Perjalanan Panjang Menuju Cina Benteng S (1)

UNIVERSITAS INDONESIA PERJALANAN BERLIKU MENJADI CINA BENTENG (SEBUAH STUDI SOSIOLOGIS TENTANG IDENTITAS DAN ETNISITAS DI DESA SITUGADUNG, TANGERANG)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial

MUHAMMAD REZA ZAINI 0906561194 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM SOSIOLOGI DEPOK DESEMBER 2013

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri dan semua sumber baik yang dikutip

maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi ini diajukan oleh

Nama

: Muhammad Reza Zaini

NPM

Program Studi

: S-1 Reguler Sosiologi

Judul Skripsi : Perjalanan Berliku Menjadi Cina Benteng: Sebuah Studi Sosiologis Tentang Identitas dan Etnisitas di Desa Situgadung

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial pada Program Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Ditetapkan di : Depok Tanggal

: 16 Desember 2013

KATA PENGANTAR

A thousand-li journey is started by taking the first step. –Pepatah Cina Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa, setelah melalui proses yang sangat

panjang, skripsi ini akhirnya dapat terselesaikan juga. Memikirkan kembali pepatah kuno Cina di atas, peneliti berpikir bahwa pesan moril yang tersirat ada benarnya juga. Studi ini diawali oleh rasa ingin tahu peneliti terhadap keanekaragaman etnis Cina di Indonesia yang masih jarang dikaji. Sebab, berbagai literatur selama ini, baik yang bersifat ilmiah maupun populer memiliki kecenderungan untuk menggambarkan etnis Cina di Indonesia secara homogen. Terlebih studi mengenai etnis Cina di Indonesia kebanyakan hanya melihat dari sisi politik dan ekonomi dalam lingkup makro. Hal inilah yang mendorong peneliti untuk mengkaji komunitas Cina Benteng di Tangerang, guna memberikan kontribusi baru akan studi etnis Cina di Indonesia.

Meski tujuan awal difokuskan pada studi mengenai etnis Cina di Indonesia, namun penelitian ini pada akhirnya berkontribusi pada sebuah pemahaman baru mengenai teori identitas etnis. Pemahaman baru ini dapat menjelaskan fenomena perubahan identitas etnis yang sebelumnya sulit untuk dijelaskan. Teori hasil penelitian ini dinilai signifikan untuk diterapkan dalam konteks masyarakat kontemporer Indonesia, dimana batas antar-identitas etnis telah semakin melebur. Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih perlu diperdalam lagi. Oleh karena itu, kritikan dan masukan akan sangat berguna bagi penelitian ini. Terakhir, peneliti berharap semoga penelitian ini dapat memberikan pemahaman baru, baik dalam ranah teoritis maupun praktis, terutama dalam konteks relasi antara etnis Cina dan pribumi di Indonesia.

Depok, 16 Desember 2013 Muhammad Reza Zaini

UCAPAN TERIMA KASIH

Peneliti sepenuhnya menyadari bahwa proses menyusun penelitian ini tidak dapat diselesaikan hanya dengan usaha peneliti sendiri saja. Banyak pihak yang terlibat dalam penyelesaian karya ini. Izinkanlah peneliti menyebutkan dan mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya secara satu per-satu kepada mereka.

(1) Dosen-dosen Sosiologi yang saya hormati, terutama pembimbing saya sekaligus rekan diskusi, Pak Iqbal Djajadi. Peneliti merasa beruntung dapat menikmati diskusi-diskusi dengannya. Begitupun juga kepada dosen penguji, Mbak Lugina Setyawati, atas saran serta masukannya yang sangat berarti, sehingga skripsi ini menjadi sebuah karya ilmiah yang kredibel. Kepada Mbak Indera Ratna Pattinasarany selaku Ketua Program Studi S-1 Sosiologi, dan Mas Yosef Hilarius, selaku Sekretaris Program Studi S-1 Sosiologi, terima kasih atas asistensinya selama ini dan masukannya yang berarti. Tanpanya, skripsi ini tidak akan mencapai hasil yang sempurna. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh staff Program Studi S-1 Sosiologi bimbingan teknis mereka dalam proses administrasi;

(2) Seluruh keluarga peneliti atas segala dukungannya. Bapak, ibu, adik-adik, hingga keluarga besar. Keluarga peneliti telah menyediakan segalanya untuk keperluan penelitian ini, mulai dari fasilitas, bantuan teknis, hingga dukungan moral. Toh berkat jasa keluarga, peneliti dapat bertemu dengan gatekeeper perdana, serta memiliki akses yang mudah untuk mengumpulkan data dari pihak pemerintahan. Skripsi ini merupakan dedikasi peneliti atas bantuan mereka selama ini;

(3) Teman-teman Sosiologi 2009 yang sedemikian banyaknya sehingga tidak dapat disebutkan satu-per-satu. Toh hampir semua anak Sosiologi 2009 berkontribusi secara berarti bagi skripsi ini. Mereka memiliki andil luar biasa dengan memberikan ide dan masukannya. Bahkan beberapa diantaranya rela membaca draft saya dan mengoreksinya. Terima kasih atas empat tahun ini, terima kasih (3) Teman-teman Sosiologi 2009 yang sedemikian banyaknya sehingga tidak dapat disebutkan satu-per-satu. Toh hampir semua anak Sosiologi 2009 berkontribusi secara berarti bagi skripsi ini. Mereka memiliki andil luar biasa dengan memberikan ide dan masukannya. Bahkan beberapa diantaranya rela membaca draft saya dan mengoreksinya. Terima kasih atas empat tahun ini, terima kasih

(4) Senior dan junior Sosisologi UI atas berbagai sumbangsih dan ide yang telah diberikan. Secara khusus, penulis ingin berterima kasih kepada teman-teman kost dan sahabat diskusi, Andira Muhammad, Arif Rahman, Bagus N.P., Buditama Nugraha Mirza, Fariz Naufal Jatmiko, Fuad, Gandhi Mahaputra, Laurentius Leonard Halimkesuma, Prasetia Rinaldo, dan Reza Aulia yang juga bersedia mengoreksi kebenaran data, serta memberikan literatur yang luar biasa relevan dan semangat kepada penulis;

(5) Khalayak umum yang telah banyak membantu, Bapak Oey Tjin Eng (Perkumpulan Keagamaan dan Sosial Vihara Boen Tek Bio), yang di sela-sela kesibukannya rela menyediakan waktu untuk berbagi informasi dengan peneliti, Ibu Christine Bachrum (FIB UI) dan jajaran pengurus Museum Benteng Heritage, atas kesediaannya untuk menunjukkan sumber-sumber data yang penting. Data yang telah dihimpun ini tak lepas pula dari peranan orgnasisasi kegamaan lokal, izinkanlah peneliti mengucapkan terima kasih kepada seluruh jajaran pengurus Vihara Boen Hay Bio, Boen Tek Bio, dan Sobhita serta Persekutuan Gereja Pantekosta Serpong. Tak lupa seluruh warga dan aparatur pemerintahan Desa Sampora dan Situgadung, terima kasih atas sambutannya selama enam bulan berturut-turut;

I would also like to express my gratefulness to my friends and colleagues from all over the world for their generous help and inspiration. Sim Jui-Liang for his remarks on my data findings and methodology, Ting Su-Hie for sharing her

wonderful journal on ethnic Chinese identity in Malaysia, Masanori Kaneko for his remarkable assistance by helping me to share this research in Japan, Mamma Sawaneh for sharing his experiences and ideas, Geoffrey Smart, Indira Aernyi, Leo Loveday, Takayuki Yamada and Tim Desmond for their academic wonderful journal on ethnic Chinese identity in Malaysia, Masanori Kaneko for his remarkable assistance by helping me to share this research in Japan, Mamma Sawaneh for sharing his experiences and ideas, Geoffrey Smart, Indira Aernyi, Leo Loveday, Takayuki Yamada and Tim Desmond for their academic

Akhir kata, saya mendapatkan pelajaran paling berarti dari skripsi ini: 失 败 是成功之母 . 只要功夫深, 铁 杵磨成 针.

Failure is mother of success. If you work hard enough at it, you can grind even an iron rod down to a needle.

“Kegagalan adalah induk dari keberhasilan. Jika Anda bekerja keras, Anda bahkan dapat melakukan sesuatu yang dianggap mustah il”. Oleh karena itu, untuk semuanya, khususnya teman-teman, teruslah berusaha dengan sepenuh kemampuan. Jangan takut gagal, sebab kita tidak tahu, bahwa mungkin di balik suatu kegagalan akan ada suatu kemenangan.

Depok, 16 Desember 2013 Muhammad Reza Zaini

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama

: Muhammad Reza Zaini

NPM

Program Studi

: S-1 Reguler

: Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Jenis Karya

: Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif ( Non-exclusive Royalty Free Right ) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

“Perjalanan Berliku Menjadi Cina Benteng: Sebuah Studi Sosiologis Tentang Identitas dan Etnisitas di Desa Situgadung”

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif

berhak menyimpan, mengalihmediakan/formatkan/mengelola dalam bentuk pangkalan data ( database ), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian Pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di

: Depok

Pada Tanggal

: 16 Desember 2013

ABSTRAK

Nama : Muhammad Reza Zaini Program Studi: Sosiologi Judul

: Perjalanan Panjang Menjadi Cina Benteng: Sebuah Studi Sosiologis Tentang Identitas dan Etnisitas di Desa Situgadung, Tangerang

Selama ini banyak yang beranggapan bahwa Cina Benteng adalah Cina Peranakan yang menetap di daerah Tangerang. Namun beberapa anggotanya di Desa Situgadung awalnya menolak hal itu, dan mengidentifikasi diri mereka sebagai Orang Keturunan . Melalui proses panjang, mereka akhirnya mengaku, bahkan bangga sebagai Cina Benteng sejak akhir tahun 1980’an. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, penelitian ini memberikan pemahaman baru tentang konsep identitas etnis dan pembedaan antara keduanya. Identitas adalah sebuah proses mengidentifikasi kolektivitas yang menjadi acuan, dimana individu berperan penting untuk menentukan kolektivitas mana yang merupakan alter ego -nya. Sementara etnisitas merupakan salah satu bentuk kolektivitas, dimana kelompoklah yang menetapkan keanggotaan seorang individu.

Kata kunci: Cina, Cina Benteng, Identitas, Etnisitas.

ABSTRACT

Name : Muhammad Reza Zaini Study Program: Sociology Title

: The Long Road to Cina Benteng: A Sociological Study on Ethnicity and Identity in Situgadung Village, Tangerang.

It is generally assumed that Cina Benteng is a community of Peranakan Chinese living around Tangerang. However, one its communities in Situgadung Village rejected that notion, in which they refer themselves as Orang Keturunan . Eventually, they identified themselves as Cina Benteng in the 1980s. This research gives a new understanding on ethnic identity, and the differentiation between identity and ethnicity. Identity is defined as a process, where each individual plays a significant role to identify a collectivity in which he/she feels belonged to. While ethnicity is one of the manifestations of collectivities, in which the society determine an individual’s

collectivity. Keywords: Chinese People, Cina Benteng, Identity, Ethnicity.

7.1.2. Definisi Identitas dan Etnisitas……………………………………....141

7.2. Kegunaan Pembedaan Identitas dan Etnisitas……………………………..154

7.2.1. Relasi Identitas dan Etnisitas………………………………………...155

8. KESIMPULAN………………………………………………………………....157

8.1. Penjelasan dan Faktor- Faktor Perubahan Cina Benteng…………..............157

8.2. Kesimpulan Temuan Data dan Analisis………….…..................................163

DAFTAR REFERENSI…………………………………………………………...169

DAFTAR LAMPIRAN ALAT BANTU ANALISIS

Dokumentasi Peristiwa Gedoran Genealogi Nama Marga Orang Keturunan Tahun 1875 Jurnal Lapangan Konsep Khas Informan Penjelasan Perbedaan Hakka, Hokkien, dan Teochiu Peta Peristiwa Lengkong Tabel Kronologi Transliterasi Hanyu Pinyin yang Digunakan dalam Penelitian Beserta Maknanya

TRANSKRIP WAWANCARA MENDALAM

Transkrip Informan A Transkrip Informan IN Transkrip Informan SSB Transkrip Informan TEH

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara dengan kompleksitas kebudayaan yang tinggi. Salah satunya dapat terlihat berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010, yang mencatat

jumlah kelompok etnis di Indonesia sebanyak 1.128 suku 1 . Dalam kajian mengenai kelompok sosial, terdapat sebuah pernyataan bahwa di dalam sebuah kelompok

sosial, akan terdapat kelompok-kelompok sosial yang lebih kecil (Mills, 1969:2). Sebagai sebuah kelompok sosial, kelompok etnis juga terdiri atas berbagai kelompok sosial yang lebih kecil. Dalam konteks Indonesia, suatu kelompok etnis memiliki berbagai sub-kelompok yang identitasnya dapat berbeda berdasarkan berbagai aspek fisik ataupun kebudayaan. Berbagai faktor, mulai dari yang bersifat sosial hingga ke yang bersifat fisik dapat menciptakan sub-kelompok di dalam suatu kelompok etnis. Terlebih, keanekaragaman kultural masyarakat Indonesia tergolong tinggi.

Dari berbagai kelompok etnis yang diakui, etnis Cina 2 merupakan salah satu kelompok etnis terbesar dan paling beragam di Indonesia. Publikasi data Badan Pusat

Statistik Indonesia berjudul “Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama, dan Bahasa Sehari- Hari Penduduk Indonesia” yang didasarkan Sensus Penduduk 2010 menunjukkan bahwa populasi etnis Cina berjumlah 2.832.510 jiwa, atau 1,2% dari

populasi Indonesia. 3 Jumlah tersebut membuat etnis Cina menempati peringkat ke-18

1 http://sp2010.bps.go.id/files/ebook/kewarganegaraan%20penduduk%20indonesia/index.html. Diakses pada Selasa, 10 September 2013, pukul 22.14 WIB. 2 Dala keseluruha pe elitia i i, pe eliti e ggu aka istilah Ci a keti a g Tio ghoa , eski keduanya merupakan istilah baku dalam Bahasa Indonesia. Alasan dan latar belakang akan

pe ggu aa istilah Ci a dijelaska se ara terperi i dala Ba Metodologi pada su -bab II.3. 3 http://sp2010.bps.go.id/files/ebook/kewarganegaraan%20penduduk%20indonesia/index.html. Diakses pada Selasa, 10 September 2013, pukul 22.14 WIB.

Universitas Indonesia Universitas Indonesia

Diantara kebhinekaannya, terdapat sebuah penggolongan yang paling umum bagi kelompok etnis Cina di Indonesia. Penggolongan yang dipaparkan oleh Suryadinata (1997:9) membagi etnis Cina di Indonesia menjadi dua kelompok, berdasarkan tingkat asimilasi dengan kebudayaan pribumi. Kelompok yang dimaksud adalah Peranakan dan Totok. Secara umum Peranakan mengacu pada kelompok Cina yang telah banyak mengadopsi kebudayaan lokal dan sudah tidak terikat kuat dengan kebudayaan Cina. Sementara Totok mengacu pada kelompok Cina yang masih memegang teguh banyak aspek kebudayaan Cina. Definisi akan kebudayaan yang dimaksud dalam hal ini mencakup berbagai macam aspek yang luas, seperti adat- istiadat, bahasa, serta berbagai pola interaksi sosial.

Dalam kategori Cina Peranakan, terdapat sebuah komunitas yang dikenal sebagai Cina Benteng. Komunitas ini memiliki ciri khas yang membedakannya dengan kelompok Cina lain di Indonesia. Secara umum, komunitas Cina Benteng

adalah komunitas warga Cina Peranakan yang hidup di Tangerang 4 . Meski tidak semuanya tergolong ke dalam status sosial ekonomi yang rendah, mereka kerap

diasosiasikan dengan tingkat status sosial ekonomi tersebut (Santosa, 2012:19). Oleh

4 Untuk lebih memahami apa yang dimaksud dengan Cina Benteng secara lebih terperinci, lihat sub- bab I.2. Permasalahan dalam Bab 1 dan sub-bab II.2.1. Cina Benteng pada tinjauan pustaka dalam Bab

2.

Universitas Indonesia

karena itulah, komunitas Cina Benteng memiliki perbedaan yang mencolok jika dibandingkan dengan Cina secara umum. Selain latar belakang pertanian dan domisili pedesaan, anggota komunitas Cina Benteng memiliki ciri-ciri fisik dan kebudayaan yang khas pula. Mereka tidak memiliki kemampuan untuk berbahasa leluhur serta tidak tahu tentang makna akan ritual tradisional Cina. Lebih lanjut, penampilan fisik mereka yang biasa ditemui di lapangan adalah berkulit gelap dan bermata tidak sipit. Maka Cina Benteng sering dianggap sebagai bagian Cina Peranakan yang memiliki tingkat asimilasi tinggi dengan pribumi (Santosa, 2012:18-19), meski peneliti tidak menjadikan penilaian tersebut sebagai dasar pemikiran di saat penelitian lapangan. Terlepas dari fakta tersebut, komunitas Cina Peranakan dengan ciri-ciri serupa juga ditemui di wilayah Indonesia lainnya, seperti di Kepulauan Riau, Bagan Siapi-Api, Pulau Belitung, dan lain-lain. Hanya saja Cina Benteng memiliki konteks sejarah tersendiri. Sebab Cina Benteng memiliki akar sejarah Cina Peranakan yang menetap di sekitar daerah Benteng, Tangerang. Sehingga, disebutlah mereka sebagai Cina Benteng. Lebih jauh, anggapan yang terdapat secara umum menganngap Cina asli Tangerang adalah Cina Benteng, dan Cina Benteng adalah penduduk Cina yang telah menetap di Tangerang selama beberapa generasi. Cina Benteng telah dianggap sebagai representasi komunitas Cina di wilayah Tangerang.

Terlepas dari beragam definisi mengenai kelompok etnis secara umum, (Suparlan, 2005:18-

19) memaparkan: “ Patokan objektif yang digunakan oleh para antropolog dan sosiolog untuk menunjukkan dua perbedaan sukubangsa adalah (1)

Pengakuan masing-masing anggota dua sukubangsa mengenai identitas atau jatidiri sukubangsa mereka. (2) Bahasa mereka. (3) Kebudayaan dan perwujudan ungkapan-

ungkapannya yang mereka akui sebagai milik mereka 5 ” . Maka, identitas etnis berfungsi sebagai acuan bagi jatidiri yang digunakan dalam interaksi sosial diantara

anggota-anggota kelompok etnis yang berbeda. Dengan kata lain, kelompok etnis, khususnya Cina dalam penelitian ini, diperlukan individu dalam kehidupan sosialnya sebagai acuan identitas dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagai contoh dalam

5 Pemaparan verbatim dari tulisan Parsudi Suparlan (2005).

Universitas Indonesia Universitas Indonesia

Berdasarkan pernyataan bahwa di dalam suatu kelompok sosial terdapat kelompok-kelompok yang lebih kecil, fenomena Cina Benteng sebagai sebuah kelompok kesukuan merupakan salah satu contoh berdasarkan pernyataan yang telah dipaparkan. Dapat dikatakan bahwa komunitas Cina Benteng merupakan sub- kelompok dari entitas kesukuan yang lebih besar. Namun, komunitas Cina Benteng sebagai sebuah kelompok sosial juga memiliki kompleksitas yang sama rumitnya dengan etnis Cina di Indonesia secara umum. Fakta lapangan menunjukkan bahwa banyak istilah-istilah sejenis yang memiliki hubungan dengan Cina Benteng, entah yang didefinisikan secara objektif, maupun yang secara subjektif. Setidaknya, fakta tersebut terjadi pada Desa Situgadung, Kecamatan Pagedangan, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten, dan beberapa desa di sekitarnya, terutama Desa Sampora, Kecamatan Cisauk, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten.

1.2. Permasalahan

Seperti yang sebelumnya sudah disinggung, Cina Benteng adalah komunitas Cina Peranakan yang secara historis menetap di daerah Tangerang dan sekitarnya, antara lain Sewan, Kedaung Wetan, Selapajang, Kampung Melayu, Tanjung Burung, Tanjung Pasir, Lemo, Curug, Legok, Tiga Raksa, Baur, Sepatan, Kebon Baru, Cengklong, Blimbing, dan Kosambi. Selain itu, Cina Benteng juga dapat ditemui di beberapa kawasan yang secara administratif termasuk ke DKI Jakarta, seperti Dadap, Cengkareng, Rawa Lele, dan Rawa Bokor (Witanto, 2005:12-14). Namun dalam kenyataanya, komunitas Cina Benteng di Tangerang bukan merupakan sebuah

Universitas Indonesia Universitas Indonesia

Di Desa Situgadung yang terletak di Kecamatan Pagedangan, terdapat sebuah komunitas Cina Benteng yang telah menetap secara turun-temurun di desa tersebut. Secara historis, anggota komunitas tersebut mengidentifikasi diri mereka sebagai

Cina Benteng 6 . Pengakuan ini turut didukung baik secara kebudayaan, garis keturunan, geografis, dan bahasa. Namun, mereka selanjutnya mengidentifikasi diri

mereka sebagai Cina Benteng, tapi mereka menyebut diri mereka sebagai “Orang Keturunan”, suatu istilah yang mendekatkan mereka dengan pribumi 7 . Istilah ini

kemudian menjadi umum digunakan diantara penduduk Cina di Desa Situgadung, sehingga menjadi identik.

Namun, melalui proses panjang yang disebabkan oleh berbagai perubahan politik dan sosial, mereka memilih untuk mengidentifikasi diri, dan bahkan bangga sebagai Cina Benteng, suatu istilah yang mendekatkan mereka pada kebudayaan Cina

Peranakan 8 . Hal ini merupakan sebuah fenomena yang menarik, mengingat fenomena semacam ini jarang terjadi. Lebih jauh, pada awalnya Orang Keturunan lebih mudah

untuk menjadi pribumi, dan pada akhirnya setelah adanya berbagai perubahan sosial terseut, mereka malah dapat mengidentifikasi diri sebagai Cina Benteng.

Oleh karena itu, hal yang menjadi permasalahan sosiologis di sini adalah, realita macam apa yang terjadi di Desa Situgadung? Sebab, identitas etnis hanya melihat bahwa apa yang disebut sebagai Cina Benteng, adalah penduduk Cina yang menetap di sekitar Tangerang. Namun, ada sekelompok masyarakat –yang

6 Berhubung peneliti tidak merunut sejarah perubahan identifikasi hingga dalam jangka waktu sejarah yang lama, maka peneliti tidak dapat memberikan tahun/era pastinya. Namun satu hal yang pasti,

mereka secara historis mengaku sebagai Cina Benteng, barulah setelah terisolasi dengan komunitas Cina Benteng lainnya, mereka mengidentifikasi diri mereka sebagai Orang Keturunan.

7 Penilaian ini adalah hasil subjektivitas informan lokal. 8 Penilaian ini adalah hasil subjektivitas informan lokal.

Universitas Indonesia Universitas Indonesia

1.2.1. Pertanyaan Penelitian

Untuk mendalami permasalahan penelitian yang diajukan, maka pertanyaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagimanakah konsep identitas etnis dalam menjelaskan proses identifikasi atas keanggotaan kolektivitas etnis pada komunitas Orang Keturunan di Desa Situgadung? (Pertanyaan Teoritis)

2. Bagaimanakah proses yang dilalui oleh komunitas Cina Benteng di Desa Situgadung untuk dapat mengidentifikasi diri mereka mulai dari Orang Keturunan hingga Cina Benteng? (Pertanyaan Empirik)

1.2.2. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui mengapa dan bagaimana sebuah komunitas yang pada awalnya merupakan bagian dari identitas Cina Benteng, menolak disebut sebagai Cina Benteng dan memiliki istilah ternsendiri untuk menyebut diri mereka, namun pada akhirnya, mereka dapat mengidentifikasi diri sebagai Cina Benteng setelah melalui proses panjang pada beberapa generasi setelahnya?

Universitas Indonesia

2. Mengetahui implikasi teoritis dari temuan penelitian ini terhadap konsep identitas etnis yang umum digunakan.

3. Mengetahui proses yang dilalui oleh anggota komunitas Orang Keturunan untuk bertransformasi menjadi Cina Benteng.

1.3. Signifikansi Penelitian

1.3.1. Akademis

Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman baru dalam studi mengenai identitas etnis. Dalam cakupan penelitian ini, setidaknya dua implikasi akademis yang dapat diberikan berkisar pada definisi akan identitas etnis serta klasifikasi etnis Cina di Indonesia. Signifikansi akademis utama penelitian ini adalah pemberian definisi tambahan pada konsep identitas etnis yang selama ini digunakan dalam komunitas akademis. Temuan penelitian ini diharapkan dapat membedakan dua konsep penting dalam kajian etnisitas, yakni identitas dan etnisitas. Oleh karena itu, studi ini secara akademis diharapkan dapat memberikan definisi baru akan konsep identitas dan etnisitas yang selama ini belum dibahas secara mendalam. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sebuah teori identitas etnis yang didasarkan atas fenomena yang diteliti. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menyempurnakan definisi akan identitas etnis, yang sebenarnya merupakan sebuah konsep yang lebih kompleks dari yang didefinisikan selama ini.

Signifikansi sekunder penelitian ini diharapkan dapat memperdalam pemahaman mengenai klasifikasi etnis Cina di Indonesia selama ini yang dilakukan oleh Suryadinata, yakni Peranakan dan Totok. Selama ini klasifikasi Cina di Indonesia berdasarkan Suryadinata hanya memberikan dikotomi diantara keduanya. Namun, identitas Cina di Indonesia lebih rumit dari sekedar klasifikasi Peranakan- Totok. Terdapat banyak identitas Cina lain di luar Peranakan dan Totok. Bahkan, konsep Pernakan dan Totok tidak selalu dianggap ada oleh kelompok Cina tertentu. Setidaknya dalam konteks wilayah penelitian ini, komunitas Orang Keturunan yang dianggap bukan merupakan bagian dari identitas Cina harus melewati berbagai

Universitas Indonesia Universitas Indonesia

1.3.2. Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman akan dinamika identitas etnis dalam masyarakat luas. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada publik mengenai kehidupan etnis Cina di Indonesia. Signifikansi praktis ini terutama didapatkan berdasarkan temuan historis di lapangan. Secara praktis, penelitian ini setidaknya dapat memberikan sumbangan tambahan kepada pemahaman publik dalam dua hal. Pertama, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman baru mengenai sejarah awal pemukim Cina. Sebab, dalam hal ini pemukim Cina memiliki andil dalam membentuk sejarah kebudayaan Banten, khususnya pada wilayah Tangerang. Kedua, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar pemahaman bahwa etnis Cina bukanlah sebuah entitas yang bersifat homogen. Selama ini terdapat sebuah pandangan umum dalam masyarakat luas bahwa etnis Cina di Indonesia cenderung memiliki kesamaan yang khas dalam beberapa hal. Generalisasi tersebut dapat terlihat berdasarkan anggapan bahwa etnis Cina berdomisili di perkotaan dan berasal dari kelas ekonomi yang cenderung tinggi. Sehubungan dengan anggapan secama itu, etnis Cina di Indonesia merupakan sebuah kelompok sosial yang memiliki keanekaragaman yang rumit. Temuan penelitian ini setidaknya menunjukkan bahwa identitas Cina merupakan sesuatu yang bersifat beraneka ragam, bahkan di dalam lingkup beberapa desa yang saling berbatasan saja.

Universitas Indonesia

1.4. Sistematika Penulisan

 BAB 1: Berisi penjabaran mengenai latar belakang penelitian, permasalahan, pertanyaan penelitian yang diajukan, serta signifikansi penelitian.

 BAB 2: Berisi tentang studi literatur mengenai perubahan identitas etnis. Selain itu, bagian ini juga akan memberikan kerangka konseptual. Konsep yang akan dijabarkan dalam bagian ini menyangkut definisi Cina Benteng dan identitas etnis.

 BAB 3: Berisi uraian metodologi yang diguanakan dalam penelitian ini. Penjabaran metodologi akan mencakup jenis penelitian, serta teknik pengumpulan

data. Dasar pemilihan informan juga akan dipaparkan sebagai salah satu bagian teknik pengumpulan data.

 BAB 4: Memberikan pemaparan mengenai latar sejarah lokasi penelitian. Pemaparan ini ditujukan untuk menjabarkan fakta sehubungan dengan sejarah

Cina yang sudah mengakar pada Tangerang secara umum, dan Desa Situgadung secara khusus. Latar sejarah Orang Keturunan sebagai salah satu bagian sejarah Cina di Tangerang, juga akan dibahas dalam bab ini.

 BAB 5: Memberikan deskripsi mendalam mengenai proses berubahan Orang Keturunan menuju Cina Benteng berdasarkan pengalaman informan. Bagian ini

juga akan menjelaskan mengenai masing-masing identitas etnis yang dilalui informan sebelum ia mengaku sebagai Cina Benteng.

 BAB 6: Memberikan analisis substantif dan teoritis yang menjelaskan dua aspek perubahan identitas menuju Cina Benteng, termasuk penjabaran skema perubahan

Orang Keturunan hingga pada akhirnya menjadi Cina Benteng. Bila Bab 5 hanya sekedar memberikan deskripsi proses perubahan identitas, maka bagian ini akan menjelaskan latar belakang proses tersebut secara lebih makro.

Universitas Indonesia

 BAB 7: Memberikan teori yang dapat diabstraksikan dari keseluruhan analisis. Secara umum, penjabaran teori akan dibagi menjadi dua sub-bab, yakni definisi teori yang peneliti temukan, dan kegunaan teori dalam fenomena yang diteliti.

 BAB 8: Bagian akhir dari sistematika penelitian ini yang memberikan kesimpulan akan keseluruhan analisis dan deskripsi yang telah dijabarkan.

Universitas Indonesia

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEPTUAL

Pada dasarnya, studi yang khusus membahas mengenai identitas Cina Benteng masih sedikit. Komunitas Cina Benteng selama ini masih cenderung jarang diteliti dalam konteks penelitian sosial. Bahkan, Suryadinata, yang literaturnya banyak digunakan dalam penelitian ini untuk memberikan gambaran akan etnis Cina di Indonesia, belum pernah membahas mengenai komunitas Cina Benteng. Maka dalam tinjauan pusataka ini, peneliti mengambil beberapa penelitian sejenis pada topik tersebut. Studi sejenis yang dimaksud dilakukan dalam konteks komunitas Cina di Sarawak, Malaysia. Namun, peneliti hanya mengambil intisari kesimpulan akhir tinjauan pustaka tersebut sebagai dasar penelitian dalam konteks Desa Situgadung. Bagian ini akan dibagi menjadi dua pembahasan, bagian pertama adalah studi literatur akan penelitian sebelumnya. Sementara bagian kedua adalah penjabaran dan penjelasan konsep yang digunakan dalam penelitian ini.

Tinjauan pusataka ini membahas mengenai indentitas dan relasinya dengan etnisitas. Setelahnya, kerangka konsep akan menjelaskan dua konsep utama yang dijadikan dasar peneltian ini, yakni Cina Benteng dan identitas etnis. Studi selama ini selalu menggambarkan baik Cina Benteng maupun identitas etnis sebagai sebuah entitas yang pasti ada, tak peduli apakah anggotanya mau mengidentifikasi dirinya sebagai Cina Benteng atau tidak. Hal ini dapat terlihat berdasarkan definisi objektif mengenai Cina Benteng, serta definisi akan identitas etnis. Pada dasarnya, studi ini hendak memberikan gambaran baru akan identitas etnis. Beberapa kajian literatur akan dijadikan dasar, namun beberapa hal akan menjadi bahan yang peneliti gunakan untuk diperbaiki dalam penelitian ini. Penelitian ini merupakan penelitian yang berusaha membangun konstruksi konsep berdasarkan temuan lapangan. Oleh karena itu, penelitian ini tidak akan banyak manjabarkan studi literatur dan terpaku padanya.

Universitas Indonesia

2.1. Tinjauan Pustaka

Studi literatur yang digunakan difokuskan pada penelitian mengenai identifikasi identintitas Cina perantauan. Studi yang dipakai dalam penelitian ini berusaha menjawab mengapa sebuah komunitas dapat mengidentifikasi diri mereka sebagai Cina Benteng, meski pada awalnya mereka tidak mengidentifikasi diri mereka sebagai Cina Benteng. Oleh karena itu, studi ini menggunakan tinjauan pusataka dari jurnal ilmiah yang ditulis Kanchan Chandra (2006) serta Ting Su Hie dan Ling Teck Yee (2011) untuk memberikan gambaran akan identitas etnis sebagai sebuah fenomena sosial yang tidak konstan. Jurnal Chandra akan memberikan gambaran akan konsep identitas etnis sebagai konsep tunggal, sebuah penjelasan yang dalam konteks tertentu akan dibantah dalam hasil penelitian ini. Penelitian ini akan memberikan penjelasan alternatif akan identitas etnis yang diberikan oleh Chandra. Setelah mengetahui dasar konsep identitas etnis, tinjauan pustaka dilanjutkan denghan pembahasan mengenai aspek relasi sosial atas identitas etnis. Studi Ting dan Ling (2011) difokuskan pada sebuah fakta bahwa pengakuan identitas etnis tidak selalu diikuti oleh penggunaan atribut kebudayaan etnis yang sejalan pula. Penemuan Ting dan Ling akan dijadikan dasar akan kerangka berpikir penelitian ini. Dari kedua tinjauan pustaka yang digunakan, peneliti tidak menggunakannya sebagai alat verivikasi terhadap fenomena di lapangan. Namun, peneliti menggunakan studi literatur sebagai alat bantu analisis sekunder bagi fenomena lapangan yang diteliti. Sehingga dalam konteks ini, peneliti hanya ingin membandingkan temuan studi literatur dengan fenomena di lapangan. Posisi cara pandang yang peneliti gunakan dapat disimpulkan pada bagan yang akan digambarkan ini.

Universitas Indonesia

Gambar 2.1. Alur Tinjauan Pustaka

Chandra Identitas etnis sebagai sebuah konsep tunggal dan objektif.

Ting dan Ling Pengakuan identitas etnis tidak sejalan dengan penggunaan atribut kebudayaan etnis.

Alat Bantu Analisis yang Didapatkan: “Identitas” dan “Etnis” adalah dua konsep yang berbeda, dimana hal tersebut memiliki andil dalam perbedaan

pengakuan identitas etnis serta penggunaan atribut kebudayaan etnis.

2.1.1. Kanchan Chandra (2006)

Tinjauan pustaka pertama yang digunakan dalam penelitian ini adalah jurnal karya Kanchan Chandra dari Departemen Ilmu Politik, Universitas New York dengan judul “ What is Ethnic Identity and Does It Matter? ” Berdasarkan studi literatur ini,

penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran baru akan identitas etnis. Meski Chandra menggunakan identitas etnis sebagai konsep sampingan dalam membahas mengenai demokrasi dan politik identitas etnis di Amerika Serikat, namun ia memberikan definisi akan identitas etnis sebagai sebuah konsep tunggal. Dalam jurnalnya, Chandra menekankan bahwa selama ini terdapat kecenderungan konvergensi antara konsep “Identitas” dan “Etnisitas”. Horowitz (1985:35) dalam

Chandra (2006) mengatakan bahwa konsep tersebut merupakan sebuah konsep payung dapat membedakan setiap kelompok dari warna kulit, bahasa, ataupun agama; konsep ini mencakup “suku”, “ras”, “kebangsaan”, dan “kasta”. Dalam hal ini

Chandra berargumen bahwa mayoritas studi sejenis mendefinisikan identitas etnis dalam kerangka definsi Horowitz. Pada akhirnya, Chandra memberikan definisi identitas etnis yang menekankan bahwa syarat identitas etnis adalah kesamaan dan

Universitas Indonesia Universitas Indonesia

for membership is determined by attributes associated with, or believed to be associated with, descent”. 9 Dengan kata lain, Chandra menekankan bahwa identitas

etnis merupakan konsep yang objektif. Chandra juga berargumen bahwa selama ini, konsep identitas etnis merupakan sebuah konsep tunggal, yang bersifat askriptif (dituruntemurunkan), dan didasarkan atas kesamaan yang dimiliki secara objektif. Studi ini hendak menunjukkan bahwa identitas etnis merupakan dua konsep yang berbeda, yang lebih rumit bila dibandingkan dengan penjelasan yang telah diberikan. Setidaknya, identitas etnis bukanlah sebuah konsep yang begitu objektifnya.

2.1.2. Ting Su Hie dan Ling Teck Yee (2011)

Untuk tinjauan pustaka penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian yang dilakukan oleh Ting Su Hie dan Ling Teck Yee dari Universitas Malaysia Sarawak

dengan judul “ Ethnic Identity of Young Malaysian Adolescents in Sarawak ”. Penelitian ini dipublikasikan oleh Malaysian Journal of Youth Studies dan disponsori oleh Institut Penyelidikan Pembangunan Belia Malaysia. Jurnal yang ditulis oleh Ting dan Ling membahas megenai identifikasi identitas etnis Cina perantauan. Namun Ting dan Ling meneliti hal tersebut dalam konteks masyarakat Malaysia, tepatnya di Negara Bagian Sarawak. Pada dasarnya penelitian ini berusaha mengetahui dampak penggunaan bahasa dan adat-istiadat Cina terhadap identifikasi etnis para responden sebagai etnis Cina di Malaysia. Dalam kuesionernya, Ting dan Ling memberikan empat konstruksi realita untuk mengukur tingkat identifikasi etnis responden. Keempat konstruksi tersebut antara lain: Praktek Kebudayaan Etnik ( Ethnic behaviour ), Idetifikasi Etnis ( Ethnic identity achievement ), Orientasi terhadap Kelompok Lain ( Other group orientation ), dan Tindakan Afeksi ( Affective behaviour ).

9 Pemaparan verbatim dari tulisan Chandra (2006).

Universitas Indonesia

Hasil penelitian menunjukkan hal yang menarik. Ting dan Ling mendapatkan bahwa identifikasi diri responden ( Ethnic identity achievement ) cenderung tinggi, namun studi mendapatkan bahwa praktek kebudayaan etnik ( Ethnic behaviour ) yang dilakukan responden justru tidak setinggi identifikasi diri. Praktek kebudayaan etnik yang dimkasud dalam penelitian Ting dan Ling mencakup kemampuan bahasa, serta praktek adat-istiadat tradisional Cina. Studi literatur dari jurnal ini khusus dilakukan pada analisis identifikasi diri dan praktek kebudayaan etnik. Ting dan Ling menyebutkan bahwa dalam konteks Cina, praktek kebudayaan adalah bentuk atas identifikasi diri sebagai etnis Cina. Dimana praktek kebudayaan yang dimaksud dalam hal ini adalah kemampuan berbahasa leluhur dan pelaksanaan adat-istiadat dan kebudayaan Cina sebagai bagian dari gaya hidup. Tingkat praktek kebudayaan yang tinggi dianggap akan membuat individu keturunan Cina untuk mengidentifikasi dirinya sebagai etnis Cina. Namun pada kenyataannya, dalam konteks pelajar di Sarawak, identitas diri sebagai etnis Cina tidak dibarengi dengan penggunaan atribut kebudayaan Cina secara intensif. Dalam penelitiannya, Ting dan Ling juga mengutip Joshua A. Fishman 1977, mengenai perspektif fenomenologi. Dalam hal identitas etnis, perspektif ini mengungkapkan bahwa aspek apapun dapat menjadi simbol etnis, tidak hanya terbatas pada bahasa dan adat-istiadat. Studi yang dilakukan oleh Ting dan Ling, memberikan landasan analisis bagi fenomena Orang Keturunan pada Desa Situgadung. Namun sehubungan peneliti tidak menggunakan studi literatur sebagai alat verivikasi, maka tinjauan pustaka ini sekedar digunakan untuk menggambarkan bahwa identitas Cina itu bersifat kontekstual. Selain itu, tinjauan pustaka ini juga digunakan sebatas pembanding dengan konteks Desa Situgadung saja. Ketika Ting dan Ling menemukan bahwa penentuan identitas Cina dipengaruhi oleh fenomena ekonomi, maka dalam konteks Desa Situgadung, hal tersebut merupakan hasil percampuran fenomena perubahan ekonomi dan politik.

2.2. Konsep

Pembahasan penelitian ini berkisar pada dua konsep kunci, yakni Cina Benteng dan Identitas Etnis. Konsep Cina Benteng yang akan didefinisikan

Universitas Indonesia Universitas Indonesia

Seperti halnya dengan Cina Benteng, identitas etnis dalam kasus Orang Keturunan di Desa Situgadung merupakan fenomena yang unik. Dalam konteks Orang Keturunan di Desa Situgadung, terdapat definisi yang bersifat tumpang tindih dalam identitas etnis. Dalam fenomena di Desa Situgadung, di satu sisi identitas etnis merupakan sesuatu yang didefinisikan secara objektif. Namun di sisi lain, identitas etnis merupakan sesuatu yang didefinisikan secara subjektif.

2.2.1. Cina Benteng

Berikut akan dipaparkan definisi, identitas kebudayaan, serta asal-usul Cina Benteng. Bagian definisi akan menggunakan literatur dari Santosa (2012), identitas kebudayaan Cina Benteng menggunakan studi literatur dari Witanto (2005), dan asal- usul Cina Benteng akan menggunakan literatur dari Setiono (2003). Penggunaan tiga sumber untuk tiga topik mengenai Cina Benteng dikarenakan tidak adanya sumber tunggal yang bersifat komprehensif dalam membahas Cina Benteng. Bagian terakhir dari penjelasan konsep ini akan memberikan kesimpulan mengenai konsep dari Cina Benteng ini.

Berikut adalah definisi Cina Benteng yang diambil dari Iwan Santosa dalam buku Peranakan Cina di Nusantara . Beberapa bab dalam buku karya Santosa khusus membahas mengenai komunitas Cina Benteng di Tangerang. Tulisannya mengenai Cina Benteng merupakan hasil pengumpulan data dan penelitian lapangan yang

Universitas Indonesia

dilakukan oleh Santosa. Santosa (2012: 24), secara umum mendefinsikan Cina Benteng, sebagai kelompok Cina Peranakan yang hidup di sekitar Tangerang dan daerah-daerah sekitarnya, terutama di sebagian DKI Jakarta bahkan Bogor. Hal yang menjadikan menarik dalam kelompok ini adalah bahwa mereka dianggap sebagai kelompok Cina yang paling jauh dengan kebudayaan Cina di Indonesia. Santosa (2012:17) beralasan demikian karena umunya anggota komunitas Cina Benteng berkulit gelap, tinggal di pedesaan, dengan mayoritas bekerja pada sektor pertanian. Namun, anggota komunitas Cina Benteng masih mempraktekkan kebudayaan leluhur Cina. Secara tidak langsung, Santosa mengatakan bahwa Cina Benteng secara ekonomi dan fisik lebih mirip pada stereotip pribumi, sementara secara kebudayaan masih dekat pada Cina Peranakan. Secara ekonomi, warga Cina Benteng jauh dari stereotip etnis Cina yang mapan dengan kelas sosial tinggi (Santosa, 2012:23). Selain itu, anggota komunitas Cina Benteng masih memegang teguh tradisi leluhur Cina mereka. Bedanya, mereka tidak mengtahui makna kebudayaan leluhur Cina yang mereka praktekkan. Menurut Iwan Meulia Pirous dalam Santosa, hal ini dikarenakan tradisi Cina Benteng diturunkan melalui tindakan dari praktek sosial sehari-hari. Nenek moyang Cina Benteng yang banyak mengawini perempuan pribumi menjadi alasan akan sosialisasi nilai kebudayaan semacam ini. Karena tingkat akulturasi yang tinggi dengan pribumi, anggota komunitas Cina Benteng sudah tidak memahami makna akan ritual tradisional Cina (Santosa, 2012:22). Bahasa sehari-hari yang digunakan bukan dialek Hokkien atau sejenisnya, namun umumnya Betawi “iyak” bercampur dialek Sunda pesisir.

Sehubungan dengan asal namanya, anggota komunitas ini disebut demikian karena nenek moyang mereka yang bermukim di sekitar sebuah benteng Belanda di Tangerang. Benteng yang dimaksud dikenal sebagai Benteng Makassar, yang dibangun oleh Verenigde Oost Indische Compagnie (VOC). Benteng ini berada di sebelah Timur Sungai Cisadane, dan dibangun pada abad ke-17 untuk melidungi Batavia (Santosa, 2012:17- 18). Uniknya, mereka selalu disebut sebagai “Cina Benteng” bukan “Tionghoa Benteng”, atau “China Benteng” dengan tambahan huruf

Universitas Indonesia

H. Istilah “China Benteng” menurut Santosa terdengar merendahkan bagi anggota komunitas Cina Benteng. Menurut Santosa, komunitas Cina Benteng adalah keturunan pendatang Cina dengan latar belakang suku Hokkien di abad ke-15 (Ada pula yang menyebutkan gelombang kedatangan mereka berlanjut hingga abad ke-18). Satu hal yang pasti, nenek moyang Cina Benteng datang dari berbagai gelombang mulai abad ke-15 hingga abad ke-18. Eddy Prabowo Witanto dalam Santosa mengatakan bahwa Cina Benteng juga mencakup daerah sekitar Tangerang seperti Cikupa dan Tanjung Kait di pesisir Tangerang. Mona Lohanda dari Arsip Nasional Republik Indonesia dalam Santosa (2012:26), memaparkan bahwa Cina Benteng di masa kini tidak selalu menetap di daerah pedesaan. Lohanda yang juga merupakan anggota komunitas Cina Benteng menjelaskan bahwa Cina Benteng yang kini tinggal di daerah perkotaan Tangerang menyebut anggota komunitas Cina Benteng yang

masih tinggal di desa sebagai “orang udik”. Warga Cina Benteng yang menetap di desa memiliki istilah tersendiri bagi penduduk daerah perkotaan, yakni “orang gedongan”.

Bagian mengenai identitas kebudayaan Cina Benteng kini diambil dari buku “ Akulturasi Budaya Cina Benteng ” tulisan Eddy Prabowo Witanto. Witanto (2005) menjelaskan identitas kultural Cina Benteng sebagai “teladan asimilasi”. Sebab, Cina Benteng dijelaskan sebagai kelompok Cina Peranakan yang memiliki tingkat akulturasi paling baik dengan pribumi. Salah satunya adalah dengan fenomena kawin campur dengan pribumi. Maka, dalam konteks tertentu, beberapa anggota komunitas Cina Benteng juga merupakan hasil kawin campur Cina dan pribumi (Witanto, 2005:3). Secara umum ciri fisik masih menjukkan fisik Cina, hanya saja rata-rata memiliki kulit yang lebih gelap. Perkawinan campur secara besar-besaran laki-laki Cina dengan perempuan pribumi tidak terjadi, sebab saat itu sudah ada perempuan Cina yang ikut mengungsi akibat Batavia Massacre .

Nenek moyang komunitas Cina Benteng merupakan pendatang Cina yang memiliki latar belakang suku Hokkien. Nenek moyang Cina Hokkien mereka kebanyakan datang dari daerah Zhangzhou (Ciang-ciu), Xiamen (E-mui), dan

Universitas Indonesia

Quanzhou (Coan-ciu) di Provinsi Fujian (Witanto, 2005:11). Keturunan mereka dalam konteks tertentu telah mengalami akulturasi kebudayaan dengan pribumi, sehingga anggota komunitas Cina Benteng menggunakan banyak kebudayaan pribumi dalam adat-istiadat mereka. Bentukpaling nyata adalah pakaian kebaya yang digunakan sebagai pakaian tradisional bagi komunitas Cina Benteng. Selain itu, kesenian Wayang Cokek dan Gambang Kromong yang mengadopsi kebudayaan pribumi merupakan bentuk kesenian khas Cina Benteng hasil percampuran kebudayaan lainnya (Witanto, 2005:84-87). Di sisi lain, komunitas Cina Benteng tetap mempertahankan praktek kebudayaan dan adat-istiadat Cina yang bersifat sacral. Diantaranya adalah Barongsai, Peh Chun (Perayaan 100 hari setelah tahun baru Cina), Sin Tjia (Perayaan tahun baru Cina), Festival Perahu Naga, Upacara Mai Siong (Upacara jenazah, dalam rangkaian posesinya terdapat upacara pemberangkatan jenazah yang disebut Sang Cong, upacara peringatan satu tahun atau Siau Siang, serta upacara peringatan tiga tahun atau Tai Siang). Maka, meski mereka telah memiliki ciri fisik yang berbeda dengan etnis Cina secara umum, Cina Benteng tetap merupakan bagian dari kelompok Cina Peranakan yang beragam di Indonesia.

Sejarah munculnya komunitas Cina Benteng dan penamaannya diawali dengan peristiwa Pembantaian Batavia ( Batavia Massacre ). Sejarah mengenai Pembantaian Batavia ( Batavia Massacre ) berikut ini dikutip berdasarkan tulisan Benny G. Setiono dalam buku Cina dalam Pusaran Politik . Kaum Cina Benteng adalah keturunan etnis Cina Batavia yang melarikan diri akibat pembantaian etnis Cina tersebut pada 1740. Peristiwa yang dimaksud dikenal dengan istilah Batavia Massacre . Sejarah peristiwa Batavia Massacre dimulai pada awal abad ke-18. Saat itu laju kedatangan orang-orang Cina di Batavia berkembang dengan pesat, meningkat menjadi lebih dari 10.000 orang. Hingga 1740, terdapat 2.500 penduduk Cina di dalam tembok kota Batavia, sedangkan jumlah penduduk Cina di sekitar tembok kota Batavia berjumlah 15.000 jiwa. Maka total penduduk Cina Batavia pada 1740 kurang lebih berjumlah 17.500 jiwa, atau 17% dari keseluruhan jumlah penduduk di daerah tersebut (Setiono, 2003:107-108). Pertambahan penduduk Cina

Universitas Indonesia

membuat cemas penduduk Eropa di Batavia dan di pemerintah kolonial di Belanda. Sebab, dikhawatirkan keberadaan mereka dapat mengganggu ketertiban dan ketenangan orang Belanda di Batavia (Setiono, 2003:109). Fenomena tersebut membuat Gubernur Jenderal Adriaan Valckenier (1695-1751) pada tanggal 25 Juli 1740 memerintahkan semua penduduk Cina yang dicurigai oleh pemerintah harus ditangkap dan diperiksa. Apabila mereka tidak mempunyai penghasilan atau menganggur, mereka akan dibuang ke Ceylon (Sri Lanka) sebagai kuli, atau dikembalikan ke Cina. Namun pada prakteknya, bukan hanya penduduk Cina yang menganggur saja yang ditangkap. Para pedagang, yang merupakan mata pencaharian matoritas penduduk Cina saat itu, dan orang baik-baik lainnya ditangkap dengan kekerasan. Perlakuan pemerintahan kolonial menimbulkan keresahan pada penduduk Cina, sehingga mereka berkumpul dan membentuk berbagai kelompok yang mempersenjatai diri untuk membela diri. Tanggal 7 Oktober 1740, sekelompok orang Cina melawan pasukan VOC yang berusaha menangkap mereka. Penduduk Cina tersebut berhasil merebut posisi VOC dan membunuh 50 serdadunya. Pemerintah kolonial melakukan pembalasan dengan mengerahakan seluruh kekuatan militer di Batavia, sehingga pembantaian terhadap penduduk Cina di Batavia, atau yang dikenal sebagai Batavia Massacre dimulai.