Tujuan dan Manfaat Analisis Kritis

dinasti, pada masa Dinasti Han masa pemerintahan Han Bu Tee Han Wu Di, 104 SM, penanggalan Dinasti He Lek Imlek Long Lek mulai dipakai kembali sampai sekarang. Han Bu Tee sangat menghormati Nabi Khongcu, karena itulah penanggalan dihitung sejak kelahiran Nabi Khongcu, yaitu tahun 551 SM. Persembahyangan pada hari Twan Yang disertai dengan sembahyang Yue eling dan takwa kepada Thian Yang Maha Esa, yang dilakukan oleh umat Khonghucu mengartikan bahwa manusia diingatkan untuk selalu ingat pada kekuasaan Tuhan, yang tidak boleh dilupakan dan tidak bisa dipungkiri. Dengan takwa kepada-Nya, manusia memohon agar selalu diberi kekuatan dalam cobaan dan diberi keselamatan dalam menjalani hidup ini. Persembahyangan Twan Yang Go Gwe Ce Go dilakukan pada tengah hari. Bersamaan dengan hari raya Twan Yang, setelah tragedi Khut Gwan, masyarakat Cina sekarang lebih mengenal hari itu sebagai hari raya Peh Chun, dan pada malam hari sebelumnya, komunitas Cina Benteng melakukan upacara pemandian Perahu Keramat, tepatnya sekitar pukul 00:00 WIB.

D. Tujuan dan Manfaat

Tradisi pemandian Perahu Keramat bertujuan untuk memberi penghormatan kepada perahu yang dianggap keramat itu. Karena mereka percaya bahwa jika perahu tersebut dirawat, maka masyarakat tersebut akan diberikan keselamatan dan terhindar dari mara bahaya. Sedangkan manfaatnya, mereka akan mendapatkan berkah. Selain itu, dilihat dari segi sosialnya, pelaksanaan upacara tersebut dapat mempererat hubungan sosial, karena di tempat itu mereka berkumpul, bertemu antar sesama komunitas Cina itu sendiri, juga dengan komunitas masyarakat lokal, serta untuk melestarikan tradisi Cina yang sudah ada.

E. Analisis Kritis

Masyarakat Cina merupakan bagian komunitas masyarakat terbesar di dunia, tetapi di Indonesia masyarakat Cina merupakan bagian komunitas yang minoritas dari heterogenitas masyarakat Indonesia. Hal yang menarik dari komunitas Cina adalah kebudayaanya yang estetis dan Maha Karya, dan begitu juga dengan agama komunitas Cina. Inilah bukti bahwa komunitas Cina adalah sebuah komunitas yang kaya akan budaya bernilai tinggi. Sejatinya, bahwa tradisi suatu masyarakat adalah sebuah cermin dari pola konstruksi sosial itu sendiri atau hasil cipta, karsa, dan karya manusia. Keunikan dari tradisi masyarakat Cina terlihat pada sebuah komunitas Cina Benteng di Tangerang yaitu, tradisi perayaan Pek Cun Duan Wu Jie, Ceng Beng Qing Ming , hari raya Imlek Chun Jie, Festifal lentera atau Cap Go Meh Yuan Xiao Jie, dan sebagainya. Terkait Cina Benteng Tangerang, tentu mempunyai sejarah tersendiri, penjelasan mengenai bagaimana sejarah Cina Benteng Tangerang penulis sudah jelaskan di atas. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menganalisa bahwa apakah ada pengaruh tradisi lokal dalam tata cara ibadah agama Cina, dalam teori dasar antropologi, bahwa sebuah tradisi budaya masyarakat merupakan pola hidup untuk berinteraksi dengan komunitasnya. Tradisi merupakan simbolisme sebuah komunitas masyarakat. Dalam hal ini masyarakat Cina mempunyai tradisi budaya tersendiri seperti, halnya Bangsa Inggris, Indonesia, Arab, India, dan Afrika masing-masing mempunyai tradisi budaya dan cara masing-masing, sehingga jika dalam sebuah komunitas masyarakat terdapat tradisi budaya yang berbeda. Dalam teori dasar antropologi disebutkan bahwa, akulturasi budaya atau integrasi akan terjadi, karena adanya interaksi antara dua kebudayaan yang berbeda di suatu tempat tertentu. Jika kita lihat bahwa dalam kajian skripsi ini tentu disini terjadi adanya akulturasi atau integrasi antara kebudayaan Cina dengan kebudayaan masyarakat Indonesia itu sendiri . Sejarah komunitas masyarakat Cina yang datang atau bermigrasi ke Indonesia untuk mencari peruntungan, merubah nasib dan ingin bertahan hidup di negeri orang, bukan ingin mempengaruhi masyarakat lokal Indonesia, 61 tentu dengan membawa tradisi budaya dan agama Nenek Moyang mereka yaitu konfuisianisme Khonghucu, inilah kemudian yang menjadi sebuah pangkal persoalan dan Penulis mengangkat persoalan ini, sebuah pertanyaan sederhana adalah apakah ada pengaruhnya tradisi masyarakat lokal dalam tata cara ibadah agama Cina. Dikatakan bahwa dalam tradisi Cina tidak mengenal keramat sesuatu yang dikeramatkan. 62 Komunitas Cina Benteng mengenal keramat tidak lain karena adanya pengaruh dari tradisi budaya masyarakat Indonesia pada umumnya, tetapi dalam tataran komunitas masyarakat Cina Benteng Tangerang tentu sangat dipengaruhi oleh tradisi budaya masyarakat setempat Tangerang. Hal ini terlihat pada prosesi upacara pemandian perahu keramat mpe Peh Chun, Pengkeramatan ini merupakan bagian dari tradisi budaya masyarakat lokal yang merupakan bagian dari tradisi budaya masyarakat lokal, yang kemudian mengalami proses akulturasi dengan tradisi budaya masyarakat Cina Benteng pada khususnya. 61 Wawancara dengan informan kunci, Oey Tjin Eng, pada Tanggal 20 Juli 2008. 62 Wawancara dengan informan kunci, Oey Tjin Eng, pada Tanggal 20 Juli 2008. Indikasi pengaruh tradisi lokal dalam tata cara ibadah agama Cina dapat disimpulkan bahwa, pengaruh budaya masyarakat lokal dalam tata cara ibadah agama Cina memang ada. Hal ini disebabkan adanya interaksi sosial dua kebudayaan sehingga memungkinkan terjadinya proses akulturasi antara dua tradisi kebudayaan. Dijelaskan juga bahwa dalam akulturasi budaya Cina dengan budaya lokal terjadi pada prosesi upacara pernikahan masyarakat Cina Chiou Thaou. Hal ini terlihat jelas dengan adanya perpaduan dua kebudayaan, yaitu pada busana dan aksesories pengantin yang menggunakan pakaian kebesaran Panglima Tiongkok pada pengantin pria dan pemakaian aksesories kembang goyang, 63 pada pengantin wanita. Serta dalam upacara pernikahannya terlihat juga unsur akulturasi pada tabur beras kuning. Padahal sebenarnya, tabur beras kuning ini biasanya dilakukan oleh masyarakat sunda. Walaupun demikian komunitas masyarakat Cina tetap tidak menghilangkan estetika budaya mereka yang sesungguhnya. Hal ini untuk menjaga dan melestarikan budaya nenek moyang dan leluhur mereka masyarakat Cina. 63 Salah satu aksesoris pengantin wanita pada perayaan Chou Thaou menggunakan kembang goyang. Hal ini menunjukkan adanya proses akulturasi antara masyarakat Cina Benteng dengan masyarakat lokal dalam hal ini dengan masyarakat Betawi

BAB V PENUTUP