Kearifan Lingkungan 81 Kearifan Lingkungan 82

Bab 6 Kearifan Lingkungan 81

Dari penjelasan fungsi-fungsi tersebut tampak betapa luas ranah kearifan lokal, mulai dari yang sifatnya sangat teologis sampai yang sangat pragmatis dan teknis. Kearifan lokal yang positif diterima secara normatif umum dan tidak ber-tentangan dengan makna kaidah ilmiah dapat digali sebagai kearifan lingkungan. Gambar 6.1 Contoh Kearifan Lokal Salah satu contoh kearifan lingkungan yang digali dari kearifan lokal pada upaya pelestarian sumber air adalah kepercayaan pada sumber air yang terdapat pohon rindang dan besar atau gua yang seram ada penghuni gaib. Konsep “pamali” atau bhs. Jawa ora elok kencing dibawah pohon besar di bawahnya terdapat sumber air merupakan perilaku masyarakat tradisional mema- gari perbuatan anak-cucu agar tidak merusak alam sehingga debit dan kualitas airnya dapat terjaga. Kearifan local tersebut sulit dijelaskan secara ilmiah, namun dapat di- renungi dalam jangka waktu panjang. Bila kita melihat pada satu sisi rasional yang semuanya harus dapat dipahami secara logika, maka hal tersebut sering dipahami takhayul secara bulat dampaknya banyak pohon dirusak tanpa ada perasaan salah. Kearifan lokal sebagai kearifan lingkungan saat ini sangat penting demi keharmonisan lingkungan untuk kelangsungan hidup berkelanjutan tanpa harus mengkorbankan rasionalitas ilmu pengetahuan melebur dalam keyakinan tradisional secara mutlak, melainkan mengutamakan azas manfaat dan kewajaran. Pengelolaan hutan berbasis kearifan lokal di Kabupaten Timor merupakan contoh kearifan lingkungan yang digali dari kearifan lokal pengelolaan hutan secara adat dan dipertahankan secara turun temurun.

Bab 6 Kearifan Lingkungan 82

Upaya ini diangkat berdasarkan kondisi hutan tidak dapat dipertahankan fungsinya secara tradisional dan mulai terjadi penyerobotan lahan oleh pihak lain yang tidak memahami tentang aturan adat atau telah menurun- nya ketaatan aturan adat oleh masyarakat setempat. Pada penggalian kearifan lokal perlu dipahami beberapa hal agar kearifan tersebut dapat diterima dan ditaati yaitu : 1. Kearifan tersebut masih ada. 2. Kearifan tersebut sesuai dengan perkembangan masyarakat. 3. Kearifan tersebut sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. 4. Kearifan tersebut diatur dengan Undang-undang. Di kalangan masyarakat Pulau Timor dikenal konsep segitiga kehidupan “Mansian-Muit-Nasi, Na Bua” yang berarti manusia, ternak, dan hutan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan saling memiliki ketergantungan. Prinsip ekosistem dan jejaring kehidupan yang saling hidup dan menghidupi sangat dihargai. Manusia mengartikan man- faat dari ternak dan hutan, ternak mencari makan di hutan dan manusia memelihara hutan. Jika salah satu dari ketiga unsur ini dipisahkan akan membawa dampak bagi unsur yang lain. Seca-ra teknis, beberapa bentuk keanekaragaman hayati di NTT sampai saat ini masih mempunyai kon- tribusi yang signifikan dalam rehabilitasi lahan, pengelolaan lingkungan dan sumberdaya hutan. Dalam mengaplikasikan kearifan lokal terhadap pengelolaan hutan khususnya di Kabupaten Timor Tengah Selatan perlu dipahami: Kelem- bagaan dan fungsinya, wilayah pengelolaan, nilai dan norma, serta panda- ngan Orang Timor Dawan tentang hutan, yakni: 1. Usif : Memiliki fungsi sebagai pemimpin yang mengenda- likan dan mengawal semua nilai dan norma dalam persekutuan hidup serta melanjutkan pengawasan- nya.

Bab 6 Kearifan Lingkungan 83