penanggungan utang yang tercantum dalam KUHPerdata tersebut bersifat umum, dapat ditemukan adanya pengaturan lebih lanjut yang bersifat khusus yang
dikeluarkan oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan kewenangannya. Salah satu penanggungan utang yang berupa jaminan perusahaan yang
diatur lebih lanjut dengan suatu peraturan perundang-undangan di Indonesia adalah garansi bank bank garansi yang diterbitkan oleh Bank Umum.
Garansi bank tersebut wajib memenuhi ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, yaitu
SK Direksi BI No. 2388KEPDIR dan SEBI No. 237UKU. Garansi bank sebagai salah satu produk bank selain tunduk kepada
ketentuan-ketentuan KUHPerdata mengenai penanggungan utang, juga tunduk kepada peraturan perundang-undangan Bank Indonesia tersebut di atas.
Demikian secara umum beberapa ketentuan hukum jaminan yang berkaitan dengan prinsip-prinsip hukum jaminan, lembaga jaminan dan penanggungan
utang sebagaimana yang tercantum dalam KUHPerdata, Buku Kedua dan Buku Ketiga.
C. Penggolongan Jaminan Kredit Bank dalam Pemberian Kredit Perbankan
Jaminan kredit yang diatur secara khusus dalam praktik dunia perbankan terdiri dari :
24
1. Jaminan perorangan
2. Jaminan kebendaan
24
Badriyah Harun, Op. Cit, hal. 68.
Universitas Sumatera Utara
Penjabaran jaminan tersebut adalah sebagai berikut : 1.
Jaminan Perorangan Jaminan perorangan dalam Pasal 1820 KUHPerdata disebut sebagai
penanggungan utang. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa jaminan perorangan adalah suatu perjanjian dengan mana pihak ketiga, guna kepentingan pihak si
berpiutang kreditur, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan si berutang manakala orang tersebut tidak memenuhinya. Pelaksanaan perjanjian selalu dibuat
oleh pihak ketiga yang menjamin terpenuhnya kewajiban membayar kredit tersebut, baik diketahui maupun tidak diketahui oleh debitur.
Dengan adanya pihak ketiga sebagai penjamin, apabila debitur tidak dapat melaksanakan kewajibannya, maka pihak ketiga inilah yang akan melaksanakan
kewajibannya. Perlindungan hak terhadap pihak ketiga dalam menjalankan kewajibannya. Perlindungan hak terhadap pihak ketiga dalam menjalankan
kewajibannya tidak terlepas dari ketentuan Pasal 1831 yang berbunyi : “Si penanggung pihak ketiga tidaklah wajib membayar kepada si
berpiutang selain jika si berutang lalai, sedangkan benda-benda si berutang ini harus lebih dulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya.”
Dalam praktiknya, bank tetap meminta pihak ketiga untuk melepas hak tersebut. Sehingga apabila debitur wanprestasi, bank dapat segera melakukan
penagihan langsung kepada pihak ketiga. Tujuan pelepasan hak tersebut agar pihak bank lebih mudah mendapatkan hak pembayaran kreditnya. Bank juga
mengantisipasi kendala penarikan pembayaran yang bisa jadi karena harta benda yang dimiliki debitur tidak marketable seperti yang diharapkan.
Universitas Sumatera Utara
2. Jaminan Kebendaan
Mengingat Pasal 8 UU Perbankan, yang berbunyi : a.
Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang
mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan
dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. b.
Bank umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan Bank Indonesia. Keyakinan menurut pasal tersebut sudah merupakan jaminan bagi bank
untuk memberikan kredit kepada nasabah debiturnya. Namun, pada peraturan kredit perbankan, jaminan kebendaan merupakan berupa jaminan tambahan yang
disebut sebagai agunan. Jadi sebenarnya menurut UU Perbankan, jaminan dan agunan merupakan
dua unsur yang berbeda. Jaminan pokok merupakan keyakinan, sedangkan jaminan tambahan adalah sesuatu yang dapat menguatkan keyakinan bank, yaitu
agunan. Mengenai agunan sebagai jaminan tambahan, secara tegas diungkapkan dalam Pasal 1 angka 23, yang berbunyi :
“Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan Nasabah Debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syariah.”
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian jelas bahwa yang dimaksud dengan agunan atau jaminan kebendaan merupakan jaminan tambahan. Jaminan tambahan tersebut
sebagaimana dimuat dalam penjelasan Pasal 8 UU Perbankan diebutkan bahwa agunan dapat hanya berupa barang, proyek, atau hak tagih yang dibiayai dengan
kredit yang bersangkutan. Tanah yang kepemilikannya didasarkan pada hukum adat yaitu tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik, petuk, dan lain-lain yang
sejenis dapat juga digunakan sebagai agunan. Bank tidak wajib meminta agunan barang yang berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai, yang lazim dikenal
dengan agunan tambahan.
D. Hubungan Perjanjian Kredit dengan Jaminan