Rasio Kemandirian Keuangan Daerah.

C. Analisis

Rasio keuangan yang digunakan dalam pembahasan pada bab IV ini adalah rasio kemandirian keuangan daerah, rasio derajat desentralisasi fiskal, rasio indeks kemampuan rutin, rasio keserasian dan pertumbuhan keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen tahun 2002-2006, sehingga dapat diketahui bagai mana kecenderungan yang terjadi. Adapun data yang digunakan adalah data yang berasal dari arsip dokumen pada bagian anggaran kantor Pemerintah Kabupaten Sragen yang berupa data APBD. Dari hasil APBD tersebut nantinya akan diketahui bagaimana kinerja keuangan APBD Kabupaten Sragen. Adapun hasil dari Analisis Rasio APBD tersebut adalah sebagai berikut:

1. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah.

Rumus yang digunakan untuk menghitung rasio kemandirian keuangan daerah adalah: Rasio Kemandirian = Eksteren Pihak dari Pendapatan Sumber Daerah Asli Pendapatan Hasil perhitungan Rasio Kemandirian Keuangan Daerah dapat dilihat dalam tabel IV.2 di bawah ini : TABEL IV.2. Perhitungan Rasio Kemandirian Kabupaten Sragen Tahun Anggaran 2002-2006 No Keterangan 2002 Rp 2003 Rp 2004 Rp 2005 Rp 2006 Rp Sumber Pendapatan dari Pihak Ekstern 1 Bagi Hasil Pajak 11.257.676.299 16.653.069.469 18.101.506.870 20.502.320.752 25.452.932.488 2 Bagi Hasil Bukan Pajak 447.140.884 528.207.429 509.864.000 477.250.807 - 3 Dana Alokasi Umum 238.900.000.000 271.940.000.000 283.621.000.000 306.460.000.000 466.851.000.000 4 Dana Alokasi Khusus - 6.900.000.000 8.110.000.000 - 36.055.000.000 5 Dan a Darurat - - - - - 6 Pinjaman Daerah - - - - - Total Sumber Pendapatan dari Pihak Ekstern 1 250.604.817.183 296.021.276.898 310.342.370.870 327.439.571.559 528.358.932.488 Perkembangan pendapatan dari pihak ekstern - 18,12 4,84 5,51 6,36 Pendapatan Asli Daerah 2 24.347.951.713 42.976.691.754 43.547.105.781 44.622.142.000 52.019.759.755 Perkembangan PAD - 76,51 1,33 2,46 16,57 Rasio Kemandirian 2 : 1 9,72 14,52 14,03 13,62 9,85 Pola Hubungan Instruktif Instruktif Instruktif Instruktif Instruktif 55 Sumber : Data diolah Berdasarkan tabel IV.2. terlihat bahwa PAD dan sumber pendapatan dari pihak ekstern mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Peningkatan dari PAD dikarenakan kenaikan penerimaan bagian laba Badan Usaha Milik Daerah, pajak daerah, retribusi daerah dan juga pendapatan pendukung. PAD lainnya. PAD yang semula ditahun 2002 sebesar Rp. 24.347.951.713,- pada tahun 2003 meningkat menjadi Rp. 42.976.691.754,- atau berkembang sebesar 76,51. Tahun 2004 PAD kembali meningkat menjadi Rp. 43.547.105.781,- atau berkembang sebesar 1,33 dan ditahun 2005 menjadi Rp. 44.622.142.000,- atau sebesar 2,46 dari tahun 2004. Pada tahun 2006 PAD berkembang sebesar 21,40 dari tahun 2005 yaitu sebesar Rp. 52.019.759.755,- sehingga rata-rata pertumbuhan PAD sebesar 24,21. Sumber pendapatan dari pihak ekstern juga mengalami peningkatan yang semula pada tahun 2002 sebesar Rp. 250.604.817.183,- pada tahun 2003 mengalami kenaikan menjadi Rp 296.021.276.898,- atau berkembang sebesar 18,12. Kemudian tahun 2004 terjadi kenaikan kembali menjadi Rp. 310.342.370.870,- atau berkembang sebesar 4,84 dari tahun 2003. Pada tahun 2005 pendapatan dari pihak ekstern sebesar Rp. 327.439.571.559,- atau mengalami perkembangan sebesar 5,51. Di tahun 2006 terjadi kenaikan yang cukup besar yaitu menjadi Rp. 528.358.932.488,- atau berkembang sebesar 6,36. Dari kenaikan diatas menjadi rata-rata pertumbuhan sumber pendapatan dari pihak ekstern sebesar 8,70. Untuk sumber pendapatan dari pihak eksteren meningkat karena terjadi peningkatan pada pos-pos dana perimbangan dari Pemerintah Pusat, seperti : bagi hasil pajak, bagi hasil bukan pajak, DAU dan DAK pada tahun 2003, 2004, dan 2006, disamping itu juga diturunkanya dana perimbangan dari propinsi di tahun 2004, 2005 dan 2006. Rasio Kemandirian Kabupaten Sragen selama tahun anggaran 2002-2006 mengalami kenaikan maupun penurunan, walaupun relatif kecil. Pada tahun 2002 rasio kemandirian mencapai 9,72 dan pada tahun 2003 menjadi 14,52. Selanjutnya pada tahun 2004 mengalami penurunan menjadi 14,01 dan tahun 2005 turun lagi menjadi 13,62. Pada tahun 2006 terjadi penurunan kembali menjadi 9,85, sehingga rata-rata rasio kemandirian sebesar 12,35. Jika dilihat dari tahun ke tahun pola kemandirian keuangan masih dalam pola instruktif dari tahun pertama sampai tahun kelima. Menurut uraian dan penghitungan di atas dapat disimpulkan bahwa rasio kemandirian selama lima tahun pada Kabupaten Sragen memiliki rata-rata tingkat kemandirian masih sangat rendah dan dalam kategori kemampuan keuangan kurang dengan pola hubungan intruktif yaitu peranan Pemerintah Pusat sangat dominan dari pada daerah, ini dapat dilihat dari rasio kemandirian yang dihasilkan masih antara 0 - 25. Rasio kemandirian yang masih rendah mengakibatkan kemampuan keuangan daerah Kabupaten Sragen dalam membiayai pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan masih sangat tergantung pada penerimaan dari Pemerintah Pusat. Rasio kemandirian yang masih rendah dapat disebabkan pada sumber penerimaan daerah dan dasar pengenaan biaya, tampaknya pendapatan asli daerah masih belum dapat diandalkan bagi daerah untuk pelaksanaan otonomi daerah, karena relatif rendahnya basis pajakretribusi yang ada didaerah dan kurangnya pendapatan asli daerah yang dapat digali oleh Pemerintah Daerah. Hal ini dikarenakan sumber- sumber potensi ontuk menambah pendapatan asli daerah masih dikuasai oleh Pemerintah Pusat. Untuk basis pajak yang cukup besar masih dikelola oleh Pemerintah Pusat, yang dalam pemungutanpengenaannya berdasarkan UUperaturan pemerintah dan daerah hanya menjalankan serta akan menerima bagian dalam bentuk dana perimbangan. Dana perimbangan itu sendiri terdiri dari: Bagi Hasil Pajak, Bagi Hasil Bukan PajakSDA, DAU, DAK dan penerimaan lainnya. Untuk mengatasi hal tersebut, Pemerintah Daerah harus mampu mengoptimalkan penerimaan dari potensi pendapatannya yang telah ada. Inisiatif dan kemauan Pemerintah Daerah sangat diperlukan dalam upaya peningkatan PAD. Pemerintah Darah harus mencari alternatif-alternatif yang memungkinkan untuk dapat mengatasi kekurangan pembiayaannya, dan hal ini memerlukan kreatifitas dari aparat pelaksanaan keuangan daerah untuk mencari sumber-sumber bembiayaan baru baik melalui program kerjasama pembiayaan dengan pihak swasta dan juga program peningkatan PAD, misalnya pendirian BUMD sektor potensial.

2. Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal