Diagnosis Struktur antigenik KESIMPULAN DAN SARAN

94 dari seluruh penderita baru didunia. Indonesia menempati urutan prevalensi ketiga setelah India, dan Brazil. 2,3,11

2.3 Etiologi

Kuman penyebab penyakit kusta adalah Mycobacterium leprae yang ditemukan oleh G. H Armauer Hansen, seorang sarjana dari Norwegia pada tahun 1873. 1-3 Secara morfologi kuman ini berbentuk pleomorf lurus dengan kedua ujung bulat dengan ukuran panjang 1-8 mikron dan lebar 0,2 - 0,5 mikron, bersifat tahan asam, berbentuk batang dan gram positif, biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel terutama jaringan yang bersuhu dingin seperti kulit, mukosa hidung, saraf tepi terutama sel Schwann dan tidak dapat dikultur dalam media buatan. 1

2.4 Diagnosis

Untuk menetapkan diagnosis penyakit kusta perlu dicari tanda-tanda utama atau cardinal sign, yaitu: a. Lesi kelainan kulit yang mati rasa. Kelainan kulitlesi yang dapat berbentuk bercak keputihan hypopigmentasi atau kemerahan erithematous yang mati rasa anaesthesia. b. Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf. Gangguan fungsi saraf tepi ini biasanya akibat dari peradangan kronis pada saraf tepi neuritis perifer. Adapun gangguan-gangguan fungsi saraf tepi berupa: - Gangguan fungsi sensoris : mati rasa. - Gangguan fungsi motoris : kelemahan otot parese atau kelumpuhan paralise. - Gangguan fungsi otonom : kulit kering. c. Ditemukannya M.leprae pada pemeriksaan bakteriologis. 1,2,3,11

2.5 Klasifikasi

Setelah seseorang didiagnosis menderita kusta, maka untuk tahap selanjutnya harus ditetapkan tipe atau klasifikasinya. Penyakit kusta dapat diklasifikasikan berdasarkan manifestasi klinis jumlah lesi, jumlah saraf yang terganggu, hasil pemeriksaan bakteriologis, pemeriksaan histopatologi dan pemeriksaan imunologi. Tujuan pembagian klasifikasi berguna untuk: 2,10,12 a. Menentukan rejimen pengobatan, prognosis dari penderita dan komplikasi yang mungkin terjadi. b. Perencanaan operasional, seperti menemukan pasien-pasien yang menular dan memiliki nilai epidemiologi yang tinggi sebagai target utama pengobatan. c. Identifikasi pasien yang kemungkinan besar akan menderita cacat. Terdapat banyak jenis klasifikasi penyakit kusta diantaranya adalah klasifikasi Madrid, klasifikasi Ridley-Jopling, klasifikasi India dan klasifikasi menurut WHO. 1,2,3,11,13

2.5.1 Klasifikasi Internasional: klasifikasi Madrid 1953

Pada klasifikasi ini penyakit kusta dibagi atas Indeterminate I, Tuberculoid T, Borderline-Dimorphous B, Lepromatous L. Klasifikasi ini merupakan klasifikasi paling sederhana berdasarkan manifestasi klinis, pemeriksaan bakteriologis, dan pemeriksaan histopatologi, sesuai rekomendasi dari International Leprosy Association di Madrid tahun 1953. 1,2,3,14

2.5.2 Klasifikasi Ridley-Jopling 1966

Pada klasifikasi ini penyakit kusta adalah suatu spektrum klinis mulai dari daya kekebalan tubuh yang rendah pada suatu sisi sampai mereka yang memiliki kekebalan yang tinggi terhadap M. leprae di sisi yang lainnya. Kekebalan seluler cell mediated imunity = CMI seseorang yang akan menentukan apakah dia akan menderita kusta apabila individu tersebut mendapat infeksi M.leprae dan tipe kusta yang akan dideritanya pada spektrum penyakit kusta. Sistem klasifikasi ini banyak digunakan pada penelitian penyakit kusta, karena bisa menjelaskan hubungan antara interaksi kuman dengan respon imunologi seseorang, terutama respon imun seluler spesifik. Kelima tipe kusta menurut Ridley-Jopling adalah tipe Lepromatous LL, tipe Borderline Lepromatous BL, tipe Mid-Borderline BB, tipe Borderline Tuberculoid BT, dan tipe Tuberculoid T. 15,16 1,2,3,17

2.5.3 Klasfikasi menurut WHO

Pada tahun 1982, WHO mengembangkan klasifikasi untuk memudahkan pengobatan dilapangan. Dalam klasifikasi ini seluruh penderita kusta hanya dibagi menjadi 2 tipe yaitu tipe pausibasiler PB dan tipe multibasiler MB. Sampai saat ini Departemen Kesehatan Indonesia menerapkan klasifikasi menurut WHO sebagai pedoman pengobatan penderita kusta. Dasar dari klasifikasi ini berdasarkan manifestasi klinis dan hasil pemeriksaan bakteriologis. Tabel 1. Pedoman utama dalam menetukan klasifikasitipe penyakit kusta menurut WHO 1982. 2 Tanda utama Pausibasiler PB Multibasiler MB Bercak kusta. Jumlah 1 sampai dengan 5 Jumlah lebih dari 5 Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi gangguan fungsi bisa berupa kurangmati rasa atau kelemahan otot yang dipersarafi oleh saraf yang bersangkutan. Biasanya 1 saraf yang terlibat Jumlah saraf yang terlibat lebih dari 1 Pemeriksaan bakteriologis. Tidak dijumpai basil tahan asam BTA negatif Dijumpai basil tahan asam BTA positif Tabel 2. Tanda lain yang dapat dipertimbangkan dalam penentuan klasifikasi menurut WHO 1982 pada penderita kusta. 2 Kelainan kulit dan hasil pemeriksaan Pausibasiler PB Multibasiler MB

1. Bercak makula mati rasa

a. Ukuran Kecil dan besar Kecil-kecil b. Distribusi Unilateral atau bilateral asimetris Bilateral simetris c. Konsistensi Kering dan kasar Halus, berkilat d. Batas Tegas Kurang tegas e. Kehilangan rasa pada bercak Selalu ada dan tegas Biasanya tidak jelas, jika ada, terjadi pada yang sudah lanjut f. Kehilangan kemampuan berkeringat, rambut rontok pada bercak Selalu ada dan jelas Biasanya tidak jelas, jika ada, terjadi pada yang sudah lanjut

2. Infiltrat

a. Kulit Tidak ada Ada, kadang-kadang tidak ada b. membran mukosa Tidak pernah ada Ada, kadang-kadang tidak ada c. Ciri-ciri Central healing - Punched out lession - Madarosis - Ginekomasti - Hidung pelana - Suara sengau d. Nodulus Tidak ada Kadang-kadang ada e. Deformitas Terjadi dini Biasanya asimetris

2.6 Struktur antigenik

Mycobacterium leprae M.leprae merupakan kuman yang bersifat obligat intra-seluler dan dapat bertahan terhadap aksi fagositosis oleh karena mempunyai dinding sel yang sangat kuat dan resisten terhadap aksi lisosim. Antigenitas M. leprae didominasi oleh antigen yang mengandung karbohidrat, yang stabil terhadap fisika-kimia. Struktur dari kuman ini mempunyai banyak kesamaan dengan beberapa mikobakterium lainnya sehingga dapat terjadi reaksi silang diantara antigen kuman-kuman mikobakterium. Berdasarkan struktur antigennya, M. leprae memiliki genus-spesific antigen group i, namun tidak mempunyai antigen yang biasa dimiliki kelompok mikobakterium yang cepat tumbuh group ii. Oleh karena basil kusta memiliki antigen yang khas untuk spesiesnya maka kuman ini dimasukkan ke dalam group iv menurut pembagian dari Grange. 1,12 Dengan menggunakan mikroskop elektron, ultra struktur kuman M.leprae menunjukkan bahwa kapsul kuman ini terdiri atas selubung transparan dan dibawahnya terdapat pita-pita dan lembaran tipis. Secara biokimiawi ternyata lapisan-lapisan transparan tersebut terdiri dari bahan glikolipid yang dikenal sebagai Phenolic glicolipid PGL. PGL merupakan antigen spesifik untuk M. leprae dan tidak ditemukan pada mikroba lainnya. Dikenal PGL-1, PGL-2, PGL-3, namun hanya PGL-1 saja yang dianggap penting untuk pemeriksaan serologi. Determinan antigenik PGL-1 terletak pada specific terminal trisaccharide, dimana 3,6-di-o-methyl glucose terminal dianggap bagian yang imuno- 1,12 dominan. Trisaccharide ini telah berhasil disintesis dan dapat berikatan dengan sample carrier protein yang digunakan pada seroepidemiologik pada beberapa penelitian. Antigen PGL-1 ini dapat menstimulasi timbulnya respon humoral berupa pembentukan antibodi, khususnya IgM dan IgG. Antigen ini dapat ditemukan pada semua jaringan yang terinfeksi M. leprae, dan bertahan lama setelah organisme tersebut mati. Antibodi anti PGL-1 dapat ditemukan di dalam serum dan urin penderita kusta tipe lepromatosa, dimana antibodi anti PGL-1 ini titernya meningkat pada penderita multibasiler sehingga dapat dimanfaatkan dalam pemeriksaan serologi kusta sebagai tes diagnostik untuk tipe lepromatosa dini. Akan tetapi sayangnya pada kusta tipe pausibasiler antibodi ini sangat sedikit sehingga sulit terdeteksi pada uji serologi. 6,13 PGL-1 bukan suatu antigen yang menimbulkan kekebalan, karena antibodi yang ditimbulkan tidak efektif untuk membunuh basil kusta, karena untuk membunuh M. leprae didalam makrofag yang diperlukan adalah kerjasama antar sel dalam sistem imunitas seluler. Disamping itu ternyata antigen PGL-1 malah dilaporkan dapat merangsang timbulnya aktivitas supresor. 7,13,14 Dua jenis antigen lain dari golongan karbohidrat juga telah ditemukan yaitu lipoarabinomannan LAM dan peptidoglikan. Akan tetapi kedua antigen ini tidak spesifik terhadap M. leprae. 7,13,14 M. leprae juga memiliki antigen golongan protein yang berasal dari dinding sel kuman yang terletak di lapisan yang lebih dalam hingga bagian inti sel. Komponen protein yang bersifat antigenik ini dibedakan berdasarkan berat molekulnya, maka dikenal protein 12 kD, 18kD, 28 kD, 36 kD, 65 kD, dan lain-lain. Antigen protein ini memiliki berbagai epitop, dimana sebagian diantara epitop ini dianggap spesifik untuk basil kusta. Selain itu antigen ini dapat merangsang limfosit untuk menjadi aktif dan selanjutnya memicu sistem kekebalan seluler. Jenis antigen inilah yang diperlukan untuk membuat vaksin kusta. 16,17 Namun dari jenis antigen protein ini juga dapat merangsang limfosit sitotoksik menyerang sel-sel lain sehingga menyebabkan timbulnya kerusakan jaringan. Antigen protein ini juga diduga sebagai pemicu terjadinya reaksi reversal reaksi kusta tipe 1 akibat matinya kuman M. leprae sehingga terbentuk fragmen-fragmen yang berperan sebagai antigen sehingga memicu reaksi peradangan akut. 7,15,16

2.7 Imunologi

Dokumen yang terkait

Perencanaan Jadwal Pendistribusian Semen dengan Menggunakan Metode Distribution Requirements Planning Pada PT. Semen Padang

5 50 162

Pengukuran Kadar Antibodi Ig M Anti PGL-1 pada Penderita Kusta : Suatu Studi Banding antara Sampel Darah Kapiler Cuping Telinga dengan Kertas Saring dan Sampel Darah Vena Mediana Kubiti dengan dan Tanpa Kertas Saring

6 97 80

Penggunaan Metode Fuzzy Mamdani Untuk Mengukur Kecerdasan Emosi Anak Usia Dini

11 74 96

Perbandingan kadar sitokin interleukin-17 dalam serum antara penderita dengan bukan penderita psoriasis vulgaris

1 37 77

Pengawetan Sampel Air dengan Menggunakan Kertas Saring 0,45nm untuk Pemeriksaan Nitrat dan Nitrit

0 4 10

Perbandingan Stabilitas Kadar Glukosa Darah Dalam Sampel Serum Dengan Plasma Natrium Flourida (Naf).

19 87 26

PERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN SAMPEL BERCAK DARAH KERTAS S&S-903 DAN KERTAS WHATMAN-1 DENGAN SAMPEL DARAH EDTA LANGSUNG - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 65

PERAWATAN DAN PEMISAHAN SAMPEL DARAH

0 1 1

Pengukuran Kadar Antibodi Ig M Anti PGL-1 pada Penderita Kusta : Suatu Studi Banding antara Sampel Darah Kapiler Cuping Telinga dengan Kertas Saring dan Sampel Darah Vena Mediana Kubiti dengan dan Tanpa Kertas Saring

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Kusta (Morbus Hansen, Lepra) - Pengukuran Kadar Antibodi Ig M Anti PGL-1 pada Penderita Kusta : Suatu Studi Banding antara Sampel Darah Kapiler Cuping Telinga dengan Kertas Saring dan Sampel Darah Vena Mediana Kubiti d

0 0 17