Analisis Pengaruh Keberadaan Industri Kecil Sepatu Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Di Kecamatan Medan Area

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS PENGARUH KEBERADAAN INDUSTRI KECIL

SEPATU TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA

DI KECAMATAN MEDAN AREA

KOTA MEDAN

S K R I P S I

Diajukan Oleh :

SARAH KARTIKA SIREGAR 050501089

EKONOMI PEMBANGUNAN

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi


(2)

ABSTRACT

The main objective of this research is to analyze the influence of shoes small industry presence in Kecamatan Medan Area. The working opportunity (Y) is determined by Wages Labor (X1), Machine (X2), and Total Product (X3). There are 30 small enterprises taken as the sample of the research and it applies Ordinary Least Square (OLS) analytic method in estimating the result of the research.

Results of hypothesis show that each of the independent variables has positive affect. It means that increasingly Wages Labor (X1), Machine (X2), and Total Product (X3) cause increase the Working Opportunity (Y).

The result of the estimation shows that determination coeficient (R2) is 82%, it means that the independent variables, Wages Labor (X1), Machine (X2), and Total Product (X3) affects the dependent variable, Working Opportunity (Y) as much as 82%. And the 18% remain is explained by other variables which is not included in this estimation model.

Key words: Working Opportunity (Y), Wages Labor (X1), Machine (X2), and Total Product (X3).


(3)

ABSTRAK

Sasaran utama penelitian ini adalah untuk menganalisa pengaruh keberadaan industri kecil sepatu terhadap penyerapan tenaga kerja di Kecamatan Medan Area.. Variabel-variabel yang dianggap mempengaruhi kesempatanh kerja (Y) dan menjadi objek penelitian adalah upah tenaga kerja (X1), jumlah mesin(X2), dan jumlah produksi(X3). Penelitian ini mengunakan 30 pengusaha industri kecil sepatu sebagai sample dan menggunakan metode analisis ordinary least square (OLS) dalam mengestimasi hasil penelitiannya.

Hasil estimasi memperlihatkan bahwa koefisien determinasi (R2) sama dengan 82%, hal ini berarti bahwa variabel-variabel independen yaitu X1 (upah tenaga kerja), X2 (jumlah mesin), X3 (jumlah produksi) dapat memberikan pengaruh terhadap variabel dependen Y (kesempatan kerja ) sebesar 82% sedangkan sisanya yaitu sebesar 18% dijelaskan oleh variabel lain (µ = error term) yang tidak dimasukkan ke dalam model estimasi.

Kata kunci : Kesempatan Kerja (Y), Upah Tenaga Kerja (X1), Jumlah Mesin (X2) Jumlah Produksi (X3)


(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Bapa di Surga atas berkat dan kasih karunia-Nya yang sungguh sangat luar biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.

Penulisan skripsi ini dimaksud untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi ini adalah : “ Analisis Pengaruh Keberadaan Industri Kecil Sepatu Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Kecamatan Medan Area Kota Medan “.

Dalam kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini baik dalam dukungan doa, moril dan materil terutama kepada:

1. Bapak Drs.Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, MEc selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Rujiman, MA sebagai Dosen Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan masukan dan bimbingan mulai dari awal pengerjaan sampai dengan selesainya skripsi ini.


(5)

4. Bapak Syarief Fauzi, SE, M.Ec dan Ibu Ilyda Sudardjat, SSi., MSi selaku Dosen Pembanding yang telah banyak memberi masukan hingga selesainya skripsi ini. 5. Bapak Irsyad Lubis, SE, MSoc.Sc,Ph.D selaku Sekretaris Departemen Ekonomi

Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh staf pengajar dan staf pegawai di Fakultas Ekonomi terutama Departemen Ekonomi Pembangunan yang telah mengajar dan membimbing penulis selama masa perkuliahan.

7. Kedua Orang Tua penulis yang tercinta, Ayahanda K. Siregar dan Ibunda H. br. Hutagalung yang selama ini telah menyayangi, mendukung dan berkorban bagi penulis.

8. My Luvly Brothers, Abangku Simon Hilman Siregar, SE. Terimakasih buat nasehat dan wejangannya. Adikku Andreas Gorga Siregar, terima kasih sudah menjadi “ojek” pribadi penulis.

9. Seluruh Keluarga Besar Siregar dan Hutagalung dimanapun berada (Regarz n Galoeng Big Fam).

10. PP GKPI Sidorame Medan (71Rame Zoners) yang telah membuat hidup penulis lebih berwarna.

11. Paduan Suara SMA Negeri 3 “Elyoenai Chamber” terutama para Elyonerz angkatan’05.


(6)

12. Sahabat-sahabat yang telah mendahului penulis menjadi Sarjana Ekonomi : Rut Milinda, Putri Sion, Isma, serta teman-teman di Sery_Yeisha Community, terima kasih atas dorongan dan semangatnya selama ini.

13. Rekan-rekan seperjuangan EP’05 yang senasib dan sepenanggungan : Noni, SarJep, Beni, Will, Irson, yang belakangan menjadi wadah penulis untuk bertanya dan bercengkrama.

14. Seluruh teman-teman penulis di manapun berada yang selalu memberi doa dan semangat lewat sms dan facebook.

15. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah memberikan motivasi dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan segala kritikan maupun saran yang positif dan membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Semoga kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua orang yang memerlukan.

Medan, Juni 2009 Penulis,

NIM : 050501089 Sarah Kartika Siregar


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Hipotesis ... 8

1.4. Tujuan Penelitian ... 8

1.5. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II URAIAN TEORETIS 2.1. Industri ... 10

2.1.1. Pengertian Industri ... 10

2.1.2. Klasifikasi Industri ... 11

2.1.3. Pengertian Industri Kecil ... 14

2.1.4. Peranan Industri Kecil ... 15

2.1.5. Kekuatan dan Kelamahan Industri Kecil ... 17

2.1.6. Pengembangan Industri Kecil ... 19

2.1.7. Peranan Industri Kecil Dalam Pembangunan Khususnya Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja... 21

2.2. Teori Ketenagakerjaan ... 22


(8)

a. Teori Adam Smith... 27

b. Teori Lewis... 28

c. Teori Fei-Ranis... 29

2.2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Tenaga Kerja ... 30

a. Tingkat Upah ... 30

b. Teknologi ... 30

c. Produktivitas Tenaga Kerja ... 31

d. Kualitas Tenaga Kerja ... 32

e. Fasilitas Modal ... 32

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Ruang Lingkup Penelitian ... 33

3.2. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ... 33

3.3. Populasi dan Sampel ... 34

3.4. Pengolahan Data ... 34

3.5. Model Analisa Data ... 35

3.6. Test of Goodness of Fit ... 36

3.6.1. Koefisien Determinasi (R-Squared) ... 36

3.6.2. Uji F-statistik (Overall Test) ... 37

3.6.3. Uji t-statistik (Partial Test) ... 38

3.7. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 38

3.7.1. Uji Normalitas ... 38

3.7.2. Uji Multikolinearity ... 39

3.7.3 Uji Heteroskedastisitas ... 39

3.8. Defenisi Variabel Operasional ... 40

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Daerah Penelitian ... 41

4.1.1 Gambaran Umum Kecamatan Medan Area ... 41


(9)

b. Kondisi Demografi ... 43

c. Mata Pencaharian Penduduk ... 46

d. Sektor Industri Kecamatan Medan Area ... 48

4.2. Hasil Penelitian dan Interpretasi Data ... 49

4.2.1 Hasil Penelitian ... 49

a. Karakteristik Sampel ... 49

b. Distribusi Usia Sampel ... 50

c. Distribusi Pendidikan Sampel ... 50

d. Jumlah Tanggungan ... 51

e. Modal Usaha... 51

4.2.2. Interpretasi Data ... 52

4.3. Test of Goodness of Fit ... 54

4.3.1. Analisis Koefisian Determinasi (R2) ... 54

a. Uji F-statistik ... 54

b. Uji t-statistik ... 55

4.4. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik... 58

4.4.1. Normalitas... 58

4.4.2. Uji Multikolinearitas ... 59

4.4.3. Uji Heteroskedastisitas ... 61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 63

5.2. Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... xii LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

2.1. Penggolongan Industri Menurut ISIC ... 13

4.1. Nama Camat dan Lamanya Menjabat di Kecamatan Medan Area ... 42

4.2. Luas Wilayah Dirinci per Kelurahan di Kecamatan Medan Area Tahun 2007... 43

4.3. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Medan Area Tahun 2007... 44

4.4. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kecamatan Medan Area ... 45

4.5. Komposisi Mata Pencaharian Penduduk di Kecamatan Medan Area Tahun 2007... 47

4.6. Jumlah Industri Besar, Sedang, Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga di Kecamatan Medan Area Tahun 2007... 49

4.7. Distribusi Sampel Berdasarkan Usia ... 50

4.8. Distribusi Sampel Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 51


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman 2.1 Ketidakseimbangan Permintaan dan

Penawaran Tenaga Kerja ... 26

4.1. Piramida Penduduk Kecamatan Medan Area ... 42

4.2. Uji F-statistik ... 55

4.3. Uji t-statistik pada Variabel X1... 56

4.4. Uji t-statistik pada Variabel X3... 58


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul

1 Daftar Isian Kuisioner

2 Data Sampel

3 Hasil Estimasi

4 Uji Normalitas


(13)

ABSTRACT

The main objective of this research is to analyze the influence of shoes small industry presence in Kecamatan Medan Area. The working opportunity (Y) is determined by Wages Labor (X1), Machine (X2), and Total Product (X3). There are 30 small enterprises taken as the sample of the research and it applies Ordinary Least Square (OLS) analytic method in estimating the result of the research.

Results of hypothesis show that each of the independent variables has positive affect. It means that increasingly Wages Labor (X1), Machine (X2), and Total Product (X3) cause increase the Working Opportunity (Y).

The result of the estimation shows that determination coeficient (R2) is 82%, it means that the independent variables, Wages Labor (X1), Machine (X2), and Total Product (X3) affects the dependent variable, Working Opportunity (Y) as much as 82%. And the 18% remain is explained by other variables which is not included in this estimation model.

Key words: Working Opportunity (Y), Wages Labor (X1), Machine (X2), and Total Product (X3).


(14)

ABSTRAK

Sasaran utama penelitian ini adalah untuk menganalisa pengaruh keberadaan industri kecil sepatu terhadap penyerapan tenaga kerja di Kecamatan Medan Area.. Variabel-variabel yang dianggap mempengaruhi kesempatanh kerja (Y) dan menjadi objek penelitian adalah upah tenaga kerja (X1), jumlah mesin(X2), dan jumlah produksi(X3). Penelitian ini mengunakan 30 pengusaha industri kecil sepatu sebagai sample dan menggunakan metode analisis ordinary least square (OLS) dalam mengestimasi hasil penelitiannya.

Hasil estimasi memperlihatkan bahwa koefisien determinasi (R2) sama dengan 82%, hal ini berarti bahwa variabel-variabel independen yaitu X1 (upah tenaga kerja), X2 (jumlah mesin), X3 (jumlah produksi) dapat memberikan pengaruh terhadap variabel dependen Y (kesempatan kerja ) sebesar 82% sedangkan sisanya yaitu sebesar 18% dijelaskan oleh variabel lain (µ = error term) yang tidak dimasukkan ke dalam model estimasi.

Kata kunci : Kesempatan Kerja (Y), Upah Tenaga Kerja (X1), Jumlah Mesin (X2) Jumlah Produksi (X3)


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tujuan pembangunan nasional yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata baik material maupun spiritual. Pembangunan nasional juga merupakan wujud pelaksanaan demokrasi ekonomi yang merupakan upaya pembangunan yang dilandasi dengan jiwa dan semangat kebersamaan dan kekeluargaan, dimana koperasi dan usaha kecil dikembangkan sebagai gerakan ekonomi rakyat yang sehat, kuat, tangguh dan mandiri sehingga dapat berperan sebagai sokoguru perekonomian nasional. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi harus diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat serta mengatasi ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial. Oleh karena itu, pertumbuhan itu harus didukung oleh peningkatan produktivitas dan efisiensi serta sumber daya manusia yang berkualitas.

Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah bertujuan meningkatkan jenis dan jumlah peluang kerja. Pembangunan ekonomi daerah di era otonomi menghadapi berbagai tantangan baik internal maupun eksternal, seperti masalah kesenjangan dan iklim globalisasi, yang akhirnya menuntut tiap-tiap daerah untuk mampu bersaing di dalam dan luar negeri. Kesenjangan dan globalisasi berimplikasi kepada propinsi, kabupaten/kota untuk melaksanakan percepatan pembangunan ekonomi daerah


(16)

melalui pengembangan ekonomi daerah berdasarkan potensi sektor unggulan yang dimiliki oleh masing-masing daerah.

Bagi perekonomian Indonesia, sektor industri merupakan sektor ekonomi yang sangat penting. Sebab, sektor ini mampu memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Hal itu terlihat dari relative tingginya konstribusi sektor industri terhadap dua faktor kunci pertumbuhan ekonomi, yaitu kinerja ekspor khususnya ekspor non migas dan terhadap penyerapan tenaga kerja.

Tidak dapat dipungkiri bahwa industrialisasi di Indonesia sejak Pelita I hingga saat ini telah mencapai hasil yang diharapkan. Setidaknya, industrialisasi telah mengakibatkan transformasi struktural di Indonesia. Dengan pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 11,9 persen selama 1965-1980 dan 6,1 persen selama 1980-1992, ternyata sektor industri telah menggeser peranan sektor pertanian dalam pembangunan. Pada tahun 1992, sektor industri secara keseluruhan menyumbang 40 persen terhadap PDB, di mana peranan industri manufaktur cukup menonjol karena menyumbang 21 persen terhadap PDB. Pada tahun yang sama, sumbangan sektor pertanian merosot drastis hingga tinggal 19 persen dari PDB. Ini sejalan dengan menurunnya laju pertumbuhan sektor pertanian dari rata-rata 4,3 persen per tahun selama 1965-1980 menjadi 3,1 persen selam 1980-1992. Singkatnya, sektor industri manufaktur muncul menjadi penyumbang nilai tambah yang dominan dan telah tumbuh pesat melampaui laju pertumbuhan sektor pertanian (Kuncoro, 2007)

Sektor ini pula yang selama ini mampu menopang pasar domestik guna memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen di tanah air sekaligus sebagai sektor


(17)

ekonomi yang dapat diandalkan untuk menekan pelarian devisa akibat kegiatan impor dengan mensubstitusi produk impor. Karena itu, sungguh suatu langkah yang sangat tepat apabila sektor yang cukup vital bagi perekonomian nasional ini mendapatkan prioritas pemerintah untuk diselamatkan atau dilindungi dari dampak krisis keuangan global yang kini sudah mulai dapat dirasakan dampaknya oleh para pelaku industri nasional.

Pembangunan ekonomi Kota Medan merupakan bagian integral dari upaya pembangunan nasional yang harus dilaksanakan dan diselaraskan secara terpadu antara sektor yang satu dengan sektor lain. Pembangunan ekonomi Kota Medan mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Propinsi Sumatera Utara Tahun 2006, diantaranya dengan menempatkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) pada posisi yang strategis untuk mempercepat perubahan struktural dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak, serta sebagai wadah kegiatan usaha bersama bagi produsen maupun konsumen. Pengembangan UMKM merupakan langkah strategis dalam meningkatkan dan memperkuat dasar kehidupan perekonomian sebagian besar rakyat Indonesia, khususnya dalam hal penyediaan lapangan kerja, mengurangi kesenjangan dan kemiskinan, mempercepat pemulihan ekonomi, serta memperkuat landasan pembangunan yang berkelanjutan dan berkeadilan berdasarkan sistem ekonomi kerakyatan.

Salah satu perwujudan nyata dari kegiatan ekonomi rakyat yang bertumpu pada kekuatan sendiri, terdesentralisasi, beragam, dan merupakan kelompok usaha yang mampu menjadi buffer saat perekonomian dilanda krisis adalah meningkatkan


(18)

kegiatan pengembangan UMKM. Keragaman UMKM seperti peternak kecil, petani, industri kecil, industri rumah tangga, usaha kerajinan, adalah pelaku ekonomi yang memberi andil cukup besar dalam denyut nadi kehidupan masyarakat. UMKM memiliki fungsi dan peran yang sangat penting, karena sektor tersebut tidak hanya sebagai sumber mata pencaharian orang banyak, tetapi juga menyediakan langsung lapangan kerja bagi mereka yang tingkat pengetahuan dan ketrampilannya rendah. Selain itu UMKM juga berperan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, memeratakan tingkat pendapatan (omset), serta meningkatkan daya saing dan daya tahan ekonomi nasional. UMKM memberikan kontribusi positif terhadap PDRB sebesar 56,7% dibanding dengan ekspor non migas yang hanya memberi kontribusi sebesar 15%. UMKM juga memberikan kontribusi sebesar 99% dalam jumlah badan usaha di Indonesia dan 99,6% dalam penyerapan tenaga kerja.

Pengembangan UMKM menjadi sangat relevan dilakukan di daerah-daerah di Indonesia mengingat struktur usaha yang berkembang selama ini bertumpu pada keberadaan industri kecil dan rumah tangga, meskipun dengan kondisi yang memprihatinkan, baik dari segi nilai tambah maupun dari keuntungan yang diperoleh. Tanpa disadari ternyata cukup banyak industri kecil dan rumah tangga selama ini berorientasi ekspor, sehingga sangat membantu pemerintah dalam mendapatkan devisa, dibandingkan usaha besar yang justru mengeksploitasi pasar domestik dalam penjualannya. Sektor industri kecil dan rumah tangga telah terbukti lebih fleksibel dalam berbagai kondisi perekonomian yang tidak menguntungkan, seperti krisis ekonomi. Pada saat industri besar gulung tikar, industri kecil yang berorientasi ekspor


(19)

malah memperoleh keuntungan berlipat, karena industri kecil lebih banyak memakai bahan baku (intermediate goods) dari dalam negeri, sehingga tidak membebani nilai impor seperti yang selama ini dialami oleh usaha besar. Ada lima keadaan yang memungkinkan industri kecil mampu bertahan dari persaingan yang datang dari industri berskala besar adalah sebagai berikut: Pertama, usaha industri kecil bergerak dalam pasar yang terpecah-pecah (fragmented market), sehingga keberadaan skala ekonomi tidak terlalu penting yang menyebabkan skala ekonomi usaha besar tidak menonjol. Kedua, usaha industri kecil menghasilkan produk-produk dengan karakteristik elastisitas pendapatan yang tinggi, sehingga apabila terjadi kenaikan pendapatan masyarakat, permintaan akan produk-produk UMKM juga meningkat.

Ketiga, usaha kecil memiliki tingkat heterogenitas tinggi, khususnya heterogenitas teknologi yang bisa digunakan, sehingga dapat menghasilkan variasi produk yang beraneka ragam. Keempat, usaha industri kecil tergabung dalam suatu kluster (sentra industri), sehingga mampu memanfaatkan efisiensi kolektif, misalnya dalam hal pembelian bahan baku, pemanfaatan tanaga kerja terampil, dan pemasaran bersama.

Kelima, usaha industri kecil diuntungkan oleh kondisi geografis, yang membuat produk-produk industri kecil memperoleh proteksi alami karena pasar yang dilayani tidak terjangkau oleh inovasi produk-produk industri skala besar.

Namun dalam perkembangannya, UMKM masih belum menjalankan fungsi dan peranannya secara maksimal karena menghadapi berbagai kendala seperti masalah keterbatasan modal, teknik produksi, bahan baku, pemasaran, manajemen dan teknologi. Selain itu hambatan yang dihadapi oleh UMKM adalah keterbatasan


(20)

dalam mengakses informasi pasar, keterbatasan jangkauan pasar, keterbatasan jaringan kerja, dan keterbatasan mengakses lokasi usaha yang strategis.

Perkembangan industri kecil termasuk industri rumah tangga yang bersifat informal merupakan bagian dari perkembangan industri dan ekonomi nasional secara keseluruhan. Industri kecil mempunyai peranan yang strategis dalam hal pemerataan penyebaran lokasi usaha yang mendukung pembangunan daerah, pemerataan kesempatan kerja, menunjang ekspor non migas serta melestarikan seni budaya bangsa. Dilihat dari banyaknya usaha maupun penyerapan tenaga kerja, golongan industri kecil dan rumah tangga ini mempunyai kontribusi terbesar dalam hal penyerapan tenaga kerja yang hampir sekitar 58% tenaga kerja yang ada di sektor industri (BPS, 2005). Pada waktu krisis ekonomi menunjukkan bahwa unit usaha koperasi dan industri skala kecil dan menengah ternyata lebih mampu menahan dampak krisis ekonomi yang sedang berlangsung. Kondisi ini semakin menunjukkan bahwa perhatian pemerintah daerah khususnya terhadap unit kegiatan ini perlu ditingkatkan baik secara kualitas maupun kuantitas dalam rangka mendorong peningkatan skala usaha dari industri kecil tersebut.

Salah satu industri kecil yang sangat potensial berkembang di kota Medan adalah industri sepatu. Industri sepatu merupakan salah satu industri yang sangat potensial dan dapat memberikan pendapatan yang cukup besar bagi pemiliknya dan orang-orang yang terlibat di dalamnya. Salah satu sentra industri kecil sepatu di kota Medan ada di wilayah Kecamatan Medan Area.


(21)

Kecamatan Medan Area adalah salah satu dari wilayah 7,78 KM² dengan penduduknya berjumlah 107.300 jiwa (BPS, 2008). Berdasarkan data yang diperoleh, di dalam wilayah Kecamatan Medan Area terdapat 48 unit usaha industri kecil alas kaki baik sepatu maupun sandal dengan rata-rata produksi 611.140 pasang dan jumlah tenaga kerja sebanyak 327 orang.

Dari uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti sejauh mana pengaruh keberadaan industri kecil sepatu terhadap penyerapan tenaga kerja terutama di Wilayah Kecamatan Medan Area. Oleh karena itu, dalam penulisan skripsi ini penulis mengangkat judul “ Analisis Pengaruh Keberadaan Industri Kecil Sepatu Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Kecamatan Medan Area Kota Medan “.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh upah terhadap penyerapan tenaga kerja di Kecamatan Medan Area?

2. Bagaimana pengaruh jumlah mesin terhadap penyerapan tenaga kerja di Kecamatan Medan Area?


(22)

3. Bagaimana pengaruh jumlah produksi terhadap penyerapan tenaga kerja di Kecamatan Medan Area?

1.3 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari permasalahan yang menjadi objek penelitian yang tingkat kebenarannya masih harus diuji secara empiris.

Berdasarkan permasalah diatas, maka hipotesisnya adalah sebagai berikut : 1. Upah tenaga kerja berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja

di Kecamatan Medan Area, ceteris paribus.

2. Jumlah Mesin berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja di Kecamatan Medan Area, ceteris paribus.

3. Jumlah produksi berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja di Kecamatan Medan Area, ceteris paribus.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh upah terhadap penyerapan tenaga kerja di Kecamatan Medan Area.

2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh jumlah mesin terhadap penyerapan tenaga kerja di Kecamatan Medan Area.


(23)

3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh jumlah produksi terhadap penyerapan tenaga kerja di Kecamatan Medan Area.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai bahan studi dan literatur bagi mahasiswa dan masyarakat yang tertarik untuk mengetahui tentang industri kecil sepatu di Kecamatan Medan Area.

2. Sebagai tambahan wawasan ilmiah dan ilmu pengetahuan penulis dalam disiplin ilmu yang penulis tekuni.

3. Sebagai bahan studi dan tambahan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi terutama mahasiswa Departemen Ekonomi Pembangunan USU yang ingin melakukan penelitian di masa yang akan datang.


(24)

BAB II

URAIAN TEORETIS

2.1 INDUSTRI

2.1.1 Pengertian Industri

Dalam istilah ekonomi, industri mempunyai dua pengertian, yaitu pengertian secara luas dan pengertian secara sempit. Dalam pengertian secara luas, industri mencakup semua usaha dan kegiatan bidang ekonomi yang bersifat produktif. Sedangkan pengertian secara sempit, industri adalah suatu kegiatan yang mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia atau dengan tangan sehingga menjadi barang setengah jadi.

Menurut Undang-Undang No.5 tahun 1984, industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, bahan setengah jadi atau barang jadi dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya termasuk rancang bangunan dengan rekayasa industri.

Dikemukakan Dumairy tahun 1996, industri mempunyai dua pengertian. Pertama, industri merupakan himpunan prusahaan-perusahaan kertas. Kedua, industri adalah sektor ekonomi yang di dalamnya terdapat kegiatan produktif yang mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau setengah jadi.

Menurut G. Kartasapoetra (1997), yang dimaksud dengan industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku dan bahan setengah jadi menjadi barang yang nilainya lebih tinggi.


(25)

Sedangkan menurut Badan Pusat Statistik ( BPS ), industri adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah barang jadi dan barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih nilainya.

Berdasarkan pengertian tersebut, kita dapat memahami bahwa industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi manusia yang sangat penting. Melalui kegiatan industri akan dihasilkan berbagai kebutuhan manusia, mulai dari peralatan sederhana sampai pada peralatan modern. Jadi, pada dasarnya kegiatan itu lahir untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dengan kata lain, industri sudah dikenal sejak zaman purbakala. Walaupun pada awal perkembangannya masih sangat sederhana dan terbatas hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan dalam lingkungan yang terbatas.

2.1.2 Klasifikasi Industri

Selanjutnya BPS membagi industri menjadi empat golongan, yaitu : 1. Industri besar, apabila mempunyai tenaga kerja 100 orang atau lebih. 2. Industri sedang, apabila mempunyai tenaga kerja 20 – 99 orang. 3. Industri kecil, apabila mempunyai tenaga kerja 5 – 19 orang. 4. Industri rumah tangga, apabila memiliki tenaga kerja 1 – 4 orang.

Menurut Julian Luthan (1979) dalam bukunya yang berjudul “ Beberapa Aspek Ketenagakerjaan Perusahaan Kecil di Indonesia “ mengklasifikasikan industri ke dalam empat golongan, yaitu :


(26)

1. Industri besar, adalah industri yang menggunakan mesin dengan tenaga kerja 50 orang ke atas.

2. Industri sedang, adalah industri yang menggunakan mesin dengan tenaga kerja 5 – 49 orang.

3. Industri kecil, adalah industri yang menggunakan mesin dengan tenaga kerja 1 – 4 orang.

4. Industri Rumah tangga, yaitu suatu usaha pengubahan atau pembentukan suatu barang menjadi barang lain yang nilainya lebih tinggi dan tidak menggunakan tenaga kerja yang dibayar, misalnya seorang istri yang membantu suaminya dalam usaha atau kegiatan industri keluarga.

Industri dapat digolongkan berdasarkan beberapa sudut tinjauan atau beberpa pendekatan. Di Indonesia, industri digolongkan berdasarkan kelompok komoditas, skala usaha dan berdasarkan arus produknya. Penggolongan yang paling universal adalah berdasarkan International Standard of Industrial Classification ( ISIC ), yaitu berdasarkan pendekatan kelompok komoditas.


(27)

Tabel 2.1

Penggolongan Industri menurut ISIC

Kode Kelompok industri

31 Industri makanan, minuman, dan tembakau 32 Industri Tekstil, pakaian jadi dan kulit

33 Industri kayu dan barang-barang dari kayu, termasuk perabotan rumah tangga

34 Industri kertas dan barang-barang dari kertas, percetakan dan penerbitan

35 Industri kimia dan barang-barang dari bahan kimia, minyak bumi, batu bara, karet dan plastik.

36 Industri barang galian bukan logam, kecuali minyak bumi dan batu bara.

37 Industri logam dasar

38 Industri barang dari logam, mesin dan peralatan 39 Industri pengolahan lainnya

Sumber : Kantor Dinas Perindustrian dan Perdagangan

Untuk keperluan perencanaan anggaran negara dan analisis pembangunan, pemerintah membagi sektor pengolahan menjadi tiga subsektor, yaitu :

1. Subsektor industri pengolahan non migas 2. Subsektor pengilangan minyak bumi 3. Subsektor pengolahan gas alam cair.

Sedangkan untuk keperluan pengembangan sektor industri itu sendiri serta berkaitan dengan administrasi departemen perindustrian dan perdagangan,


(28)

1. Industri Hulu, yang terdiri dari : - Industri kimia dasar

- Industri mesin, logam dasar dan elektronika 2. Industri Hilir, yang terdiri dari :

- Aneka industri - Industri kecil

2.1.3 Pengertian Industri Kecil

Secara lisan dan tulisan, banyak pihak menggunakan istilah yang berbeda untuk membahas industri kecil ini. Di samping digunakan istilah industri kecil (small industry), ada sejumlah istilah lain yang bermakna sama, seperti : usaha kecil (small business), perusahaan kecil (small enterprise atau small firm), usaha skala kecil (small scale busines ) dan lain-lain. Ada yang menyatakan industri kecil adalah sektor, sedangkan industri kecil adalah subsektor. Anggapan ini sebaiknya diabaikan saja karena semua istilah itu pada dasarnya memiliki kadar yang sama.

Pendefenisian industri kecil menurut lembaga atau departemen-departemen adalah :

1. Badan Pusat Statistik mendefenisikan industri kecil adalah sebuah perusahaan yang mempekerjakan 5-10 orang tenaga kerja.

2. Bank Indonesia mendefenisikan industri kecil adalah sebagai usaha yang memiliki asset maksimal Rp 600.000.000 di luar tanah dan bangunan.


(29)

3. Departemen Perindustrian dan Perdagangan mendefenisikan industri kecil sebagai industri yang mempunyai nilai investasi seluruhnya sampai dengan Rp 200.000.000 di luar tanah dan bangunan. Hal ini sesuai dengan surat keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.254/MPP/Kep/7/1987 tanggal 28 Juni 1987.

4. Undang-Undang No.9 tahun 1999 tentang Usaha Kecil.

Di dalam Undang-Undang No.9 Tahun 1999 di tetapkan bahwa usaha kecil adalah suatu unit usaha yang memiliki nilai asset neto ( tidak termasuk tanah dan bangunan ) yang tidak melebihi Rp 200 juta, atau penjualan per tahun tidak lebih besar dari 1 milyar.

2.1.4 Peranan Industri Kecil

Sesuai dengan tujuan pembangunan nasional, maka kebijakan pembangunan ekonomi bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang dapat dipandang sebagai keseluruhan usaha pembangunan yang seimbang di berbagai daerah. Laju pertumbuhan ekonomi suatu negara ataupun suatu daerah tercermin dalam peningkatan pendapatan perkapita dan penyerapan tenaga kerja. Pencapaian tujuan pembangunan regional tidak terlepas dari perencanaan pembangunan sesuai potensi sumber daya yang tersedia di wilayah itu sendiri.

Agar pembangunan regional dapat memberikan manfaat bagi masyarakat maka lingkungan pembangunan pedesaan merupakan suatu proses yang membawa


(30)

peningkatan kemampuan penduduk pedesaan menguasai lingkungan sosial disertai peningkatan taraf hidup masyarakatnya.

Di Indonesia, Industri kecil merupakan tulang punggung pembangunan dan merupakan salah satu syarat terciptanya suatu stabilitas politik karena kemampuannya memperkecil jumlah pengangguran baik yang tinggal di daerah pedesaan, maupun daerah perkotaan. Macetnya perkembangan industri kecil sebaliknya akan

menimbulkan situasi politik yang rawan karena banyaknya pengangguran di Indonesia (James, 1993 ).

Peran Industri kecil dalam proses pertumbuhan ekonomi Indonesia juga tidak dapat diabaikan begitu saja, karena selama ini usaha kecil telah memberikan

kontribusi yang besar terhadap pertumbuhan domestik. Sektor perdagangan,

transportasi dan usaha kecil ternyata berperan penting sebagai penghasil devisa. Oleh karena itu pengembangan usaha kecil dirasa cukup penting sampai 25 tahun

mendatang, diproyeksikan kemampuan penyerapan tenaga kerja dari berbagai sektor seperti pertanian, jasa dan industri sangat terbatas. Dalam kondisi seperti ini industri kecil diharapkan memainkan peranan khususnya dalam penyerapan tenaga kerja.

Oleh karena itu, industri kecil sangat penting untuk didukung mengingat alasan-alasan berikut, pertama masalah fleksibilitas dan adaptabilitasnya di dalam memperoleh bahan mentah dan peralatan. Kedua, relevansinya dengan proses desentralisasi kegiatan ekonomi guna menunjang terciptanya integrasi kegiatan pada sektor-sektor ekonomi yang lain. Ketiga, potensinya terhadap penciptaan dan


(31)

jangka panjang sebagai basis bagi mencapai kemandirian pembagunan ekonomi, karena usaha kecil umumnya diusahakan oleh pengusaha dalam negeri.

2.1.5 Kekuatan dan Kelemahan Industri Kecil

Kekuatan industri kecil adalah terutama dalam beberapa hal berikut :

a. Sangat padat karya dan persediaan tenaga kerja di Indonesia masih sangat banyak, mengikuti laju pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja yang rata-rata pertahun masih sangat tinggi. Sehingga, upah nominal tenaga kerja khususnya dari kelompok berpendidikan rendah di Indonesia masih sangat relatif murah dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia dengan jumlah penduduk dan angkatan kerja yang lebih sedikit.

b. Industri kecil di Indonesia masih lebih banyak membuat produk-produk sederhana yang tidak terlalu membutuhkan pendidikan moral yang tinggi, melainkan keahlian khusus yang dimiliki warga setempat lewat sumber-sumber informal ( traditional skills ). Selain itu berbeda dengan industri kecil Taiwan, Jepang, Korea Selatan, misalnya kebanyakan produk-produk yang dihasilkan oleh industri kecil di Indonesia masih lebih banyak berbobot teknologi sederhana yang dapat diperoleh di dalam negeri dengan harga murah.

c. Banyak industri kecil membuat produk-produk yang bernuansa kultur seperti kerajinan dari bambu dan rotan atau ukir-ukiran dari kayu yang pada dasarnya merupakan kehalian tersendiri dari masyarakat di masing-masing daerah.


(32)

Hanya saja kelemahan pengusaha-pengusaha kecil tersebut selama ini tidak membuat hak cipta terhadap produk-produk mereka, dan tidak melakukan banyak inovasi baik dalam proses pembuatan maupun desain, sehingga produk-produk mereka akan mudah ditiru oleh orang asing dengan kualitas dan desain yang lebih baik dan memiliki hak cipta.

d. Secara umum, kegiatan industri kecil dan rumah tangga di Indonesia masih sangat agricultured based, karena memang banyak komoditas-komoditas pertanian yang dapat diolah dalam skala kecil. Karena sektor pertanian paling tidak secara potensial merupakan sektor terbesar di Indonesia, maka

sebenarnya pengembangan industri kecil di Indonesia mempunyai suatu prospek yang sangat baik, termasuk yang berorientasi ekspor. Selain itu karena banyak industri kecil bergerak di bidang agroindustri, maka pada umumnya kelompok industri lebih banyak menggunakan bahan baku dan bahan penolong lokal atau tingkat ketergantungan terhadap impor jauh lebih rendah dibandingkan intensitas impor industri besar dan menengah.

e. Pengusaha-pengusaha kecil dan rumah tangga lebih banyak menggantungkan diri pada uang sendiri atau pinjaman dari sumber informal untuk modal kerja dan investasi mereka. Walaupun banyak juga yang memakai fasilitas kredit khusus dari pemerintah. Memang nilai investasi tetap di industri kecil dan rumah tangga rata-rata jauh lebih rendah daripada industri besar menengah yang bukan hanya skala usahanya yang besar, tetapi proses produksinya lebih kompleks dan padat modal.


(33)

Kelemahan industri kecil terutama dalam hal kemampuannya untuk bersaing masih sangat lemah, tidak hanya di pasar domestik terhadap produk-produk dari IMB atau impor tetapi juga di pasar ekspor. Tidak hanya tingkat daya saing globalnya, tetapi tingkat diversifikasi produk dari industri kecil di Indonesia juga rendah. Kelemahan ini juga disebabkan oleh banyak masalah-masalah yang dihadapi kelompok industri tersebut yang menjadi kendala serius bagi perkembangan serta pertumbuhannya.

Masalah-masalah tersebut termasuk keterbatasan dana, baik untuk modal kerja maupun investasi, kesulitan dalam pemasaran, distribusi dan penyediaan bahan baku dan input-input lainnya, keterbatasan sumber daya manusia ( pekerja dan manajer ) dengan kualitas baik, pengetahuan/wawasan yang minim mengenai bisnis, tidak hanya akses ke informasi, keterbatasan teknologi dan lainnya. Tingkat keseriusan dari setiap masalah tersebut bervariasi, tidak hanya antara subsektor, tetapi juga antara sesama pengusaha di subsektor yang sama ( Tambunan, 1999 : 118 ).

2.1.6 Pengembangan Industri Kecil

Basri ( 1994 : 153 ) menjelaskan bahwa untuk pengembangan industri kecil di masa yang akan datang ada 3 hal yang harus diperhatikan, yaitu :

a. Dalam konteks kebijakan, peran penting pemerintah hendaknya menjamin terintegrasinya kepentingan industri kecil dalam kebijakan makro ekonomi dan tidak diskriminatif. Pengembangan industri kecil tidak hanya berdasarkan


(34)

atas asas pemerataan tetapi lebih terkait dengan kelangsungan pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja.

b. Di tingkat kelembagaan, mekanisme kerjasama antara lembaga pemerintah, swasta, maupun swadaya harus dikembangkan berdasarkan pembagian kerja fungsional.

c. Prioritas pengembangan industri kecil haruslah dalam konteks pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja. Ini berarti pengembangan infrastruktur haruslah diorientasikan kepada pola distribusi sumber daya yang merata terhadap pelaku ekonomi yang ada.

Inti dari pengembangan industri kecil sebagaimana dikemukakan di atas pada dasarnya terletak pada upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dengan adanya sumber daya yang bermutu, maka industri kecil akan dapat tumbuh dan berkembang menjadi industri kecil yang tangguh.

Hingga saat ini sebenarnya sudah banyak yang dilakukan pemerintah untuk membantu industri kecil. Mulai dari menciptakan banyak credit schemes dari

perbankan, keharusan BUMN menyisihkan sebagian dari profitnya untuk membantu industri kecil, menciptakan sentra-sentra, hingga gerakan nasional kemitraan usaha. Tapi sayangnya, fakta menunjukkan bahwa hingga saat ini kinerja industri kecil di Indonesia belum baik, terutama jika dibandingkan dengan industri kecil negara-negara lain seperti Taiwan, Singapura dan Korea Selatan. Program-program pemerintah selama ini ternyata tidak terlalu efektif ( Tambunan, 1999 : 221 ).


(35)

Menurut Tambunan, salah satu penyebabnya adalah bahwa selama ini

pemerintah belum memiliki visi yang jelas mengenai peranan industri kecil di dalam perekonomian Indonesia, dan ini sangat mempengaruhi kebijaksanaan pengembangan industri kecil selama ini. Industri kecil dianggap penting hanya sebagai salah satu instrument politik untuk menaggulangi masalah-masalah kemiskinan dan

ketimpangan dalam distribusi pendapatan. Industri kecil tidak hanya dilihat sebagai suatu kelompok unit usaha yang seharusnya terintegrasi sepenuhnya di dalam dunia usaha nasional secara nyata. Industri kecil harus dilihat sebagai unit usaha yang terintegrasi sepenuhnya dengan IMB di dalam industri nasional.

Peranan pemerintah juga harus berubah. Peranan pemerintah dalam mendukung industri kecil dan menengah hanyalah sebagai fasilitator, stimulator, regulator dan stabilisator. Hal utama yang perlu dilakukan pemerintah, khususnya pemerintah daerah setempat, bukan memberikan segala macam fasilitas-fasilitas kemudahan seperti credit schemes dengan suku bunga murah, melainkan

menghilangkan segala market distortions, pengaturan-pengaturan tata niaga yang kenyataannya selama ini hanya memperbesar distorsi pasar yang lebih merugikan industri kecil itu sendiri.

2.1.7 Peranan Industri Kecil Dalam Pembangunan Khusunya Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja

Kontribusi sektor industri dalam perekonomian secara makro cukup berarti. Sumbangan tersebut terutama dari segi penyerapan tenaga kerja. Di samping itu


(36)

mereka juga memberikan kontribusi dalam penciptaan nilai tambah dan devisa ekspor non migas meskipun nilainya relative kecil.

Melihat sifat industri kecil yang banyak menggunakan tenaga manusia, maka sangat intensif dalam penggunaan sumber-sumber alam lokal. Lokasinya yang banyak terdapat di daerah pedesaan, maka diperkirakan bahwa pertumbuhan tenaga kerja yang bekerja, pengurangan jumlah pengangguran dan kemiskinan, pemerataan dalam distribusi pendapatan dan pembangunan ekonomi di daerah pedesaan.

Apabila industri kecil ini dibina dan dikembangkan dengan baik,

sumbangannya akan lebih besar bagi perekonomian nasional pada umumnya dan memberikan sumbanagn bagi daerah di mana industri kecil itu tumbuh dan berkembang. Hal ini dapat dilihat dari peranan industri kecil terhadap perluasan kesempatan kerja, pemerataan dan peningkatan penghasilan masyarakat serta peningkatan ekspor.

2.2 TEORI KETENAGAKERJAAN

Di Indonesia, pengertian tenaga kerja atau manpower mulai sering

diperdengarkan. Tenaga kerja mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Secara praktis pengertian tenaga kerja dan bukan tenaga kerja hanya dibedakan oleh batas umur. Di Indonesia semula dipilih batas umur minimum adalah 10 tahun. Pemilihan 10 tahun sebagai batas umur minimum adalah


(37)

berdasarkan kenyataan bahwa dalam umur tersebut sudah banyak penduduk berumur muda terutama di desa-desa sudah bekerja atau mencari pekerjaan.

Dengan bertambahnya kegiatan pendidikan maka jumlah penduduk dalam usia sekolah yang melakukan kegiatan ekonomi akan berkurang. Bila wajib sekolah sembilan tahun diterapkan, maka anak-anak sampai dengan umur 14 tahun akan berada di sekolah. Dengan kata lain jumlah penduduk yang bekerja dalam batas umur tersebut akan menjadi sangat kecil, sehingga batas umur minimum lebih tepat

dinaikkan menjadi15 tahun.

Atas pertimbangan tersebut, Undang-Undang N0. 25 tahun 1997 tentang ketenagakerjaan telah menetapkan batas usia kerja menjadi 15 tahun.

Tenaga kerja atau manpower terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja atau labor force terdiri dari golongan yang bekerja, golongan yang menganggur dan golongan yang mencari pekerjaan. Kelompok bukan angkatan kerja terdiri dari golongan yang bersekolah, golongan yang mengurus rumah tangga dan golongan lain-lain atau penerima pendapatan. Ketiga golongan dalam kelompok angkatan kerja sewaktu-waktu dapat menawarkan jasanya untuk bekerja. Oleh sebab itu kelompok ini sering juga dinamakan sebagai potential labor force.

Selanjutnya angkatan kerja dibedakan pula menjadi dua sub kelompok, yaitu pekerja dan penganggur. Yang dimaksud dengan pekerja ialah orang-orang yang mempunyai pekerjaan dan memang sedang bekerja, serta orang yang mempunyai pekerjaan namun untuk sementara waktu kebetulan sedang tidak bekerja ( misalnya : wanita karir yang sedang hamil ).


(38)

Badan Pusat Statistik mendefinisikan bekerja adalah melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh upah atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan dan lamanya bekerja paling sedikit satu jam secara kontiniu dalam seminggu. Termasuk dalam batas ini pekerja keluarga tanpa upah yang membantu dalam satu usaha / kegiatan ekonomi.

Penganggur ialah orang yang tidak mempunyai pekerjaan. Lengkapnya, orang yang tidak bekerja dan (masih atau sedang) mencari pekerjaan. Penganggur inilah oleh BPS dinyatakan sebagai penganggur terbuka.

2.2.1 Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja

Permintaan tenaga kerja adalah kebutuhan yang sudah didasarkan atas kesediaan membayar upah tertentu sebagai imbalannya. Pemberi kerja bermaksud menggunakan atau meminta sekian orang karyawan dengan kesediaan membayar upah sekian rupiah setiap waktu. Jadi, dalam permintaan ini sudah ikut

dipertimbangkan tinggi rendahnya upah yang berlaku dalam masyarakat, atau yang dibayarkan kepada tenaga kerja yang bersangkutan.

Persediaan tenaga kerja ialah jumlah orang yang tersedia, mampu dan

bersedia untuk melakukan pekerjaan. Dalam pengertian inipun faktor upah tidak ikut dipertimbangkan. Sedangkan dalam penawaran tenaga kerja sudah ikut

dipertimbangkan factor upah. Dalam hal ini pencari kerja bersedia menerima pekerjaan itu, atau menawarkan tenaga kerjanya apabila kepadanya diberikan upah sekian rupa setiap waktunya. Misalkan dengan menggunakan teknologi tertentu,


(39)

seorang pengusaha mungkin membutuhkan 500 orang tenaga. Akan tetapi karena upah yang dituntut terlalu tinggi, mungkin ia hanya mampu mempekerjakan atau meminta 400 orang saja, sedangkan yang lainnya ditunda dahulu atau dibatalkan. Oleh karena itu, kebutuhan tenaga kerja merupakan permintaan potensial (Suroto, 1992:21-22).

Salah satu masalah yang biasa muncul dalam bidang angkatan kerja adalah ketidakseimbangan antara permintaan akan tenaga kerja (demand for labor) dan penawaran tenaga kerja (supply of labor), pada suatu tingkat upah.

Ketidakseimbangan tersebut dapat berupa, (a) lebih besarnya penawaran dibanding permintaan terhadap tenaga kerja (adanya excess supply of labor) dan (b) lebih besarnya permintaan dibanding penawaran tenaga kerja (adanya excess demand for labor).

Excess SL

W SL W SL

We W2

E

DL DL

0 Ne N 0 N3 N4 N


(40)

W

SL

W2

Excess DL DL

0 N3 N4 N

( iii ) Gambar 2.1

Ketidakseimbangan Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja

Keterangan:

SL = Penawaran tenaga kerja (supply of labor) DL = Permintaan tenaga kerja

W = Upah riil

N = Jumlah tenaga kerja Penjelasan gambar:

1. Jumlah orang yang menawarkan tenaganya untuk bekerja adalah sama dengan jumlah tenaga kerja yang diminta, yaitu masing-masing sebesar Ne pada tingkat upah keseimbangan We. Titik keseimbangan dengan demikian adalah titik E. Di sini tidak ada excess supply of labor maupun excess demand for labor. Pada tingkat upah keseimbangan We maka semua orang yang ingin


(41)

bekerja telah dapat bekerja. Berarti tidak ada orang yang menganggur. Secara ideal keadaan ini disebut full employment pada tingkat upah We tersebut. 2. Pada gambar kedua terlihat adanya excess supply of labor. Pada tingkat upah

W1 penawaran tenaga kerja (SL) lebih besar daripada permintaan tenaga kerja

(DL). Jumlah tenaga kerja yang menawarkan dirinya untuk bekerja adalah sebanyak N2 sedangkan yang diminta hanya N1. Dengan demikian ada orang

yang menganggur pada tingkat upah W1 ini sebanyak N1 N2.

3. Pada gambar ketiga terlihat adanya excess demand for labor. Pada tingkat upah W2 permintaan akan tenaga kerja (DL) lebih besar daripada penawaran

tenaga kerja (SL). Jumlah orang yang menawarkan dirinya untuk bekerja pada tingkat upah W2 adalah sebanyak N3 orang, sedangkan yang diminta adalah

sebanyak N4. (Subri, 2003 : 54-56)

Terdapat beberapa teori yang membahas mengenai tenaga kerja, diantaranya : a. Teori Adam Smith ( 1729 – 1790 )

Smith menganggap bahwa manusia merupakan faktor produksi utama yang menentukan kemakmuran suatu bangsa. Alasannya, alam (tanah) tidak ada artinya kalau tidak ada sumber daya manusia yang mengolahnya, sehingga bermanfaat bagi kehidupan.

Smith juga melihat bahwa alokasi sumber daya manusia yang efektif adalah awal pertumbuhan ekonomi. Setelah ekonomi tumbuh, akumulasi modal (fisik) baru mulai dibtuhkan untuk menjaga agar ekonomi tetap tumbuh. Dengan


(42)

kata lain, alokasi sumber daya manusia yang efektif merupakan syarat perlu (necessary condition) bagi pertumbuhan ekonomi.( Subri, 2003:2 )

b. Teori Lewis ( 1959 )

Lewis menyebutkan bahwa kelebihan pekerja bukan merupakan suatu masalah, melainkan suatu kesempatan. Kelebihan pekerja satu sector akan

memberikan andil terhadap pertumbuhan out put dan penyediaan pekerja di sector lain.

Ada dua struktur di dalam perekonomian Negara berkembang, yaitu sector kapitalis modern dan sector subsisten terbelakang. Menurut Lewis sector

subsisten terbelakang tidak hanya terdiri dari sector pertanian, tetapi juga sector informal lainnya.

Sektor subsisten terbelakang mempunyai kelebihan penawaran pekerja dan tingkat upah relative murah daripada sector kapitalis modern. Lebih

murahnya biaya upah pekerja asal pedesaan akan dapat menjadi pendorong bagi pengusaha di perkotaan untuk memanfaatkan pekerja tersebut dalam

pengembangan industri modern perkotaan. Selama berlangsungnya proses industrialisasi, kelebihan penawaran pekerja di sector subsisten terbelakang akan diserap.

Bersamaan dengan terserapnya kelebihan pekerja di sector industri modern, maka pada suatu saat tingkat upah di pedesaan akan meningkat.


(43)

Selanjutnya peningkatan upah ini akan mengurangi perbedaan/ketimpangan tingkat pendapatan antara perkotaan dan pedesaan.

Dengan demikian menurut Lewis, adanya kelebihan penawaran pekerja tidak memberikan masalah pada pembangunan ekonomi. Sebaiknya kelebihan pekerja justru merupakan modal untuk mengakumulasi pendapatan, dengan asumsi bahwa perpindahan pekerja dari sector subsiten ke sector kapitalis modern berjalan lancar dan perpindahan tersebut tidak akan pernah menjadi “terlalu banyak”.( Subri, 2003:56 )

c. Teori Fei-Ranis (1961)

Teori Fei-Ranis berkaitan dengan Negara berkembang yang mempunyai ciri-ciri kelebihan buruh, sumber daya alamnya belum dapat diolah, sebagian besar penduduknya bergerak di sector pertanian, banyak pengangguran, dan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi.

Menurut Fei-Ranis ada tiga tahap pembangunan ekonomi dalam kondisi kelebihan buruh. Pertama, di mana para penganggur semu dialihkan ke sector industri dengan upah institusional yang sama. Kedua, tahap di mana pekerja pertanian menambah out put tetapi memproduksi lebih kecil dari upah

institusional yang mereka peroleh, dialihkan pula ke sector industri. Ketiga, tahap ditandai awal pertumbuhan swasembada pada saat buruh pertanian menghasilkan out put lebih besar daripada perolehan upah institusional. Dan dalam hal ini kelebihan pekerja terserap ke sector jasa dan industri yang meningkat terus


(44)

menerus sejalan dengan pertambahan out put dan perluasan usahanya.(Subri, 2003:57)

2. 2. 2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Tenaga Kerja a. Tingkat Upah

Tingkat upah akan mempengaruhi tinggi rendahnya biaya produksi perusahaan. Kenaikan tingkat upah akan mengakibatkan kenaikan biaya produksi yang selanjutnya akan meningkatkan harga per unit produk yang dihasilkan. Apabila harga per unit produk yang dijual ke konsumen naik, reaksi yang biasanya timbul adalah mengurangi pembelian atau bahkan tidak lagi membeli produk tersebut. Kondisi ini memaksa produsen untuk mengurangi jumlah produk yang dihasilkan, yang selanjutnya juga dapat mengurangi akibat perubahan skala produksi disebut efek skala produksi (scale effect).

Suatu kenaikan upah dengan asumsi harga barang-barang modal yang lain tetap, maka pengusaha mempunyai kecenderungan untuk menggantikan tenaga kerja dengan mesin. Penurunan jumlah tenaga kerja akibat adanya penggantian dengan mesin disebut efek substitusi (substitution effect)

b. Teknologi

Penggunaan teknologi dalam perusahaan akan mempengarui beberapa jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Kecanggihan teknologi saja belum tentu mengakibatkan penurunan jumlah tenaga kerja. Karena dapat terjadi kecanggihan


(45)

teknologi akan menyebabkan hasil produksi yang lebih baik, namun

kemampuannya dalam menghasilkan produk dalam kuantitas yang sama atau relative sama. Yang lebih berpengaruh dalam menetukan permintaan tenaga kerja adalah kemampuan mesin untuk menghasilkan produk dalam kuantitas yang jauh lebih besar daripada kemampuan mesin.

c. Produktivitas Tenaga Kerja

Berapa jumlah tenaga kerja yang diminta dapat ditentukan oleh berapa tingkat produktivitas dari tenaga kerja itu sendiri. Apabila untuk menyelesaikan suatu proyek tertentu dibutuhkan 30 karyawan dengan produktivitas standard yang bekerja selama 6 bulan. Namun, dengan karyawan yang produktivitasnya melebihi standard, proyek tersebut dapat diselesaikan oleh 20 karyawan dengan waktu 6 bulan.

Arsyad Anwar mengemukakan bahwa produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh enam hal, yaitu perkembanagn barang modal per pekerja, perbaikan tingkat ketrampilan, pendidikan dan kesehatan, meningkatkan skala usaha, perpindahan pekerja antar jenis kegiatan, perubahan komposisi out put dari tiap sektor atau subsektor, serta perubahan teknik produksi.

Di lain pihak, Basri mengemukakan bahwa tinggi rendahnya produktivitas tenaga kerja juga dipengaruhi oleh pemanfaatan kapasitas dari berbagai sector. Produktivitas tenaga kerja rendah karena pemanfaatan kapasitas produksi rendah.


(46)

d. Kualitas Tenaga Kerja

Pembahasan mengenai kualitas ini berhubungan erat dengan pembahasan mengenai produktivitas. Karena dengan tenaga kerja yang berkualitas akan

menyebabkan produktivitasnya meningkat. Kualitas tenaga kerja ini tercermin dari tingkat pendidikan, ketrampilan, pengalaman, dan kematangan tenaga kerja dalam bekerja.

e. Fasilitas Modal

Dalam prakteknya faktor-faktor produksi, baik sumber daya manusia maupun yang bukan sumber daya manusia, seperti modal tidak dapat dipisahkan dalam menghasilkan barang atau jasa. Pada suatu industri, dengan asumsi factor-faktor produksi yang lain konstan, maka semakin besar modal yang ditanamkan akan semakin besar permintaan tenaga kerja. Misalnya, dalam suatu industri rokok, dengan asumsi faktor-faktor lain konstan, maka apabila perusahaan menahan modalnya, maka jumlah tenaga kerja yang diminta juga bertambah.


(47)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis penelitian.

3.1Lokasi dan Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan terhadap pengusaha industri kecil sepatu yang terdapat di wilayah Kecamatan Medan Area.

3.2Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data sekunder dan data primer atau data lapangan.

- Data primer diperoleh penulis dengan melakukan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

a. Kuisioner, yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan pertanyan-pertanyaan tertulis untuk memperoleh informasi dari responden.

b. Observasi, yaitu dengan melakukan pengamatan langsung ke lapangan.

c. Depth Interview, melakukan wawancara atau tanya jawab langsung kepada para responden.


(48)

- Data sekunder merupakan data tambahan yang menjadi pendukung data primer, yang diperoleh dari Badan Pusat Statistika (BPS), buku-buku pendukung, jurnal, website serta penelitian ilmiah sebelumnya dan tulisan-tulisan ilmiah lain yang berhubungan dengan penelitian ini.

3.3Populasi dan Sampel

Populasi adalah semua nilai baik hasil perhitungan maupun pengukuran baik kuantitatif daripada karakteristik tertentu mengenai sekelompok objek yang lengkap dan jelas. Yang termasuk populasi dalam penelitian ini adalah seluruh usaha industri kecil Sepatu yang ada di Kecamatan Medan Area.

Sedangkan sample adalah sebagian anggota populasi yang diambil dengan menggunakan teknik random sampling. Sampel penelitian ini ditentukan dengan menggunakan teknik purposive sampling, yaitu teknik penentuan sample berdasarkan pertimbangan tertentu dengan tujuan untuk mengefisiensikan waktu, biaya dan tenaga. Adapun jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 30 usaha industri kecil sepatu yang ada di kecamatan Medan Area.

3.4Pengolahan Data

Dalam melakukan penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode kualitatif yang didukung model yang menggunakan statistik menggunakan program E-views 4.1.


(49)

3.5Model Analisis Data

Dalam menganalisis besarnya pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel terikat digunakan model ekonometrika dengan meregresikan variabel-variabel yang ada dengan menguunakan metode Ordinary Least Square (OLS).

Permasalahan yang akan dibahas adalah sampai sejauh mana pengaruh faktor upah tenaga kerja (x1), jumlah mesin (x2), dan jumlah produksi (x3) terhadap penyerapan tenaga kerja di Kecamatan Medan Area dengan menggunakan analisis regresi berganda karena variabel dependen dipengaruhi tiga variabel independen. Fungsi matematikanya adalah sebagai berikut:

Y = f(x1,x2,x3,..xn)……….. 1)

Kemudian fungsi tersebut diatas ditransformasikan kedalam model ekonometrika dengan persamaan regresi linear berganda sebagai berikut :

Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + μ ………. 2) Dimana :

Y = Kesempatan Kerja ( Hari Kerja Orang ) per minggu α = Intercept/Konstanta

X1 = Upah Tenaga kerja (Rupiah) per minggu X2 = Jumlah Mesin (Unit)

X3 = Jumlah Produksi (Pasang) per minggu

β1,β2, β3 = Koefisien Regresi

µ = Error Terms


(50)

0

1

X

Y

, artinya jika terjadi kenaikan pada X1 (Upah Tenaga Kerja),

maka Y (Kesempatan Kerja) akan mengalami kenaikan, ceteris paribus.

0

2

X

Y

, artinya jika terjadi kenaikan pada X2 (Jumlah Mesin), maka Y

(Kesempatan Kerja) akan mengalami kenaikan, ceteris paribus.

0

3

X

Y

, artinya jika terjadi kenaikan pada X3 (Jumlah Produksi),

maka Y (Kesempatan Kerja) akan mengalami kenaikan, ceteris paribus.

3.6 Test of Goodness of Fit

Untuk menganalisa model tersebut dilakukan pengujian sebagai berikut: a. Koefisien Determinasi (R²)

Uji ketepatan perkiraan (R²) dilakukan untuk mendeteksi ketepatan paling baik dari garis regresi. Uji ini dilakukan dengan melihat besarnya nilai koefisien determinasi R² merupakan besaran nilai non negatif. Besarnya nilai koefisien determinasi adalah antara nol sampai dengan 1 (0 ≤R²≤1). Koefisien determinasi bernilai nol berarti tidak ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen, sebaliknya nilai koefisien determinasi 1 berarti suatu kecocokan sempurna dari ketepatan pekiraan model.


(51)

b. Uji F-Statistik (Overall Test)

Uji F dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Hipotesa yang dipakai sebagai berikut:

• Ho: b1 = b2 = b3 = 0, artinya secara bersama-sama tidak ada pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.

• Ha: b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ 0, artinya secara bersama -sama ada pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.

Pengujian ini dilakukan untuk membandingkan nilai F-hitung dengan F-tabel. Jika F hitung > dengan F tabel maka Ho ditolak, yang artinya variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen. Nilai F-hitung dapat diperoleh dengan rumus:

Fhitung =

( 1 – R2 ) / ( n – k ) R2 / ( k – 1)

Dimana :

R2 = Koefisien determinasi

k = Jumlah variable independen ditambah intercept dari suatu model persamaan n = jumlah sample


(52)

c. Uji t-statistik (Partial Test)

Uji t-statistik (uji parsial) merupakan suatu pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap variable dependen dengan menganggap variable independen lainnya konstan.Dalam hal ini digunakan hipotesis sebagai berikut :

• Hipotesis nol atau Ho: bi = 0 artinya variabel independen bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen.

• Hipotesis alternatif atau Ha: bi ≠ 0 artinya variabel independen merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen.

Untuk mengetahui kebenaran hipotesis digunakan kriteria bila t hitung > t tabel maka menolak Ho dan menerima Ha artinya ada pengaruh antara variabel dependen terhadap variabel independen dengan derajat keyakinan yang digunakan adalah

α =1 %, α = 5%, α = 10 %, dan begitu pula sebaliknya.

3.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik 3.7.1 Uji Normalitas

Uji ini dilakukan untuk memastikan µ (error term) tersebar normal. Jika µ tersebut normal maka koefesien OLS (β OLS) juga tersebar normal dengan demikian Y juga normal, hal ini disebabkan adanya hubungan linier antara µ, β dan Y. Untuk menguji sebaran µ dapat digunakan uji JB (Jarque Berra). Error term (µ) disebut normal jika nilai JB lebih rendah atau sama dengan nilai kritis tabel chi square (derajat bebas, alpha).

Hipotesis yang dipakai adalah Ho diterima dan Ha ditolak jika nilai JB lebih besar dari tabel chi square, berarti sebaran error (µ) dan Y tidak normal dan Ho ditolak sedangkan Ha diterima jika nilai JB lebih kecil dari nilai tabel chi square berarti sebaran error (µ) dan Y normal.


(53)

3.7.2 Uji Multikolinearity

Multikolinearity adalah alat yang digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan yang kuat (kombinasi linier) diantara independen variabel. Suatu model regresi linier akan menghasilkan estimasi yang baik apabila model tersebut tidak mengandung multikolinearity. Multikolinearity terjadi karena adanya hubungan yang kuat antara sesama variabel independen dari suatu model estimasi.

c. Uji Heteroskedastisitas

Heterokedastisitas adalah suatu kondisi dimana sebaran atau variance (σ2)

dari error term (µ) tidak konstan sepanjang observasi. Jika harga X makin besar maka sebaran Y makin lebar atau makin sempit.

Untuk menguji heterokedastisitas dapat dilakukan dengan Uji White sebagai berikut:

1). Lakukan regresi model yang kita miliki dan kita dapatkan nilai residual untuk (estimasi error);

2). Lakukan regresi auxiliary kita dapatkan nilai R² dari regresi ini kemudian kita hitung X² dengan rumus n x X²;

3). Dibandingkan X² dari regresi diatas dengan nilai chi square dengan derajad bebas 2 dan alpha 1 %.

Jika R² x n lebih besar dari nilai tabel chi square (alpha, df) berarti terjadi heteroskedastisitas jika sebaliknya berarti tidak heteroskedastisitas.


(54)

3.8 Defenisi Operasional

• Industri kecil dan rumah tangga yaitu jenis industri yang terdiri dari 1-19 orang pekerja. ( BPS )

• Kesempatan kerja merupakan banyaknya jam kerja yang dapat diduduki. Variabel ini diukur dalam satuan HKO atau Hari Kerja Orang per minggu. • Upah tenaga kerja merupakan upah secara keseluruhan yang ditawarkan

pengusaha kepada tenaga kerja untuk 1 pasang sepatu dalam satuan Rupiah per minggu.

• Mesin merupakan alat yang digunakan untuk memproduksi sepatu dalam satuan unit.

• Jumlah produksi merupakan jumlah sepatu yang akan diproduksi dalam satuan pasang dalam tiap minggu.


(55)

BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN

4. 1 Deskripsi Daerah Penelitian

4. 1. 1 Gambaran Umum Kecamatan Medan Area a) Lokasi dan Keadaan Geografis

Kecamatan Medan Area adalah suatu kecamatan diantara 21 Kecamatan yang berada di bawah pengawasan pemerintah Kota Medan. Luas wilayah Kecamatan Medan Area adalah 7,78 km2, berada 30 meter di atas permukaan laut dan terletak antara 20o – 30o LU dan 98o – 44o BT. Wilayah Kecamatan Meadan Area berbatasan dengan :

• Sebelah Utara : Kecamatan Medan Perjuangan • Sebelah Selatan : Kecamatan Medan Kota • Sebelah Barat : Kecamatan Medan Kota • Sebelah Timur : Kecamatan Medan Denai Jarak Kantor Camat ke Kantor Walikota Medan sekitar 8 km.

Dasar terbentuknya Kecamatan Medan Area sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.50 tahun 1991 yang diresmikan dan sekaligus melantik camatnya Drs. Maulana Hutagalung pada tanggal 31 Oktober 1991 oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara yaitu Raja Inal Siregar.


(56)

Maksud dan tujuan terbentuknya Kecamatan Medan Area adalah untuk mempermudah serta melancarkan pelaksanaan roda pemerintahan dan pembangunan serta membina masyarakat di segala bidang sesuai dengan Undang-Undang No.5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintah di daerah yakni Camat sebagai kepala wilayah. Adapun kepala pemerintahan Kecamatan Medan Area dapat dilihat dalam tabel di bawah ini :

Tabel 4.1

Nama Camat dan Lamanya Menjabat di Kecamatan Medan Area

No Nama Tahun Masa Jabatan

1. 2. 3. 4. 5.

Drs. Maulana Hutagalung Drs. T. Hanafiah

Darussalam

Drs. Mansur Usman Chairul Buhari

1991 -1998 1998 - 2001 2001 - 2002 2002 - 2006 2006 - sekarang Sumber : Kantor Camat Medan Area

Ruang lingkup tugas Kecamatan Medan Area membawahi 12 Kelurahan dan 163 lingkungan, serta memiliki luas wilayah 7,78 km2, lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :


(57)

Tabel 4.2

Luas Wilayah Dirinci per Kelurahan di Kecamatan Medan Area Tahun 2007

No Kelurahan Luas ( Km2 ) Persentase terhadap luas Kecamatan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.

Pasar Merah Timur Tegal Sari II Tegal Sari III Tegal Sari I Suka Ramai I Kota Matsum II Kota Matsum IV Kota Matsum I Sei Rengas Permata Suka Ramai II Sei Rengas II Pandau Hulu II

0,75 0,24 0,35 0,24 0,35 0,27 0,27 0,34 0,26 0,31 0,36 0,48 17,77 5,69 8,29 5,69 8,29 6,40 6,40 8,06 6,16 7,35 8,53 11,37

Jumlah 4,22 100

Sumber : Kantor Camat Medan Area

b) Kondisi Demografi

Penduduk Kecamatan Medan Area terdiri dari beberapa suku, yaitu suku Jawa, suku Minang, suku Aceh, suku Mandailing, suku Batak, suku Nias dan suku Melayu. Sedangkan penduduk aslinya adalah suku Melayu Deli yang hanya sebahagian kecil saja. Dengan demikian suku penduduk Kecamatan Medan Area adalah heterogen, bukan antar suku tetapi antar bangsa. Umumnya wilayah inti kota didiami warga Negara Indonesia keturunan Cina dan WNA Cina dan bangsa lainnya.

Pada tahun 2007, jumlah penduduk di Kecamatan Medan Area adalah sebanyak 107300 jiwa. Jumlah penduduk laki-laki lebih sedikit dari jumlah penduduk


(58)

perempuan. Pada tahun 2007 jumlah penduduk laki-laki sebanyak 53109 jiwa (49,50%) dan penduduk perempuan 54191 jiwa (50,50%). Rasio jenis kelamin (Sex Ratio) penduduk di Kecamatan Medan Area sebesar 98 %, yang berarti hanya ada 98 orang penduduk laki-laki dalam 100 penduduk perempuan.

Sebagian besar penduduk Kecamatan Medan Area berdomisili di Kelurahan Kota Matsum I (13,14%), kemudian di Kelurahan Pasar Merah Timur (11,75%), Sedangkan daerah yang berpenduduk paling sedikit terdapat pada Kelurahan Tegal Sari II (4,91%).

Tabel 4.3

Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Medan Area Tahun 2007

No Kelurahan Laki-Laki Perempuan Jumlah

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.

Pasar Merah Timur Tegal Sari II Tegal Sari III Tegal Sari I Suka Ramai I Kota Matsum II Kota Matsum IV Kota Matsum I Sei Rengas Permata Suka Ramai II Sei Rengas II Pandau Hulu II

6343 2627 5887 3441 4905 4405 4541 7435 1898 3858 3310 4459 5721 2645 5455 3142 4524 4225 4715 6669 2107 7017 3373 4598 12064 5272 11342 6583 9429 8630 9256 14104 4005 10875 6683 9057

Jumlah 53109 54191 107300

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Medan

Penduduk usia produktif (15 – 64 tahun) di Kecamatan Medan Area mencapai 68,93% dari total jumlah penduduk. Sementar penduduk usia non produktif (usia 0-14


(59)

tahun dan usia 65 tahun keatas) sebanyak 31,03%. Dari data juga dapat dilihat besarnya Angka Beban Tanggungan (Depedency Ratio) di Kecamatan Medan Area adalah 45%.

Tabel 4.4

Jumlah Penduduk menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Di Kecamatan Medan Area

Umur Jumlah Umur Persentase

Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan

0 – 4 4579 4799 0 – 4 8,63 8,86

5 – 9 4956 4749 5 – 9 9,33 8,76

10 – 14 5057 5199 10 – 14 9,52 9,60

15 – 19 5711 5449 15 – 19 10,75 10,06

20 – 24 5962 6274 20 – 24 11,23 11,58

25 – 29 5107 5274 25 – 29 9,62 9,73

30 – 34 4277 3924 30 – 34 8,05 7,24

35 – 39 3874 4299 35 – 39 7,29 7,93

40 – 44 3598 3924 40 – 44 6,77 7,24

45 – 49 2969 2775 45 – 49 5,59 5,12

50 – 54 2415 2450 50 – 54 4,55 4,52

55 – 59 1585 1625 55 – 59 2,98 3,00

60 – 64 1359 1150 60 – 64 2,56 2,12

65 + 1660 2300 65 + 3,13 4,24

Jumlah 53109 54191 Jumlah 100 100


(60)

Piramida Penduduk Kecamatan Medan Area

20 10 00 10 20

0 – 4 5 – 9 10 – 14 15 – 19 20 – 24 25 – 29 30 – 34 35 – 39 40 – 44 45 – 49 50 – 54 55 – 59 60 – 64 65 +

U

s

ia

Persentase

Laki-laki Perem puan

Sumber: Data Olahan Hasil Penelitian

Gambar 4.1

Piramida Penduduk Kecamatan Medan Area

c) Mata Pencaharian Penduduk

Mata pencaharian merupakan hal yang sangat penting dalam masyarakat. Maksudnya adalah dengan adanya mata pencaharian orang bisa bertahan hidup dan menetap di suatu daerah. Dengan adanya mata pencaharian juga orang bisa


(61)

hidupnya. Banyaknya mata pencaharian di suatu daerah menunjukkan bahwa daerah tersebut mengalami kemajuan dalam bidang ekonomi tentunya.

Berdasarkan jenis mata pencahariannya, penduduk Kecamatan Medan Area dikelompokkan atas lima jenis mata pencaharian. Adapun komposisi mata

pencaharian penduduk per Kelurahan di Kecamatan Medan Area dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.6

Komposisi Mata Pencaharian Penduduk di Kecamatan Medan Area

Tahun 2007 No Kelurahan Pegawai

Negeri

Pegawai Swasta

ABRI Pedagang Pensiunan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.

Pasar Merah Timur Tegal Sari II Tegal Sari III Tegal Sari I Suka Ramai I Kota Matsum II Kota Matsum IV Kota Matsum I Sei Rengas Permata Suka Ramai II Sei Rengas II Pandau Hulu II

493 125 147 89 242 272 416 492 37 34 16 68 14 13 17 15 12 11 10 15 0 0 1 0 534 1728 1796 698 1396 1267 985 2987 1017 1811 2743 1319 942 1847 540 3313 462 1183 4052 3918 241 2347 1099 3030 155 60 13 28 71 154 38 38 8 17 20 31

Jumlah 2431 108 18281 22974 633

Sumber : Kantor Lurah Se-Kecamatan Medan Area

Dari tabel dapat diketahui bahwa pada tahun 2007 mayoritas penduduk Kecamatan Medan Area berprofesi sebagai pedagang, yaitu sebesar 22974 atau sekitar 21,41% dari keseluruhan penduduknya. Di urutan kedua adalah yang


(62)

berprofesi sebagai ABRI sebanyak 18281 atau sekitar 17,04%. Kemudian pada urutan ketiga berprofesi sebagai Pegawai Negeri sebanyak 2431 atau sekitar 2,27%, lalu yang Pensiunan sebanyak 633 atau sekitar 0,59% dan terakhir sebagai Pegawai Swasta sebanyak 108 atau sekitar 0,10%.

d) Sektor Industri Kecamatan Medan Area

Sektor industri sebagai sektor produksi yang memadukan unsur ekonomi dan unsur teknologi mempunyai peranan yang strategis untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, terutama dalam peningkatan nilai tambah, penyerapan tenaga kerja serta pendapatan devisa ekspor.

Industri yang banyak terdapat di Kecamatan Medan Area adalah industri kecil dan rumah tangga. Sehingga tidak mengherankan lagi jikalau sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai pedagang yang membuka usahanya sendiri di rumah dalam bentuk industri rumah tangga. Berdasarkan data yang ada menunjukkan bahwa sampai dengan tahun 2007 terdapat 476 industri rumah tangga yang ada di Kecamatan Medan Area lalu disusul industri kecil sebanyak 282 industri. Sementara industri besar/sedang hanya berjumlah sebanyak 5 industri saja.


(63)

Tabel 4.5

Jumlah Industri Besar, Sedang, Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga di Kecamatan Medan Area

Tahun 2007

No Kelurahan Besar / Sedang Kecil Rumah Tangga 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.

Pasar Merah Timur Tegal Sari II Tegal Sari III Tegal Sari I Suka Ramai I Kota Matsum II Kota Matsum IV Kota Matsum I Sei Rengas Permata Suka Ramai II Sei Rengas II Pandau Hulu II

0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 1 2 25 24 50 90 4 26 30 14 1 5 3 10 30 14 73 187 15 30 59 30 3 10 5 20

Jumlah 5 282 476

Sumber : Kantor Lurah Se-Kecamatan Medan Area

4. 2 Hasil Penelitian dan Interpretasi Data 4. 2. 1 Hasil Penelitian

a. Karakteristik Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah para pengusaha atau biasa disebut sebagai pengrajin sepatu di Kecamatan Medan Area yang berjumlah 30 orang. Gambaran umum dan karakteristik sampel tersebut dapat dilihat dalam uraian berikutnya.


(64)

b. Distribusi Usia Sampel

Dari hasil penelitian diketahui bahwa usia sampel bervariasi antara 20 sampai 60 tahun. Usia sampel didominasi oleh usia 31 sampai 40 tahun, usia yang menyatakan bahwa sebagian besar mereka berada pada potensi fisik yang optimal untuk melakukan pekerjaannya. Kondisi ini dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4. 6

Distribusi Sampel berdasarkan Usia

No. Usia (Tahun) Jumlah Sampel (orang) %

1. 20 – 30 7 23,3

2. 31 – 40 11 36,7

3. 41 – 50 7 23,3

4. 51 – 60 5 16,7

Jumlah 30 100

Sumber: Kuisioner(Data Olahan Hasil Penelitian)

c. Distribusi Pendidikan Sampel

Dari hasil penelitian diketahui bahwa distribusi pendidikan sampel bervariasi mulai dari lulusan sekolah dasar (SD) sampai lulusan sarjana (S1). Dan dari hasil yang didapat di lapangan, distribusi pendidikan sampel didominasi oleh lulusan sekolah menengah atas (SMA) sebesar 63,4% seperti terlihat dalam tabel di bawah :


(65)

Tabel 4. 7

Distribusi Sampel berdasarkan Tingkat Pendidikan No. Tingkat Pendidikan Jumlah Sampel (orang) %

1. SD 4 13,3

2. SMP 3 10

3. SMA/STM 19 63,4

4. D3 0 0

5. S1 4 13,3

Jumlah 30 100

Sumber: Kuisioner(Data Olahan Hasil Penelitian)

d. Jumlah Tanggungan

Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa hampir seluruh sampel masih memiliki tanggungan seperti terlihat dalam tabel di bawah.

Tabel 4. 8

Distribusi Sampel berdasarkan Jumlah Tanggungan No. Jumlah Tanggungan (orang) Jumlah Sampel (orang) %

1. Tidak Ada 1 3,3

2. Dibawah 2 1 3,3

3. 2 - 4 22 73,4

4. 5 - 7 6 20

Jumlah 30 100

Sumber: Kuisioner(Data Olahan Hasil Penelitian)

e. Modal Usaha

Dari hasil interview yang dilakukan oleh penulis dengan para pengrajin sepatu menyatakan bahwa modal yang digunakan para pengrajin sepatu untuk menjalankan usahanya berasal dari modal sendiri. Hanya sebagian kecil pengrajin yang


(66)

menggunakan modal pinjaman. Keterbatasan modal merupakan salah satu kendala bagi para pengrajin dalam menjalankan usahanya. Berbagai upaya telah dilakukan untuk dapat memperoleh bantuan dari pemerintah. Namun hingga saat ini belum pernah ada bantuan dari pemerintah.

IV. 2. 2 Interpretasi Data

Sesuai dengan prosedur penelitian yang telah di bahas dalam BAB III, maka pada BAB IV ini berdasarkan data yang telah diperoleh dari hasil penelitian dan telah diolah dengan menggunakan program komputer Eviews 4.1 diperolah hasil dari penelitian ini sebagai berikut:

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 26.07436 43.50499 0.599342 0.5541

X1 0.000156 1.91E-05 8.126860 0.0000

X2 1.086159 8.706613 0.124751 0.9017

X3 0.289441 0.130476 2.218345 0.0355

R-squared 0.822398 Adjusted R-squared 0.801906 F-statistic 40.13160 Durbin-Watson stat 1.134921 Prob(F-statistic) 0.000000

Berdasarkan hasil regresi linear berganda dengan menggunakan program eviews 4.1 diperoleh estimasi sebagai berikut:


(67)

Dari hasil estimasi di atas dapat dijelaskan pengaruh variabel independen yakni upah tenaga kerja, jumlah mesin, dan jumlah produksi adalah sebagai berikut:

a. Upah Tenaga Kerja

Upah Tenaga Kerja mempunyai pengaruh positif terhadap kesempatan kerja dan besarnya koefisien adalah 0,0001555785612. Artinya jika upah tenaga kerja meningkat sebesar Rp.1 maka akan meningkatkan kesempatan kerja sebesar 0,0001555785612 HKO, Ceteris paribus. Atau dengan kata lain, jika upah naik sebesar Rp 10.000 tiap minggu, maka kesempatan kerja pun akan meningkat sebesar 1,6 HKO.

b. Jumlah Mesin

Jumlah Mesin mempunyai pengaruh positif terhadap kesempatan kerja dan besarnya koefisien adalah 1,086158657. Artinya jika mesin meningkat sebesar 1 unit maka akan meningkatkan kesempatan kerja sebesar 1,086158657 HKO, Ceteris paribus.

c. Jumlah Produksi

Jumlah Produksi mempunyai pengaruh positif terhadap kesempatan kerja dan besarnya koefisien adalah 0,2894408504. Artinya jika jumlah produksi meningkat sebesar 1 pasang maka akan meningkatkan penerimaan Usaha Kecil sebesar 0,2894408504 HKO, Ceteris paribus. Atau dengan kata lain, jika jumlah produksi


(1)

NB:

- ( * ) Coret yang tidak perlu

- Data diatas dipergunakan sepenuhnya untuk melengkapi penelitian penulis dalam menyelesaikan tugas akhir (skripsi) di Departemen Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.

- Penulis mengucapkan terima kasih banyak bagi para responden yang berpartisipasi

D.

Identitas Tenaga Kerja

1.

Berapa jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan

: ……orang

- laki-laki

: … orang

- perempuan

: … orang

- anggota keluarga

: … orang

- bukan anggota keluarga : … orang

2.

Berapa lama tenaga kerja tersebut bekerja :

a. setiap hari

: … jam

b. sekali seminggu

: … jam

c. 3 kali seminggu

: … jam

d. lain-lain …

3.

Sistem pemberian upah

a.

setiap hari

b.

setiap bulan

c.

2 kali seminggu

d.

lain-lain …

E. Identitas Lama Berusaha


(2)

Lampiran 2

Data Sampel

No

Responden

Kesempatan

Kerja

(HKO)

Upah Tenaga

Kerja

(Rp)

Mesin

(Unit)

Jumlah

Produksi

(Pasang)

1

540

2100000

2

1000

2

288

600000

2

300

3

288

1200000

7

300

4

432

1800000

2

400

5

360

2000000

3

480

6

288

1400000

5

200

7

270

450000

3

300

8

462

1400000

2

500

9

252

600000

2

200

10

240

1200000

2

120

11

720

4000000

4

600

12

312

1000000

2

300

13

594

3600000

5

300

14

288

900000

2

200

15

378

2100000

5

240

16

288

1400000

3

350

17

240

1200000

2

300

18

180

750000

2

200

19

216

1050000

2

350

20

252

900000

3

250

21

252

1200000

4

400

22

216

1500000

2

200

23

234

750000

2

300

24

312

1200000

3

250

25

216

1200000

2

300

26

360

1750000

2

400

27

360

2400000

4

3500

28

180

750000

2

200

29

240

1600000

3

500


(3)

Lampiran 3

Hasil Estimasi

Dependent Variable: Y Method: Least Squares Date: 06/22/09 Time: 20:18 Sample: 1 30

Included observations: 30

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 26.07436 43.50499 0.599342 0.5541 X1 0.000156 1.91E-05 8.126860 0.0000 X2 1.086159 8.706613 0.124751 0.9017 X3 0.289441 0.130476 2.218345 0.0355 R-squared 0.822398 Mean dependent var 317.0000 Adjusted R-squared 0.801906 S.D. dependent var 124.3696 S.E. of regression 55.35417 Akaike info criterion 10.98895 Sum squared resid 79666.20 Schwarz criterion 11.17577 Log likelihood -160.8342 F-statistic 40.13160 Durbin-Watson stat 1.134921 Prob(F-statistic) 0.000000

Lampiran 4

Uji Normalitas

0 1 2 3 4 5 6 7

-200 -150 -100 -50 0 50 100

Series: Residuals Sample 1 30 Observations 30

Mean -32.01396 Median -22.81876 Maximum 83.82456 Minimum -182.9790 Std. Dev. 70.19003 Skewness -0.049309 Kurtosis 2.271391

Jarque-Bera 0.675745 Probability 0.713286


(4)

Lampiran 5

Uji Multikolinearitas

Dependent Variable: X1 Method: Least Squares Date: 06/22/09 Time: 23:01 Sample: 1 30

Included observations: 30

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -141894.9 389027.2 -0.364743 0.7181 X2 280499.9 94191.31 2.977980 0.0061 X3 2282.840 729.5172 3.129248 0.0042 R-squared 0.401155 Mean dependent var 1430000. Adjusted R-squared 0.356796 S.D. dependent var 808745.3 S.E. of regression 648613.5 Akaike info criterion 29.69770 Sum squared resid 1.14E+13 Schwarz criterion 29.83782 Log likelihood -442.4655 F-statistic 9.043406 Durbin-Watson stat 1.748257 Prob(F-statistic) 0.000986

Dependent Variable: X2 Method: Least Squares Date: 06/22/09 Time: 23:02 Sample: 1 30

Included observations: 30

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 2.345248 0.523657 4.478599 0.0001 X1 8.81E-07 2.96E-07 2.977980 0.0061 X3 -0.002197 0.001449 -1.516320 0.1411 R-squared 0.248007 Mean dependent var 2.866667 Adjusted R-squared 0.192304 S.D. dependent var 1.279368 S.E. of regression 1.149792 Akaike info criterion 3.211679 Sum squared resid 35.69460 Schwarz criterion 3.351799 Log likelihood -45.17519 F-statistic 4.452295 Durbin-Watson stat 2.220937 Prob(F-statistic) 0.021325


(5)

Dependent Variable: X3 Method: Least Squares Date: 06/22/09 Time: 23:02 Sample: 1 30

Included observations: 30

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 271.9893 70.90366 3.836040 0.0007 X1 0.000117 3.73E-05 3.129248 0.0042 X2 -35.71215 23.55186 -1.516320 0.1411 R-squared 0.266889 Mean dependent var 336.3333 Adjusted R-squared 0.212585 S.D. dependent var 165.1850 S.E. of regression 146.5793 Akaike info criterion 12.90765 Sum squared resid 580108.2 Schwarz criterion 13.04777 Log likelihood -190.6147 F-statistic 4.914676 Durbin-Watson stat 1.384622 Prob(F-statistic) 0.015128


(6)

Lampiran 6

Uji Heteroskedastisitas

White Heteroskedasticity Test:

F-statistic 2.697522 Probability 0.030964 Obs*R-squared 16.44916 Probability 0.058074 Test Equation:

Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 06/23/09 Time: 09:19 Sample: 1 30

Included observations: 30

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 14468.73 18984.36 0.762140 0.4549 X1 0.008624 0.010122 0.852036 0.4043 X1^2 -4.29E-09 3.60E-09 -1.189998 0.2480 X1*X2 0.003427 0.003664 0.935146 0.3609 X1*X3 -1.58E-05 2.41E-05 -0.656200 0.5192 X2 -9984.362 9002.848 -1.109023 0.2806 X2^2 -852.1040 624.6660 -1.364095 0.1877 X2*X3 42.19999 15.49022 2.724299 0.0131 X3 -69.98484 50.52431 -1.385172 0.1813 X3^2 0.025592 0.038419 0.666128 0.5129 R-squared 0.548305 Mean dependent var 5787.312 Adjusted R-squared 0.345043 S.D. dependent var 7223.171 S.E. of regression 5845.671 Akaike info criterion 20.44599 Sum squared resid 6.83E+08 Schwarz criterion 20.91306 Log likelihood -296.6899 F-statistic 2.697522 Durbin-Watson stat 2.418780 Prob(F-statistic) 0.030964