Makna Konotasi Positif, Negatif dan Netral

hú kǒu yú shēng yaitu jalan keluar yang sempit, chéngyǔ ini memiliki makna konotasi negatif serta memiliki fungsi sebagai nasihat ataupun sindiran. Dari penjelasan makna di atas dapat disimpulkan bahwa makna sangat beragam. Dari masing-masing jenis makna yang sudah dijelaskan memiliki arti dan fungsi berbeda yang membuat kalimat menjadi lebih bervariasi.

2.2.3 Makna Konotasi Positif, Negatif dan Netral

Sebuah kata disebut mempunyai makna konotatif apabila kata itu mempunyai “nilai rasa”, baik positif atau negatif. Jika tidak memiliki nilai rasa maka dikatakan tidak memiliki konotasi, tetapi dapat juga disebut berkonotasi netral. Sebagai contoh, kata kurus berkonotasi netral, artinya tidak memiliki nilai rasa yang mengenakkan. Tetapi kata ramping, yang sebenarnya bersinonim dengan kata kurus itu memiliki konotasi positif dan nilai rasa yang mengenakkan, orang akan senang jika dikatakan ramping. Sebaliknya, kata kerempeng yang bersinonim dengan kata ramping dan kurus mempunyai konotasi negatif, nilai rasa yang tidak mengenakkan, orang akan merasa kurang suka jika dikatakan tubuhnya kerempeng Chaer, 2007:298 Makna konotasi sebuah kata dapat berbeda dari satu kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat yang lain, sesuai dengan pandangan hidup dan norma-norma penilaian kelompok masyarakat tersebut. Misalnya kata babi, di daerah yang penduduknya mayoritas beragama Islam, memiliki konotasi negatif, ada perasaan tidak mengenakkan bila mendengar kata itu, tetapi tidak berkonotasi negatif bagi yang tidak beragama Islam. Makna konotatif dapat juga berubah dari waktu ke waktu, misalnya kata perempuan dulu berkonotasi netral, tetapi kini memiliki konotasi negatif. Positif dan negatifnya nilai rasa sebuah kata seringkali juga terjadi sebagai akibat digunakannya referen kata itu sebagai sebuah perlambang simbol. Jika digunakan sebagai lambang sesuatu yang positif, maka akan bernilai rasa positif; dan jika digunakan sebagai lambang sesuatu yang negatif akan bernilai rasa negatif. Misalnya, burung garuda karena dijadikan sebagai lambang negara Republik Indonesia, maka menjadi bernilai rasa positif. Begitu pula dengan bunga melati yang dijadikan lambang kesucian dan burung cenderawasih yang dijadikan lambang keindahan, maka kedua kata tersebut memiliki nilai rasa positif. Sebaliknya bunga kemboja yang dijadikan lambang kematian kuburan, dan buaya yang dijadikan lambang kejahatan menjadikan kata kemboja dan buaya bernilai rasa negatif Chaer, 1990:70-71. Jadi, makna positif adalah maksud pembicara yang kata atau kalimatnya tidak mengandung sangkalan dan jika digunakan sebagai lambang simbol sesuatu yang positif, maka akan menimbulkan nilai rasa positif, sedangakan makna negatif adalah maksud pembicaraan yang kata atau kalimatnya tidak pasti; tidak tentu; tanpa pernyataan; jawabannya masih belum positif dan jika digunakan sebagai lambang simbol sesuatu yang negatif akan menimbulkan nilai rasa negatif.

2.2.4 Shúyǔ dan Chéngyǔ