Latar belakang PROGRAM PENYADARAN KEPATUHAN CUCI TANGAN DAPAT MENINGKAT PENGETAHUAN CUCI TANGAN, MENURUNKAN JUMLAH KOLONI BAKTERI DAN BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA TANGAN CO ASS FKG UNMAS DENPASAR.
yang kurang bersih akibat tidak mengimplementasikan panduan kebersihan tangan secara baik dan benar WHO,2009.
Sejak ditemukan mikroskop oleh Antony van Leeuwenhoek pada tahun 1683 Gupte, 1990, dapat diketahui ternyata kuman ada di mana-mana, di air,
tanah, udara, benda-benda, bahkan di tubuh setiap orang misalnya pada telapak tangan, ujung jari dan di bawah kuku seperti E.coli, Salmonella sp, Shigela sp,
Clostridium perfringens, Giardia lamblia, virus Norwalk dan virus hepatitis A Synder, 1988.
Flora tetap tidak bersifat patogen yang sering dijumpai pada kulit seperti Staphylococcus epidermis, Staphylococcus koagulase, Corynebaterium Trampuz
Widmer, 2004, sedangkan flora tetap yang patogen adalah Staphylococcus aureus Synder, 2001. Keberadaan kuman-kuman yang tidak kasat mata tersebut
seringkali membuat kita tidak sadar akan bahaya berbagai penyakit yang dapat ditimbulkan Rachmawati dan Triyana,2008.
Bakteri patogen penyebab infeksi nosokomial yang paling umum adalah Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Enterobacter
spp, dan Klebsiella pneumonia Tennant dan Harding, 2005 ; Prabhu et al., 2006. Berdasarkan data, penyebab infeksi nosokomial yang paling sering adalah
Escherichia coli dan Staphylococcus aureus Zulkarnain, 2009 ; Bereketet al., 2012.
Peningkatan insiden infeksi human immunodeficiency virus HIV dan virus hepatitis B HBV menyebabkan peningkatan kewaspadaan terhadap infeksi
silang semakin meningkat.Tingkat disiplin pada pengendalian infeksi telah
meningkat selama 10 tahun terakhir. Hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan insidensi AIDS yang lebih beresiko mengenai tenaga medis kedokteran gigi.
Pasien dan tenaga medis di kedokteran gigi beresiko untuk tertular mikro- organisme patogen yang menginfeksi rongga mulut. Penyakit infeksi dapat
menyebar di tempat praktek melalui kontak secara langsung antara manusia dengan manusia, atau secara kontak tidak langsung dari alat, bahan dan tempat
pelayanan dengan manusia Wibowo et al., 2009. Kegiatan pencegahan dan pengedalian infeksi di rumah sakit dan fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya merupakan suatu standar mutu pelayanan dan penting bagi pasien, petugas kesehatan maupun pengunjung rumah sakit.
Pengendalian infeksi harus dilaksanakan oleh semua rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya untuk melindungi pasien, petugas kesehatan dan pengunjung
dari kejadian infeksi. Untuk itu Departemen Kesehatan menetapkan lima rumah sakit sebagai
pusat pelatihan regional pencegahan dan pengendalian infeksi, yaitu RSUP Adam Malik Medan, RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung, RSUP Dr SardjitoYogyakarta,
RSUD Dr Soetomo Surabaya, dan RSUP Sanglah Denpasar Depkes.RI., 2007. Pencegahan dan pengendalian infeksi mutlak harus dilakukan oleh
perawat, dokterdokter gigi termasuk calon dokter gigi dan seluruh orang yang terlibat dalam perawatan pasien.Salah satu cara usaha yang dapat dilakukan untuk
mencegah terjdinya infeksi nosokomial adalah dengan dekontaminasi tangan dimana transmisi penyakit melalui tangan dapat diminimalisasi dengan menjaga
kebersihan tangan dengan cara cuci tangan Depkes.RI., 2007. Cuci tangan
menjadi salah satu langkah yang efektif untuk memutuskan rantai transmisi infeksi, sehingga insidensi nosokomial dapat berkurang.
Salah satu komponen standar kewaspadaan dan usaha menurunkan infeksi nosokomial adalah menggunakan panduan kebersihan tangan hand hygiene yang
benar dan mengimplementasikan secara benar dan efektif WHO, 2002. Kebiasaan cuci tangan tidak timbul begitu saja, tetapi harus dibiasakan sejak
kecil.Anak-anak merupakan agen perubahan untuk memberikan edukasi baik untuk diri sendiri dan lingkungannya sekaligus mengajarkan pola hidup bersih dan
sehat.Anak-anak juga cukup efektif dalam memberikan contoh terhadap orang yang lebih tua khususnya mencuci tangan yang selama ini dianggap remeh
Batanoa, 2008. Peran tangan sebagai sarana transmisi kuman patogen telah disadari sejak
tahun 1840an, dengan cuci tangan diharapkan akan mencegah penyebaran kuman patogen melalui tangan .Sejak itu banyak penelitian yang memastikan bahwa
dokter yang membersihkan tangannya dari kuman sebelum dan sesudah memeriksa pasien dapat mengurangi angka infeksi rumah sakit Teare, 1999.Cuci
tangan merupakan suatu hal yang sederhana yang biasa kita lakukan tapi sangat besar manfaatnya. Aktivitas cuci tangan menyebabkan hilangnya kotoran di
tangan secara mekanis tanah, bahan-bahan organik dan flora yang melekat di tangan sehingga cuci tangan dapat menurunkan jumlah kuman di tangan Girou et
al., 2002. Perilaku cuci tangan pakai sabun merupakan intervensi kesehatan yang
paling murah dan efektif dibandingkan dengan hasil intervensi kesehatan dengan
cara lainnya dalam mengurangi risiko penularan berbagai penyakit Fewtrell et al., 2005. Oleh karena itu kebersihan tangan dengan mencuci tangan perlu
mendapat prioritas yang tinggi, karena cuci tangan dengan sabun sebagai pembersih, penggosokan, dan pembilasan dengan air mengalir akan
menghanyutkan partikel kotoran yang banyak mengandung mikroorganisme Fatonah, 2005.
Tangan adalah salah satu penghantar utama masuknya kuman penyakit ke tubuh manusia, cuci tangan dengan sabun dapat menghambat masuknya kuman
penyakit ke tubuh manusia melalui perantaraan tangan, hampir semua orang mengerti pentingnya cuci tangan pakai sabun namun tidak membiasakan diri
untuk melakukannya dengan benar Depkes.RI., 2010. Kebersihan tangan merupakan salah satu cara yang paling penting untuk mencegah penyebaran
infeksi. Penyedia layanan kesehatan harus berlatih dan membiasakan dengan
kebersihan tangan pada titik-titik kunci sebelum kontak dengan pasien, setelah kontak dengan cairan tubuh atau darah atau permukaan yang terkontaminasi,
sebelum prosedur invasif, dan setelah melepas handscoens, karena mencuci tangan merupakan salah satu unsur pencegahan penularan infeksi CDC, 2012.
Cuci tangan merupakan salah satu cara yang mudah untuk pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial, tetapi pada kenyataannya cuci tangan ini tidak
dilakukan karena banyaknya alasan seperti kurangnya sarana-prasarana, alergi sabun pencuci tangan, sedikitnya pengetahuan mengenai pentingnya cuci tangan,
dan waktu mencuci tangan yang lama Lankford et al., 2003.
Hasil Studi Formatif Perilaku Higienitas yang digelar Water and Sanitation Program menunjukkan, perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun CTPS
belum menjadi praktik yang umum ataupun norma sosial USAID, 2006 dan angka prevalensi nasional berperilaku benar dalam cuci tangan adalah 23,2
Depkes. RI, 2008a. Kebiasaan masyarakat Indonesia dalam mencuci tangan pakai sabun hingga kini masih tergolong rendah, indikasinya dapat terlihat dengan
tingginya prevalensi penyakit diare Depkes. R.I. 2008 dan tercatat rata-rata hanya 12 masyarakat yang melakukan cuci tangan pakai sabun Kemenkes. RI.,
2010. Dari 99,6 mahasiswa kedokteran mengetahui prosedur cuci tangan yang
benar, namum dalam kenyataannya hanya 52,9 dari mereka menganggap itu sebagai tindakan preventif yang paling penting untuk mengontrol infeksi Huang
et al., 2013. Cuci tangan adalah tindakan sederhana, tetapi kurangnya kepatuhan diantara penyedia layanan kesehatan adalah masalah di seluruh dunia WHO,
2009. Penelitian lain yang mengamati tingkat kepatuhan cuci tangan petugas
kesehatan di unit perawatan intensif Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk Jakarta Utara hasilnya menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan cuci tangan paling tinggi
adalah perawat 43, dokter 19 dan tenaga kesehatan lainnya 28 Jamaluddin et al., 2012, sedangkan hasil penelitian perbedaan angka kepatuhan cuci tangan
petugas kesehatan di RSUP Kariadi Semarang hasilnya adalah angka kepatuhan cuci tangan perawat 31,31, residen 21,22 dan Co Ass 21,69 Suryoputri,
2011.
Tingkat kepatuhan cuci tangan dikalangan mahasiswa program pendidikan profesi kedokteran Fakultas Kedokteran Univesitas Udayana Denpasar juga
masih rendah, terbukti dari data RSUP Sanglah Denpasar menunjukkan tingkat kepatuhan cuci tangan periode April
– Juni 2014 adalah 24,32 , periode Juli – September 2014 adalah 44,83 RSUP Sanglah, 2015.
Data-data tersebut diatas menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan cuci tangan masih rendah, masih berada dibawah standar WHO yang mewajibkan
kepatuhan cuci tangan harus lebih dari 50. Kebiasaan cuci tangan wajib dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi FKG termasuk Co Ass
FKG UNMAS, namun sampai saat ini datanya belum dijumpai sehingga perlu dilakukan penelitian.
Analisis penyebab ketidak patuhan akibat kurangnya pengetahuan dan informasi yang ilmiah tentang hand hygiene sehinggaa menjadi penghambat atau
kurangnya motivasi untuk taat dalam melakukan cuci tangan sesuai dengan rekomendasi Pitted, 2001 ; WHO 2002, faktor ketidak mengertian akan tekhnik
hand hygiene atau standar hand hygiene Burke, 2003, kurangnya pengetahuan terhadap standar Lankfordet al.,2003, kurangnya pendidikan cuci tangan WHO,
2005, kurangnya sosialisasi cuci tangan yang baik dan benar Jamaluddin et al., 2012, oleh karenanya diperlukan Program penyadaran Awareness program.
Dengan adanya permasalahan tersebut di atas mendorong peneliti untuk melakukan penelitian tentang program penyadaran Awareness program dengan
judul program penyadaran kepatuhan cuci tangan dapat meningkatkan pengetahuan cuci tangan, dapat menurunkan jumlah koloni bakteri dan jumlah
bakteri Staphylococcus aureus pada tangan Co Ass Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar.