manisan buah adalah buah yang diawetkan dengan menambahkan gula, pemberian gula dengan kadar yang tinggi pada manisan buah, selain untuk memberikan rasa manis, juga untuk mencegah tumbuhnya mikroorganisme (jamur dan kapang). Proses pembuatan manisan buah ini juga digunakan bahan pengawet seperti natrium metabisulfit untuk mempertahankan bentuk (tekstur) serta menghilangkan rasa gatal atau getir pada buah.

B.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk membuat produk manisan stroberi kering dan perubahan mutu selama penyimpanan.


(14)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Buah Stroberi (

Fragaria sp

)

Stroberi merupakan tanaman buah herba yang ditemukan pertama kali di Chili, Amerika. Salah satu species tanaman stroberi adalah Fragaria chiloensis L. menyebar ke berbagai Negara di Amerika, Eropa, dan Asia. Stroberi yang pertama kali masuk ke Indonesia adalah jenis Fragaria vesca L ( Sastrapradja, et.al., 1980).

Pada awalnya budidaya stroberi di negara yang beriklim subtropis, tetapi seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi pertanian yang semakin maju pengembangan stroberi pun mendapat perhatian di negara yang beriklim tropis. Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang mengembangkan stroberi ( Sastrapradja, et.al., 1980).

Di Indonesia, stroberi juga dikenal dengan nama arbei. Stroberi dibudidayakan secara besar-besaran di sebagian besar negara yang beriklim sedang dan beberapa yang beriklim subtropis. Di negara tropis, stroberi juga diusahakan secara komersial meskipun dalam skala kecil.

Tanaman stroberi dalam taksonomi tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Keluarga : Rosaceae Genus : Fragaria

Species : Fragaria sp (Sastrapradja, et.al., 1980).

Stroberi yang ditemukan dipasar umumnya Fragaria x ananassa var Duchesne, yaitu stawberry hibrida yang dihasilkan dari persilangan F. Virginia L. Var. Duchesne yang berasal dari Amerika Utara dengan F. Chiloensis L. Var. Duchesne yang berasal dari Chili. F. Virginia jarang memiliki bunga jantan, tapi sebagian besar adalah hermaprodit (berkelamin ganda) dan yang lainnya berjenis kelamin betina. Jumlah stroberi hermaprodit sekitar dua kali lipat dari jumlah betina. Buah stroberi F. Virginia rasanya asam dan memiliki tekstur yang lembek, tetapi buah ini memiliki ketahanan yang cukup baik terhadap suhu tinggi, kekeringan, serta beberapa penyakit layu akibat Verticilium dan bercak daun. Sementara itu buah stroberi F. Chiloensis memiliki tekstur yang keras dan memiliki rumpun yang besar (Anonim, 2007).

Varietas stroberi yang dapat ditanam di Indonesia adalah Oso grande,Pajero, Selva, Ostara, Tenira, Robunda, Tristar, Bogota, Elvira, Gorella, Sweet charlie, Shantung, dan Red Gauntlet. Di Cianjur ditanam varietas Hokowaze berasal dari Jepang yang cepat berbuah, sedangkan petani lembang menggunakan varietas Shantung dan Nyoho yang cocok untuk ditanam di daerah tropis dan sering dibuat menjadi makanan olahan seperti selai dan jeli. Selain kedua varietas di atas petani lembang juga menanam varietas lain diantaranya adalah Sweet charlie, Oso grande, dan Tristar yang sangat cocok untuk diproduksi dalam buah segar. Sementara itu, varietas yang ditanam di Ciwidey ada empat jenis yaitu Nyoho, Tristar, Oso grande, dan Sweet charlie (Anonim, 2007).

Pembudidayaan tanaman stroberi belum banyak dikenal dan diminati banyak orang, hal ini dikarenakan budidaya stroberi memerlukan suhu yang rendah dan di Indonesia harus ditanam


(15)

di dataran tinggi. Lembang dan Cianjur (Jawa Barat) adalah daerah pusat pertanian dimana petani sudah mulai banyak membudidayakan stroberi. Dapat dikatakan bahwa untuk saat ini kedua wilayah tersebut adalah pusat budidaya stroberi ( Anonim, 2007).

Stroberi yang dimakan sebenarnya bukan buah sesungguhnya, tetapi merupakan perkembangan dari dasar bunga, buah sesungguhnya disebut dengan achene, berwarna putih dan berada dipermukaan buah semu.

Stroberi bisa dikonsumsi dalam keadaan buah segar maupun hasil olahannya. Produk hasil olahan buah stroberi diantaranya adalah dodol, selai, sirup, jus, jelly, manisan, es krim, salad buah, dan lain - lain. Kandungan nutrisi buah stroberi dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan nutrisi buah stroberi per 100 gram

Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI dalam Rukmana (1998)

Pada umumnya stroberi dibudidayakan untuk dikonsumsi segar dan untuk industri. Cara budidaya kedua kebutuhan itu sama, perbedaanya hanya pada pemilihan varietas dan cara pemetikan buah pada saat panen. Ukuran dan keseragaman buah stroberi untuk industri tidak terlalu diutamakan, tetapi yang dibutuhkan adalah total produksi yang tinggi, warna, dan aroma buah stroberi. Sedangkan untuk konsumsi dalam bentuk buah segar lebih ditekankan pada bentuk, ukuran, warna, rasa, dan aroma ( Anonim, 2007).

Stroberi membutuhkan waktu lima bulan untuk dapat dipanen dengan jumlah buah yang dihasilkan 15 butir dengan bobot 1,5 ons/tanaman. Pemanenan dapat dilakukan setiap 15 hari sekali dan pada umumnya puncak produksi stroberi di Indonesia pada bulan Maret - April. Pemanenan dapat dilakukan saat buah berumur dua minggu sejak pembungaan atau 10 hari setelah awal pembentukan buah. Pada waktu tersebut buah stroberi sudah cukup tua dan sebagian besar sudah berwarna merah ( Anonim, 2007).

Kandungan Gizi Nilai Satuan

Energi 37 kalori

Protein 0.8 g

Lemak 0.5 g

Karbohidrat 8.3 g

Kalsium 28 mg

Fosfat 27 mg

Besi 0.8 mg

Vitamin A 6 mg

Vitamin B 0.03 mg

Vitamin C 60 mg

Air 89.9 g


(16)

Ciri untuk umur panen buah stroberi adalah: 1.Buah sudah agak kenyal dan agak empuk.

2.Kulit buah didominasi warna merah, hijau kemerahan, dan kuning kemerahan.

3.Buah berumur dua minggu sejak pembungaan atau 10 hari setelah pembentukan buah (Wijoyo 2008).

Pemetikan sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari dan keadaan cuaca cerah. Dalam cuaca panas , buah akan lembek dan cepat rusak . Ada teknik khusus pemanenan stroberi agar tanaman dan buah tidak rusak yaitu dengan cara buah dipetik dengan bersama tangkai dan kelopaknya dengan tangan secara hati - hati atau dengan gunting. Buah yang dipetik sebaiknya yang sudah tua, buah muda yang warnanya hijau keputih - putihan dan besar jangan dipetik. Hal ini dikarenakan rasanya asam walaupun setelah diperam warnanya akan berubah menjadi merah (Anonim, 2007).

B.

Pengawetan Buah

Pengawetan adalah cara untuk meningkatkan umur simpan suatu bahan atau produk. Beberapa teknologi pengawetan pada buah-buahan adalah pengalengan, pendinginan, dan pengeringan. Teknologi pengeringan adalah teknologi yang cocok untuk dikembangkan oleh negara berkembang karena perkembangan teknologi proses termal dan proses dingin pada negara ini belum sepesat negara maju ( Jayaraman dan Gupta, 2006). Salah satu teknologi pengeringan yang sering dilakukan adalah pembuatan manisan buah.

Manisan buah adalah buah yang diawetkan dengan menambahkan gula, pemberian gula dengan kadar yang tinggi pada manisan buah, selain untuk memberikan rasa manis, juga untuk mencegah tumbuhnya mikroorganisme (jamur dan kapang). Proses pembuatan manisan buah ini juga digunakan air garam dan air kapur untuk mempertahankan bentuk (tekstur) serta menghilangkan rasa gatal atau getir pada buah. Buah-buahan yang biasa digunakan untuk membuat manisan basah adalah jenis buah yang cukup keras, seperti pala, mangga, kedondong, kolang-kaling, dan lain-lainnya. Sedangkan buah-buahan yang biasa digunakan untuk membuat manisan kering adalah jenis buah yang lunak seperti pepaya, sirsak, dan lain-lainnya. Hasil samping dari proses pembuatan manisan buah ini ialah sirup dari larutan perendamannya. Manisan buah yang baik berwarna kekuning-kuningan, kenyal bila digigit, dan tahan di simpan selama dua minggu sampai satu bulan ( Soenarti, 2007).

Manisan buah pada umumnya dibedakan menjadi dua yaitu manisan buah basah dan manisan buah kering . Perbedaan diantara keduanya adalah cara pembuatan, umur simpan, dan penampakannya.

Secara umum pembuatan manisan buah basah dilakukan dengan mengupas buah kemudian dibersihkan dan direndam dalam larutan garam dan larutan gula kemudian ditiriskan. Perendaman dengan menggunakan larutan gula dilakukan selama 3 hari dengan konsentrasi yang semakin lama semakin pekat. Pada pembuatan manisan buah kering, setelah buah direndam dalam air gula semalam kemudian diangkat, permukaannya ditaburi dengan gula pasir kemudian dikeringkan dengan dijemur dibawah sinar matahari. Penjemuran dilakukan 3 hari berturut-turut dan setiap hari kembali ditaburi dengan gula pasir ( Soenarti, 2007).


(17)

Daya awet manisan buah kering lebih awet dibandingkan dengan manisan buah basah. Hal ini disebabkan selain kadar air manisan buah kering lebih rendah juga kandungan gulanya tinggi. Dari segi penampakan manisan buah basah lebih menarik dibandingkan dengan manisan buah kering ( Soenarti, 2007).

Bahan pengawet termasuk ke dalam bahan aditif, yaitu bahan yang ditambahkan dan dicampurkan sewaktu pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu. Selain pengawet yang termasuk bahan aditif antara lain pewarna, pemanis, penyedap rasa dan aroma, pemantap, antioksidan, pengemulsi, antigumpal, pemucat, dan pengental ( Winarno, 1997). Sedangkan menurut Desrosier (1988), bahan aditif adalah substansi bukan gizi yang ditambahkan ke dalam bahan pangan dengan sengaja dan dalam jumlah kecil dengan tujuan tertentu.

Menurut Winarno (1997), pada umumnya bahan aditif dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu:

1. Aditif sengaja, adalah aditif yang diberikan dengan maksud dan tujuan tertentu. Misalnya meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa, mengendalikan kerusakan pada bahan pangan dan lain-lainnya.

2. Aditif tidak disengaja, adalah aditif yang terdapat dalam makanan dengan jumlah kecil sebagai akibat dari proses pengolahan.

Bahan pengawet terdiri dari senyawa organik dan anorganik dalam bentuk asam atau garamnya. Aktivitas-aktivitas bahan pengawet tidak sama, ada yang efektif terhadap bakteri, kapang, dan khamir. Bahan pengawet orgaik lebih sering digunakan dari pada anorganik, karena bahan ini lebih mudah dibuat.

Bahan pengawet berfungsi untuk mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman, dan penguraian lain terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme (Depkes 1988). Bahan tambahan ini biasanya ditambahkan pada bahan makanan yang mudah rusak atau pangan yang disukai sebagai medium tumbuhnya bakteri atau kapang. Pertumbuhan bakteri dicegah atau dihambat tergantung dari jumlah pengawet yang ditambahkan dan juga pH atau keasaman dari pangan. Menurut Winarno dan Rahayu (1994), pengawet hampir tidak aktif dalam suasana netral, dan aktivitasnya meningkat apabila pH diturunkan.

Warna daging buah setelah dikupas akan berubah menjadi coklat. Hal ini disebabkan terjadinya proses browning baik secara enzimatis maupun non enzimatis. Warna buah yang coklat ini tidak disukai. Untuk mencegah terjadinya reaksi browning setelah perendaman manisan dalam larutan gula dilakukan proses sulfuring. Sulfuring pada dasarnya untuk mempertahankan warna dan citarasa, mempertahankan asam askorbat dan karoten, sebagai bahan pengawet kimia, untuk menentukan atau bahkan menghindarkan kerusakkan oleh mikroorganisme dan untuk mempertahankan stabilitas bahan selama penyimpanan. Senyawa-senyawa kimia yang digunakan dalam proses sulfuring adalah sulfur dioksida, Senyawa-senyawa-Senyawa-senyawa sulfit, bisulfit, dan metasulfit. Sulfuring dapat dilakukan dengan penggunaan uap sulfur atau perendaman dengan larutan sulfur dioksida dan sulfit.

Berdasarkan Permenkes No. 722/88 terdapat 26 jenis pengawet yang diizinkan untuk digunakan dalam makanan. Penggunaan pengawet tersebut harus mengikuti takaran yang diperbolehkan (http://www.senior.co.id). Pengawet berfungsi untuk memperpanjang umur simpan suatu makanan dalam hal ini menghambat pertumbuhan mikroba. Oleh karena itu sering pula


(18)

disebut sebagai senyawa anti mikroba. Bahan pengawet yang digunakan dalam penelitian ini adalah natrium metabisulfit.

Menurut Winarno (1984), senyawa sulfit merupakan salah satu bahan pengawet yang sudah umum digunakan . Sulfit digunakan dalam bentuk gas SO2, garam natrium atau kalium sulfit (Na2SO3 dan K2SO3), garam kalsium atau natrium bisulfit (NaHSO3 dan KH SO3), dan garam kalium atau natrium metabisulfit (Na2S 2O 5 dan K2H 2SO 5). Sedangkan menurut Furia (1968), natrium metabisulfit paling stabil dibandingkan dengan sulfit dan bisulfit yang lain selama penyimpanan.

Natrium metabisulfit merupakan suatu senyawa yang berbentuk kristal atau bubuk yang berwarna putih. Natrium metabisulfit larut dalam air dan sedikit larut dalam alkohol. Fungsi natrium metabisulfit adalah menghambat pertumbuhan bakteri, kapang, dan khamir (Furia, 1968). Selain digunakan sebagai antimikroba, natrium metabisulfit juga dapat digunakan untuk menghambat terjadinya browning baik secara enzimatis atau non-enzimatis (Buckle et al., 1985).

Menurut Furia (1968), pertumbuhan bakteri, kapang, dan khamir dapat dihambat pada konsentrasi SO2 200 ppm, dimana bakteri dan kapang lebih sensitif terhadap SO2 dari khamir. Sulfur dioksida dan garam sulfit merupakan bahan pengawet yang tidak berbahaya bagi tubuh manusia, senyawa ini akan dioksidasi menjadi sulfat yang kemudian dieksresikan bersama urin (Furia, 1968).

C.

Pengeringan

Pengeringan (drying) atau ( dehydration ) merupakan pengeluaran kandungan air dari suatu bahan. Pengeringan lebih mengarah pada pengeluaran air dari suatu bahan sampai kandungan air bahan tersebut seimbang dengan keadaan udara disekitarnya, sedangkan dehidrasi lebih mengarah pada pengeluaran air dari suatu bahan hasil pertanian sampai tingkat kandungan air serendah-rendahnya sehingga mendekati kering mutlak ( Henderson dan Perry, 1976).

Pengeringan termasuk salah satu cara pengawetan bahan pangan dimana sebagian air dari bahan pangan dihilangkan dengan cara menguapkan air tersebut dengan menggunakan energi panas. Biasanya kandungan air dalam bahan dikurangi sampai batas agar mikroba tidak tumbuh lagi (Winarno et al., 1980). Umumnya dikenal dua cara pengeringan, yaitu pengeringan alami dengan menggunakan sinar matahari dan pengeringan buatan yaitu menggunakan oven, drum dryer, spray dryer, cabinet dryer, dan lain-lain.

Ada beberapa keuntungan yang diperoleh dari pengeringan alami yaitu: 1.Adanya sinar ultra violet yang berfungsi sebagai desinfektans. 2.Tidak memerlukan perawatan dan biaya khusus.

3.Lebih aman serta mudah pengawasannya dibandingkan menggunakan alat pengering mekanis.

Pengeringan mekanis adalah suatu cara pengeringan menggunakan menggunakan panas buatan dimana udara panas bertiup di dalamnya (Thahrir, 1986).

Menurut Moelyanto (1982), salah satu faktor yang mempercepat proses pengeringan adalah angin. Bila udara diam, maka kandungan uap air di sekitar produk yang dikeringkan makin jenuh, sehingga makin lambat pengeringannya. Tetapi bila udara mengalir proses pengeringan


(19)

berjalan dengan baik. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi kecepatan pengeringan dari suatu bahan pangan adalah:

1.Sifat fisik dan kimia produk meliputi bentuk, ukuran, komposisi, dan kadar air.

2.Pengaturan geometris produk sehubungan dengan permukaan alat atau media perantara pemindah panas seperti nampan pengering.

3.Sifat-sifat fisik lingkungan alat pengering (suhu, kelembaban, dan kecepatan udara). 4.Karakteristik alat pengering (efisiensi pemindah panas ( Buckle et al., 1987).

Kerusakan yang sering terjadi akibat pemanasan adalah terjadinya reaksi pencoklatan dan case hardening. Reaksi pencoklatan umumnya tidak dikehendaki pada pengolahan bahan pangan. Pada pemanasan tersebut reaksi pencoklatan non-enzimatik lebih sering terjadi. Proses pengeringan yang dilakukan pada suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan case hardening, yaitu bagian keadaan dimana permukaan bahan telah mengeras, tetapi bagian dalamnya masih basah ( Winarno et al., 1980).

D.

Perubahan Mutu Selama Penyimpanan

Adanya kesadaran mengenai daya tahan berbagai komoditas pertanian menuntut adanya kesadaran akan perlunya penyimpanan. Penyimpanan bahan pangan berfungsi lebih luas lagi yaitu sebagai pengendali persediaan makanan ( Syarief dan Halid, 1991).

Suhu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perubahan mutu makanan. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka laju reaksi berbagai senyawa kimia akan semakin cepat. Oleh karena itu dalam menduga kecepatan penurunan mutu selama penyimpanan, faktor suhu harus diperhitungkan ( Syarief dan Halid ,1991).

Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu selama penyimpanan bahan pangan yang dikemas antara lain keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme perubahan, misalnya kepekaan terhadap air dan oksigen; kemungkinan terjadinya perubahan kimia internal dan fisik; ukuran kemasan dalam hubungannya dengan volum; kondisi atmosfer terutama suhu dan kelembaban dimana kemasan dapat bertahan selama transit dan sebelum digunakan; kemasan keseluruhan dari kemasan terhadap keluar masuknya air ; gas dan bau termasuk perekatan; penutupan dan bagian-bagian yang terlipat. Hasil atau akibat dari berbagai reaksi kimiawi selama penyimpanan, sehingga pada saat tertentu hasil reaksi tersebut mengakibatkan mutu produk tidak dapat diterima konsumen ( Anonim , 2009).

Menurut Desrosier (1988), faktor yang mempengaruhi stabilitas penyimpanan bahan pangan meliputi jenis dan kualitas bahan baku, metode, keefektifan pengolahan, jenis serta keadaan pengemasan, perlakuan mekanis yang dilakukan terhadap produk yang dikemas selama distribusi dan penyimpanan serta pengaruh yang ditimbulkan oleh suhu dan kelembaban selama penyimpanan.


(20)

E.

Uji Organoleptik

Uji organoleptik atau uji indrawi itu merupakan suatu daya terima dengan pengindraan dan biasa juga disebut dengan uji organoleptik. Organoleptik yang dimaksud disini adalah rasa, warna, dan tekstur. Penilaian dengan indra banyak digunakan untuk menilai mutu suatu komoditi hasil pertanian dan makanan olahannya.penilaian dengan dengan cara ini cepat dan langsung, kadang-kadang penilaian ini memberikan hasil yang teliti. Dalam beberapa hal penilaian dengan indra bahkan dapat melebihi alat yang paling rensitif ( Rosita, 2000).

Uji organoleptik merupakan uji yang bersifat subyektif . Uji ini menggunakan panelis yang mempunyai tingkat kesukaan dan kepekaan yang bervariasi. Panelis adalah sekelompok orang yang akan menilai mutu atau memberikan kesan subyektif terhadap suatu produk yang diujikan. Dalam pengujian ini panelis yang dipakai adalah tidak terlatih dengan jumlah 30 orang.

Uji hedonik atau uji kesukaan merupakan asalah satu jenis uji penerimaan. Dalam uji ini panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau ketidaksukaan, disamping itu panelis juga diminta untuk mengemukakan tingkat kesukaan atau ketidaksukaan dengan skala hedonik. 


(21)

III. METODOLOGI PENELITIAN

G.

Waktu dan Tempat

Penelitian "Pembuatan Manisan Stroberi (Fragaria sp) Kering dan Perubahan Mutu Selama Penyimpanan" dilakukan di Laboratorium DIT 1 dan DIT 2, Laboratorium Pengawasan Mutu, dan Laboratorium Pengemasan, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Dramaga, Bogor pada bulan Februari 2011 sampai bulan Mei 2011.

H.

Bahan dan Alat

1.

Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah stroberi dua hari setelah panen yang diproduksi oleh petani Ciwidey (Bandung). Buah stroberi yang digunakan adalah buah stroberi tipe California yang mempunyai ukuran, bentuk, warna yang relatif sama. Selain stroberi, penelitian ini juga menggunakan gula pasir dalam jumlah yang besar. Bahan tambahan lain yang digunakan adalah berupa bahan pengawet seperti kapur sirih dan natrium metabisulfit dalam jumlah yang sangat kecil, dan akuades.

2.

Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari oven pengering, timbangan digital, Refraktometer untuk mengukur total padatan terlarut pada buah, oven untuk mengukur kadar air, AWmeter untuk mengukur aktivitas air pada produk dan bahan, gelas piala ukuran 2 liter dan 1 liter, panci alumunium, loyang, pengaduk, cawan patri, cawan alumunium, desikator, kompor listrik, lemari pendingin, gelas arloji, pisau dan alumunium voil.

I.

Metode Penelitian

1.Penelitian pendahuluan

a.Pengaruh konsentrasi gula pada larutan perendaman terhadap total padatan terlarut buah stroberi (Fragaria sp).

Tahapan ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi gula maksimum terhadap total padatan terlarut pada rendaman buah stroberi. Pengamatan dilakukan setiap hari selama empat hari , dengan menggunakan alat refraktometer.


(22)

b. Pengaruh lama perendaman terhadap kekerasan buah stroberi (Fragaria sp)

Tahapan ini dilakukan untuk mengetahui lama perendaman maksimum terhadap tekstur atau kekerasan pada rendaman buah stroberi. Pengamatan dilakukan setiap hari selama empat hari, dengan menggunakan alat penetrometer.

c. Pengaruh bahan pengawet terhadap warna manisan stroberi kering

Tahapan ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh bahan aditif terhadap warna, rasa, dan tekstur buah kering stroberi. Pengamatan dilakukan selama lima hari selama perendaman buah dan pengeringan buah dalam oven.

d. Analisis proksimat buah stroberi

Analisis proksimat yang dilakukan terhadap buah stroberi adalah kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar serat dan kadar vitamin C. penelitian dilakukan dengan secara duplo dengan dua kali ulangan.

2.Penelitian utama

Pembuatan manisan stroberi kering merupakan modifikasi antara manisan buah basah dan manisan buah kering. Penelitian cara pembuatan manisan stroberi kering telah dilakukan beberapa kali trial dan error. Salah satunya adalah perbedaan lama perendaman dalam konsentrasi gula yang berbeda, alat pengeringan, cara pengeringan, dan bahan pengawet. Setelah trial dan error dilakukan dihasilkan metode seperti Gambar 1.

Pada pembuatan manisan stroberi kering yang pertama adalah penyortiran dan pembersuhan buah. Buah stroberi dikeluarkan dari kemasan kemudian dibersihkan dari kotoran yang menempel dan daunnya, setelah itu ditimbang dan dicuci dengan menggunakan air bersih. Kedua, perendaman dengan menggunakan bahan pengawet, buah kemudian dimenjadi tiga bagian, bagian pertama untuk perendaman dengan natrium metabisulfit 300 ppm, kedua untuk perendaman dengan natrium metabisulfit 150 ppm dan bagian ketiga tidak menggunakan bahan pengawet. Untuk bagian yang direndam dengan natrium metabisulfit, perendaman dilakukan selama 15 menit kemudian ditiriskan.

Ketiga, perendaman dengan larutan gula. Stroberi dimasukkan pada larutan gula dengan konsentrasi 30 % selama 24 jam. Setelah itu rendaman buah stroberi diangkat dan ditiriskan. Stroberi dimasukkan pada larutan gula dengan konsentrasi 60% selama 24 jam, kemudian diangkat dan ditiriskan. Setelah itu tiap bagian diambil setengahnya untuk langsung dikeringkan dalam oven dengan suhu 47°C selama 48 jam. Sebagian stroberi yang belum dikeringkan kemudian direndam kembali dalam larutan gula sisa perendaman sebelumnya yang telah dipanaskan dan didinginkan kembali. Setelah itu stroberi dikeringkan dalam oven dengan suhu 47°C selama 48 jam.


(23)

Gambar 1. Diagram alir pelaksanaan penelitia.

J.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan dengan uji proksimat (kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar serat) total padatan terlarut, organoleptik, perubahan mutu selama penyimpanan ( kadar air dan kekerasan).

K.

Rancangan Percobaan

1. Perlakuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh penambahan konsentrasi bahan pengawet (natrium metabisulfit) dan lama perendaman pada manisan buah kering stroberi.

Pendinginan larutan Pemanasan larutan Penirisan buah

Pengeringan suhu 47°C 48

Manisan stroberi k i

Perendaman larutan gula % j

Sisa larutan gula

Pengeringan 48 jam suhu 47°C

Perendaman

larutan gula 60 % 24 jam Larutan gula

60%

Pembelahan Perendaman dengan larutan

natrium metabisulfit 15 menit

Perendaman

larutan gula 30% 24 jam Sisa larutan l Larutan gula

30% Larutan natrium metabisulfi 0, 150, dan

Air bersih

Buah busuk , daun, air, dan Stroberi

Sortasi, pembersihan, pencucian, danpenimbangan


(24)

A. Konsentrasi bahan pengawet (natrium metabisulfit) A1 = 300 ppm

A2 = 150 ppm A3 = tanpa pengawet

B. Lama perendaman dalam larutan gula B1 = 2 x 24 jam

B2 = 3 x 24 jam

2. Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak spilt plot dengan dua kali ulangan. Model matematis untuk rancangan percobaan ini adalah :

Dimana :

Yijk = pengamatan pada perlakuan A ke-i dan B ke-j pada ulangan 1 µ = nilai rata-rata harapan

Ai = perlakuan A ke-i Bj = perlakuan B ke-j

(AB)ij = interaksi A ke-i dan B ke-j

€ij1 = pengaruh percobaan dari perlakuan A ke-i dan B ke-j pada ulangan 1 Untuk mengetahui pengaruh dari kedua faktor tersebut terhadap manisan buah kering stroberi dilakukan analisis ragam (Anova). Jika hasil analisis ragam menunjukkan pengaruh yang nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji lanjut Duncan.


(25)

0 10 20 30 40

0 1 2 3

LAMA PERENDAMAN (HARI)

Total padatan terlarut ( Blanko

10%

20%

30%

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENELITIAN PENDAHULUAN

1. Pengaruh konsentrasi gula pada larutan perendaman terhadap total padatan terlarut buah stroberi (Fragaria sp)

Tahapan ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi gula terbaik terhadap total padatan terlarut pada rendaman buah stroberi. Pengamatan dilakukan setiap hari selama empat hari , dengan menggunakan alat refraktometer. Konsentrasi bahan terlarut sering dinyatakan dalam satuan°Brix yaitu merupakan persentasi dari bahan terlarut dalam sampel. Penelitian pendahuluan ini dilakukan untuk penentuan konsentrasi awal gula untuk perendaman buah stroberi yaitu 10%, 20%, dan 30%.

Menurut Minified dan Chem (1982), hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan manisan buah adalah konsentrasi larutan gula yang digunakan untuk perendaman awal tidak boleh terlalu tinggi. Jika buah direndam dalam larutan gula dengan konsentrasi tinggi akan menyebabkan air keluar dari dinding sel buah lebih cepat dari masuknya gula ke dalam buah. Dengan adanya perbedaan yang besar antara kecepatan keluar air dan masuknya larutan gula akan menyebabkan struktur sel dan tekstur buah menjadi keras dan berkerut.

Gambar 2. Total padatan terlarut buah stroberi berdasarkan konsentrasi gula dan lama perendaman.

Berdasarkan Gambar 2. Dapat dilihat bahwa perendaman dengan menggunakan larutan gula 30 % memberikan nilai padatan terlarut paling tinggi pada buah stroberi setelah perendaman yaitu 35◦brix pada perendaman hari ketiga. Hal ini disebabkan dinding sel buah akan menyerap gula dari larutan gula dan mengeluarkan air yang ada di dalam buah hingga tercapai keseimbangan kadar gula dan air dalam bahan. Semakin tinggi konsentrasi larutan gula dalam perendaman, maka akan semakin tinggi gula yang diserap buah dan total padatan terlarut akan semakin tinggi. Untuk selanjutnya digunakan konsentrasi awal gula untuk perendaman buah stroberi dengan konsentrasi 30%.


(26)

2. P T atau keker dengan m digunakan P stroberi da tiga hari, d hari, seda berbentuk Gamb P disebabka buah dan metabolism pertumbuh G konsentras kandungan Adanya k menghasil menyebab perendama 3. Pengar (Fraga T bentuk pen perendama Pengaruh lama Tahapan ini dil rasan pada rend menggunakan al

n adalah mm pe Penelitian pen

alam larutan g dan empat hari angkan perenda k lagi.

bar 3. Nilai perend Perubahan teks an oleh hilangn n sayuran keh me stroberi sen han mikroorgan Gula sebagai b

si gula hanya n air yang tin khamir dalam

lkan alkohol bkan buah lemb

an.

ruh bahan pen aria sp) kering Tahapan ini dil

nampakkan tek an buah dan

perendaman te lakukan untuk daman buah str lat penetromet er 10 detik den dahuluan ini ula 30% yang i. Perendaman aman empat h

kekerasan bu daman.

stur yang terj nya air sebagai hilangan sifat

ndiri, faktor lai nisme. bahan pengawe

30 %. Dengan nggi dan meng bahan akan yang akan m bek dan hancu

ngawet terhad akukan untuk m kstur buah keri

pengeringan

erhadap kekera mengetahui la roberi. Pengam ter. Angka yan ngan beban tert

dilakukan pe g mempengaru maksimal yan hari menyebab

uah stroberi d

adi pada buah i akibat proses

kekerasannya in yang menye et tidak berfun n konsentrasi g gandung gula

menyebabkan merusak jaring ur. Hal inilah y

dap warna, r mengetahui pe ing stroberi. Pe

buah dalam

asan buah strob ama perendam matan dilakukan

ng diperoleh di tentu yang diny enentuan lama uhi kekerasan y ng bisa dilakuk bkan stroberi m

dengan peren

h dan sayuran s respirasi dan a (Voisy et a ebabkan buah k ngsi dengan b gula yang rend

merupakan su bahan meng gan buah. R yang terjadi pa

asa, bentuk p engaruh bahan engamatan dila

oven. Pengam

beri (Fragaria man maksimum n setiap hari se irata - ratakan yatakan dalam a perendaman yaitu selama sa kan terhadap str mudah hancur

ndaman gula

n segar setela transpirasi ya al., 1979). Se kehilangan kek baik, hal ini di dah maka air m ubtrat yang bai

alami proses Rusaknya jarin ada stroberi pa

penampakkan aditif terhadap akukan selama matan dilakuk

sp)

m terhadap teks elama empat ha

dan satuan ya gram.

maksimal bu atu hari, dua ha roberi adalah t

dan sudah tid

30% dan la

ah dipanen da ang menyebabk elain dari pro kerasannya ada isebabkan kare masih tinggi, d ik untuk kham fermentasi ya ngan buah ak ada hari ke em

manisan strob p warna, rasa, d a lima hari sela

kan dengan c stur ari, ang uah ari, tiga dak ama apat kan ses alah ena dan mir. ang kan mpat beri dan ama ara


(27)

perendaman buah selama 15 menit pada larutan natrium bisulfit dan larutan kapur sirih sebelum direndam pada larutan gula. Ada empat sampel larutan pengawet yang digunakan yaitu natrium metabisulfit 150 ppm, natrium metabisulfit 300 ppm, larutan kapur sirih 5%, dan larutan kapur sirih 7,5%.

Bahan pangan yang diawetkan dengan menggunakan bahan kimia sebagai pengawet seperti asam benzoat dan asam sorbat, dapat mengalami kerusakan oleh mikroorganisme yang tahan terhadap bahan pengawet tersebut, misalnya jenis khamir Saccharomyces bacili dan Candida crusei (Buckle et al., 1987). Menurut Winarno (1995), khamir umumnya terdapat pada bahan yang mengandung gula. Anti mikroba dapat bersifat menghambat dan membunuh mikroba yang menggunakan bahan pangan untuk metabolismenya. Mekanisme kerja antimikroba yaitu antimikroba tersebut dapat mengganggu membran sel mikroba dengan cara mengganggu permeabilitas sel dan menghambat sintesa komponen dinding sel. Antimikroba juga dapat mengganggu mekanisme genetik mikroorganisme dan mengganggu aktivitas enzim intrasel.

Tabel 2. Hasil pengamatan visual pengaruh bahan pengawet

Perlakuan Parameter

Warna Rasa Bentuk penampakkan

Kapur sirih 5% Merah tua Getir Kisut

Kapur sirih 7.5% Merah kehitaman Getir Kisut menggulung Na-Metabisulfit 150 ppm Merah agak terang Asam stroberi/ baik Melebar

Na-Metabisulfit 300 ppm Merah terang Asam stroberi/ baik Melebar Kontrol Merah Asam stroberi/ baik Agak kisut

Penggunaan bahan pengawet kapur sirih dengan konsentrasi 5% dan 7.5% memberikan warna yang gelap, rasa yang getir, dan tekstur yang kisut pada manisan stroberi kering. Penggunaan kapur dalam pembuatan manisan stroberi diharapkan dapat mempertahankan tekstur buah agar tidak kisut dan tidak hancur pada saat perendaman. Tetapi penampakan yang lebih baik tidak didapatkan dari manisan stroberi kering dengan menggunakan bahan pengawet kapur, bahkan warna manisan stroberi menjadi gelap, selain itu bahan pengawet kapur meninggalkan rasa pada manisan yang tidak diinginkan sehingga pengawet kapur tidak digunakan dalam penelitian utama.

Penggunaan natrium metabisulfit memberikan warna merah terang dan bentuk melebar dengan rasa stroberi yang lebih manis. Penggunaan natrium metabisulfit pada awalnya diharapkan dapat mempertahankan warna manisan agar tetap berwarna merah seperti stroberi, hal ini disebabkan karena natrium metabisulfit dapat menahan laju oksidasi buah. Tekstur yang baik juga dihasilkan dari manisan stroberi, hal ini disebabkan karena natrium metabisulfit juga berfungsi sebagai anti mikroba selain sebagai anti oksidan. Selanjutnya bahan pengawet yang digunakan adalah natrium metabisulfit 150 ppm, natrium metabisulfit 300 ppm, dan tanpa bahan pengawet sebagai pembanding.


(28)

a

b

c

d e

Keterangan

a : manisan menggunakan kapur sirih 7.5% b : manisan menggunakan kapur sirih 5% c : manisan sebagai control

d : manisan menggunakan natrium metabisulfit 300 ppm e : manisan menggunakan natrium metabisulfit 150 ppm

Gambar 4. Manisan stroberi kering dengan penambahan berbagai macam bahan pengawet Penggunaan natrium metabisulfit menghasilkan warna merah terang karena pada proses pembuatan manisan stroberi kering bisa mencegah oksidasi dari buah. Sehingga akan


(29)

mempertahankan warna pada buah dan seterlah menjadi manisan stroberi kering. Bentuk yang dihasilkan produk stroberi kering berbeda-beda karena pada saat perendaman ada beberapa buah yang hancur saat perendaman, hal ini disebabkan karena pertumbuhan mikroorgaisme dalam buah akan menghasilkan banyak air dan bisa menghancurkan bentuk buah dengan tekstur yang lembek. Sedangkan penggunaan natrium metabisulfit akan mencegah pertumbuhan mikroorganisme dan mempertahankan tektur tetap keras sehingga tidak hancur saat perendaman. Rasa yang dihasilkan oleh produk manisan buah dipengaruhi oleh bahan pengawet, penggunaan bahan pengawet yang menggunakan bahan pengawet yang berlebihan akan menghasilkan rasa tertentu yang tidak diinginkan. Hal ini terjadi pada penggunaan kapur sirih, manisan stroberi terasa getir.

4. Uji proksimat buah stroberi (Fragaria sp)

Air merupakan komponen yang mempunyai peranan penting dalam buah untuk siklus reproduksi dan proses fisiologi sehingga air akan mempengaruhi lama umur simpan buah. Buah stroberi merupakan salah satu buah yang mempunyai kandungan air yang tinggi, dapat dilihat dari Tabel 3. Menurut Dauthy (1995), kandungan air buah pada umumnya berkisar antara 80-90%. Sebagian besar dari buah stroberi adalah air, sehingga kadar air merupakan parameter yang harus diuji pada penelitian utama yaitu pada saat karakterisasi manisan stroberi kering dan perubahan mutu selama penyimpanan.

Stroberi adalah salah satu buah yang kandungan mineralnya tinggi dan abu merupakan mineral yang tahan oleh pemanasan suhu tinggi, sehingga abu merupakan salah satu komponen yang akan diuji. Kadar abu merupakan salah satu unsur yang diharapkan jumlahnya kecil dalam manisan stroberi kering. Hasil uji proksimat dapat dilihat dari Tabel 3.

Tabel 3. Hasil uji proksimat buah stroberi

Kandungan stroberi Persentase (%)

Air 91

Abu 0.8

Lemak 0.6 Protein 0.6 Serat 0.3 Vitamin C Tidak terukur

Pada umumnya buah memiliki kandungan lemak yang rendah sekitar 0.5% ( Dauthy, 1995). Stroberi merupakan salah satu buah yang kandungan lemaknya rendah. Dapat dilihat pada Tabel 3. bahwa kadar lemak stroberi yaitu 0.6 %. Selain lemak, kandungan yang rendah dalam buah stroberi adalah protein dan serat. Kandungan serat dalam stroberi paling kecil diantara yang lainnya, oleh karena itu buah stroberi cepat rusak.

Vitamin C disebut juga asam askorbat. Vitamin C mudah rusak karena oksidasi terutama oleh suhu tinggi dan mudah hilang selama pengolahan, penyimpanan, dan pemasakan ( Dauthy, 1995). Sehingga vitamin C merupakan salah satu kandungan stroberi yang diuji proksimat, namun kadar vitamin C yang kecil tidak terukur oleh alat yang ada dilaboratorium. Keterbatasan alat di laboratorium menyebabkan kadar vitamin C tidak dapat diukur pada penelitian utama.


(30)

B.

PENELITIAN UTAMA

1. Karakteristik Manisan Buah Kering Stroberi

Karakteristik manisan buah kering stroberi yang diamati dalam penelitian ini adalah sifat fisiko kimia (kadar air, kadar abu, kadar serat, kadar lemak, kadar protein) dan uji penerimaan panelis/ organoleptik terhadap manisan buah kering stroberi serta perubahan mutu selama penyimpanan.

a. Kadar Air

Kadar air merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan citarasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan.

Perlakuan penambahan pengawet menggunakan natrium metabisulfit yang dikombinasikan dengan lama perendaman diharapkan mendapatkan manisan buah yang memiliki kadar air yang kecil sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh dalam manisan. Hasil pengamatan pengaruh perlakuan penggunaan bahan pengawet natrium metabisulfit dan lama perendaman terhadap kadar air manisan stroberi kering dapat dilihat pada Gambar 5.

Berdasarkan Gambar 5. Kadar air paling tinggi adalah pada perlakuan penggunaan natrium metabisulfit 150 ppm, kemudian disusul dengan perlakuan tanpa menggunakan bahan pengawet, dan yang paling rendah adalah perlakuan penggunaan natrium metabisulfit 300 ppm. Manisan stroberi kering yang baik adalah manisan yang mempunyai kadar air rendah, sedangkan manisan yang mempunyai kadar air tinggi adalah manisan kering yang kurang baik. Hal ini disebabkan karena kadar air yang tinggi menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme.

Hasil analisis ragam (Lampiran 3a), menunjukkan bahwa konsentrasi bahan pengawet (tanpa bahan pengawet, natrium metabisulfit 150 ppm, dan natrium metabisulfit 300 ppm) berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air manisan buah kering stroberi. Sedangkan lama perendaman 48 jam, 72 jam, dan interaksi antara konsentrasi bahan pengawet dan lama perendaman tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air manisan stroberi. Uji lanjut Duncan (Lampiran 3b) menunjukkan bahwa konsentrasi bahan pengawet natrium metabisulfit 150 ppm dan tanpa bahan pengawet tidak berbeda nyata, sedangkan natrium metabisulfit 300 ppm berbeda nyata dengan perlakuan yang lain. Hal ini dapat dilihat dari perlakuan natrium metabisulfit 300 ppm memiliki rataan kadar air terkecil dan nilainya berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan bakteri, kapang, dan khamir dapat dihambat pada konsentrasi SO2 200 ppm, dimana bakteri dan kapang lebih sensitif terhadap SO2 dari khamir (Furia, 1968). Penambahan natrium metabisufit 300 ppm akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan akan tercemar dalam jumlah yang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan perlakuan yang lain, sedangkan penambahan natrium metabisulfit 150 ppm dan tanpa bahan pengawet tidak akan bisa menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Mikroorganisme yang hidup dalam bahan akan bermetabolisme yang diikuti dengan pelepasan air sehingga kadar air dalam bahan pangan meningkat. Menurut Judoamidjojo (1989), pemecahan glukosa oleh mikroorganisme akan menghasilkan sejumlah air.


(31)

kadar air(%)

Selain menghasilkan air mikroorganisme juga menghasilkan asam. Adanya mikroorganisme dapat merusak komponen gizi yang ada pada manisan stroberi.

A A

A A B

B

Keterangan

 Huruf yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda

 Huruf yang beda menunjukkan perlakuan berbeda nyata

A1B1 : Penggunaan natrium metabisulfit 300 ppm dengan perendaman 48 jam A1B2 : Penggunaan natrium metabisulfit 300 ppm dengan perendaman 72 jam A2B1 : Penggunaan natrium metabisulfit 150 ppm dengan perendaman 48 jam A2B2 : Penggunaan natrium metabisulfit 150 ppm dengan perendaman 72 jam A3B1 : Tanpa menggunakan pengawet dengan perendaman 48 jam

A3B2 : Tanpa menggunakan pengawet dengan perendaman 72 jam Gambar 5. Kadar air manisan stroberi kering

Manisan stroberi kering yang diinginkan mempunyai kadar air yang rendah sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Dari keenam perlakuan pada manisan stroberi kering kadar air terendah pada perlakuan penggunaan natrium metabisulfit 300 ppm lama perendaman 72 jam, sehingga perlakuan ini terbaik untuk parameter uji kadar air.

b. Kadar Abu

Sebagian besar makanan yaitu 96 % terdiri atas bahan organik dan air, sisanya terdiri atas unsur mineral. Pada proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak, karena itulah disebut abu. Menurut Desrosier (1988), abu merupakan bahan-bahan anorganik yang memiliki ketahanan cukup tinggi terhadap suhu pemanasan sehingga keberadaannya dalam bahan cenderung tetap. Hasil analisa kadar abu manisan stroberi kering disajikan pada Gambar 6.

Pada Gambar 6. Dapat dilihat bahwa kadar abu paling tinggi yaitu 1.95% dari manisan stroberi kering adalah perlakuan penambahan natrium metabisulfit 150 ppm dengan


(32)

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5

A1B 1

A1B 2

A2B 1

A2B 2

A3B 1

A3B 2

perlakuan

kadar abu(%

)

lama perendaman 72 jam dan kadar abu paling rendah yaitu 0.8% dari perlakuan penambahan natrium metabisulfit 150 ppm dengan lama perendaman 48 jam.

C

B B B B A

Keterangan

 Huruf yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda

 Huruf yang beda menunjukkan perlakuan berbeda nyata

A1B1 : Penggunaan natrium metabisulfit 300 ppm dengan perendaman 48 jam A1B2 : Penggunaan natrium metabisulfit 300 ppm dengan perendaman 72 jam A2B1 : Penggunaan natrium metabisulfit 150 ppm dengan perendaman 48 jam A2B2 : Penggunaan natrium metabisulfit 150 ppm dengan perendaman 72 jam A3B1 : Tanpa menggunakan pengawet dengan perendaman 48 jam

A3B2 : Tanpa menggunakan pengawet dengan perendaman 72 jam Gambar 6. Kadar abu manisan stroberi kering

Hasil analisis ragam (Lampiran 4a), menunjukkan bahwa konsentrasi bahan pengawet tidak pengaruh terhadap kadar abu. Sedangkan lama perendaman (perendaman 48jam dan perendaman 72 jam) dan interaksi antara konsentrasi bahan pengawet dan lama perendaman berpengaruh nyata terhadap kadar abu. Uji lanjut Duncan (Lampiran 7a) menunjukkan bahwa lama perendaman 48 jam dan lama perendaman 72 jam berbeda nyata. Sedangkan interaksi antara konsentrasi bahan pengawet dan lama perendaman ditunjukkan dalam uji lanjut Duncan (Lampiran 4b) bahwa perlakuan penambahan natrium metabisulfit 150 ppm dengan perendaman 48 jam dan mempunyai rataan kadar abu paling besar, berbeda nyata terhadap seluruh perlakuan interaksi. Selain perlakuan diatas, perlakuan interaksi antara penambahan natrium metabisulfit 150 ppm dan perendaman 72 jam juga berbeda nyata dengan seluruh perlakuan lainnya. Hal ini dapat dilihat dari Gambar 8, bahwa perlakuan ini memilki kadar abu paling kecil. Sedangkan perlakuan yang lain yaitu Penggunaan natrium metabisulfit 300 ppm dengan perendaman 48 jam dan 72 jam, tanpa menggunakan bahan pengawet dengan lama perendaman 48 jam dan 72 jam tidak berbeda nyata pengaruhnya terhadap kadar abu.


(33)

Semakin lama perendaman buah stroberi dalam larutan gula semakin tinggi kadar abu manisan. Hal ini disebabkan larutan gula yang terdiri dari gula dan air yang digunakan selama perendaman mengandung mineral-mineral organik yang masuk pada stroberi melalui jaringan buah stroberi. Semakin banyak gula yang masuk maka akan semakin tinggi mineral-mineral yang masuk. Selain gula dan air, hal yang mempengaruhi kadar abu adalah bahan pengawet yang digunakan, natrium metabisulfit merupakan pengawet yang mengandung mineral natrium. Imbibisi natrium metabisulfit bukan pada konsentrasi tapi pada waktu. Sehingga kadar abu akan semakin tinggi dengan perendaman yang lebih lama.

Manisan stroberi kering yang diinginkan mempunyai kadar abu yang rendah. Dari keenam perlakuan pada manisan stroberi kering kadar air terendah pada perlakuan penggunaan natrium metabisulfit 150 ppm lama perendaman 48 jam, sehingga perlakuan ini terbaik untuk parameter uji kadar abu.

c. Kadar Protein

Protein merupakan zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena zat ini berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh serta sebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno, 1994). Hasil analisa kadar protein dapat dilihat pada Gambar 7.

A

A A A

A A

Keterangan

 Huruf yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda

 Huruf yang beda menunjukkan perlakuan berbeda nyata

A1B1 : Penggunaan natrium metabisulfit 300 ppm dengan perendaman 48 jam A1B2 : Penggunaan natrium metabisulfit 300 ppm dengan perendaman 72 jam A2B1 : Penggunaan natrium metabisulfit 150 ppm dengan perendaman 48 jam A2B2 : Penggunaan natrium metabisulfit 150 ppm dengan perendaman 72 jam A3B1 : Tanpa menggunakan pengawet dengan perendaman 48 jam

A3B2 : Tanpa menggunakan pengawet dengan perendaman 72 jam Gambar 7. Kadar protein manisan stroberi kering

Dari Gambar 7. Dapat dilihat bahwa kadar protein paling tinggi pada perlakuan tanpa menggunakan bahan pengawet dengan perendaman 72 jam sebesar 0.895% dan kadar


(34)

protein paling rendah pada perlakuan penggunaan natrium metabisulfit 150 ppm dengan perendaman 72 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari seluruh perlakuan kadar protein dalam semua sampel relatif sangat rendah dan hampir tidak berbeda.

Hasil analisis ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa seluruh perlakuan yaitu konsentrasi bahan pengawet, lama perendaman, dan interaksi antara keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap kadar protein manisan stroberi kering.

Hal ini disebabkan karena kandungan protein yang kecil pada buah stroberi segar dan tidak ada penambahan bahan yang mengandung protein selama proses produksi sehingga tidak ada perubahan yang signifikan terhadap kadar protein stroberi dari buah stroberi segar dan setelah menjadi produk manisan stroberi kering.

Protein dianalisis dengan mengukur protein kasar menggunakan metode KJeldahl, pada metode ini yang diukur adalah nilai N ( nitrogen), sedangkan jika terjadi kerusakan pada protein maka nilai N akan tetap. Salah satu kerusakan protein yang tidak menghilangkan nilai N adalah koagulasi protein yang diakibatkan oleh pemanasan suhu tinggi.

d. Kadar Lemak

Lemak merupakan komponen bahan makanan yang penting bagi tubuh manusia. Pada umumnya buah-buahan segar mempunyai kadar lemak yang rendah. Sama hal nya dengan buah stroberi yang mempnyai kadar lemak yang rendah.

A A A A A A

Keterangan

 Huruf yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda

 Huruf yang beda menunjukkan perlakuan berbeda nyata

A1B1 : Penggunaan natrium metabisulfit 300 ppm dengan perendaman 48 jam A1B2 : Penggunaan natrium metabisulfit 300 ppm dengan perendaman 72 jam A2B1 : Penggunaan natrium metabisulfit 150 ppm dengan perendaman 48 jam A2B2 : Penggunaan natrium metabisulfit 150 ppm dengan perendaman 72 jam A3B1 : Tanpa menggunakan pengawet dengan perendaman 48 jam

A3B2 : Tanpa menggunakan pengawet dengan perendaman 72 jam


(35)

Dari Gambar 8. Dapat dilihat bahwa kadar lemak paling tinggi pada perlakuan tanpa menggunakan bahan pengawet dengan perendaman 72 jam sebesar 0.44% dan kadar lemak paling rendah pada perlakuan penggunaan natrium metabisulfit 300 ppm dengan perendaman 72 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari seluruh perlakuan kadar lemak dalam semua sampel relatif sangat rendah dan hampir tidak berbeda.

Hasil analisa ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa seluruh perlakuan yaitu konsentrasi bahan pengawet, lama perendaman, dan interaksi antara keduanya yang diberikan kepada manisan stroberi kering tidak berpengaruh nyata.

Hal ini disebabkan karena kandungan lemak yang kecil pada buah stroberi dan tidak ada penambahan bahan yang mengandung lemak selama proses produk manisan stroberi kering. Selain itu, pengukuran kadar lemak menggunakan ekstraksi soxhlet yaitu pengukuran kadar lemak kasar sehingga perubahan kecil dan kerusakan yang menghasilkan asam lemak bebas ( FFA) akan terukur sebagai lemak. Sehingga menyebabkan tidak ada perubahan yang signifikan kadar lemak dari buah stroberi dan setelah menjadi produk manisan stroberi kering. Produk manisan stroberi kering yang diharapkan mempunyai kadar lemak yang rendah, hal ini disebabkan karena tingginya kadar lemak akan memperpendek umur simpan. Hal ini karena lemak akan menimbulkan ketengikan pada bahan. Kadar lemak terendah dihasilkan oleh perlakuan penggunaan natrium metabisulfit 300 ppm lama perendaman 72 jam.

e. Kadar Serat

Serat adalah suatu jenis bahan berupa potongan-potongan komponen yang membentuk jaringan memanjang yang utuh. Material ini sangat penting dalam ilmu Biologi baik hewan maupun tumbuhan sebagai pengikat dalam tubuh. Serat tumbuhan biasanya tersusun atas selulosa, hemiselulosa, dan kadang-kadang mengandung pula lignin. Serat tumbuhan juga penting bagi nutrisi manusia ( Anonim, 2011).

Dari Gambar 9. Dapat dilihat bahwa kadar serat paling tinggi pada perlakuan tanpa menggunakan bahan pengawet dengan perendaman 72 jam sebesar 0.44% dan kadar serat paling rendah pada perlakuan penggunaan natrium metabisulfit 300 ppm dengan perendaman 72 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari seluruh perlakuan kadar serat dalam semua sampel relatif sangat rendah dan hampir tidak berbeda.

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 7a), menunjukkan bahwa lama perendaman 48 jam dan 72 jam berpengaruh nyata terhadap kadar serat manisan stroberi kering. Sedangkan konsentrasi bahan pengawet (tanpa bahan pengawet, natrium metabisulfit 150 ppm, dan natrium metabisulfit 300 ppm) dan interaksi antara konsentrasi bahan pengawet dan lama perendaman tidak berpengaruh nyata terhadap kadar serat manisan buah kering stroberi.

Uji lanjut Duncan (Lampiran 7b) menunjukkan bahwa lama perendaman 48 jam dengan lama perendaman 72 jam berbeda nyata. Dinyatakan dalam grafik bahwa semakin lama perendaman maka kadar serat akan semakin tinggi. Hal ini dapat dilihat dari perlakuan dengan lama perendaman 72 jam mempunyai kadar serat yang paling tinggi dan nilainya berbeda nyata dengan perlakuan perendaman 48 jam.

Tingginya kadar serat dengan perendaman yang lebih lama disebabkan karena serat tidak larut dalam air. Sedangkan zat lain yang terkandung dalam stroberi akan larut dalam air.


(36)

Semakin lama perendaman akan semakin banyak zat lain yang larut dalam larutan gula. Hal ini menyebabkan serat yang tetap terhitung seolah-olah kadarnya meningkat sedangkan kadar zat lain berkurang.

A A A B B B

Keterangan

 Huruf yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda

 Huruf yang beda menunjukkan perlakuan berbeda nyata

A1B1 : Penggunaan natrium metabisulfit 300 ppm dengan perendaman 48 jam A1B2 : Penggunaan natrium metabisulfit 300 ppm dengan perendaman 72 jam A2B1 : Penggunaan natrium metabisulfit 150 ppm dengan perendaman 48 jam A2B2 : Penggunaan natrium metabisulfit 150 ppm dengan perendaman 72 jam A3B1 : Tanpa menggunakan pengawet dengan perendaman 48 jam

A3B2 : Tanpa menggunakan pengawet dengan perendaman 72 jam Gambar 9. Kadar serat manisan stroberi kering

Manisan stroberi kering yang diinginkan mempunyai kadar serat yang tinggi. Dari keenam perlakuan pada manisan stroberi kering kadar serat tertinggi pada perlakuan tanpa bahan pengawet lama perendaman 72 jam, sehingga perlakuan ini terbaik untuk parameter uji kadar serat.

2. Rendemen

Kandungan manisan stroberi kering diantaranya adalah air, lemak, serat, abu, protein, karbohidrat, dan gula. Perbedaan komposisi antar elemen ini akan menyebabkan perbedaan jumlah hasil akhir manisan stroberi yaitu rendemen. Rendemen akhir dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Menunjukkan bahwa pada pengeringan pertama yaitu dengan lama perendaman larutan gula selama 48 jam, penggunaan natrium metabisulfit 300 ppm mempunyai rendemen paling tinggi, sedangkan yang tertinggi kedua penggunaan natrium metabisulfit 150 ppm dan yang ketiga tanpa menggunakan bahan pengawet. Pengeringan kedua dengan lama perendaman 72 jam menghasilkan rendemen tertinggi pertama yaitu penggunaan natrium metabisulfit 300 ppm, kedua tanpa menggunakan pengawet, dan yang


(37)

ketiga penggunaan natrium metabisulfit 150 ppm. Ada perbedaan peringkat rendemen dalam pengeringan pertama dan pengeringan kedua yaitu antara nilai rendemen kedua dan ketiga, sementara rendemen pertama sama.

Tabel 4. Rendemen manisan stroberi kering

Produk Rendemen (%)

A1B1 20.5555 A2B1 17.5700 A3B1 17.1187 A1B2 25.2558 A2B2 19.1706 A3B2 20.8360

Keterangan

A1B1 : Penggunaan natrium metabisulfit 300 ppm dengan perendaman 48 jam A2B1 : Penggunaan natrium metabisulfit 150 ppm dengan perendaman 48 jam A3B1 : Tanpa menggunakan pengawet dengan perendaman 48 jam

A1B2 : Penggunaan natrium metabisulfit 300 ppm dengan perendaman 72 jam A2B2 : Penggunaan natrium metabisulfit 150 ppm dengan perendaman 72 jam A3B2 : Tanpa menggunakan pengawet dengan perendaman 72 jam

Hasil analisis ragam ( Lampiran 8a) menunjukkan bahwa seluruh perlakuan yaitu interaksi antara konsentrasi natrium metabisulfit dan lama perendaman berpengaruh nyata terhadap rendemen manisan stroberi kering. Uji lanjut Duncan ( Lampiran 8b) menunjukkan bahwa konsentrasi natrium metabisulfit 300 ppm lama perendaman 72 jam berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Hal ini karena natrium metabisulfit berfungsi sebagai anti mikroba dan anti oksidasi sehingga dapat memperlambat kerusakan buah selama proses perendaman. Semakin tinggi konsentrasi natrium metabisulfit pada buah, maka persentase buah yang rusak selama perendaman semakin rendah . Rendahnya buah yang rusak selama perendaman, maka hasil akhir manisan akan tinggi sehingga rendemen manisan akan tinggi. Sedangkan natrium metabisulfit konsentrasi dibawah 200 ppm belum bisa menghambat pertumbuhan mikroorganisme sehingga penggunaan 150 ppm dan tanpa bahan pengawet tidak dapat berfungsi sebagai anti mikroba.

Faktor lain yang berpengaruh pada rendemen manisan stroberi kering adalah banyaknya gula yang masuk selama proses perendaman, semakin banyak gula yang masuk maka rendemen akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan gula yang telah masuk pada buah


(38)

tidak akan berkurang selama proses pengeringan dan akan tetap berada di dalam manisan stroberi kering. Adanya gula dalam manisan akan menambah bobot pada penimbangan manisan stroberi kering. Banyak dan sedikitnya gula yang masuk ke dalam buah stroberi dipengaruhi oleh lama perendaman, semakin lama perendaman dalam larutan gula, gula yang masuk melalui jaringan buah akan semakin tinggi.

Manisan stroberi kering yang baik yaitu manisan dengan rendemen yang tinggi. Dari keenam perlakuan rendemen yang paling tinggi pada perlakuan penggunaan natrium metabisulfit 300 ppm lama perendaman 72 jam, sehingga dari parameter rendemen hasil terbaik pada penggunaan natrium metabisulfit 300 ppm lama perendaman 72 jam.

3. Uji Organoleptik Manisan Buah Kering Stroberi

Skala hedonik pada manisan stroberi kering dinilai dengan skala 1 sampai 5, dimana pernyataan sangat suka bernilai 5, pernyataan suka bernilai 4, pernyataan netral bernilai 3, pernyataan tidak suka bernilai 2, dan pernyataan sangat tidak suka bernilai 1.

Pada atribut warna panelis diminta memberikan ranking mulai dari 1 sampai 5. Dilakukan uji Kruskall Wallis pada data uji organolptik panelis, hasil uji data organoleptik warna (Lampiran 9) menunjukkan adanya pengaruh nyata semua perlakuan terhadap penilaian panelis terhadap untuk atribut warna manisan stroberi kering. Didapatkan hasil urutan ranking dari yang paling disukai sebagai berikut : perlakuan penggunaan natrium metabisulfit 300 ppm perendaman 72 jam (136.55), perlakuan penggunaan natrium metabisulfit 300 ppm perendaman 48 jam (110.73), perlakuan penggunaan natrium metabisulfit 150 ppm perendaman 72 jam (109.93), perlakuan penggunaan natrium metabisulfit 150 ppm perendaman 48 jam (87.95), kemudian perlakuan tanpa bahan pengawet dengan perendaman 48 jam (50.27), dan perlakuan tanpa bahan pengawet dengan perendaman 72 jam (47.57).

Hasil tersebut menunjukkan bahwa warna manisan stroberi kering yang paling disukai panelis adalah perlakuan penggunaan natrium metabisulfit 300 ppm dan lama perendaman 72 jam. Perlakuan yang disukai kedua yaitu penggunaan natrium metabisulfit 300 ppm dengan perendaman 48 jam menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi bahan pengawet lebih berpengaruh terhadap warna dibandingkan lama perendaman. Warna yang dihasilkan dengan penambahan natrium metabisulfit 300 ppm merah menyerupai warna buah stroberi aslinya sehingga panelis menyukai warna ini.

Warna merah pada manisan stroberi yang menggunakan natrium metabisulfit 300 ppm dapat dipertahankan karena natrium metabisulfit dapat mencegah oksidasi. Proses oksidasi dapat ditekan sehingga ion warna pada stroberi dapat dipertahankan sehingga warna relative menyerupai warna stroberi segar. Selain sebagai anti oksidan, natrium metabisulfit juga dapat mencegah pertumbuhan mikroba. Pertumbuhan mikroba dalam buah stroberi akan menghasilkan asam dan alkohol yang dapat melarutkan zat warna.

Pada atribut tekstur panelis diminta memberikan ranking mulai dari 1 sampai 5. Dilakukan uji Kruskall Wallis pada data uji organolptik panelis, hasil uji data organoleptik tekstur (Lampiran 10) menunjukkan semua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap tekstur menurut penilaian panelis. Didapatkan hasil urutan ranking dari yang paling disukai


(39)

sebagai berikut : perlakuan penggunaan natrium metabisulfit 300 ppm dengan perendaman 72 jam (102.82), perlakuan tanpa bahan pengawet dengan perendaman 72 jam (98.88), perlakuan penggunaan natrium metabisulfit 150 ppm dengan perendaman 48 jam (95.18), perlakuan penggunaan natrium metabisulfit 300 ppm dengan perendaman 48 jam (85.27), perlakuan tanpa bahan pengawet dengan perendaman 48 jam kemudian perlakuan tanpa bahan pengawet dengan perendaman 48 jam (82.73), dan perlakuan penggunaan natrium metabisulfit 150 ppm dengan perendaman 72 jam (78.12). Tekstur yang diharapkan pada manisan stroberi kering tidak terlalu keras dan tidak lembek.

Pada atribut rasa panelis diminta memberikan ranking mulai dari 1 sampai 5. Dilakukan uji Kruskall Wallis pada data uji organolptik panelis, hasil uji data organoleptik rasa (Lampiran 11) menunjukkan semua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap rasa menurut penilaian panelis. Didapatkan hasil urutan ranking dari yang paling disukai sebagai berikut : perlakuan penggunaan natrium metabisulfit 300 ppm dengan perendaman 72 jam (105.72), perlakuan penggunaan natrium metabisulfit 150 ppm dengan perendaman 48 jam (97.78)perlakuan penggunaan natrium metabisulfit 300 ppm dengan perendaman 48 jam (94.25), perlakuan tanpa bahan pengawet dengan perendaman 48 jam, kemudian perlakuan tanpa bahan pengawet dengan perendaman 72 jam (84.12), dan perlakuan tanpa bahan pengawet dengan perendaman 48 jam (83.40), dan perlakuan penggunaan natrium metabisulfit 150 ppm dengan perendaman 72 jam (77.73). Rasa yang dihasilkan dari seluruh manisan stroberi disukai panelis dan tidak ada perbedaan rasa yang dihasilkan.

    Dari ketiga parameter di atas yaitu warna, rasa, tekstur yang paling disukai adalah penggunaan natrium metabisulfit 300 ppm lama perendaman 72 jam, sehingga produk terbaik dari hasil uji kesukaan terhadap panelis adalah penggunaan natrium metabisulfit 300 ppm lama perendaman 72 jam.

3. Perubahan Mutu Manisan Stroberi Kering Selama Penyimpanan

Selama proses penyimpanan, produk pangan dapat mengalami kerusakan. Kerusakan ini dapat memunculkan beberapa reaksi yang berbeda dan menyebabkan penurunan mutu serta kehilangan kandunga nutrient. Kerusakan secara fisik juga dapat menurunkan umur simpan produk pangan (Labuza, 1982). Perubahan mutu dapat dilihat dari seberapa besar kenaikan atau penurunan disetiap parameter yang diujikan. Parameter mutu yang diamati selama penyimpanan 35 hari adalah kadar air dan kekerasan bahan. Hasil analisis selama penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 13 dan Lampiran 14.

a. Kadar air

Perubahan kadar air manisan stroberi kering dapat dilihat pada Gambar 12. Berdasarkan grafik tersebut,dapat dilihat bahwa nilai kadar air cenderung naik pada semua jenis sampel produk yang yang diujikan selama waktu penyimpanan. Produk disimpan dalam satu jenis kemasan yang sama yaitu plastik HDPE dan disimpan pada suhu kamar.

Berdasarkan Gambar 14. Pada penyimpanan minggu pertama kadar air yang paling besar adalah perlakuan tanpa menggunakan bahan pengawet dengan lama perendaman 48 jam, sedangkan kadar air yang paling kecil adalah pada perlakuan penggunaan natrium


(40)

metabisulfit 300 ppm dengan perendaman 72 jam. Pada minggu kedua terjadi peningkatan kadar air disetiap sampel produk, kadar air paling besar adalah perlakuan tanpa menggunakan bahan pengawet dengan lama perendaman 48 jam, sedangkan kadar air yang paling kecil adalah pada perlakuan penggunaan natrium metabisulfit 300 ppm dengan perendaman 72 jam. Pada penyimpanan minggu ketiga dan minggu keempat juga terjadi hal yang sama seperti minggu pertama dan minggu kedua. Kadar air akan semakin meningkat dengan semakin bertambahnya waktu penyimpanan.

Hal ini disebabkan karena sifat bahan yang higroskopis. Higroskopis adalah kemampuan suatu zat untuk menyerap molekul air dari lingkungannya baik melalui adsorpsi maupun absorbsi. Jika kelembaban relatif lingkungan tinggi, bahan akan menyerap sejumlah air dari lingkungan untuk menyesuaikan dengan kelembaban relatif lingkungan. Selain itu perbedaan persentase kadar air pada setiap produk disebabkan oleh konsentrasi bahan pengawet. Pertumbuhan bakteri, kapang, dan khamir dapat dihambat pada konsentrasi SO2 200 ppm, dimana bakteri dan kapang lebih sensitif terhadap SO2 dari khamir (Furia, 1968). Penambahan natrium metabisufit 300 ppm akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan akan tercemar dalam jumlah yang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan perlakuan yang lain, sedangkan penambahan natrium metabisulfit 150 ppm dan tanpa bahan pengawet tidak akan bisa menghambat pertumbuhan mikroorganisme.

Mikroorganisme yang hidup dalam bahan akan bermetabolisme yang diikuti dengan pelepasan air sehingga kadar air dalam bahan pangan meningkat. Menurut Judoamidjojo (1989), pemecahan glukosa oleh mikroorganisme akan menghasilkan sejumlah air. Dapat disimpulkan bahwa semakin banyak mikroorganisme dalam bahan pangan maka kadar air bahan pangan akan semakin tinggi. Sehingga dari penyimpanan minggu pertama sampai minggu keempat kadar air paling kecil adalah perlakuan dengan menggunakan natrium metabisulfit 300 ppm sedangkan kadar air paling besar adalah perlakuan tanpa menggunakan bahan pengawet.

Tabel 5. Laju perubahan kadar air

Perlakuan Laju perubahan kadar air

A1B1 5.794x A1B2 4.873x A2B1 6.446x A2B2 6.395x A3B1 7.236x A3B2 7.380x


(41)

K A A A A A A selam manis (Lamp nyata tidak A1B1 diseba awal penyi Activi mikro yang memp rende karen meng semak

Gambar 10. N Keterangan

A1B1 : P

A1B2 : P

A2B1 : P

A2B2 : P

A3B1 : T

A3B2 : T

Hasil anali ma penyimpana san yaitu kon

piran 12b) men dalam memp berbeda nyata 1 dan A3B2 be

Laju perub abkan perbeda

penyimpanan impanan. Ting ity water m oorganisme, se menghasilkan Perlakuan punyai laju per emen yang pali na gula lebih ghambat pertum

kin kuat dalam

Nilai kadar air Penggunaan na Penggunaan na Penggunaan na Penggunaan na Tanpa menggu Tanpa menggu isis ragam (La an dipengaruhi nsentrasi baha

nunjukkan bah engaruhi laju a. Perlakuan A rbeda nyata. bahan kadar a aan tingkat kad n akan menye

gginya kadar merupakan air emakin tinggi n air dari proses penggunaan n rubahan kadar ing tinggi yaitu

banyak yang mbuham mikro m menahan le

manisan strob atrium metabis atrium metabis atrium metabis atrium metabis unakan pengaw unakan pengaw ampiran 12a) m

nyata oleh ke an pengawet hwa perlakuan A

perubahan kad A2B2, A2B1, air yang berbed dar air pada a ebabkan kadar

air berbandin r bebas yan nilai AW sema s metabolisme s

natrium metab air yang paling u 25.9746 % d masuk. Gula oorganisme, se ebih kuat per

beri kering sela ulfit 300 ppm ulfit 300 ppm ulfit 150 ppm ulfit 150 ppm wet dengan pere wet dengan pere menunjukkan b edua faktor yan dan lama per A3B1, A3B2, dar air manisa

dan A1B1 ti da nyata dari awal penyimpa r air yang ti g lurus denga ng dapat dim akin tinggi pula

sel.

bisulfit 300 pp g rendah. Selai dan kadar air y a yang bersifa emakin tinggi rtumbuhan mik

ma 4 minggu p dengan perend dengan perend dengan perend dengan perend endaman 48 jam endaman 72 jam bahwa laju per ng digunakan d

rendaman. Uj A2B2, dan A2 an, perlakuan A

dak berbeda n perlakuan satu anan. Tingginy

inggi pula pa an nilai AW manfaatkan o a pertumbuhan pm lama pere in itu, perlakua yang rendah, h at sebagai pen

kadar gula da kroorganisme.

penyimpanan daman 48 jam daman 72 jam daman 48 jam daman 72 jam

m m

rubahan kadar dalam pembua i lanjut Dunc 2B1 tidak berbe A1B1 dan A1 nyata, sedangk u dengan lainn ya kadar air pa ada akhir wak

(activity wate oleh tumbuhn n mikroorganis

endaman 72 j an ini mempun hal ini disebabk

ngawet berfun alam bahan ak

Kadar air ya air atan can eda B2 kan nya ada ktu er). nya me am nyai kan ngsi kan ang


(1)

Lampiran 9. Uji Kruskal Wallis untuk parameter warna padauji organoleptik manisan stroberi

kering.

Ranks

Produk

N

Mean Rank

Warna

1.00

30

110.73

2.00

30

136.55

3.00

30

109.93

4.00

30

87.95

5.00

30

47.57

6.00

30

50.27

Total

180

Perlakuan berpengaruh nyata pada penilaian responden terhadap warna manisan

stroberi kering karena Asymp. Sig.<alpha 0.05.

Test Statistics

a,b

warna

Chi-Square

76.874

Df

5

Asymp. Sig.

.000

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable:

produk


(2)

Lampiran 10. Uji Kruskal Wallis untuk parameter tekstur pada uji organoleptik manisan

stroberi kering.

Ranks

Produk

N

Mean Rank

Tekstur

1.00

30

85.27

2.00

30

102.82

3.00

30

95.18

4.00

30

78.12

5.00

30

82.73

6.00

30

98.88

Total

180

Test Statistics

a,b

tekstur

Chi-Square

5.946

Df

5

Asymp. Sig.

.312

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable:

produk

Perlakuan tidak berpengaruh nyata pada penilaian responden terhadap tekstur manisan

stroberi kering karena Asymp. Sig.> alpha 0.05.


(3)

Lampiran 11. Uji Kruskal Wallis untuk parameter rasa pada uji organoleptik manisan stroberi

kering.

Perlakuan tidak berpengaruh nyata pada penilaian responden terhadap rasa manisan stroberi

kering karena Asymp. Sig.> alpha 0.05.

Ranks

Produk

N

Mean Rank

Rasa

1.00

30

94.25

2.00

30

105.72

3.00

30

97.78

4.00

30

77.73

5.00

30

84.12

6.00

30

83.40

Total

180

Test Statistics

a,b

Rasa

Chi-Square

6.749

Df

5

Asymp. Sig.

.240

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable:

produk


(4)

Lampiran 12a. Uji laju perubahan kadar air manisan stroberi kering selama penyimpanan

Sumber

db

JK

KT

F Tabel

F hitung

Sampel

5 8.03799375 1.60759875 7.76

0.0135

Error

6 1.24350450 0.20725075

Total

11 9.28149825

Berdasarkan tabel di atas, seluruh perlakuan berpengaruh nyata terhadap laju perubahan kadar

air selama penyimpanan karena p-value .0135< alpha 0.05.

Lampiran 12b. Uji lanjut Duncan laju perubahan kadar air

Nilai rataan yang diikuti huruf yang sama

tidak berbeda secara signifikan

Pengelompokan

Duncan

Nilai

rataan

N perlakuan

A

7.2985

2

A3B1

A

A

7.1365

2

A3B2

A

B A

6.4495

2 A2B2

B A

B A

6.3985

2 A2B1

B

B C

5.7925

2 A1B1

C

C

4.8730

2

A1B2

Dari uji lanjut Duncan, perlakuan A3B1, A3B2, A2B2, dan A2B1 tidak berbeda nyata dalam

mempengaruhi laju perubahan kadar air manisan, perlakuan A1B1 dan A1B2 tidak berbeda

nyata. Perlakuan A2B2, A2B1, dan A1B1 tidak berbeda nyata, sedangkan A1B1 dan A3B2

berbeda nyata.


(5)

Lampiran 13a. Uji laju perubahan kekerasan manisan stroberi kering selamapenyimpanan

Sumber

db

JK

KT

F tabel

F hit

Sampel

5 5.32485215 1.06497043 54.19

<.0001

Error

6 0.11791590 0.01965265

Total

11 5.44276804

Berdasarkan tabel di atas, seluruh perlakuan berpengaruh nyata terhadap laju perubahan

kekerasan selama penyimpanan karena p-value .0001< alpha 0.05.

Lampiran 13b. Uji lanjut Duncan laju perubahan kekerasan selama penyimpanan

Nilai rataan yang diikuti huruf yang sama

tidak berbeda secara signifikan.

Pengelompokan

Duncan

Nilai

rataan

N perlakuan

A 5.0550

2

A2B1

A

A 5.0044

2

A2B2

B 3.7343

2

A3B1

B

B 3.6934

2

A1B1

B

B 3.6424

2

A3B2

B

B 3.4489

2

A1B2

Dari uji lanjut Duncan perlakuan A2B1 dan A2B2 tidak berbeda nyata dalam mempengaruhi

laju perubahan kekerasan manisan stroberi kering. Perlakuan A3B1, A1B1, A3B2, dan A1B2

tidak berbeda nyata dalam mempengaruhi laju perubahan kekerasan manisan stroberi kering.


(6)