Pengobatan Risperidon Pada Pasien Skizofrenik

(1)

Rudyhard E Hutagalung : Pengobatan Risperidon Pada Pasien Skizofrenik, 2009

PENGOBATAN RISPERIDON PADA

PASIEN SKIZOFRENIK

Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Untuk Mencapai Keahlian Dalam Bidang Psikiatri Pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

TESIS

Oleh

RUDYHARD E HUTAGALUNG Nomor Register CHS : 18023

DEPARTEMEN PSIKIATRI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

Rudyhard E Hutagalung : Pengobatan Risperidon Pada Pasien Skizofrenik, 2009

LEMBARAN PENGESAHAN

Nama Kegiatan : Tesis

Judul : Pengobatan Risperidon pada Pasien Skizofrenik Diajukan oleh : Rudyhard E Hutagalung

Peserta PPDS – I / Psikiatri FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan

No. Reg. CHS : 18023 Tanggal : 27 Juli 2009

Pembimbing

Prof.dr.Bahagia Loebis Sp.KJ (K) NIP. 130 517 437

Mengetahui/mengesahkan:

Ketua Program Studi Psikiatri Ketua Departemen Psikiatri FK-USU/RSUP HAM Medan FK USU/RSUP HAM Medan

Prof.dr.Bahagia Loebis Sp.KJ (K) Prof.dr.H.Syamsir BS Sp.KJ (K) NIP. 130 517 437 NIP. 130 517 440


(3)

Rudyhard E Hutagalung : Pengobatan Risperidon Pada Pasien Skizofrenik, 2009 UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama mengikuti pendidikan spesialisasi di bidang Psikiatri pada umumnya dan khususnya dalam penyusunan tesis ini, yaitu :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, dan Ketua TKP PPDS I Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kepada saya kesempatan untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. dr. Bahagia Loebis, SpKJ(K), selaku Ketua Program Studi PPDS-I Psikiatri FK USU, guru dan pembimbing penulis dalam penyusunan tesis ini, yang dengan penuh kesabaran dan ketelitian membimbing, mengoreksi, dan memberi masukan-masukan berharga kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

3. Prof. dr. H. Syamsir BS, SpKJ(K), selaku Ketua Departemen Psikiatri FK USU dan guru penulis, yang banyak memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

4. Dr. H. Harun Thaher Parinduri, SpKJ(K), selaku guru penulis, yang banyak memberikan semangat dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

5. Dr. Raharjo Suparto, SpKJ, selaku guru, yang banyak membagikan ilmu, bimbingan dan nasehat kepada penulis selama mengikuti pendidikan spesialisasi.


(4)

Rudyhard E Hutagalung : Pengobatan Risperidon Pada Pasien Skizofrenik, 2009

6. Dr. H. Marhanuddin Umar, SpKJ(K), selaku guru, yang banyak memberikan bimbingan, pengetahuan dan dorongan kepada penulis selama mengikuti pendidikan spesialisasi.

7. Prof. Dr. H.M. Joesoef Simbolon, SpKJ(K), selaku guru penulis, yang banyak membagikan pengetahuan dan bimbingan kepada penulis selama mengikuti pendidikan spesialisasi, khususnya mengenai psikiatri anak dan remaja.

8. Dr. Hj. Elmeida Effendy, SpKJ, Dr. Mustafa Mahmud Amin SpKJ, Dr. Vita Camelia SpKJ selaku senior dan guru penulis yang telah banyak memberi masukan selama mengikuti pendidikan spesialisasi.

9. Dr. Hj. Sulastri Effendi, SpKJ; Dr. Evawaty Siahaan, SpKJ; Dr. Artina Roga Ginting, SpKJ; Dr. Rosminta Girsang, SpKJ; Dr. Imat S. Depari, SpKJ; Dr. Mariati, SpKJ; Dr. Paskawani Siregar, SpKJ; Dr. Dapot Parulian Gultom, SpKJ; Dr. Citra Julita Tarigan, SpKJ; Dr. Vera R.B. Marpaung, SpKJ; Dr. Yuskitar SpKJ, Dr. Herlina Ginting SpKJ, Dr. Mawar Gloria Tarigan SpKJ, Dr. Freddy S. Nainggolan SpKJ, Dr. Yusak P. Simanjuntak SpKJ, Dr. Adhayani Lubis SpKJ, Dr. Juwita Saragih SpKJ sebagai senior, yang banyak memberikan bimbingan, dorongan dan semangat kepada penulis selama mengikuti pendidikan spesialisasi.

10. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan dan Direktur Rumah Sakit Tembakau Deli Medan, atas izin, kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk belajar dan bekerja selama penulis mengikuti pendidikan spesialisasi.


(5)

Rudyhard E Hutagalung : Pengobatan Risperidon Pada Pasien Skizofrenik, 2009

11. Dr. Donald F. Sitompul, SpKJ, selaku Kepala BLUD RS Jiwa Propinsi Sumatera Utara Medan, atas izin, kesempatan, fasilitas dan pengarahan kepada penulis untuk belajar dan bekerja selama penulis mengikuti pendidikan spesialisasi.

12. Prof. DR. dr. Hasan Sjahrir, SpS(K), selaku Ketua Departemen Neurologi FK USU, dan dr. Rusli Dhanu, SpS(K), selaku Ketua Program Studi PPDS-I Neurologi FK USU, yang banyak memberikan bimbingan dan ilmu pengetahuan kepada penulis selama penulis menjalani stase di Departemen Neurologi FK USU.

13. Prof. Dr. Hj. Habibah Hanum Nasution, SpPD, KPsi, selaku Kepala Sub Bagian Psikosomatik Ilmu Penyakit Dalam FK USU, yang banyak memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama penulis menjalani stase di Sub Bagian Psikosomatik Ilmu Penyakit Dalam FK USU. 14. Dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes, selaku staf pengajar Ilmu Kesehatan

Masyarakat / Ilmu Kedokteran Komunitas / Ilmu Kedokteran Pencegahan FK USU dan konsultan metodologi penelitian dan statistik penulis dalam penelitian ini, yang banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan berdiskusi dengan penulis dalam penelitian ini.

15. Rekan-rekan sejawat peserta PPDS-I Psikiatri FK USU: Dr. Evalina Perangin-Angin, Dr. Friedrich Lupini, Dr. Laila Sylvia Sari, Dr. Muhammad Surya Husada, Dr. Silvy Agustina Hasibuan, Dr. Victor Eliezer Perangin-Angin, Dr. Siti Nurul Hidayati, Dr. Lailan Sapinah, dr. Herny T. Tambunan, dr. Mila, dr. Baginda Harahap, dr. Ira Aini Dania, dr. Muhammad Yusuf, dr. Ricky Wijaya Tarigan, dr. Superida Ginting Suka, dr. Ferdinan Leo Sianturi, dr. Lenni Crisnawati Sihite, dr. Saulina Dumaria Simanjuntak, dr. Hanip Fahri, dr. Andreas Xaverio Bangun, dr. Dian Budianti Amalina, dr.Tiodoris


(6)

Rudyhard E Hutagalung : Pengobatan Risperidon Pada Pasien Skizofrenik, 2009

Siregar, dr. Endang Sutry Rahayu dan dr. Duma M. Ratnawati yang banyak memberikan masukan berharga kepada penulis melalui diskusi-diskusi kritis dalam berbagai pertemuan formal maupun informal, serta selalu memberikan dorongan-dorongan yang membangkitkan semangat kepada penulis menyelesaikan pendidikan spesialisasi ini.

16. Para perawat dan pegawai di berbagai tempat dimana penulis pernah bertugas selama menjalani pendidikan spesialisasi ini, serta berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu penulis dalam menjalani pendidikan spesialisasi dan penyusunan tesis ini.

17. Semua pasien skizofrenik beserta orang tua/wali mereka yang telah bersedia berpartisipasi secara sukarela dalam penelitian untuk keperluan tesis ini.

18. Kedua orang tua yang sangat penulis hormati dan sayangi, dr. Jules H. Hutagalung MPH dan A.C.C.L. Tobing yang telah bersusah payah membesarkan, memberikan rasa aman, cinta dan doa restu kepada penulis sejak lahir hingga saat ini, dalam menjalani segala hal.

19. Kedua mertua, dr. Betthin Marpaung SpPD, KGEH dan DR. Dra. Roswita Silalahi, Dip. TESOL, M.Hum, yang banyak memberikan semangat dan doa kepada penulis selama menjalani pendidikan spesialisasi dan penyusunan tesis ini.

20. Seluruh saudara kandung saya, dr. Suzanne C. Hutagalung, dr. Ingrid A Hutagalung dan Irving Hutagalung, ST yang banyak memberikan semangat dan doa kepada penulis selama menjalani pendidikan spesialisasi dan penyusunan tesis ini.


(7)

Rudyhard E Hutagalung : Pengobatan Risperidon Pada Pasien Skizofrenik, 2009

21. Seluruh ipar saya, dr. Parlindungan P Sitorus, dr. Jeles Attihuta, Eva N Tarigan SE.Ak,MIM, Luther B Marpaung, ST, MT, Beatrix Marapaung, SE.Ak dan dr. Yudi Andre Marpaung yang banyak memberikan semangat dan doa kepada penulis selama menjalani pendidikan spesialisasi dan penyusunan tesis ini.

22. Akhirnya kepada istri tercinta, dr. Marlisye Marpaung, beserta kedua buah hati penulis yang tersayang, Rafael Marcelhard Hutagalung dan Rebecca Marcelin Hutagalung; terima kasih atas segala doa dan dukungan, kesabaran dan pengertian yang mendalam serta pengorbanan atas segala waktu dan kesempatan yang tidak dapat penulis habiskan bersama-sama kalian dalam suka cita dan keriangan selama penulis menjalani pendidikan spesialisasi dan menyelesaikan tesis ini. Tanpa semua itu, penulis tidak akan mampu menyelesaikan pendidikan spesialisasi dan tesis ini dengan baik.

Akhir kata, Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih membalas semua jasa dan budi baik mereka yang telah membantu penulis tanpa pamrih dalam mewujudkan cita-cita penulis.

Penulis


(8)

Rudyhard E Hutagalung : Pengobatan Risperidon Pada Pasien Skizofrenik, 2009 ABSTRAK

Latar belakang : Antipsikotik atipikal dipergunakan untuk pengobatan skizofrenia. Pengobatan dengan antipsikotik atipikal terbukti efektif di dalam mencegah terjadinya relaps pada skizifrenia. Risperidon adalah atipikal antipsikotik yang efektif dan ditoleransi dengan baik. Akan tetapi hanya sedikit diketahui terhadap manajemen risperidon di dalam pengobatan skizofrenia.

Tujuan : Tujuan penelitian ini adalah melihat efikasi risperidon dengan parameter Brief Psychiatric Rating Scale pada pasien skizofrenik rawat jalan/inap di Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Propinsi Sumatera Utara Medan.

Metode : Penelitian ini merupakan penelitian pra-eksperimental berbentuk one group pretest-posttest design terhadap 30 pasien skizofrenik rawat jalan/inap di BLUD RS Jiwa Pempropsu Medan, yang dipilih secara consecutive sampling. Untuk menilai efikasi risperidon pada pasien skizofrenik yang diteliti pada penelitian ini, dipakai uji t berpasangan dengan kemapaman 5%.

Hasil : Pada 30 sampel yang diobati dengan risperidon memperlihatkan rata-rata±simpang baku nilai BPRS pre treatment 40,9±1,8 (38-44) dan pada minggu kedelapan 18,4±0,8 (18-21). Pada minggu kedelapan rerata±simpang baku dosis risperidon adalah 4,5±0,7 mg/hari (3-6 mg/hari).

Kesimpulan : Risperidon adalah obat antipsikotik yang mempunyai efikasi yang baik dilihat dari nilai BPRS untuk 30 pasien pada penelitian ini.


(9)

Rudyhard E Hutagalung : Pengobatan Risperidon Pada Pasien Skizofrenik, 2009 DAFTAR ISI

Halaman UCAPAN TERIMA KASIH ………..……

ABSTRAK ………. DAFTAR ISI ……….. DAFTAR TABEL……….……….. DAFTAR GRAFIK………. DAFTAR LAMPIRAN ……….. DAFTAR SINGKATAN ………

BAB I. PENDAHULUAN ……….……… I.1. Latar Belakang Penelitian ….………. I.2. Rumusan Masalah ……….. I.3. Hipotesis ……… BAB II. TUJUAN PENELITIAN………

II.1. Tujuan Penelitian ……… II.2. Manfaat Penelitian ………. BAB III. TINJAUAN PUSTAKA ……….. III.1. Skizofrenia ………. III.2. Brief Psychiatric Rating Scale... III.3. Risperidon ……….. BAB IV. KERANGKA KONSEP... BAB V. METODOLOGI PENELITIAN………. …..……….. V.1. Desain Penelitian... ……… V.2. Tempat dan Waktu Penelitian ……….……… V.3. Populasi dan Sampel Penelitian……….. V.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi……… V.5. Cara Kerja...……….. V.6. Identifikasi Variabel... V.7. Besar Sampel... V.8. Definisi Operasional...

i Vi Vii Ix Ix X Xi 1 1 3 3 4 4 4 5 5 12 13 19 20 20 20 20 20 21 23 23 24


(10)

Rudyhard E Hutagalung : Pengobatan Risperidon Pada Pasien Skizofrenik, 2009

V.9. Manajemen dan Analisis Data... BAB VI. KERANGKA OPERASIONAL……….. BAB VII. HASIL PENELITIAN………. BAB VIII. PEMBAHASAN……… BAB IX. KESIMPULAN DAN SARAN...

IX.1. Kesimpulan...………..………. IX.2. Saran... BAB X. DAFTAR PUSTAKA...……….. LAMPIRAN...………

24 25 26 31 22 35 36 37 40


(11)

Rudyhard E Hutagalung : Pengobatan Risperidon Pada Pasien Skizofrenik, 2009 DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Distribusi sampel penelitian berdasarkan jenis kelamin, kelompok usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, suku, status perkawinan dan alamat………

Tabel 2. Distribusi sampel penelitian berdasarkan tipe skizofrenia dan episode skizofrenia………...

Tabel 3. Gambaran dosis Risperidon dari pre treatment sampai minggu kedelapan...

Tabel 4. Gambaran kejadian EPS berdasarkan dosis harian risperidon dari sampel penelitian...

Tabel 5. Perubahan Nilai BPRS per follow up

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1 Perubahan nilai BPRS per follow up

26

27

28

28 29


(12)

Rudyhard E Hutagalung : Pengobatan Risperidon Pada Pasien Skizofrenik, 2009 DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Pedoman Diagnostik Skizofrenia Berdasarkan PPDGJ III ... Lampiran 2 Brief Psychiatric Rating Scale……….. …..……….. Lampiran 3 Status Psikiatrik FK USU……… Lampiran 4 Lembar Penjelasan Untuk Keluarga Responden ………….. Lampiran 5 Surat Persetujuan Ikut Dalam Penelitian ……… Lampiran 6 Data Sampel Penelitian……….. Lampiran 7 Gambaran Nilai BPRS Dan Dosis Risperidon Dari Sampel

Penelitian ……….. Lampiran 8 Health Research Ethical Committee………....

40 48 59 77 79 80

82 83


(13)

Rudyhard E Hutagalung : Pengobatan Risperidon Pada Pasien Skizofrenik, 2009 DAFTAR SINGKATAN

AS = Amerika Serikat BPRS = Brief Psychiatric Rating Scale

D2 = Dopamin-2

H1 = Histamin-1

ECT = Electroconvulsive therapy

EPS = Extra Pyramidal Symptoms

FDA = Food and Drug Administration

PPDGJ III

PANSS BLUD RS

Pempropsu

= Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III

= Positive and Negative Syndrome Scale

= Badan Layanan Umum Daerah = Rumah Sakit


(14)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Penelitian

Skizofrenia adalah gangguan mental yang parah, membuat individu yang menderitanya menjadi tidak berdaya. Skizofrenia berupa sindrom yang heterogen, dimana diagnosisnya belum dapat ditegakkan memakai suatu uji laboratorium tertentu. Diagnosisnya ditegakkan berdasarkan sekumpulan simtom yang dinyatakan karakteristik untuk skizofrenia. Skizofrenia dimulai antara masa remaja menengah sampai dewasa muda, lebih sering mengenai laki-laki daripada perempuan, dan laki-laki bila menderita skizofrenia akan lebih parah daripada perempuan.1,2

Skizofrenia merupakan gangguan yang bersifat kronik, dan karena permulaan serangan pada usia muda maka individu dengan skizofrenia menjadi beban keluarga dan memerlukan penanggulangan yang berlangsung lama, dalam usaha agar individu dapat mencapai kembali taraf yang dimilikinya sebelum sakit.1,2

Karena skizofrenia dimulai lebih dini dalam kehidupan, menyebabkan gangguan signifikan dan yang berlangsung lama, membuat permintaan yang besar akan perawatan rumah sakit, dan memerlukan perawatan klinik yang terus menerus, rehabilitasi, dan pelayanan dukungan, maka biayanya di Amerika Serikat (AS) diperkirakan melebihi biaya dari semua jenis penyakit kanker.Pada tahun 1990, biaya langsung dan tidak langsung dari skizofrenia di perkirakan sebesar 33 milyar dolar AS. Fokus perawatan telah berubah secara drastis selama 50 tahun ini, dari perawatan berbasiskan rumah sakit jangka panjang menjadi perawatan akut rumah sakit dan pelayanan berbasiskan


(15)

komunitas. Pada tahun 1955, hampir 500.000 tempat tidur di rumah sakit di AS di tempati oleh pasien penderita sakit mental, mayoritas pasien dengan diagnosis skizofrenia. Angka tersebut kini kurang dari 250.000 tempat tidur rumah sakit.2

Adanya kemajuan bidang psikofarmakologi, pengobatan skizofrenia telah berkembang dari yang bersifat pengobatan neuroleptik klasikal ke golongan antipsikotik atipikal dan yang bersifat agonis parsial. Pengobatan dalam terapi antipsikotik menunjukkan adanya penurunan yang progresif dalam efek yang merugikan, meningkatkan efisiensi dan kemungkinan cara kerja yang baru, serta presentasi kesembuhan dan/atau perbaikan kemampuan fungsi sosial juga meningkat.3

Obat antipsikotik yang digunakan sebagai terapi pada skizofrenia mempunyai sifat farmakologis yang bervariasi, namun seluruhnya berkapasitas sebagai antagonis pada reseptor dopamin post sinapsis di otak. Obat anti psikotik generasi pertama bersifat seperti neuroleptik karena persamaan efek samping neurologisnya. Generasi kedua atau yang terbaru dari antipsikotik lebih sedikit efek samping neurologisnya dan lebih bersifat sebagai antipsikotik atipikal. 1,2,4

Dari semua antagonis serotonin-dopamin, risperidon merupakan agen antipsikotik yang paling banyak diresepkan oleh psikiater di AS saat ini.5,6 Berbagai penelitian menunjukkan bahwa risperidon efektif terhadap simtom positif, negatif dan afektif dari skizofrenia, serta dapat ditoleransi lebih baik dan berhubungan dengan insidens simtom ekstrapiramidal yang rendah.7


(16)

I.2. Rumusan Masalah

Apakah risperidon mempunyai efikasi yang baik dilihat dari parameter Brief Psychiatric Rating Scale (BPRS) pada pasien skizofrenik?

I.3. Hipotesis

Risperidon mempunyai efikasi yang baik dilihat dari parameter BPRS pada pasien skizofrenik.


(17)

BAB II

TUJUAN PENELITIAN

II.1. Tujuan Penelitian

Tujuan umum

Untuk melihat efikasi risperidon pada pasien skizofrenik dengan menggunakan parameter BPRS.

Tujuan Khusus

Untuk melihat karakteristik demografi pemakaian risperidon pada pasien skizofrenik rawat jalan/inap di Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)

Rumah Sakit (RS) Jiwa Pemerintah Propinsi Sumatera Utara (Pempropsu) Medan berdasarkan jenis kelamin, kelompok usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, suku, status perkawinan dan alamat.

II.2. Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang efikasi pemberian risperidon pada pasien skizofrenik dengan parameter BPRS

2. Dapat digunakan oleh klinikus sebagai bahan pertimbangan dalam pemberian terapi pada pasien skizofrenik.

3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan penelitian lanjutan sejenis yang lebih luas.


(18)

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka tesis ini akan membahas tentang : skizofrenia, BPRS dan Risperidon.

III.1. Skizofrenia

Skizofrenia adalah suatu gangguan psikotik dengan penyebab yang belum diketahui yang dikarakteristikkan dengan gangguan dalam pikiran,

mood, dan perilaku. 8

Gangguan pikiran ditunjukkan dengan penyimpangan dalam menilai realitas, kadang-kadang disertai waham dan halusinasi, disertai dengan kumpulan pikiran yang terpisah-pisah yang mengakibatkan gangguan dalam bicara. Gangguan mood meliputi ambivalen dan inappropriate atau respons afektif yang terbatas. Gangguan perilaku ditandai dengan penarikan diri atau perilaku yang aneh. Ini semua dikarakteristikkan sebagai gejala-gejala positif dan negatif (defisit). Meskipun bukan merupakan suatu gangguan kognitif, skizofrenia sering menyebabkan kerusakan fungsi kognitif (misalnya berpikir konkrit dan gangguan dalam memproses informasi). 8

Skizofrenia adalah masalah kesehatan umum di seluruh dunia yang memerlukan banyak biaya personal dan ekonomi. Skizofrenia menyerang kurang dari 1 persen populasi dunia. Jika gangguan spektrum skizofrenia dimasukkan dalam estimasi prevalensi, maka jumlah orang-orang yang terserang bertambah sekitar 5 persen.1


(19)

Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ III), gangguan skizofrenik dibagi atas :9

• skizofrenia paranoid

• skizofrenia hebefrenik

• skizofrenia katatonik

• skizofrenia tak terinci (undifferentiated)

• depresi pasca-skizofrenia

• skizofrenia residual

• skizofrenia simpleks

• skizofrenia lainnya

• skizofrenia YTT (yang tak tergolongkan).

Pedoman diagnostik skizofrenia berdasarkan PPDGJ III dicantumkan pada

lampiran 1.

Skizofrenia ditemukan dalam semua masyarakat dan daerah geografis, walaupun data yang sebanding sulit diperoleh, namun insiden dan tingkat prevalensi sepanjang hidup adalah sama di seluruh dunia. Ada bukti yang agak lebih besar mengenai skizofrenia pada pria dan wanita, yakni ditemukannya insiden skizofrenia yang lebih besar di daerah-daerah perkotaan dibandingkan di daerah pedesaan. Perbedaan ini sebelumnya dihubungkan dengan fenomena penyimpangan sosial, dimana orang-orang yang terserang atau rentan cenderung kehilangan pekerjaan dan kedudukan sosial dan masuk ke daerah-daerah kemiskinan dan inti kota. Meskipun demikian, studi-studi penelitian terbaru telah menegaskan peningkatan insiden di daerah-daerah perkotaan, dengan risiko relatif untuk skizofrenia yang berhubungan dengan tingkat urbanisasi.1


(20)

Skizofrenia juga terlihat cenderung lebih berat di negara-negara maju dibandingkan negara-negara berkembang. Daerah-daerah geografik terkadang penting dalam etiologi penyakit. Sebagai contoh, sebuah populasi yang terisolasi di Skandinavia Utara, terlihat memiliki kumpulan genetik yang diperberat untuk kerentanan skizofrenia, mungkin dibawa generasi sebelumnya oleh dua keluarga yang berimigrasi.1

Di AS, prevalensi skizofrenia seumur hidup kira-kira 1%, ini berarti bahwa kemungkinan 1 diantara 100 orang akan menjadi skizofrenia selama kehidupannya. Puncak serangan antara usia 15-55 tahun (50% kasus terjadi sebelum usia 25 tahun). Serangan dibawah usia 10 tahun (skizofrenia onset dini) atau setelah usia 45 tahun (skizofrenia onset lanjut) adalah jarang.4

Perjalanan klasik dari skizofrenia adalah salah satu dari eksaserbasi dan remisi. Setelah episode psikotik yang pertama, pasien secara bertahap menyembuh dan kemudian relatif berfungsi dengan normal selama waktu yang panjang. Pasien biasanya relaps, dan pola dari penyakit selama lima tahun pertama setelah diagnosis secara umum mengindikasikan perjalanan penyakit pasien. Perburukan yang lebih lanjut dari fungsi dasar pasien mengikuti setiap relaps dari psikosis. Kegagalan untuk kembali berfungsi setelah setiap relaps adalah perbedaan yang besar antara skizofrenia dan gangguan mood. Kadang-kadang, depresi postpsikotik yang diamati secara klinis mengikuti episode psikotik dan kerapuhan pasien skizofrenia terhadap stres biasanya bersifat seumur hidup. Gejala positif cenderung menjadi berkurang seiring dengan waktu, tetapi gejala defisit atau negatif yang mengganggu secara sosial dapat meningkat keparahannya. Walaupun sekitar sepertiga dari pasien skizofrenia mempunyai eksistensi sosial yang marginal atau terintegrasi, kebanyakan mempunyai kehidupan yang dikarakteristikkan oleh


(21)

ketidakpunyaan tujuan, tidak ada aktivitas dan rawat inap yang berulang dan pada daerah perkotaan, gelandangan dan kemiskinan.2

Pengobatan skizofrenia bersifat multidimensional, terdiri dari terapi somatik [(farmakoterapi dan Electro Convulsive Therapy (ECT)] dan terapi psikososial (psikoterapi individual, terapi perilaku, terapi berorientasi keluarga dan terapi kelompok). Farmakoterapi dengan antipsikotik merupakan dasar pengobatan skizofrenia. Secara umum antipsikotik dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu antipsikotik tipikal (antagonis reseptor dopamin) dan antipsikotik atipikal (antagonis serotonin-dopamin). Pemilihan antipsikotik umumnya berdasarkan pada efikasi dan keamanannya.2 Saat ini, karena efikasi dan profil efek sampingnya yang menguntungkan, antipsikotik atipikal sering digunakan sebagai obat lini pertama pada pengobatan skizofrenia.10

Pengobatan skizofrenia dengan antipsikotik dibagi atas 3 fase, yaitu pengobatan fase akut, pengobatan fase stabilisasi dan pengobatan fase stabil / fase pemeliharaan.11

1. Pengobatan Fase Akut

Fase akut skizofrenia umumnya ditandai oleh simtom psikotik yang memerlukan penanganan klinis segera. Fase akut skizofrenia dapat muncul sebagai episode pertama atau suatu relaps/eksaserbasi akut dari episode-episode multipel.12,13 Tujuan pengobatan fase akut adalah untuk mencegah kerusakan (harm), mengendalikan perilaku yang mengganggu, mengurangi keparahan psikosis dan gejala-gejala terkait (misalnya agitasi, agresi, simtom negatif, simtom afektif), menentukan dan mengatasi faktor-faktor yang memicu timbulnya episode akut, memberi suatu efek yang cepat dalam mengembalikan pasien ke tingkat fungsional terbaik, mengembangkan suatu ikatan antara pasien dengan keluarga, merumuskan rencana pengobatan jangka pendek dan


(22)

panjang serta menghubungkan pasien dengan pasca perawatan (aftercare) yang tepat dalam masyarakat.11

Pengobatan fase akut dengan farmakoterapi diusulkan untuk dimulai segera karena psikosis akut berhubungan dengan distres emosional, gangguan pada kehidupan pasien dan risiko besar terhadap perilaku berbahaya pada diri, orang lain dan benda milik.11 Fase akut umumnya berlangsung selama 4-8 minggu.12,13 Pengobatan fase akut sering tetapi tidak selalu harus berhubungan dengan hospitalisasi.11

Pada farmakoterapi terhadap skizofrenia, kriteria perbaikan (improvement) atau respons terapi adalah penurunan nilai keseluruhan BPRS sebesar 20% atau lebih.14,15 Sedangkan kriteria remisi adalah penurunan nilai keseluruhan BPRS sebesar 50% dibandingkan dengan nilai keseluruhan BPRS awal,15 dan tidak terdapat item psikotik BPRS yang bernilai > 3.14

2. Pengobatan Fase Stabilisasi

Pada fase ini simtom akut sudah dapat dikendalikan tetapi pasien masih mempunyai risiko relaps jika pengobatan dihentikan atau dosis obat diturunkan terlalu dini atau pasien berhadapan dengan stres yang berlebihan.12 Tujuan pengobatan fase stabilitasi adalah untuk mengurangi stres pada pasien, memberi dukungan dalam meminimalkan kemungkinan relaps, memperkuat adaptasi pasien terhadap kehidupan dalam masyarakat, memfasilitasi kelanjutan pengurangan simtom, konsolidasi remisi dan mempercepat proses kesembuhan (recovery).11 Bila pasien telah mencapai suatu respons terapeutik yang adekuat dengan efek samping atau toksisitas minimal dengan suatu regimen medikasi khusus, pemberian obat tersebut harus dipertahankan selama minimal 6 bulan dengan dosis yang sama seperti pengobatan fase akut.10-12 Penurunan dosis atau penghentian obat yang terlalu dini akan


(23)

memicu terjadinya relaps dalam waktu relatif singkat,10,11 biasanya 1 bulan setelah penghentian obat.16 Setelah 6 bulan, dosis obat dapat diturunkan perlahan-lahan sampai ditemukan dosis efektif terendah (dosis pemeliharaan). Dengan mencapai dosis pemeliharaan, pasien memasuki fase stabil / fase pemeliharaan.2

3. Pengobatan Fase Stabil / Fase Pemeliharaan

Tujuan pengobatan fase stabil adalah untuk mempertahankan remisi atau kontrol simtom, meminimalkan risiko dan konsekuensi relaps serta mengoptimalkan fungsi dan proses kesembuhan. Begitu seorang pasien mencapai fase stabil, seorang klinisi harus membuat suatu rencana pengelolaan jangka panjang, yang meminimalkan efek samping dan risiko relaps.11

Menentukan dosis medikasi antipsikotik selama fase stabil adalah sulit karena tidak terdapat strategi yang dapat diandalkan (reliable) dalam menentukan dosis efektif minimum untuk mencegah relaps.11 Untuk beberapa pasien, medikasi antipsikotik secara aktif menekan simtom psikotik, tetapi bila pengobatan dihentikan atau dosis obat dikurangi secara bermakna, maka segera terjadi pemburukan pada pasien ini. Pada keadaan demikian, dosis pemeliharaan dapat dititrasi berdasarkan simtom mereka.10 Dosis pemeliharaan ini dipertahankan selama 1 tahun sampai seumur hidup, tergantung pada episode skizofrenia pasien, umumnya dipertahankan selama 1-2 tahun untuk episode pertama, 5 tahun untuk episode kedua dan seumur hidup untuk episode ketiga atau lebih.2,17 Setelah itu pengurangan dosis harian dapat dilakukan setiap 6-12 bulan.2 Tanpa pengobatan pemeliharaan, sebanyak 60-70% pasien mengalami relaps dalam waktu 1 tahun, dan hampir 90% pasien mengalami relaps dalam waktu 2 tahun.11


(24)

Salah satu strategi menurunkan dosis antipsikotik yang cukup aman untuk mengurangi relaps pada fase stabil (menuju penghentian medikasi antipsikotik) adalah dengan cara medikasi intermiten, di mana antipsikotik hanya diberikan bila pasien memerlukannya. Strategi ini mengharuskan pasien dan keluarganya untuk mau dan mampu mengenal gejala dan tanda eksaserbasi awal dari suatu relaps (misalnya ansietas, iritabilitas, gangguan tidur, tingkah laku aneh, ide paranoid/referensi, gangguan persepsi). Bila hal tersebut dijumpai, medikasi antipsikotik harus mulai diberikan kembali untuk periode tertentu, biasanya 1-3 bulan. Walaupun pendekatan ini tidak diindikasikan untuk sebagian besar pasien karena terbukti dapat meningkatkan kejadian rehospitalisasi, pendekatan terapi ini aman dan efektif untuk beberapa pasien.2,12,13 Banyak studi melaporkan bahwa terapi intermiten kurang efektif dalam mengurangi kejadian relaps dibandingkan dengan pemberian dosis pemeliharaan terus menerus.18

III.2. Brief Psychiatric Rating Scale

BPRS dikembangkan pada akhir tahun 1960-an sebagai suatu skala singkat untuk mengukur keparahan simtom psikiatrik. Diantara skala untuk menilai keadaan skizofrenik, BPRS merupakan skala yang paling sering digunakan.19 BPRS merupakan suatu skala Likert (skala terkategorisasi) dengan 18 nomor (item), dimana setiap nomor dibagi atas 7 kategori (tidak ada, sangat ringan, ringan, sedang, sedang-berat, berat dan sangat berat). Setiap kategori diberi nilai 1-7 dengan rentang nilai keseluruhan 18-126.20

BPRS bukan merupakan suatu skala diagnostik, tetapi suatu skala untuk menilai gambaran klinis aktual dari pasien (keparahan psikopatologi) selama pengobatan, yang menunjukkan kapan suatu pengobatan diperlukan dan


(25)

kapan suatu pengobatan dapat dihentikan.19,20 Karena penilaian meliputi pengamatan dan laporan gejala pasien, maka BPRS dapat digunakan untuk menilai pasien dengan hendaya sangat berat.20 Walaupun BPRS juga meliputi simtom-simtom depresif (nomor 1, 2, 5, 6, 9 dan 13), skala ini pada dasarnya dikembangkan untuk menilai keadaan skizofrenik. Bila BPRS digunakan untuk menilai keadaan skizofrenik, maka kedua belas nomor skizofrenik harus dihitung semuanya.19 Lembaran penilaian BPRS dicantumkan pada lampiran 2.

III.3. Risperidon

Pada tahun 1981, Janssen Pharmaceuticals mengembangkan

setoperone, suatu antagonis 5-HT2 dengan antagonis dopamin-2 (D2) yang

lemah, yang menunjukkan efek antipsikotik dan efikasi terhadap simtom negatif pada suatu percobaan terbuka. Janssen Pharmaceuticals juga mensintesis suatu antagonis 5-HT2A dan 5-HT2C yang selektif, yaitu ritanserin, yang

memperlihatkan pengurangan efek samping ekstrapiramidal ketika dikombinasikan dengan haloperidol pada studi terhadap tikus. Dalam percobaan placebo-kontrol pada pasien dengan skizofrenia kronis, penambahan ritanserin kepada neuroleptika konvensional memperlihatkan perbaikan simtom negatif dan efek samping ekstrapiramidal. Menyimpulkan bahwa antagonisme 5-HT2 mungkin memperbaiki efikasi dari antagonis D2,

khususnya untuk simtom negatif dan mengurangi efek samping ekstrapiramidal, tetapi tidak cukup efektif sebagai terapi tunggal, maka Janssen dan kawan-kawan (1988) mengembangkan risperidon, yang mengkombinasikan blokade 5-HT2A dan D2 yang poten.5


(26)

Setelah karakterisasi praklinis yang luas (Janssen dan kawan-kawan 1988), risperidon yang pertama sekali dipelajari dalam percobaan klinis pada tahun 1986, mendapat persetujuan dari Food And Drug Administration (FDA) Amerika Serikat (AS) pada tahun 1994 untuk dipasarkan di AS.5 Risperidon merupakan antipsikotik kedua yang memperoleh persetujuan FDA AS untuk pengobatan skizofrenia setelah klozapin pada tahun 1990.21 Dengan berjalannya waktu, risperidon menjadi tersedia dan menjangkau para klinisi. Keberadaan teori kombinasi blokade 5-HT2A dan D2 serta bukti dari

percobaan-percobaan yang terdaftar, yang menunjukkan pengurangan efek samping ekstrapiramidal dan efikasi yang lebih besar dibandingkan dengan haloperidol dosis tinggi, menghasilkan antusiasme dari para klinisi di AS terhadap ‘antagonis serotonin-dopamin’, dan saat ini risperidon merupakan agen antipsikotik yang paling banyak diresepkan di AS.5

Risperidon memiliki metabolit aktif, yaitu 9-hidroksi-risperidon ( 9-hydroxy-risperidone), yang mempunyai aktivitas farmakologik yang sama dengan senyawa induk.5,7 Sebagai konsekuensinya, efek klinis dari obat mungkin dihasilkan dari kombinasi konsentrasi risperidon dan metabolit aktifnya. Setelah pemberian peroral, waktu paruh eliminasi dari risperidon adalah sekitar 3 jam pada extensive metabolizer (ditemui pada sekitar 90% orang kulit putih dan sekitar 99% orang Asia)5 dan sekitar 20 jam pada poor metabolizer. Waktu paruh eliminasi dari 9-hidroksi-risperidon adalah sekitar 21 jam pada extensive metabolizer dan sekitar 30 jam pada poor metabolizer.6 Karena waktu paruh eliminasi yang panjang dari risperidon dan metabolit aktifnya, maka risperidon dapat diberikan dalam dosis sekali maupun dua kali sehari.2 Konsentrasi plasma dari risperidon dan 9-hidroksi-risperidon adalah proporsional terhadap dosis.7 Konsentrasi steady state dari risperidon tercapai


(27)

dalam sekitar 1 hari pada extensive metabolizer dan sekitar 5 hari pada poor metabolizer. Konsentrasi steady state dari 9-hidroksi-risperidon tercapai dalam sekitar 5-6 hari pada extensive metabolizer.11

Risperidon memiliki afinitas sangat tinggi terhadap reseptor 5-HT2A dan

afinitas yang sedang tingginya terhadap reseptor D2, histamin-1 (H1) dan

adrenergik g1 dan g2.2,5,21 Secara in vitro, afinitas risperidon terhadap reseptor

5-HT2A kira-kira 10-20 kali lebih kuat daripada terhadap reseptor D2. Secara in vivo, pengikatan terhadap reseptor D2 dari striatal tikus terjadi pada dosis 10

kali lebih tinggi daripada untuk pengikatan terhadap reseptor 5-HT2A. Afinitas

risperidon terhadap reseptor 5-HT2A lebih kuat 100 kali daripada terhadap

subtipe reseptor serotonin yang lain. Metabolit aktif risperidon, 9-hidroksi-risperidon (9-hydroxy-risperidone), memiliki profil afinitas reseptor yang sama.5

Afinitas risperidon terhadap reseptor 5-HT2A kira-kira 20 kali lebih kuat

daripada afinitas klozapin dan 170 kali lebih kuat daripada afinitas haloperidol. Afinitas risperidon terhadap reseptor D2 kira-kira 50 kali lebih kuat daripada

afinitas klozapin dan kira-kira 20-50% dari afinitas haloperidol. Afinitas risperidon dan 9-hidroksi-risperidon terhadap reseptor D1 dan D4 adalah sama

dengan afinitas klozapin dan haloperidol.5

Risperidon pada dasarnya tidak memiliki afinitas terhadap reseptor muskarinik asetilkolin dan memiliki afinitas sedang terhadap reseptor H1,

sedangkan 9-hidroksi-risperidon memiliki afinitas minimal terhadap reseptor H1.5

Dibandingkan dengan agen lain, risperidon memiliki afinitas yang relatif tinggi terhadap reseptor adrenergik g2, yang pada dasarnya lebih kuat daripada


(28)

terhadap reseptor adrenergik g1 adalah sebanding dengan afinitas

klorpromazin dan kira-kira 5-10 kali lebih kuat daripada afinitas klozapin.5

Diantara antipsikotik atipikal, risperidon merupakan agen antipsikotik yang paling banyak diresepkan oleh psikiater di AS saat ini.5,6 Ketika risperidon pertama sekali diperkenalkan di pasaran Amerika Serikat, diusulkan pemberian risperidon dengan dosis 1 mg 2 kali sehari pada hari pertama dan 2 mg 2 kali sehari pada hari kedua serta 3 mg 2 kali sehari pada hari ketiga. Bagaimanapun, pengalaman klinis menunjukkan bahwa titrasi ini terlalu cepat untuk beberapa pasien. Sebagai konsekuensinya, harus diawasi toleransi pasien terhadap efek samping risperidon (misalnya sedasi, sinkope dan hipotensi ortostatik) dan titrasi baru dilakukan bila efek samping dapat ditolerir secara klinis oleh pasien.6 Pada praktik klinis saat ini, dosis rerata harian risperidon yang diperlukan menurun dan laju titrasi ke rentang dosis 4-6 mg sehari menjadi lebih lambat.22 Umumnya pasien dapat mengembangkan toleransi terhadap efek samping jika titrasi dosis risperidon dilakukan cukup bertahap.2 Dosis rerata risperidon untuk pengobatan pasien skizofrenik di AS saat ini adalah 4 mg sehari.22

Dosis awal risperidon umumnya 1-2 mg sekali sehari pada malam hari. Kemudian dosis dapat dinaikkan secara bertahap, bila dapat ditoleransi, dengan penambahan 1 mg per dosis setiap 2 atau 3 hari, sampai mencapai dosis target sebesar 3-6 mg sehari.2,21 Berdasarkan pengalaman, diusulkan bahwa dosis target yang mula-mula direkomendasikan sebesar 6 mg sehari adalah tidak diperlukan, dan bahwa paling sedikit 70% pasien dapat diobati secara optimal dengan dosis 3 mg sehari atau kurang, serta sekitar 90% pasien dapat diobati secara optimal dengan dosis di bawah 6 mg sehari.6 Pada permulaan, risperidon diberikan dengan dosis 2 kali sehari, tetapi beberapa


(29)

studi telah memperlihatkan efikasi yang sama tanpa peningkatan efek samping yang bermakna dengan dosis sekali sehari. Hal ini disebabkan oleh waktu paruh yang panjang dari metabolit aktifnya.2,6,21

Survei pasca pemasaran menunjukkan bahwa dosis rerata risperidon untuk pengobatan pasien skizofrenik adalah 4,7 mg sehari. Dosis sebesar 1-16 mg sehari telah diuji, tetapi tidak terdapat keuntungan terapeutik yang dapat ditentukan untuk dosis di atas 6 mg sehari, dimana dosis yang lebih tinggi dihubungkan dengan peningkatan efek samping.2

Efikasi terapeutik risperidon pada penderita skizofrenik telah dibuktikan dalam sejumlah penelitian yang terkontrol di seluruh dunia. Data-data tersebut dapat dikombinasikan dengan menggunakan teknik meta analitik untuk melihat efikasi dari risperidon dibandingkan dengan anti psikotik generasi pertama. Pada kebanyakan obat, hubungan antara dosis dan respons diperlihatkan melalui kurva sigmoidal klasik. Dengan demikian, semakin meningkat dosis (atau plasma level) mencapai ambang batas dan garis atas kurva, semakin meningkat pula responsnya. Sekali dosis yang cukup tinggi diperoleh untuk menghasilkan respons klinik yang maksimal, kurva dosis respons kemudian mendatar.23

Insidens Extra Piramidal Syndrom (EPS) pada penggunaan risperidon adalah terkait dosis.24 Dosis risperidon di atas 6 mg sehari dihubungkan dengan insidens EPS yang lebih tinggi.2 Pada dosis di bawah 6 mg sehari, risperidon menghasilkan EPS yang sebanding dengan plasebo,2,6 tetapi reaksi distonik telah dijumpai pada dosis 4-16 mg sehari.2 Pada dosis 10 mg sehari atau lebih, risperidon menghasilkan EPS yang sebanding dengan haloperidol.22

Efek antipsikotik dari antagonis serotonin-dopamin umumnya muncul dalam 2 minggu pertama pengobatan, walaupun pasien yang parah mungkin


(30)

memerlukan waktu sampai 6 minggu pengobatan untuk memperoleh respons yang menguntungkan. Efektifitas penuh umumnya dicapai dalam 4-6 minggu pengobatan. Keuntungan risperidon umumnya terlihat dalam 4 minggu pengobatan.2 Lama terapi adalah sama seperti pengaturan pada penggunaan antipsikotik konvensional.21 Jika pasien menghentikan risperidon untuk periode waktu lebih dari 36 jam, maka pemberian risperidon harus dimulai kembali sesuai jadwal titrasi permulaan.2

Risperidon merupakan pilihan yang tepat untuk pasien yang gagal berespons terhadap antipsikotik konvensional. Pada studi yang dilakukan di AS, pasien skizofrenik yang telah dirawat inap di rumah sakit paling sedikit 6 bulan sebelum studi, cenderung memperlihatkan keuntungan lebih besar dengan risperidon dibandingkan dengan haloperidol. Keadaan ini mengusulkan bahwa risperidon mungkin efektif untuk beberapa pasien yang resisten terhadap pengobatan atau yang kurang berespons terhadap antipsikotik konvensional. 21

Pada perbandingan langsung dengan klozapin dosis sedang (300-400 mg sehari), risperidon dengan dosis 4-8 mg sehari adalah sama efektif, dengan lebih sedikit efek samping seperti somnolens, baik pada pasien skizofrenik akut maupun yang resisten terhadap pengobatan.2

Karena efikasi dan keamanannya, risperidon beralasan dijadikan sebagai medikasi lini pertama untuk pengobatan fase akut skizofrenia, dengan dosis efektif harian sebesar 4-6 mg sehari.2 Menurut Expert Consensus Guidelines for the Treatment of Schizophrenia 2003, dosis risperidon pada fase pemeliharaan skizofrenia adalah 2-4,5 mg sehari untuk pasien episode pertama dan 3,5-5,5 mg sehari untuk pasien dengan episode multipel.17


(31)

Banyak pasien menunjukkan respons yang optimal dengan dosis risperidon yang dianjurkan (2-6mg sehari).21 Peuskens tahun 1995 pada penelitiannya selama 8 minggu pada 1.362 pasien skizofrenik dengan memakai Positive and Negative Syndrome Scale (PANSS) menunjukkan respons risperidon pada dosis 4-8 mg sehari.5


(32)

BAB IV

KERANGKA KONSEP

Pasien Skizofrenik

BPRS minggu ke-1

BPRS

Pre treatment

BPRS minggu ke-4

BPRS minggu ke-2

BPRS minggu ke-6

Hasil BPRS minggu ke-8


(33)

BAB V

METODE PENELITIAN

V.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan pra-eksperimen One Group Pretest-Posttest Open Trial 24, selama 8 minggu untuk melihat efikasi risperidon memakai BPRS dengan periode waktu penelitian 1 April 2009 sampai dengan 30 Juni 2009 di BLUD RS Jiwa Pempropsu.

V.2. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat : BLUD Rumah Sakit Jiwa Pempropsu 2. Waktu : 1 April 2009 – 30 Juni 2009

V.3. Populasi Penelitian dan Sampel Penelitian

1. Populasi penelitian

Populasi penelitian ini adalah pasien skizofrenik rawat jalan/inap di BLUD RS Jiwa Pempropsu Medan.

2. Sampel penelitian

Sampel penelitian adalah 30 pasien skizofrenik dari populasi penelilitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

V.4. Kriteria Inklusi dan Eklusi

1. Kriteria Inklusi adalah :

¬ penderita skizofrenik berdasarkan PPDGJ III 9

¬ berumur 15-55 tahun


(34)

¬ kooperatif dan dapat diwawancarai

¬ pasien rawat inap/jalan Psikiatri BLUD RS Jiwa Pempropsu

¬ bersedia ikut dalam penelitian ini.

2. Kriteria Ekslusi adalah :

¬ hipersensitif terhadap risperidon

¬ mempunyai komorbiditas gangguan psikiatri lainnya

¬ ibu hamil ataupun yang sedang menyusui

¬ sedang menggunakan obat antipsikotik <1 bulan.

Pemilihan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling25

dengan mempertimbangkan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan, sedangkan parameter hasil dilihat dengan BPRS skala 18.

Analisa data akan menampilkan hasil penilaian BPRS, distribusi sampel penelitian berdasarkan tipe Skizofrenia dan gambaran pasien skizofrenik yang mendapat pemberian risperidon berdasarkan karakteristik demografi sampel.

V.5. Cara Kerja

Dilakukan wawancara psikiatrik secara autoanamnesis dan alloanamnesis kepada pasien dan keluarga pasien serta pemeriksaan status mental kepada pasien rawat jalan/inap di BLUD RS Jiwa Pempropsu Medan dengan pedoman Status Psikiatrik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (lampiran 3). Pasien yang memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia berdasarkan PPDGJ-III dan kriteria inklusi penelitian dijadikan sampel penelitian. Pihak keluarga pasien yang menyetujui pasien diikutsertakan dalam penelitian setelah mendapat penjelasan yang terperinci dan jelas dengan berpedoman pada ‘Lembar Penjelasan untuk


(35)

Keluarga Responden’ (lampiran 4), wajib memberikan persetujuan secara tertulis / written informed consent (lampiran 5).

Pada awal penelitian (Pre-treatment), kepada sampel dilakukan penilaian BPRS untuk mengukur keparahan gejala skizofrenik pasien dan pemberian medikasi risperidon oral dengan dosis awal 2 mg sehari (dosis tunggal pada malam hari). Pengamatan lanjutan dilakukan pada minggu pertama, minggu kedua, minggu keempat, minggu keenam dan terakhir minggu kedelapan.26

Titrasi dosis risperidon dilakukan pada setiap pengamatan lanjutan dengan cara meningkatkan dosis risperidon sebesar 1 mg setiap kali kenaikan, sampai pasien mencapai remisi klinis (memasuki fase stabilisasi), dengan pedoman penurunan nilai keseluruhan BPRS >50% dibandingkan dengan nilai keseluruhan BPRS awal dan nilai BPRS untuk semua item

psikotik <3, dan setelah itu dosis risperidon tidak dinaikkan lagi.2,21

Bila pada setiap pengamatan lanjutan ditemui simtom EPS (distonia akut, akatisia dan parkinsonisme [tremor, rigiditas dan bradikinesia]), maka kepada pasien akan diberikan medikasi tambahan berupa triheksiphenidil dengan dosis awal 2 mg sehari peroral (dibagi menjadi 2 kali pemberian), dan dapat dititrasi sampai dosis 16 mg sehari (dibagi menjadi 3 kali pemberian).27 Bila EPS yang ditemui pada pasien tidak dapat diatasi dengan triheksipenidil 16 mg sehari, maka pasien dianggap tidak dapat mentolerir efek samping dari risperidon dan akan dikeluarkan dari penelitian. Selanjutnya kepada pasien akan diberikan pengobatan dengan antipsikotik lain.


(36)

Cara Titrasi Dosis Risperidon pada Penelitian ini Minggu Dosis Harian

Risperidon

Cara pemberian (pagi-siang-malam)

Pre treatment 2 mg 0 – 0 - 2 mg

1 3 mg 0 – 0 - 3 mg

2 4 mg 2 mg - 0 - 2 mg

4 5 mg 2 mg - 0 - 3mg

6 6 mg 3 mg - 0 - 3 mg 8 7 mg 3 mg - 0 - 4 mg

V.6. Identifikasi Variabel

X Variabel tergantung : nilai BPRS

X Variabel bebas : medikasi risperidon dan triheksipenidil

V.7. Besar Sampel

Besar sampel tunggal untuk estimasi proporsi suatu populasi menggunakan ketepatan absolut dengan rumus yang digunakan adalah24:

Zα2PQ n =

d2

Zg = Nilai batas bawah dari table Z yang besarnya tergantung pada Nilai g yang ditentukan ; untuk nilai g = 0,05 s Zg = 1,96 P = Proporsi Skizofrenia (1%)

q = 1-p


(37)

n = (1,96)2 x 0,01x0,99 (0,05)2 = 3,84 x 0,01 x 0,99 (0,05)2 = 0,038

0,0025

= 15,2 s sampel diperbesar menjadi 30

V.8. DEFINISI OPERASIONAL

1. Pasien skizofrenik adalah pasien yang memenuhi kriteria diagnostik ‘Skizofrenia’(F20) berdasarkan PPDGJ-III.9

2. BPRS adalah skala terkategorisasi (7 kategori, nilai 1-7) dengan 18 nomor (item) serta rentang nilai 18-126, untuk mengukur keparahan gejala skizofrenik.

3. Efikasi yang baik adalah bila telah mencapai remisi klinis dengan pedoman penurunan nilai keseluruhan BPRS >50% dibandingkan dengan nilai keseluruhan BPRS awal15 dan nilai BPRS untuk semua

item psikotik <3.14

4. Jenis kelamin, dibedakan atas laki-laki dan perempuan.

5. Kelompok usia, dibedakan atas kelompok umur <40 tahun dan kelompok umur >40 tahun.

V.9. Rencana Manajemen dan Analisis Data

Untuk menilai efikasi risperidon pada pasien skizofrenik yang diteliti pada penelitian ini dipakai uji t berpasangan dengan kemapanan 5%. Pengelolahan dan analisis statistik dari data dilakukan secara komputerisasi dengan menggunakan alat bantu program Statistical Package for Social Sciences 15.


(38)

BAB VI

KERANGKA OPERASIONAL

Pasien rawat jalan/inap BLUD RS Jiwa Medan

Status Psikiatrik FK USU PPDGJ-III

Kriteria eksklusi Non Skizofrenia

Kriteria inklusi

BPRS awal (Pre-treatment)

Skizofrenia

Jenis kelamin Kelompok usia

Remisi klinis

• Penurunan nilai keseluruhan BPRS >50%

dibandingkan dengan nilai keseluruhan BPRS awal

• Nilai semua itempsikotik BPRS < 3 Medikasi

risperidon 2-8 mg

BPRS ulangan


(39)

BAB VII HASIL PENELITIAN

Sebanyak 30 pasien skizofrenik rawat jalan/inap di BLUD RS Jiwa Pempropsu Medan, yang dipilih secara consecutive sampling, diikutsertakan dalam penelitian ini. Karakteristik demografik dari sampel penelitian digambarkan pada tabel 1.

Tabel 1. Distribusi sampel penelitian berdasarkan jenis kelamin, kelompok usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, suku, status perkawinan dan alamat.

Karakteristik demografik sample n %

Jenis kelamin

Laki-laki 16 53,3

Perempuan 14 46,7

Jumlah 30 100

Kelompok usia (tahun)

15-<40 18 60

40-55 12 40

Jumlah 30 100

Tingkat pendidikan

SMP 5 16,7

SMA 19 63,3

Akademi/Perguruan Tinggi 6 20

Jumlah 30 100

Pekerjaan

Bekerja 8 26,7

Tidak bekerja 22 73,3

Jumlah 30 100

Suku

Minang 1 3,3

Batak 19 63,4

Jawa 9 30

Tionghoa 1 3,3

Jumlah 30 100

Status perkawinan

Single 23 76,7

Menikah 7 23,3

Jumlah 30 100

Alamat

Medan 16 53,3

Luar Medan 14 46,7


(40)

Tabel 1 memperlihatkan bahwa karakteristik demografik dari sampel didominasi oleh laki-laki (16 orang [53,3%]), kelompok usia 15-<40 tahun (18 orang [60%]), tingkat pendidikan SMA (19 orang [86,7%]), tidak bekerja (22 orang [73,3%]), suku Batak (19 orang [63,3,3%]), single (23 orang [76,7%]) dan beralamat di Medan (16 orang [53,3%]).

Tabel 2 Distribusi sampel penelitian berdasarkan tipe skizofrenia dan episode skizofrenia.

Karakteristik sample n %

Tipe skizofrenia

Skizofrenia paranoid 21 70 Skizofrenia simpleks 4 13,4 Skizofrenia katatonik 1 3,3 Skizofrenia tak terinci 3 10 Skizofrenia residual 1 3,3

Jumlah 30 100

Episode skizofrenia

Episode pertama 14 46,7

Episode berulang 16 53,3

Jumlah 30 100

Tabel 2 memperlihatkan bahwa tipe skizofrenia yang paling banyak dijumpai pada sampel adalah skizofrenia paranoid, yaitu sebanyak 21 orang (70%). Episode skizofrenia yang paling banyak dijumpai pada sampel adalah episode berulang, yaitu sebanyak 16 orang (53,3%).


(41)

Tabel 3. Gambaran dosis risperidon (mg/hari) dari pre treatment sampai mingggu kedelapan.

Follow up n Rerata

(mg/hr)

Simpang baku

Minimum Maksimum

Pre treatment 30 2 0,0 2 2

Minggu pertama 30 3 0,0 3 3

Minggu kedua 30 3,9 0,2 3 4

Minggu keempat 30 4,4 0,6 3 5

Minggu keenam 30 4,5 0,7 3 6

Minggu kedelapan 30 4,5 0,7 3 6

Tabel 3 memperlihatkan bahwa pada keadaan awal (pre treatment) semua sampel diberi risperidon dengan dosis 2 mg/hari. Pada keadaan akhir (minggu kedelapan) rerata±simpang baku dari dosis risperidon adalah 4,5±0,7 mg/hari (3-6 mg/hari).

Tabel 4. Gambaran kejadian EPS berdasarkan dosis harian risperidon dari sampel penelitian.

Jumlah sampel (orang) Dosis harian risperidon

Tanpa EPS Dengan EPS Jumlah

3 mg 1 0 1

4 mg 11 3 14

5 mg 9 3 12

6 mg 2 1 3

Jumlah 23 7 30

Tabel 4 memperlihatkan bahwa secara keseluruhan dijumpai sebanyak 7/30 (23,3%) sampel yang mengalami EPS, dan kejadian EPS paling banyak dijumpai pada sampel yang mendapat dosis harian risperidon sebesar 6 mg, yaitu sebanyak 1/3 (33,3%) sampel. Rerata+simpang baku dari dosis risperidon yang menimbulkan EPS adalah 5,3+0,9 mg/hari (4-6 mg/hari).


(42)

Tabel 5. Perubahan nilai BPRS per follow up

Waktu Jumlah kasus Rerata± sd P

Pre-treatment 30 40,9± 1,8

Minggu 1 30 34,1±3,0 p< 0,0001 Minggu 2 30 27,3± 3,5 p< 0,0001 Minggu 4 30 21,8± 2,9 p< 0,0001 Minggu 6 30 19,3± 1,6 p< 0,0001 Minggu 8 30 18,4± 0,8 p< 0,0001

Tabel 5 memperlihatkan Rerata±simpang baku dari nilai BPRS mulai

pre treatment sampai minggu kedelapan, memperlihatkan bahwa pada keadaan awal (pre treatment) dengan rerata+simpang baku dari nilai BPRS adalah 40,9+1,8 (38-44). Pada keadaan akhir (minggu kedelapan) dengan rerata+simpang baku dari nilai BPRS adalah 18,4 + 0,8 (18-21).

Secara keseluruhan waktu yang diperlukan sampel untuk mencapai keadaan remisi (penurunan nilai keseluruhan BPRS akhir >50% dibandingkan dengan nilai keseluruhan BPRS awal dan nilai BPRS untuk semua item

psikotik <3) adalah 2-8 minggu. Sebanyak 1/30 (3,3%) sampel mencapai keadaan remisi pada minggu kedua pemberian risperidon, Sebanyak 14/30 (46,7%) sampel mencapai keadaan remisi pada minggu keempat pemberian risperidon, 12/30 (40%) sampel mencapai keadaan remisi pada minggu keenam pemberian risperidon dan 3/30 (10%) sampel mencapai keadaan remisi pada minggu kedelapan pemberian risperidon (lampiran 7).


(43)

Grafik 1 Perubahan Nilai BPRS per follow up

Grafik 1 memperlihatkan kurva penurunan rerata BPRS dari pre treatment

sampai dengan rerata BPRS minggu kedelapan.

BPRS

8 6

4 2

1 0

Estimated Marginal Means

45

40

35

30

25

20

15

Estimated Marginal Means of MEASURE_1

N I L A I B P R S


(44)

BAB VIII PEMBAHASAN

Penelitian ‘Pengobatan Risperidon Pada Pasien Skizofrenik’ ini merupakan suatu penelitian pra-eksperimental yang berbentuk one group pretest–posttest design.25 Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian pra-eksperimental karena penelitian ini tidak menggunakan kontrol sebagai pembanding.

Penelitian ini memilih kelompok pasien skizofrenik yang berusia antara 15-55 tahun sebagai sampel karena menurut kepustakaan sekitar 90% pasien yang mendapat pengobatan untuk skizofrenia berusia antara 15-55 tahun.2

Pada tabel 1 terlihat bahwa pasien skizofrenik yang menjadi sampel dalam penelitian ini menunjukkan sebagian besar subjek didominasi oleh laki-laki (53,3%). Hill dan Sahhar tahun 2006 pada penelitiannya menunjukkan sebagian besar subjek adalah laki-laki.28 Simanjuntak tahun 2006 pada penelitian pada 111 subjek skizofrenia menunjukkan sebagian besar subjek adalah laki-laki.29

Pada tabel 1 terlihat juga subjek lebih banyak ditemui pada kelompok usia 15-<40 tahun (60%) dibandingkan dengan kelompok usia 40-55 tahun (40%), lebih banyak yang tidak bekerja (73,3%) dan single (76,7%). Gambaran demografik di atas sesuai dengan yang dinyatakan dalam kepustakaan. Dalam

Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry, 9th edition, sekitar 75% pasien dengan skizofrenia berat tidak dapat bekerja dan tidak memiliki pekerjaan serta pasien skizofrenik sering hidup sendiri dan tidak menikah. 2

Pada tabel 2 terlihat bahwa tipe skizofrenia yang paling banyak ditemui pada sampel penelitian adalah skizofrenia paranoid (70%) dan sebanyak 53,3% sampel mengalami episode skizofrenia yang berulang. Hal ini sesuai


(45)

dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa skizofrenia paranoid merupakan tipe skizofrenia yang paling banyak ditemui dan pasien skizofrenik cenderung mengalami episode multipel dalam perjalanan penyakitnya.2

Pada tabel 3 terlihat bahwa dosis harian risperidon yang diperlukan untuk mencapai keadaan remisi (penurunan nilai keseluruhan BPRS akhir >50% dibandingkan dengan nilai keseluruhan BPRS awal dan nilai BPRS untuk semua item psikotik <3) adalah 3-6 mg sehari. Setelah mencapai keadaan remisi, pasien dianggap memasuki pengobatan fase stabilisasi. Hal diatas sesuai dengan kepustakaan yang menyebutkan bahwa dosis target risperidon berkisar antara 3-6 mg sehari.12,13 Menurut Expert Consensus Guidelines for the Treatment of Schizophrenia 2003, dosis risperidon pada fase pemeliharaan skizofrenia adalah 2-4,5 mg sehari untuk pasien episode pertama dan 3,5-5,5 mg sehari untuk pasien dengan episode multipel.17

Banyak pasien menunjukkan respons yang optimal dengan dosis risperidon yang dianjurkan (2-6mg sehari).21 Peuskens tahun 1995 pada penelitiannya selama 8 minggu pada 1.362 pasien skizofrenik dengan memakai Positive and Negative Syndrome Scale (PANSS) menunjukkan respons risperidon pada dosis 4-8 mg sehari.5

Janssen dan kawan-kawan, penelitian pada skizofrenia kronis, risperidon lebih efektif secara bermakna daripada haloperidol dalam mengobati simtom afektif. Risperidon dengan dosis 6 mg sehari mengurangi secara bermakna skor rata-rata BPRS dari kelompok ansietas/depresi dibandingkan dengan haloperidol 20 mg sehari (p < 0,05).7

Pada penelitian ini waktu yang diperlukan untuk mencapai keadaan remisi klinis pada pengobatan fase akut adalah 2-8 minggu. Kepustakaan yang menyebutkan bahwa pengobatan fase akut skizofrenia umumnya berlangsung


(46)

selama 4-8 minggu.12,13 Kepustakaan lain menyebutkan bahwa efektifitas penuh dari suatu antagonis serotonin-dopamin umumnya dicapai dalam 4-6 minggu pengobatan.2

Zhang JZ dan kawan-kawan pada tahun 1998 dalam suatu studi open label trial dengan pemberian risperidon pada 30 pasien skizofrenik dengan penilaian memakai BPRS selama 8 minggu secara statistik menunjukkan perbaikan yang signifikan.26

Sebuah perbandingan langsung yang lebih besar antara beberapa dosis risperidon (2, 6, 12, atau 16 mg sehari) dengan haloperidol (20 mg sehari) atau placebo pada pasien skizofrenia akut menemukan bahwa risperidon pada dosis di atas 2 mg sehari dan haloperidol pada dosis 20 mg sehari adalah lebih efektif secara bermakna terhadap simtom positif daripada placebo. Risperidon 6 mg sehari adalah lebih efektif secara bermakna terhadap simtom positif daripada haloperidol. Risperidon 6 mg dan 16 mg sehari menghasilkan perbaikan simtom negatif, tetapi haloperidol dan placebo tidak. Kriteria perbaikan yang dipakai adalah perbaikan sebesar 20 persen atau lebih dari skor Positive and Negative Syndrome Scale (PANSS) total atau BPRS. Simtom ekstrapiramidal yang disebabkan oleh risperidon nampak lebih sering dari placebo hanya pada dosis lebih besar dari 6 mg sehari.11

Pada tabel 4 terlihat bahwa EPS dijumpai pada dosis harian risperidon 4 mg (3/14 [21,4%] sampel), 5 mg (3/12 [25%] sampel) dan 6 mg (1/3 [33,3%] sampel). EPS tidak dijumpai pada penggunaan risperidon dibawah 4 mg sehari. Rerata + simpang baku dari dosis risperidon yang menimbulkan EPS adalah 5,3 + 0,9 mg/hari (4-6 mg/hari). Pada penelitian ini, secara keseluruhan EPS dijumpai pada 7/30 (23,3%) sampel. Kejadian EPS pada penelitian ini, yang meningkat sesuai dengan peningkatan dosis risperidon adalah sesuai


(47)

dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa insidens EPS pada penggunaan risperidon adalah terkait dosis.22 Kejadian EPS pada penelitian ini lebih tinggi (mulai terlihat pada penggunaan risperidon 4 mg sehari) dibandingkan dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa EPS pada penggunaan risperidon umumnya terlihat pada dosis > 6 mg.2,6

Pada penelitian ini, kejadian EPS yang dialami sampel dapat diatasi dengan pemberian trihexipenidil dengan rerata + simpang baku dosis sebesar 3,2 + 1,0 mg/hari (2-4 mg/hari).

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa risperidon menunjukkan efikasi yang baik untuk mengobati pasien skizofrenik.


(48)

BAB IX

KESIMPULAN DAN SARAN

IX.1. Kesimpulan

Dari pembahasan terhadap hasil penelitian dan pengkajian lebih lanjut dari keseluruhan hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

Kesimpulan :

a. Dari 30 sampel penelitian, karakteristik demografik dari sampel didominasi oleh laki-laki (16 orang [53,3%]), kelompok usia 15-<40 tahun (18 orang [60%]), tingkat pendidikan SMA (19 orang [63,3%]), tidak bekerja (22 orang [73,3%]), suku Batak (19 orang [63,4%]), single

(23 orang [76,7%]) dan beralamat di Medan (16 orang [53,3%]).

b. Dari 30 sampel penelitian, tipe skizofrenia yang paling banyak dijumpai adalah skizofrenia paranoid (21 orang [70%]). Episode skizofrenia yang paling banyak dijumpai adalah episode berulang (16 orang [53,3%]), dengan rentang usia awitan pertama 23-40 tahun.

c. Dosis harian risperidon yang diperlukan untuk mencapai keadaan remisi klinis (penurunan nilai keseluruhan BPRS akhir >50% dibandingkan dengan nilai keseluruhan BPRS awal dan nilai BPRS untuk semua item

psikotik <3) adalah 3-6 mg sehari, dan waktu yang diperlukan sampel untuk mencapai keadaan remisi adalah 2-8 minggu).

d. Secara keseluruhan, EPS dijumpai pada 7/30 (23,3%) sampel, dan kejadian EPS paling banyak dijumpai pada sampel yang mendapat dosis harian risperidon sebesar 6 mg, yaitu sebanyak 1/3 (30,3%) sampel. EPS tidak dijumpai pada penggunaan risperidon dibawah 4 mg


(49)

sehari. Rerata + simpang baku dari dosis risperidon yang menimbulkan EPS adalah 5,3 + 0,9 mg/hari (4-6 mg/hari). EPS yang dialami sampel dapat diatasi dengan pemberian trihexiphenidil dengan rerata + simpang baku dosis sebesar 3,2 + 1,0 mg/hari (2-4 mg/hari).

e. Hasil penelitian dari 30 sampel ini menunjukkan bahwa risperidon menunjukkan efikasi yang baik dilihat dari parameter BPRS untuk mengobati pasien skizorenik.

IX.2. Saran

Dari hasil penelitian ini dapat disarankan bahwa risperidon mempunyai efikasi yang baik untuk pengobatan pasien skizofrenik dan dosis risperidon yang dapat kita berikan pada pasien skizofrenik untuk mencapai keadaan remisi adalah 2-6 mg sehari.


(50)

DAFTAR PUSTAKA

1. Buchanan RW, Carpenter TW. Concept of Schizophrenia. Dalam : Sadock BJ, Sadock VA. Comprehensive Textbook of Psychiatry. Vol 1. Edisi kedelapan. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia. 2005. h. 1329-45

2. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry. Edisi kesembilan. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins. 2003. h. 497-8.

3. SW Tang, Helmeste D. Aripiprazole. Medical Progress. Vol 33 No 2. February 2006. h 84-88

4. Sadock BJ, Sadock VA. Schizophrenia. Dalam : Kaplan & Sadock’s. Concise Textbook of Clinical Psychiatry. Edisi kedua. Philadelphia; Lippincott Williams and Wilkins; 2004. h. 134-71

5. Goff DC. Risperidone. Dalam : Schatzberg AF, Nemeroff CB, eds. Textbook of Psychopharmacology. Edisi ketiga. Washington, DC : American Psychiatric Publishing, Inc, 2004. h. 495-505.

6. Owens MJ, Risch SC. Atypical Antipsychotics. Dalam : Schatzberg AF, Nemeroff CB, eds. Essentials of Clinical Psychopharmacology. Edisi pertama. Washington, DC : American Psychiatric Publishing, Inc. 2001. h. 141-4.

7. Janssen Pharmaceutica. Risperidone Monograph. Oxford Clinical Communications. 1993.

8. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock’s Pocket Handbook of Clinical Psychiatry. Edisi keempat. Philadelphia : Lippincot William & Wilkins ; 2005. h. 117-31

9. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ III). Jakarta, 1993. h. 105-18

10. American Psychiatric Association. Practice Guideline for the Treatment of Patients with Schizophrenia. Edisi pertama. Washington DC, 1997. h. 35-42.

11. American Psychiatric Association. Practice Guideline for the Treatment of Patients with Schizophrenia. Edisi kedua. Washington DC, 2004. h. 3-5, 12, 20, 23.


(51)

12. Kane JM, Marder SR. Schizophrenia : Somatic Treatment. Dalam : Sadock BJ, Sadock VA, eds. Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook of Psychiatry. Edisi kedelapan. Vol I. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins, 2005. h. 1467-75.

13. Meltzer HY, Fatemi SH. Schizophrenia. Dalam : Ebert MH, Loosen PT, Nurcombe B, eds. Current Diagnosis & Treatment in Psychiatry. International Edition 2000. Singapore : Lange Medical Books/McGraw-Hill, 2000. h. 260.

14. Peuskens J. The Evolving Definition of Treatment Resistance. J Clin Psychiatry 1999; 60 (suppl 12) : 4-8.

15. Davis JM, Chen N. Clinical Profile of an Atypical Antipsychotic : Risperidone. Schizophrenia Bulletin, 2002; 28, 1 : 43-61.

16. Maslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Edisi ketiga, Jakarta, 2001. p. 14-22.

17. Expert Consensus Guidelines for the Treatment of Schizophrenia 1999. J Clin Psychiatry 1999; 60 (suppl 11). p. 16

18. Gelder M, Gath D, Mayou R, Cowen P. Oxford Textbook of Psychiatry. Edisi ketiga, New York : Oxford Univ Press, 1996. p. 286-8.

19. Bech P, Kastrup M, Rafaelsen OJ. Mini-Compendium of Rating Scales for States of Anxiety, Depression, Mania, Schizophrenia with Corresponding DSM-III Syndromes. Acta Psychiatrica Scandinavica 1986; 73 (suppl 326). P. 7, 9-10, 23.

20. Blacker D. Psychiatric Rating Scale. Dalam : Sadock BJ, Sadock VA, eds. Vol I. Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook of Psychiatry. Edisi kedelapan. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins. 2005. h. 938-43.

21. Van Kammen DP, Marder SR. Serotonin-Dopamine Antagonists. Dalam : Sadock BJ, Sadock VA, eds. Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook of Psychiatry. Vol II. Edisi kedelapan. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins, 2005. h. 2914-37

22. Arana GW, Rosenbaum JF. Handbook of Psychiatric Drug Therapy. Edisi keempat. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins,2000:h. 9, 37


(52)

23. Janicak PG, Davis JM, Preskom SH, Ayd FJ, Marder SR, Pavuluri MN. Principles and Practice of Psychopharmacotherapy. Edisi keempat. Philadelphia: Williams & Wilkins. 2006. h.103

24. Portney LG, Watkins MP. Foundation Of Clinical Research. Edisi kedua. Upper Saddle River, New Jersey. 2000. h. 193-4

25. Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi ke-3. Sagung Seto. Jakarta 2008. h. 88

26. Zhang JZ, Hou YZ, Wang XL, Hong X. Risperidone For The Treatment Of Schizophrenia. Hong Kong Journal of Psychiatry. 1998. 8 (1) : 30-1 27. Herz IH, Merder SR. Schizophrenia Comprehensive Treatment and

Management. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia. 2002.h.107 28. Volk DW, Lewis DA. Schizophrenia. Dalam: The Moleculer and Genetic

Basis of Neurologic and Psychiatric Disease. Rosenberg et al. Edisi keempat. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia. 2008. h.788-801. 29. Simanjuntak YP. Faktor Terjadinya Relaps pada Pasien Skizofrenia

Paranoid. Tesis Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan. Oktober. 2008


(53)

LAMPIRAN 1

Pedoman Diagnostik Skizofrenia Berdasarkan PPDGJ III F20 Skizofrenia

Walaupun tidak ada gejala-gejala yang patognomonik khusus, dalam praktik terdapat manfaat bila membagi gejala-gejala skizofrenik ke dalam kelompok-kelompok yang penting untuk diagnosis dan yang sering terdapat secara bersama-sama, misalnya :

a. thought echo, thought insertion atau withdrawal, dan thought broadcasting; b. waham dikendalikan (delusion of control), waham dipengaruhi (delusion of

influence), atau ‘passivity’, yang jelas merujuk pada pergerakan tubuh atau pergerakan anggota gerak, atau pikiran, perbuatan atau perasaan (sensations) khusus; persepsi delusional;

c. suara halusinasi yang berkomentar secara terus-menerus terhadap perilaku pasien, atau mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri, atau jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh;

d. waham-waham menetap jenis lain yang menurut budayanya dianggap tidak wajar serta sama sekali mustahil, misalnya mengenai identitas keagamaan atau politik, atau kekuatan dan kemampuan ‘manusia super’ (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain);

e. halusinasi yang menetap dalam setiap modalitas, apabila disertai baik oleh waham yang mengambang/melayang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun oleh ide-ide berlebihan ( over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan secara terus menerus;


(54)

f. arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan (interpolasi) yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;

g. perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), sikap tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas serea, negativisme, mutisme, dan stupor;

h. gejala-gejala ‘negatif’ seperti sikap sangat masa bodoh (apatis), pembicaraan yang terhenti, dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;

i. suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan dari beberapa aspek perilaku perorangan, bermanifestasi sebagai hilangnya minat, tak bertujuan, sikap malas, sikap berdiam diri (self-absorbed attitude) dan penarikan diri secara sosial.

Pedoman Diagnostik

Persyaratan yang normal untuk diagnosis skizofrenia ialah harus ada sedikitnya 1 gejala tersebut di atas yang amat jelas (dan biasanya 2 gejala atau lebih apabila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) dari gejala yang termasuk salah satu dari kelompok gejala (a) sampai (d) tersebut di atas, atau paling sedikit 2 gejala dari kelompok (e) sampai (h), yang harus selalu ada secara jelas selama kurun waktu 1 bulan atau lebih. Kondisi-kondisi yang memenuhi persyaratan gejala tersebut tetapi yang lamanya kurang dari 1 bulan (baik diobati atau tidak) harus didiagnosis pertama kali sebagai gangguan psikotik lir skizofrenia akut (F23.2) dan baru diklarifikasi ulang kalau gejala-gejala tersebut menetap selama kurun waktu yang lebih lama.


(55)

Diagnosis skizofrenia tidak boleh dibuat bila terdapat secara luas gejala-gejala depresif atau manik kecuali bila memang jelas, bahwa gejala-gejala-gejala-gejala skizofrenik itu mendahului gangguan afektif tersebut. Bila gejala-gejala skizofrenik dan afektif berkembang bersama-sama secara seimbang dan sama banyak, maka diagnosis gangguan skizoafektif (F25.-) harus dibuat, walaupun gejala-gejala skizofrenik itu saja cukup beralasan untuk menegakkan diagnosis skizofrenia. Skizofrenia tidak boleh didiagnosis bila terdapat penyakit otak yang nyata, atau dalam keadaan intoksikasi atau lepas zat (withdrawal). Gangguan serupa yang timbul pada epilepsi atau penyakit otak lain harus diberi kode F06.2 dan yang diinduksi oleh obat-obatan diberi kode F1x.5.

F20.0 Skizofrenia Paranoid

Beberapa contoh dari gejala-gejala paranoid yang paling umum :

a. waham-waham kejaran, rujukan (reference), ‘exalted birth’ (merasa dirinya tinggi, istimewa), misi khusus, perubahan tubuh atau kecemburuan;

b. suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing);

c. halusinasi pembauan atau pengecapan-rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.

Pedoman Diagnostik

Kriteria umum diagnosis skizofrenia (lihat F20 di atas) harus dipenuhi. Sebagai tambahan, halusinasi dan/atau waham harus menonjol, sedangkan gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan serta gejala katatonik secara relatif tidak nyata. Halusinasi biasanya seperti yang diuraikan dalam


(56)

butir (b) dan (c) tersebut di atas. Waham dapat berupa hampir setiap jenis tetapi waham dikendalikan, dipengaruhi (influence), atau ‘passivity’, dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam adalah yang paling khas.

F20.1 Skizofrenia Hebefrenik

Suatu bentuk skizofrenia dengan perubahan afektif yang tampak jelas, dan secara umum juga dijumpai waham dan halusinasi yang bersifat mengambang serta terputus-putus (fragmentary), perilaku yang tak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta umumnya mannerisme. Suasana perasaan (mood) pasien dangkal dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai oleh cekikikan (giggling) atau perasaan berpuas-diri ( self-satisfied), senyum sendiri (self-absorbed smiling), atau oleh sikap yang angkuh/agung (lofty manner); tertawa menyeringai (grimaces), mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan yang hipokondrik, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated phrases). Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (rambling) serta inkoheren. Ada kecenderungan untuk tetap menyendiri (solitary), dan perilaku tampak hampa tujuan dan hampa perasaan. Bentuk skizofrenia ini biasanya mulai antara umur 15 dan 25 tahun, cenderung mempunyai prognosis yang buruk akibat berkembangnya secara cepat gejala ‘negatif’, terutama mendatarnya afek dan semakin berkurangnya dorongan kehendak (loss of volition).

Pedoman Diagnostik

Kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia (lihat F20 di atas) harus dipenuhi. Biasanya diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa muda. Kepribadian pramorbid secara khas,


(57)

tetapi tidak selalu, pemalu dan menyendiri (solitary). Untuk diagnosis hebefrenia yang meyakinkan umumnya diperlukan pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa perilaku yang khas seperti diuraikan di atas memang benar bertahan.

F20.2 Skizofrenia Katatonik Pedoman Diagnostik

Kriteria umum untuk suatu diagnosis skizofrenia (lihat F20 di atas) harus dipenuhi. Gejala katatonik terpisah yang bersifat sementara dapat terjadi pada setiap subtipe skizofrenia, tetapi untuk diagnosis skizofrenia katatonik satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya :

a. stupor (amat berkurangnya reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme;

b. kegelisahan (aktivitas motor yang tampak tak bertujuan, yang tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal);

c. berpose (secara sukarela mengambil dan mempertahankan sikap tubuh tertentu yang tidak wajar atau bizarre);

d. negativisme (perlawanan yang jelas tidak bermotif terhadap semua instruksi atau upaya untuk digerakkan, atau bergerak ke arah yang berlawanan); e. rigiditas (mempertahankan sikap tubuh yang kaku melawan upaya untuk

menggerakannya);

f. waxy flexibility (mempertahankan posisi anggota gerak dan tubuh yang dilakukan dari luar); dan

g. gejala-gejala lain seperti otomatisme terhadap perintah (command automatism : ketaatan secara otomatis terhadap perintah), dan perseverasi kata-kata serta kalimat-kalimat.


(58)

F20.3 Skizofrenia Tak Terinci (Undifferentiated) Pedoman Diagnostik

Kategori ini disediakan untuk gangguan yang : a. memenuhi kriteria diagnostik untuk sizofrenia;

b. tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia paranoid, hebefrenik atau katatonik;

c. tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca-skizofrenia.

F20.4 Depresi Pasca-skizofrenia Pedoman diagnostik

Diagnosis ini ditegakkan hanya kalau :

a. pasien telah menderita gangguan skizofrenik yang memenuhi kriteria umum skizofrenia (lihat F20 di atas) selama 12 bulan terakhir;

b. beberapa gejala skizofrenik masih tetap ada; dan

c. gejala-gejala depresif menonjol dan mengganggu, memenuhi sedikitnya kriteria untuk suatu episode depresif (F32.-) dan telah ada untuk waktu sedikitnya 2 minggu.

F20.5 Skizofrenia Residual Pedoman Diagnostik

Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi :

a. gejala ‘negatif’ skizofrenia yang menonjol, misalnya perlambatan psikomotor, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan,


(59)

komunikasi nonverbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara dan sikap tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk;

b. sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau yang memenuhi kriteria diagnostik untuk skizofrenia;

c. sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun di mana intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom ‘negatif’ skizofrenia;

d. tidak terdapat demensia atau penyakit/gangguan otak organik lain, depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan hendaya negatif tersebut.

F20.6 Skizofrenia Simpleks Pedoman Diagnostik

Skizofrenia simpleks adalah suatu diagnosis yang sulit dibuat secara meyakinkan, karena tergantung pada pemastian perkembangan yang berjalan perlahan, progresif dari gejala ‘negatif’ yang khas dari skizofrenia residual (lihat F20.5 di atas) tanpa riwayat halusinasi, waham atau manifestasi lain tentang adanya suatu episode psikotik sebelumnya, dan disertai dengan perubahan-perubahan yang bermakna pada perilaku perorangan, yang bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, kemalasan dan penarikan diri secara sosial.

F20.8 Skizofrenia Lainnya

Termasuk : skizofrenia senestopatik gangguan skizofreniform YTT


(60)

Tak termasuk : gangguan lir-skizofrenia akut (F23.2) skizofrenia siklik (F25.2)

skizofrenia laten (F23.2)

F20.9 Skizofrenia YTT

Sumber : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Penggolongan dan


(61)

LAMPIRAN 2

Skala Penilaian Psikiatrik Singkat (Brief Psychiatric Rating Scale / BPRS)

Ajukan semua pertanyaan dengan ‘Selama seminggu terakhir apakah anda …………...’

1. Perhatian somatik* : Derajat perhatian terhadap kesehatan fisik sekarang. Penilaian terhadap derajat dimana kesehatan fisik dirasakan sebagai suatu masalah oleh pasien, baik keluhan-keluhan tersebut memiliki suatu dasar yang nyata maupun tidak. Jangan menilai laporan tentang gejala-gejala somatik belaka. Hanya menilai perhatian kepada (atau kekhawatiran tentang) masalah-masalah fisik (nyata atau khayalan). Penilaian berdasarkan keterangan yang dilaporkan (subyektif) sehubungan dengan keadaan seminggu terakhir.

1 = Tidak dilaporkan

2 = Sangat ringan : kadang-kadang sedikit perhatian terhadap fisik, gejala-gejala atau penyakit fisik

3 = Ringan : kadang-kadang perhatian sedang, atau sering sedikit perhatian

4 = Sedang : kadang-kadang sangat perhatian, atau sering perhatian sedang

5 = Sedang-berat : sering sangat perhatian

6 = Berat : sangat perhatian pada kebanyakan waktu

7 = Sangat berat : sangat perhatian hampir sepanjang waktu

9 = Tidak dapat dinilai secara adekuat karena terdapat gangguan bentuk pikiran yang berat, tidak koperatif, atau mengelak/berhati-hati yang jelas; atau tidak dinilai

2. Ansietas* : Khawatir, takut atau perhatian berlebihan terhadap masa sekarang atau masa depan. Penilaian hanya berdasarkan laporan verbal dari pengalaman subyektif pasien sendiri dalam seminggu terakhir. Jangan menduga adanya ansietas dari tanda-tanda fisik atau dari mekanisme pertahanan neurotik. Jangan menilai jika dijumpai keterbatasan terhadap perhatian somatik.


(62)

1 = Tidak dilaporkan

2 = Sangat ringan : kadang-kadang merasakan sedikit cemas

3 = Ringan : kadang-kadang merasakan kecemasan sedang, atau sering merasakan sedikit cemas

4 = Sedang : kadang-kadang merasakan sangat cemas, atau sering merasakan kecemasan sedang

5 = Sedang-berat : sering merasakan sangat cemas

6 = Berat : merasakan sangat cemas pada kebanyakan waktu

7 = Sangat berat : merasakan sangat cemas hampir sepanjang waktu 9 = Tidak dapat dinilai secara adekuat karena terdapat gangguan bentuk

pikiran yang berat, tidak koperatif, atau mengelak/berhati-hati yang jelas; atau tidak dinilai

3. Penarikan emosional : Kekurangan dalam hubungan dengan pewawancara dan terhadap situasi wawancara. Manifestasi yang jelas dari kekurangan ini meliputi kurang/tiadanya kontak mata, kegagalan mengorientasikan diri kepada pewawancara, dan kekurangan secara umum dari keterlibatan atau keikutsertaan dalam wawancara. Bedakan dengan afek tumpul, dimana dinilai kekurangan dalam ekspresi wajah, gerak-isyarat tubuh, dan pola suara. Penilaian berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama wawancara.

1 = Tidak teramati

2 = Sangat ringan : misalnya, kadang-kadang menunjukkan kurangnya kontak mata

3 = Ringan : misalnya, seperti di atas, tetapi lebih sering

4 = Sedang : misalnya, menunjukkan sedikit kontak mata, tetapi masih terlihat seperti terlibat dalam wawancara dan berespons sesuai terhadap semua pertanyaan

5 = Sedang-berat : misalnya, menatap lantai atau tidak mengorientasikan diri kepada pewawancara, tetapi masih terlihat seperti memiliki keterlibatan sedang

6 = Berat : misalnya, seperti di atas, tetapi lebih menetap atau mendalam 7 = Sangat berat : misalnya, terlihat ‘berjarak’ atau ‘berada di luar’

(ketiadaan total dari hubungan emosional) dan ketidakterlibatan atau ketidakikutsertaan yang tidak proporsional dalam wawancara (Jangan menilai jika diterangkan oleh disorientasi)


(63)

4. Disorganisasi konseptual : Derajat perbicaraan yang tidak dapat dimengerti. Meliputi segala jenis gangguan bentuk pikiran (misalnya, asosiasi longgar, inkoherensia, flight of ideas, neologisme). Tidak meliputi sirkumstansialitas atau tekanan bicara belaka, bahkan jika jelas. Jangan menilai berdasarkan kesan-kesan subyektif pasien (misalnya, “pikiran saya berpacu. Saya tidak dapat mengendalikan suatu pikiran”, “pikiran saya bercampur aduk”). Penilaian hanya berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama wawancara.

1 = Tidak teramati

2 = Sangat ringan : misalnya, sedikit samar, tetapi memiliki kemaknaan klinis yang meragukan

3 = Ringan : misalnya, sering samar, tetapi wawancara masih berjalan lancar, kadang-kadang asosiasi melonggar

4 = Sedang : misalnya, kadang-kadang pernyataan tidak relevan, jarang menggunakan neologisme, atau adanya asosiasi longgar yang sedang

5 = Sedang-berat : seperti di atas, tetapi lebih sering

6 = Berat : gangguan bentuk pikiran yang dijumpai pada kebanyakan wawancara dan wawancara sangat terganggu

7 = Sangat berat : sangat sedikit diperoleh keterangan yang koheren

5. Perasaan bersalah : Keprihatinan berlebihan atau penyesalan yang dalam terhadap perilaku masa lalu. Penilaian berdasarkan pengalaman subyektif pasien pada perasaan bersalah seperti yang dibuktikan oleh laporan verbal sehubungan dengan keadaan seminggu terakhir. Jangan menilai perasaan bersalah dari depresi, ansietas atau pertahanan neurotik.

1 = Tidak dilaporkan

2 = Sangat ringan : kadang-kadang merasa sedikit bersalah

3 = Ringan : kadang-kadang merasa bersalah yang sedang, atau sering merasa sedikit bersalah

4 = Sedang : kadang-kadang merasa sangat bersalah, atau sering merasa bersalah yang sedang


(1)

fase stabilisasi, dimana dosis obat tidak akan dinaikkan lagi, dan umumnya keadaan ini akan dicapai setelah pengobatan berjalan 6-8 minggu.

Pengobatan dengan risperidon kadang-kadang dapat menyebabkan efek samping pada dosis tertentu, berupa parkinsonisme (tremor, rigiditas dan bradikinesia), distonia dan akatisia. Apabila efek samping ini ditemui pada pasien, maka kepada pasien akan diberikan tambahan obat trihexipenidil.

Jika selama menjalani penelitian terdapat hal-hal yang kurang jelas sehubungan dengan penelitian ini, maka saudara dan pasien dapat menghubungi saya : dr. Rudyhard EH, Departemen Psikiatri FK USU, telepon (061) 66480555 atau telepon genggam 081362162220. Terimakasih


(2)

LAMPIRAN 5

SURAT PERSETUJUAN IKUT DALAM PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama :

Jenis kelamin : Umur : Pekerjaan : Alamat : Hubungan dengan pasien :

Setelah mendapat keterangan secara terperinci dan jelas serta memahami mengenai penelitian ” Pengobatan Risperidon pada pasien Skizofrenik ” dan setelah mendapat kesempatan tanya jawab tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan penelitian tersebut, termasuk risikonya, maka dengan ini saya sebagai keluarga calon subjek secara sukarela dan tanpa paksaan menyatakan bersedia bahwa pasien diikutkan dalam penelitian tersebut.

Medan, ...2009 Yang menyatakan,


(3)

LAMPIRAN 6

DATA SAMPEL PENELITIAN

Nomor urut : ……… Tanggal :……….. Nomor MR : ………

A. Data demografik

1. Nama : ………... 2. Umur : ……… tahun

3. Jenis kelamin : Laki-laki / Perempuan 4. Alamat : Medan / luar Medan 5. Pekerjaan : Bekerja / tidak bekerja

6. Pendidikan : SD / SMP / SMA / Akademi / PT

7. Suku : Minang / Batak / Mandailing / Jawa / Tionghoa / Lain-lain 8. Status perkawinan : kawin / single (tidak kawin / duda / janda)

B. Diagnosis : ………

C. Episode skizofrenia : pertama / berulang

Riwayat penggunaan obat antipsikotik : .……… ……….. Nilai BPRS pre treatment

D. Terapi awal : a. ………. b. ……….………

F. Pengamatan minggu 1 : tanggal ………. Efek samping ekstrapiramidal : ada/ tidak ada Nilai BPRS : …………

Terapi : a. ……….. b. ……….


(4)

Pengamatan minggu 2 : tanggal ………. Efek samping ekstrapiramidal : ada/ tidak ada Nilai BPRS : …………

Terapi : a. ……….. b. ……….

Pengamatan minggu 4 : tanggal ………. Efek samping ekstrapiramidal : ada/ tidak ada Nilai BPRS : …………

Terapi : a. ……….. b. ……….

Pengamatan minggu 6 : tanggal ………. Efek samping ekstrapiramidal : ada/ tidak ada Nilai BPRS : …………

Terapi : a. ……….. b. ……….

Pengamatan minggu 8 : tanggal ………. Efek samping ekstrapiramidal : ada/ tidak ada Nilai BPRS : …………

Terapi : a. ……….. b. ……….


(5)

LAMPIRAN 7

Gambaran Nilai BPRS Dan Dosis Risperidon Dari Sampel Penelitian.

Minggu 0 Minggu 1 Minggu 2 Minggu 4 Minggu 6 Minggu 8 Sub

yek Nilai BPRS Dosis Risperidn Nilai BPRS Dosis Risperidn Nilai BPRS Dosis Risperidn Nilai BPRS Dosis Risperidn Nilai BPRS Dosis Risperidn Nilai BPRS Dosis Risperidn

1 40 2 mg 34 3 mg 25 4 mg 19 4 mg 18 4 mg 18 4 mg

2 41 2 mg 34 3 mg 30 4 mg 22 5 mg 20 5 mg 19 5 mg

3 40 2 mg 36 3 mg 29 4 mg 24 5 mg 20 6 mg 19 6 mg

4 38 2 mg 31 3 mg 25 4 mg 18 4 mg 18 4 mg 18 4 mg

5 42 2 mg 36 3 mg 30 4 mg 24 5 mg 20 5 mg 19 5 mg

6 40 2 mg 33 3 mg 30 4 mg 24 5 mg 19 5 mg 18 5 mg

7 39 2 mg 34 3 mg 28 4 mg 23 5 mg 18 5 mg 18 5 mg

8 43 2 mg 37 3 mg 30 4 mg 25 5 mg 21 5 mg 20 5 mg

9 40 2 mg 36 3 mg 30 4 mg 19 4 mg 18 4 mg 18 4 mg

10 44 2 mg 39 3 mg 32 4 mg 21 4 mg 20 4 mg 18 4 mg

11 41 2 mg 35 3 mg 27 4 mg 23 5 mg 19 5 mg 18 5 mg

12 42 2 mg 37 3 mg 30 4 mg 25 5 mg 19 5 mg 18 5 mg

13 39 2 mg 30 3 mg 22 4 mg 18 4 mg 18 4 mg 18 4 mg

14 40 2 mg 31 3 mg 25 4 mg 19 4 mg 18 4 mg 18 4 mg

15 44 2 mg 38 3 mg 30 4 mg 27 5 mg 20 5 mg 18 5 mg

16 40 2 mg 33 3 mg 24 4 mg 19 4 mg 18 4 mg 18 4 mg

17 44 2 mg 37 3 mg 29 4 mg 25 5 mg 23 6 mg 21 6 mg

18 43 2 mg 37 3 mg 28 4 mg 21 4 mg 18 4 mg 18 4 mg

19 39 2 mg 32 3 mg 23 4 mg 18 4 mg 18 4 mg 18 4 mg

20 40 2 mg 34 3 mg 29 4 mg 24 5 mg 19 5 mg 18 5 mg

21 41 2 mg 30 3 mg 24 4 mg 19 4 mg 18 4 mg 18 4 mg

22 41 2 mg 30 3 mg 23 4 mg 18 4 mg 18 4 mg 18 4 mg

23 38 2 mg 28 3 mg 18 3 mg 18 3 mg 18 3 mg 18 3 mg

24 38 2 mg 28 3 mg 23 4 mg 18 4 mg 18 4 mg 18 4 mg

25 40 2 mg 33 3 mg 24 4 mg 19 4 mg 18 4 mg 18 4 mg

26 43 2 mg 38 3 mg 32 4 mg 21 4 mg 19 4 mg 19 4 mg

27 41 2 mg 34 3 mg 29 4 mg 23 5 mg 19 5 mg 18 5 mg

28 43 2 mg 37 3 mg 32 4 mg 28 5 mg 24 6 mg 20 6 mg

29 41 2 mg 35 3 mg 29 4 mg 25 5 mg 19 5 mg 18 5 mg


(6)