5. Interpretasi Data Interpretasi data atau penafsiran data biasanya diawali
dengan pengumpulan data, analisis data dan mendeskripsikan data. Penyajian data hasil percobaan harus dalam bentuk yang
mudah dipahami misalnya dalam bentuk daftar atau tabel dan diagram atau grafik. Data yang diperoleh dari percobaan
kemudian dilihat ‘polanya’ sehingga dari pola tersebut dapat dapat ditarik suatu kesimpulan.
C. Pembelajaran IPA
1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu Pengetahuan Alam IPA merupakan bagian dari ilmu
pengetahuan yang mempelajari alam semesta, benda-benda yang ada dipermukaan bumi, benda yang ada di dalam bumi dan luar angkasa,
baik yang dapat diamati oleh indera maupun yang tidak dapat diamati oleh indera. Secara umum IPA meliputi tiga bidang ilmu dasar yaitu
fisika, kimia dan biologi. Dalam Trianto 2012:137 IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah dan sikap ilmiah. Sejalan
dengan pernyataan tersebut, menurut Susanto 2013:167-171 ilmu pengetahuan alam dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian yaitu:
a. IPA sebagai produk, yaitu kumpulan hasil penelitian yang telah ilmuwan lakukan dan sudah membentuk konsep yang telah
dikaji sebagai kegiatan empiris dan kegiatan analitis misalnya: fakta, prinsip, hukum dan teori ilmiah.
b. IPA sebagai proses, yaitu untuk menggali dan memahami pengetahuan tentang alam. Proses dalam memahami IPA
disebut dengan keterampilan proses sains. Keterampilan proses sains adalah keterampilan yang dilakukan oleh para ilmuwan
seperti mengamati,
mengukur, mengkasifikasi
dan menyimpulkan.
c. IPA sebagai sikap, yaitu sikap yang harus dikembangkan dalam pembelajaran sains disebut sikap ilmiah. Sikap ilmiah dapat
dikembangkan melalui kegiatan diskusi, percobaan, simulasi dan kegiatan proyek dilapangan.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari semesta. Dalam
mempelajarinya dibutuhkan sikap ilmiah serta proses-proses ilmiah untuk memahami semesta sehingga terbentuklah suatu produk ilmiah
yang biasa kita pelajari misalnya teori, prinsip, hukum,dll. 2. Pembelajaran IPA
Dahulu pembelajaran dengan model klasik yaitu Dengar, Catat dan Hafal. Dengan pembelajaran seperti ini tidak membiasakan siswa
untuk belajar secara aktif dan menjadikan siswa terbiasa mengahafal pelajaran. Selain itu, pembelajaran model mengahafal tidak
mengembangkan keterampilan proses sains pada siswa. Adanya
perubahan kurikulum diharapkan mampu mengubah proses pembelajaran yang semula berpusat pada guru menjadi berpusat
kepada siswa. Menurut Hosnan 2014:36 pembelajaran dengan pendekatan saintifik atau scientific approach memliki karakteristik
yaitu : a. Berpusat pada siswa.
b. Melibatkan keterampilan proses sains dalam mengkonstruksi konsep, hukum atau prinsip.
c. Melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan intelek khususnya keterampilan
berpikir tingkat tinggi siswa. d. Dapat mengembangkan karakter siswa.
Dalam pembelajaran sains atau IPA dilaksanakan berdasarkan teori konstruktivisme. Konstruktivisme
melandasi pemikiran bahwa pengetahuan bukanlah sesuatu yang diberikan dari alam karena hasil
kontak manusia dengan alam, tetapi pengetahuan merupakan hasil konstruksi bentukan aktif manusia itu sendiri. Hal ini
mengisyaratkan bahwa pengetahuan tidak begitu saja ditransfer dari guru ke siswa, tetapi siswa sendiri yang membangun pengetahuan
tersebut. Menurut Bettencourt dalam Suparno 2007 pengetahuan selalu akibat dari suatu konstruksi kognitif melalui kegiatan berpikir
seseorang. Maka untuk mengetahui sesuatu, siswa dituntut aktif
membangun pengetahuannya berdasarkan pengalaman langsung yang dialami peserta didik.
Berdasarkan uraian di atas terdapat kesesuaian antara karakteristik pembelajaran dengan pendektan saintifik dan teori konstruktivisme.
Yaitu bahwa pembelajaran harus berpusat pada siswa dengan melibatkan keterampilan-keterampilan proses. Sehingga siswa
mengalami secara langsung proses mendapatkan pengetahuan. Menurut Trianto 2012:143 tujuan pembelajaran IPA dapat
memberikan: a. Kesadaran akan keindahan dan keteraturan alam untuk
meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
b. Pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang dasar dari prinsip dan konsep, fakta yang ada di alam, hubungan
saling ketergantungan, hubungan antara sains dan teknnologi.
c. Keterampilan dan
kemampuan untuk
mengani peralatan, memecahkan masalah dan melakukan
observasi. d. Sikap ilmiah, antara lain skeptis, kritis sensitive,
objektif, terbuka dan benar dan dapat bekerja sama.
e. Kebiasaan mengembangkan
kemampuan berpikir
analitis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip sains.
Dengan demikian jelas bahwa pembelajaran IPA atau sains dapat menggunakan pendekatan keterampilan proses sains. Berdasarkan
teori konstruktivisme dan tujuan pendidikan IPA di atas, implikasi bagi guru IPA atau sains adalah menyediakan suatu pembelajaran IPA
yang dapat
membantu peserta
siswa untuk
membangun pengetahuannya dan juga membangun pemahaman siswa tentang
keterampilan proses sains. 3. Guru IPA
Seorang guru selalu dikatakan sebagai ujung tombak dalam implementasi kurikulum pendidikan. Sebab guru lah yang
berhubungan langsung dengan siswa melalui pembelajaran yang ia laksanakan. Maka pengetahuan guru tentang materi pelajaran dan
berbagai metode maupun pendekatan dalam pembelajaran sangat diperlukan. Hal itu merupakan pengetahuan yang harus dimiliki oleh
seorang guru. Sehingga sebelum mengajar di kelas, sudah sewajarnya jika guru memiliki pengetahuan luas bidang ajarnya.
Salah satu mata pelajaran IPA yaitu fisika, menurut Trowbridge Bybee 1996:2-5 dalam Suparno 2007:2-4 untuk menjadi seorang
guru fisika terdapat beberapa hal yang harus dilatih terus-menerus dan berikut penjelasan singkatnya:
a. Penguasaan bahan
fisika, bertujuan
agar tidak
menyebabkan miskonspesi
saat mengajar.
Untuk mendukung penguasaan bahan, seorang guru harus
mengembangkan diri dengan cara menambah ilmu melalui sumber belajar seperti buku-buku, seminar, internet
maupun bertanya kepada tenaga ahli. b. Mengerti tujuan pengajaran fisika, agar pembelajaran
menjadi lebih terarah dan efektif c. Guru dapat mengorganisasi pengajaran fisika, guru harus
mempersiapkan pengajaran sesuai dengan tujuan. Berkaitan dengan cara mengajar, alat dan sarana pembelajaran dan
evaluasi pembelajaran. d. Mengerti situasi siswa. Agar pembelajaran fisika akan
mengena pada siswa dan menyenangkan bagi siswa. Beberapa situasi siswa yang perlu diketahui seperti :
konspesi awal, pemikiran siswa, konsep yang telah dipunyai, tingkah laku, dan lain-lain. Dengan mengerti
keadaan siswa, guru akan dapat membantu pembelajaran sesuai dengan situasi siswa.
e. Guru dapat berkomunikasi dengan siswa. Hubungan yang akrab dengan siswa perlu dibangun.
f. Guru menguasai berbagai metode.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi seorang guru dituntut untuk tidak hanya menguasai materi pelajaran
saja tetapi juga berbagai metode pembelajaran dan keterampilan berkomunikasi dengan peserta siswa.
Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, bahwa dalam pembelajaran IPA pendekatan saintifik dapat diterapkan melalui
keterampilan proses sains, sehingga sebelum mengajar sudah sewajarnya guru terlebih dahulu memahami tentang keterampilan
proses sains. Secara umum, jika seorang guru IPA memiliki pengetahuan yang mendalam tentang IPA dan memahami hakekat
IPA serta terampil melakukan kerja ilmiah tak dapat diragukan jika guru tersebut akan dapat melaksanakan pembelajaran dengan
keterampilan proses. Menurut Radford 1992 jika guru IPA
mengaharapkan siswanya untuk mempelajari dan memahami keterampilan proses sains, setidaknya terdapat 3 aspek yang harus
dipersiapkan guru yaitu: a. Guru harus memiliki kecakapan atau menguasai tentang
keterampilan proses sains. b. Siswa harus dibimbing dan diberi kesempatan untuk
mempraktekkan keterampilan tersebut. c. Kemajuan siswa dalam melaksananakan keterampilan proses
tersebut dinilai.
Guru IPA yang telah menguasai keterampilan proses sains dengan baik diharapkan dapat melaksanakan pembelajaran dengan baik pula
dikelas. Peran guru IPA adalah membantu dan memfasilitasi siswa untuk memngembangkan keterampilan proses sains.
D. Pentingnya Melatihkan Keterampilan Proses Sains