Pengaruh peningkatan harga kedelai terhadap keuntungan dan nilai tambah industri tahu di Desa Leuweung Kolot Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor

PENGARUH PENINGKATAN HARGA KEDELAI TERHADAP
KEUNTUNGAN DAN NILAI TAMBAH INDUSTRI TAHU DI
DESA LEUWEUNG KOLOT KECAMATAN CIBUNGBULANG
KABUPATEN BOGOR

VERANI RESTIA WIJAYA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI DAN PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Peningkatan
Harga Kedelai terhadap Keuntungan dan Nilai Tambah Industri Tahu di Desa
Leuweung Kolot Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014

Verani Restia Wijaya
NIM H34100162

ABSTRAK
VERANI RESTIA WIJAYA. Pengaruh Peningkatan Harga Kedelai terhadap
Keuntungan dan Nilai Tambah Industri Tahu di Desa Leuweung Kolot Kecamatan
Cibungbulang Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh ANNA FARIYANTI.
Kedelai merupakan bahan baku utama dalam usaha olahan kedelai seperti
tahu dan tempe. Kenaikan harga kedelai berdampak pada keberlanjutan usaha tahu
terutama industri tahu dengan modal dan akses terbatas. Penelitian ini bertujuan
menganalisis pengaruh kenaikan harga kedelai terhadap struktur biaya,
keuntungan, dan nilai tambah pada industri tahu di Desa Leuweung Kolot.
Analisis yang digunakan terdiri dari analisis keuntungan, analisis penerimaan dan
R/C rasio, dan analisis nilai tambah menggunakan metode Hayami. Berdasarkan

hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kenaikan harga kedelai
mempengaruhi struktur biaya dan keuntungan industri tahu. Peningkatan pada
keuntungan yang diterima didasarkan pada strategi yang dilakukan oleh industri
tahu dengan meningkatkan harga jual tahu dan memperkecil ukuran tahu.
Begitupun dengan analisis nilai tambah yang menunjukkan bahwa kenaikan harga
kedelai juga mempengaruhi nilai tambah yang dihasilkan oleh industri tahu di
Desa Leuweung Kolot.
Kata kunci: Kedelai, keuntungan, nilai tambah

ABSTRACT
VERANI RESTIA WIJAYA. The Effect of Increasing Soybean Price Toward
Profit and Value-Added of Tofu Industry in Leuweung Kolot Village
Cibungbulang Subdistricts Bogor Districts. Supervised by ANNA FARIYANTI.
Soybean is the important ingredient in soybean processing enterprises such as
tofu and tempeh. The increase of soybean price that has affects the business
sustainability of the household tofu industry who have limited capital and
accessibility. The objective of this research is to analyse the effect of increasing
soybean price to the cost structure, profit, and value-added of the tofu industry in
Leuweung Kolot village. The analysis used in this study consisted of analysis for
calculating profit, analysis of revenue and R/C ratio, also the value-added analysis

by using Hayami method. Based on the research that had been conducted showed
that the increase in soybean price affected the cost structure and profit of tofu
industry. The increase in profit based on the strategy undertaken by the tofu
industry to increase the selling price and decrease the size of tofu. Likewise with
value added analysis indicated that the increase in soybean prices also affected the
value added generated by the tofu industry in Leuweung Kolot village.
Keywords: Profit, soybean, value added

PENGARUH PENINGKATAN HARGA KEDELAI TERHADAP
KEUNTUNGAN DAN NILAI TAMBAH INDUSTRI TAHU DI
DESA LEUWEUNG KOLOT KECAMATAN CIBUNGBULANG
KABUPATEN BOGOR

VERANI RESTIA WIJAYA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis


DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Pengaruh Peningkatan Harga Kedelai terhadap Keuntungan dan
Nilai Tambah Industri Tahu di Desa Leuweung Kolot Kecamatan
Cibungbulang Kabupaten Bogor
Nama
: Verani Restia Wijaya
NIM
: H34100162

Disetujui oleh

Dr Ir Anna Fariyanti, MSi
Pembimbing


Diketahui oleh

Dr Ir Dwi Rachmina, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Pengaruh Peningkatan Harga Kedelai terhadap Keuntungan dan Nilai Tambah
Industri Tahu di Desa Leuweung Kolot Kecamatan Cibungbulang Kabupaten
Bogor”. Shalawat dan salam senantiasa diucapkan kepada Nabi Muhammad SAW
sebagai pemimpin dan suri tauladan terbaik bagi seluruh umat manusia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Anna Fariyanti, MSi selaku
pembimbing, Ibu Dr Ir Ratna Winandi, MS selaku dosen penguji utama, dan Ibu
Anita Primaswari Widhiani, SP. Msi selaku dosen penguji komisi pendidikan
yang telah memberikan banyak ide dan masukan dalam pembuatan skripsi ini.
Terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Dr Ir Wahyu Budi Priatna, MSi
yang senantiasa memberikan arahan dan dukungan dan membantu dalam

menjalani masa-masa perkuliahan sebagai wali akademik. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada ibu, bapak, abang, adik dan seluruh keluarga atas
dukungan, doa, dan kasih sayang yang diberikan sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa, ucapan terima kasih dan apresiasi penulis
kepada seluruh industri tahu di Desa Leuweung Kolot yang telah bersedia menjadi
responden dan membantu memberikan informasi dalam penelitian ini. Terima
kasih penulis ucapkan kepada Pratica Dewi yang telah bersedia menjadi pembahas
dalam seminar skripsi atas saran dan masukan yang telah diberikan. Selanjutnya
terima kasih untuk teman-teman Agribisnis 47 khususnya teman sebimbingan
skripsi serta sahabat terkasih atas segala dukungan, motivasi, semangat dalam
penyelesaian tugas akhir.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014

Verani Restia Wijaya

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


xiii

DAFTAR GAMBAR

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

xiv

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah


5

Tujuan Penelitian

6

Manfaat Penelitian

7

TINJAUAN PUSTAKA

7

Gambaran Umum Industri Tahu

7

Analisis Keuntungan


8

Analisis Nilai Tambah

9

Perbandingan Penelitian Dengan Penelitian Terdahulu

9

KERANGKA PEMIKIRAN

10

Kerangka Pemikiran Teoritis

10

Kerangka Pemikiran Operasional


16

METODE PENELITIAN

19

Lokasi dan Waktu Penelitian

19

Jenis dan Sumber Data

19

Metode Pengumpulan Data

19

Metode Pengolahan dan Analisis Data


20

GAMBARAN UMUM PENELITIAN

24

Gambaran Umum Desa Leuweung Kolot

24

Gambaran Umum Usaha Tahu Desa Leuweung Kolot

25

Proses Produksi Tahu

28

Kebutuhan Peralatan Produksi

29

HASIL DAN PEMBAHASAN

30

Analisis Struktur Biaya Usaha Tahu

30

Biaya Variabel Usaha Tahu

31

Biaya Tetap Usaha Tahu

33

Biaya Total Usaha Tahu

34

Penerimaan, Keuntungan dan R/C Rasio Usaha Tahu di Desa
Leuweung Kolot

35

Analisis Uji Beda T-Paired

37

Analisis Nilai Tambah

39

SIMPULAN DAN SARAN

42

Simpulan

42

Saran

42

DAFTAR PUSTAKA

42

LAMPIRAN

45

RIWAYAT HIDUP

59

DAFTAR TABEL
1 Volume impor komoditas tanaman pangan Indonesia 2010-2013
2 Perkembangan konsumsi bahan makanan mengandung kedelai di
rumah tangga tahun 2009-2012
3 Luas panen, produktivitas, dan produksi tanaman kedelai Provinsi
Jawa Barat
4 Rekap Anggota KOPTI Kabupaten Bogor per wilayah pelayananan
tahun 2012
5 Nilai tambah menurut metode Hayami
6 Mata pencaharian penduduk Desa Leuweung Kolot
7 Karakteristik responden pelaku industri tahu
8 Karakteristik responden berdasarkan cara pemasaran
9 Rata-rata penggunaan input sebelum dan setelah kenaikan harga
kedelai industri tahu di Desa Leuweung Kolot
10 Rata-rata biaya variabel sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai
industri tahu di Desa Leuweung Kolot
11 Rata-rata biaya tetap industri tahu di Desa Leuweung Kolot
12 Rata-rata total biaya produksi usaha tahu sebelum dan setelah
kenaikan harga kedelai di Desa Leuweung Kolot
13 Rata-rata penerimaan industri tahu sebelum dan setelah kenaikan
harga kedelai di Desa Leuweung Kolot
14 Efisiensi rata-rata biaya industri tahu sebelum dan setelah kenaikan
harga kedelai di Desa Leuweung Kolot
15 Analisis uji beda t-paired rata-rata keuntungan dan R/C rasio sebelum
dan setelah kenaikan harga kedelai industri tahu di Desa Leuweung
Kolot
16 Perhitungan rata-rata nilai tambah industri tahu sebelum dan setelah
kenaikan harga kedelai di Desa Leuweung Kolot

1
2
3
19
23
25
26
27
31
32
33
34
35
36

38
40

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Perkembangan harga kedelai Indonesia periode Januari 2010 - Maret
2013
Kurva produk total, produk rata-rata, dan produk marjinal
Kurva perubahan harga input terhadap biaya
Kurva total biaya variabel , total biaya tetap, dan biaya total terhadap
keuntungan
Kerangka pemikiran operasional

4
10
12
14
18

DAFTAR LAMPIRAN
1 Rata-rata jumlah dan harga peralatan produksi industri tahu di Desa
Leuweung Kolot
2 Volume impor komoditas tanaman pangan Indonesia, 2010-2013
3 Struktur biaya industri tahu sebelum kenaikan harga kedelai
4 Struktur biaya industri tahu setelah kenaikan harga kedelai
5 Penerimaan industri tahu sebelum kenaikan harga kedelai
6 Penerimaan industri tahu setelah kenaikan harga kedelai
7 Rata-rata total biaya per bulan yang dikeluarkan industri tahu
sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai
8 Uji beda t-paired keuntungan dan R/C rasio sebelum dan setelah
kenaikan harga kedelai
9 Perhitungan nilai tambah industri tahu sebelum dan setelah kenaikan
harga kedelai
10 Rekap anggota KOPTI Kabupaten Bogor per wilayah pelayanan
tahun 2012

45
45
46
49
52
53
54
55
57
58

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ketahanan pangan merupakan akses setiap rumah tangga atau individu
dalam memperoleh pangan setiap waktu untuk keperluan hidup yang sehat.
Indonesia termasuk dalam salah satu dari beberapa negara yang terus mencoba
menetapkan program ketahanan pangan demi kebutuhan gizi masyarakat. Namun,
ketahanan pangan di Indonesia saat ini mengalami beberapa kendala karena dari
lima komoditas utama pangan di Indonesia, dua komoditas diantaranya masih
sangat bergantung pada impor yaitu kedelai dan daging (Kementerian
Perindustrian 2014).
Kedelai merupakan pangan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia. Dilihat dari perkembangan pertanian komoditas kedelai, setiap
tahunnya Indonesia membutuhkan sebanyak 2 juta ton kedelai untuk memenuhi
kebutuhan dalam negeri. Namun, kondisi di lapang petani hanya mampu
memenuhi 60% dari total kebutuhan tersebut. Hal ini mengindikasi bahwa pada
nyatanya Indonesia sendiri masih belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat
sehingga harus melakukan impor kedelai dari Amerika untuk pemenuhan
permintaan kedelai masyarakat (Kementerian Perindustrian 2014). Berdasarkan
data yang dicatat BPS, kedelai termasuk pada nomor kedua yang memiliki volume
impor terbesar. Kondisi volume impor untuk komoditas pangan terutama kedelai
segar dan kedelai olahan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Volume impor komoditas tanaman pangan Indonesia 2010-2013
Komoditas
Beras Segar
Beras Olahan
Gandum Segar
Gandum Olahan
Jagung Segar
Jagung Olahan
Kedelai Segar
Kedelai Olahan

2010
(Ton)

2011
(Ton)

2012
(Ton)

687 582
1
4 824 049
900 963
1 527 517
259 294
1 740 505
32 158

2 744 002
259
5 648 065
828 512
3 207 657
103 327
2 088 616
36 896

1 927 330
233
6 827 279
610 336
1 797 876
91 555
2 105 629
23 134

Tw. I
114 269
2
1 311 499
64 249
741 408
15 768
234 926
4 425

2013
(Ton)
Tw. II
129 548
9
1 999 558
61 291
549 491
11 920
627 532
6 351

Tw. III
109 668
0.1
1 587 678
68 025
624 690
21 865
350 036
6 972

Sumber : BPS 2013

Pada Tabel 1 dijelaskan bahwa volume impor untuk kedelai terbagi dua
yaitu impor kedelai segar dan impor kedelai olahan. Berdasarkan data tersebut
dpata dilihat bahwa ada peningkatan yang cukup signifikan pada volume impor
kedelai segar dari tahun 2010 hingga 2012. Bahkan pada triwulan II di tahun 2013,
Indonesia sudah mengimpor 627 532 ton kedelai segar untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat. Selain kedelai segar, pemerintah juga mengimpor kedelai
dalam bentuk kedelai olahan. Volume impor kedelai olahan ini jauh lebih rendah
dibandingkan dengan kedelai segar, karena permintaan kedelai di Indonesia
cenderung lebih kepada kedelai segar daripada kedelai olahan. Hal ini disebabkan

2
di Indonesia sangat banyak industri tahu dan tempe yang memanfaatkan kedelai
segar sebagai bahan baku utama dan hampir semuanya berasal dari kedelai impor.
Jika dilihat pada Tabel 1 di atas, kedelai merupakan komoditas pangan impor
dengan volume terbesar kedua setelah gandum. Dengan kenaikan jumlah impor
ini akan semakin mengancam petani khususnya petani tanaman pangan yang ada
di Indonesia.
Tingginya volume impor kedelai di Indonesia disebabkan adanya
permintaan yang tinggi akan kedelai. Besarnya permintaan kedelai mengindikasi
tingginya tingkat konsumsi masyarakat akan kedelai baik dalam bentuk kedelai
segar atau olahan kedelai. Bentuk olahan kedelai tersebut dapat berupa tahu,
tempe, tauco, oncom, dan kecap. Perkembangan konsumsi bahan makanan
mengandung kedelai di rumah tangga dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Perkembangan konsumsi bahan makanan mengandung kedelai di rumah
tangga tahun 2009-2012
Tahun
Kedelai Segar
2009
0.0521
2010
0.0521
2011
0.0521
2012
0.0521
Sumber: BPS 2013

Tahu
7.0393
6.9871
7.4043
6.9871

Konsumsi (kg/kapita/tahun)
Tempe
Tauco
7.0393
0.0209
6.9350
0.0209
7.3000
0.0313
7.0914
0.0261

Oncom
0.0626
0.0469
0.0730
0.0626

Kecap
0.6205
0.6643
0.6716
0.5694

Berdasarkan Tabel 2 dapat dinyatakan bahwa dari tahun 2009 hingga 2012
konsumsi rumah tangga untuk kedelai segar sama yaitu sebesar 0.0521
kg/kapita/tahun. Sedangkan untuk produk olahan kedelai seperti tahu dan tempe
berfluktuasi dari tahun 2009-2012. Tingkat konsumsi untuk tahu dan tempe dapat
dikatakan jauh lebih tinggi dibanding olahan kedelai lain berupa tauco, oncom,
dan kecap. Kondisi ini juga dapat dilihat dari banyaknya industri tahu dan tempe
rumah tangga di Indonesia. Meskipun nilainya berfluktuasi namun konsumsi
rumah tangga untuk bahan makanan mengandung kedelai tidak berbeda jauh tiap
tahunnya.
Tingginya permintaan masyarakat Indonesia menyebabkan kondisi dimana
ketika kedelai lokal tidak mampu dipenuhi maka mengimpor kedelai dari luar
negeri menjadi alternatif pemenuhan permintaan tersebut yang mengakibatkan
volume impor kedelai semakin meningkat tiap tahunnya. Adanya ketergantungan
pemerintah Indonesia terhadap kedelai impor Amerika yang semakin meningkat,
menimbulkan beberapa alternatif pengganti komoditi kedelai sebagai bahan baku
usaha tahu dan tempe untuk mengurangi ketergantungan impor tersebut. Alternatif
tersebut salah satunya adalah mengimpor kacang lupin dari Australia.
Lupin merupakan tanaman alami dan bukan produk hasil modifikasi genetik.
Meskipun kandungan proteinnya tidak berbeda jauh dengan kedelai, namun
kacang lupin memiliki kandungan serat yang lebih tinggi. Tanaman lupin hanya
tumbuh di Australia Barat dalam skala besar. Meskipun dapat diproduksi cukup
untuk menggantikan semua kedelai impor, lupin bukan komoditas perdagangan
dunia dan memiliki harga yang lebih stabil yang umumnya jauh lebih rendah dari
harga kedelai (Lupin Foods Australia 2013).
Puskopti Jawa Tengah berencana untuk mengimpor kacang lupin dari
Australia sebagai pengganti kedelai akibat tingginya harga kedelai yang tidak

3
mampu dibeli oleh industri tempe di daerah tersebut. Selain kandungan kacang
lupin yang lebih banyak dibanding kedelai, untuk harganya kacang lupin memiliki
harga jual yang lebih murah dibanding kedelai yaitu Rp6 500 per kilogram.
Namun kacang lupin ini belum digunakan oleh semua industri tahu dan tempe di
Indonesia karena kondisi kacang lupin yang memiliki kadar asam lebih tinggi
membuat tempe yang dihasilkan menjadi lengket meskipun kandungan proteinnya
lebih tinggi dari kedelai dan belum diuji oleh semua industri olahan kedelai (Galih
2013).
Salah satu daerah yang memiliki produksi kedelai tertinggi di Indoensia
adalah provinsi Jawa Barat. Berdasarkan data BPS (2013), kondisi lahan yang
tersedia untuk budidaya kedelai berfluktuasi. Berdasarkan catatan evaluasi BPS
mengenai luas panen, produktivitas, dan produksi khususnya Provinsi Jawa Barat
terlihat berfluktuasi namun cenderung menurun dari ketiga aspek tersebut.
Kondisi luas panen, produktivitas, dan produksi tersebut dapat dilihat pada Tabel
3.
Tabel 3 Luas panen, produktivitas, dan produksi tanaman kedelai Provinsi Jawa
Barat
Tahun
2009
2010
2011
2012
2013
Sumber : BPS 2013

Luas Panen(Ha)

Produktivitas (Ku/Ha)

Produksi (Ton)

41 775.00
36 700.00
35 674.00
30 345.00
32 813.00

14.42
15.21
15.74
15.63
14.82

60 257.00
55 823.00
56 166.00
47 426.00
48 636.00

Pada Tabel 3 dijelaskan bahwa sejak tahun 2009 - 2013 luas panen per Ha
dari tanaman kedelai berfluktuasi namun cenderung menurun terutama sejak tahun
2011. Penurunan luas panen seiring dengan produktivitas dan produksi tanaman
kedelai Indonesia yang semakin lama semakin berkurang. Hal ini disebabkan
adanya tingkat konversi lahan pertanian di Indonesia yang terus meningkat
terutama di Pulau Jawa termasuk Jawa Barat. Adanya konversi lahan yang
menimbulkan menurunnya produksi tanaman kedelai Indonesia tentunya semakin
menyulitkan pemerintah untuk memenuhi permintaan akan kedelai yang tidak
dapat ditutupi dengan pasokan yang ada sehingga kebutuhan impor kedelai
menjadi lebih tinggi.
Kenaikan harga kedelai cenderung dipicu karena adanya peningkatan impor
kedelai sehingga perubahan harga kedelai bergantung pada kondisi eksternal dan
permasalahan ekonomi yang terjadi di negara produsen tersebut. Selain itu
penyebab naiknya harga kedelai juga disebabkan adanya kenaikan nilai mata uang
dollar terhadap rupiah atau depresiasi nilai rupiah yang sempat mencapai Rp11
000 per dollar.
Jika dilihat pada data Ditjen PPHP (2013), sejak bulan Januari 2010 hingga
Maret 2013 (Minggu IV), trend harga kedelai cenderung meningkat di kabupaten
sentra produksi 0.54 persen dan di Kota Besar meningkat 0.3 persen. Harga rerata
Maret 2013 dibandingkan dengan Februari 2013 di kabupaten sentra produksi
menurun 3.21 persen, dan di beberapa kota besar menurun 2.48 persen. Harga
rerata Minggu IV Maret 2013 dibandingkan dengan Minggu III Maret 2013 di

4
kabupaten sentra produksi meningkat 0.78 persen dan di beberapa kota besar
tidak mengalami perubahan. Hal ini dapat diproyeksikan pada Gambar 1 dibawah
ini.

Gambar 1 Perkembangan harga kedelai Indonesia periode Januari 2010 - Maret
2013
Sumber: (Ditjen PPHP 2013)

Harga kedelai di Kabupaten Bogor pada September 2013 sempat mencapai
Rp9 000 – Rp9 300 per kilogram dari harga awal Rp7 000. Kondisi ini membuat
biaya produksi pengusaha tahu meningkat. Bahkan dengan melakukan strategi
mengecilkan ukuran komoditi ternyata tidak mampu menekan biaya produksi,
malah membuat jumlah permintaan menjadi turun karena ukurannya yang kecil
konsumen tidak ingin membeli (Saputra 2014).
Keuntungan yang diterima oleh industri tahu bergantung kepada penjualan
tahu dan biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi tahu tersebut. Dengan
kondisi kenaikan harga kedelai ini keuntungan yang diterima oleh industri
berubah karena adanya peningkatan biaya produksi dan jumlah penjualan yang
belum dapat diperkirakan agar dapat menutupi biaya modal. Selain itu, jumlah
permintaan input dari industri tahu juga dipengaruhi oleh permintaan konsumen
terhadap tahu. Hal ini mengakibatkan industri tahu mulai memikirkan cara lain
agar usaha tahu mereka tidak bangkrut dan produk tahu tetap dibeli oleh
konsumen karena adanya permasalahan tersebut.
Kedelai memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi menjadikan kedelai
sebagai tanaman pangan karena dapat mensubsitusi komoditas pangan lain seperti
padi, jagung, dan tanaman lainnya. Selain itu, tingkat konsumsi kedelai di
Indonesia pun cenderung semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena kedelai
termasuk tanaman pangan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat selain beras
dan daging. Semakin tinggi tingkat konsumsi masyarakat tentu akan semakin
meningkatkan jumlah permintaan akan kedelai. Hal ini dapat berlangsung baik
jika Indonesia tidak bergantung kepada impor dan lebih mengutamakan kedelai
lokal dengan memperbaiki kualitasnya. Namun, pada kenyataannya semakin
tinggi permintaan kedelai maka semakin besar ketergantungan akan kedelai impor
di Indonesia.

5
Produk turunan dari kedelai berupa tahu merupakan produk yang banyak
dikonsumsi oleh masyarakat baik dari kalangan bawah hingga kalangan atas. Tahu
sudah menjadi makanan yang konsumsi setiap hari bagi beberapa keluarga.
Namun tahu hampir menjadi barang mahal karena adanya kenaikan kedelai
sebagai bahan baku utama pembuatan tahu. Kondisi ini tidak hanya membuat
konsumen harus mengeluarkan biaya lebih tapi juga mengurangi keuntungan yang
diterima oleh industri tahu. Permintaan terhadap tahu ini masih tinggi karena
harga daging dan ikan yang juga jauh lebih mahal dibandingan tahu. Sehingga
masyarakat tetap membeli tahu meskipun ukurannya lebih kecil untuk menutupi
kekurangan biaya dari pihak industri tahu/produsen.
Desa Leuweung Kolot Kecamatan Cibungbulang merupakan salah satu
daerah indutri tahu di Kabupaten Bogor. Di daerah ini industri tahu sudah menjadi
mata pencaharian penduduk untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Jumlah
industri tahu di kecamatan ini lebih banyak dibanding industri tempe. Selain itu
produk olahan kedelai berupa tahu ini memiliki nilai yang lebih tinggi dibanding
dengan tempe. Berdasarkan penelitian (Tunggadewi, 2009) nilai tambah pada
usaha tahu lebih tinggi dibanding dengan usaha tempe. Hal ini disebabkan proses
produksi tahu lebih singkat dibanding proses produksi tempe. Sehingga
keuntungan yang didapat oleh industri tahu pun lebih banyak dibanding industri
tempe. Namun, dengan adanya peningkatan harga kedelai mengakibatkan
keuntungan industri tahu menjadi tidak stabil karena meningkatnya biaya
produksi sehingga usaha tahu penduduk setempat memerlukan adanya pengolahan
produk untuk meningkatkan nilai tambah dari produk tersebut agar keuntungan
industri tidak semakin rendah dan dapat mempertahankan usaha tahunya.

Perumusan Masalah
Perkembangan harga kedelai di Indonesia pada tahun 2013 ini makin lama
semakin meningkat. Menurut Aip Syaifuddin selaku Ketua Umum Gabungan
Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Gakoptindo) menyatakan bahwa
harga kedelai sudah mencapai Rp8 900 - Rp10 000 per kilogram di awal
September 2013. Harga ini dinilai sebagai harga kedelai tertinggi sepanjang
sejarah. Pada awal Juli, harga beli dari industri mencapai Rp7 450, kemudian pada
bulan Agustus harga naik menjadi Rp7 700. Pada akhir Agustus harga melambung
menjadi Rp9 000 – Rp10 000. Kenaikan harga kedelai saat ini lebih dipicu oleh
adanya gejolak depresiasi rupiah. Kondisi ini juga berlaku di Kabupaten Bogor.
Pengusaha tahu yang ada di Bogor harus menekan biaya produksi mereka agar
tidak bangkrut. Naiknya harga kedelai di Bogor membuat beberapa pengusaha
tahu sempat kebingungan untuk mengembalikan modal (Toyudho 2014).
Kedelai merupakan bahan baku utama industri tahu, namun kedelai sendiri
masih sangat bergantung pada impor. Apabila terjadi kenaikan mata uang dollar
terhadap rupiah seperti saat ini maka biaya input industri kedelai pun akan
meningkat dan harga tahu di pasaran pun akan naik. Kenaikan harga kedelai ini
memberatkan pihak produsen atau industri tahu karena adanya kenaikan biaya
input tersebut belum tentu dapat menaikkan harga tahu secara serentak. Industri
tahu mungkin bisa memperkecil ukuran produk olahannya atau menaikkan harga
tetapi dengan jumlah penjualan yang lebih sedikit dari biasanya. Selain dampak

6
pada indutri atau usaha tahu, kenaikan harga kedelai ini juga berimbas pada
jumlah keuntungan yang diterima oleh industri tahu. Apabila harga kedelai naik
maka biaya input dan produksi untuk usaha tahu juga meningkat, akibatnya
keuntungan yang diterima industri tahu mungkin akan lebih rendah dari
sebelumnya karena jumlah pembeli berkurang dan mulai mencari barang subsitusi
lainnya yang lebih murah.
Kenaikan harga pada kedelai juga berpengaruh terhadap nilai tambah tahu.
Kenaikan harga input berpengaruh pada pemintaan industri tahu akan input
berupa kedelai dan output yang dihasilkan. Perubahan permintaan ini dipengaruhi
adanya perubahan permintaan dari konsumen karena harga tahu yang ikut naik
saat harga kedelai meningkat. Perubahan pada jumlah input dan output akan
berpengaruh pada besaran nilai tambah yang mampu dihasilkan oleh industri tahu.
Pada penelitian ini juga akan dilihat pengaruh yang ditimbulkan ketika harga
kedelai meningkat pada nilai tambah indutri tahu.
Kabupaten Bogor memiliki jumlah industri UMKM yang cukup banyak dan
menyebar. Salah satunya di Desa Leuweung Kolot Kecamatan Cibungbulang.
Daerah ini termasuk dalam salah satu sentra industri tahu di Kabupaten Bogor
dengan kebutuhan kedelai yang cukup tinggi per bulannya. Berdasarkan data
KOPTI (2013), Kecamatan Cibungbulang memiliki jumlah anggota sebanyak 34
orang dengan tenaga kerja industri tahu dan tempe yang berjumlah 185 orang.
Selain itu, jumlah kebutuhan kedelai perbulannya di kecamatan ini sebesar 97 350
kg kedelai.
Berdasarkan uraian di atas, maka ada beberapa hal yang dapat dibahas
dalam penelitian ini, diantaranya :
1. Bagaimana pengaruh kenaikan harga kedelai terhadap struktur biaya
industri tahu di Desa Leuweung Kolot Kecamatan Cibungbulang
Kabupaten Bogor?
2. Apakah kenaikan harga kedelai berpengaruh terhadap keuntungan yang
diterima industri tahu di Desa Leuweung Kolot Kecamatan
Cibungbulang Kabupaten Bogor?
3. Bagaimana pengaruh kenaikan harga kedelai terhadap nilai tambah yang
dihasilkan oleh industri tahu di Desa Leuweung Kolot Kecamatan
Cibungbulang Kabupaten Bogor?

Tujuan Penelitian
1. Menganalisis pengaruh kenaikan harga kedelai terhadap struktur biaya
industri tahu di Desa Leuweung Kolot Kecamatan Cibungbulang
Kabupaten Bogor
2. Menganalisis pengaruh kenaikan harga kedelai terhadap keuntungan yang
diterima industri tahu di Desa Leuweung Kolot Kecamatan Cibungbulang
Kabupaten Bogor
3. Menganalisis nilai tambah yang dihasilkan industri tahu sebelum dan
setelah kenaikan harga di Desa Leuweung Kolot Kecamatan Cibungbulang
Kabupaten Bogor.

7
Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah terkait dengan kebijakan
dalam mengatasi dampak kenaikan harga kedelai khususnya bagi industri
tahu
2. Menjadi bahan informasi bagi pemerintah khususnya di Desa Leuweung
Kolot Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor mengenai kondisi
industri tahu di daerah tersebut setelah adanya kenaikan harga kedelai
sehingga dapat membantu industri di industri tersebut dalam mengatasi
permasalahannya.

TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Industri Tahu
Menurut Soekartawi (2000),
agroindustri merupakan industri yang
berbahan baku utama dari produk pertanian. Agroindustri memiliki peranan yang
penting dalam pembangunan pertanian. Hal ini terlihat dari kontribusinya dalam
meningkatkan keuntungan pelaku agribisnis, penyerapan tenaga kerja,
meningkatkan devisa, dan mendorong pertumbuhan industri lain.
Afianti (2011) menyatakan bahwa terdapat respon yang berbeda-beda dari
responden rumah tangga mengenai keberadaan industri tahu. Industri pengolahan
tahu ini memiliki limbah cair yang dibuang ke sungai di lingkungan masyarakat
sekitar. Hal ini berdampak pada pencemaran lingkungan seperti ketersediaan air
bersih dan kurang nyamannya lingkungan tempat tinggal. Namun, industri tahu ini
juga dianggap penting oleh masyarakat lain karena kebutuhan akan produk olahan
tahu dan tempe yang semakin hari semakin meningkat.
Pada penelitian Setianingsih (2007) menyatakan bahwa kinerja dari usaha
tahu rumah tangga Tahu Pong di Kecamatan Kartsura Kabupaten Sukoharjo, Jawa
tengah mengalami perubahan yang disebabkan adanya kenaikan harga BBM. Hal
ini dilihat dari analisis yang dilakukan pada penerimaan, biaya, dan keuntungan
usaha tahu. Penerimaan dan total biaya dari usaha tahu pong tersebut mengalami
peningkatan. Namun keuntungannya berkurang sebesar 8.49 persen. Penerimaan
usaha tahu meningkat karena pemilik usaha tahu melakukan pengurangan ukuran
atau peningkatan harga jual tahu sedangkan total biaya usaha tahu meningkat
karena adanya peningkat pada beberapa input yang digunakan untuk mengolah
kedelai menjadi tahu.
Berdasarkan wawancara dengan KOPTI Kabupaten Bogor, hampir seluruh
anggota KOPTI yang merupakan industri tahu ini membeli bahan baku kedelai
impor yang 100% diimpor KOPTI. Hal inilah yang menimbulkan adanya
kenaikan harga kedelai yang terus berfluktuasi akibat impor kedelai yang
dipengaruhi oleh faktor ekternal terkait perekonomian negara asal impor.
Meskipun sama-sama berperan sebagai industri pengolahan kedelai, namun
industri skala kecil tahu memiliki profitabilitas yang lebih tinggi dibanding usaha
tempe. Hasil perhitungan profitabilitas yang dilakukan oleh Tunggadewi (2009)
menunjukkan bahwa tingkat profitabilitas usaha yang lebih tinggi adalah usaha
tahu sebesar 38 persen, sedang usaha tempe sebesar 28 persen. Perhitungan

8
analisis nilai tambah juga menunjukkan bahwa usaha yang memiliki nilai tambah
lebih besar adalah usaha tahu dengan nilai sebesar Rp6 881, sedang untuk menjadi
tempe sebesar Rp4 947. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan
penghematan biaya pada usaha tempe, agar struktur biayanya lebih efisien dan
mendapatkan keuntungan lebih besar. Salah satunya dengan menghemat biaya
perawatan, menggunakan peralatan produksi yang lebih tahan lama, dan menjaga
kebersihan peralatan.

Analisis Keuntungan
Analisis keuntungan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk
mengetahui bagaimana penerimaan yang diterima oleh suatu usaha terhadap biaya
yang dikeluarkan. Sehingga dengan analisis ini dapat diketahui apakah usaha
layak untuk tetap dijalankan atau tidak.
Amalia (2008) pada studi kasus di Desa Citeureup Kecamatan Citeureup
Kabupaten Bogor menyatakan bahwa biaya total usaha tempe pada usaha tempe
mengalami peningkatan sebesar 6.38 persen. Begitu pula dengan total biaya tunai
yang harus dikeluarkan oleh para industri mengalami peningkatan sebesar 6.41
persen. Hal ini disebabkan kedelai merupakan penggunaan input terbesar untuk
memproduksi tempe dengan proporsi atas total biaya pada kondisi sebelum dan
setelah kenaikan harga kedelai masing-masing sebesar 83.96 persen dan 87.40
persen. Penelitian yang menggunakan pendekatan Stochastic Frontier ini
menunjukkan besarnya keuntungan kotor usaha yang mengalami penurunan
sebesar 49.47 persen. Keuntungan atas biaya total merupakan keuntungan usaha
tempe. Besarnya keuntungan mengalami penurunan sebesar 50.27 persen.
Sehingga pada perhitungan R/C menghasilkan nilai lebih besar dari satu yaitu
sebesar 1.11 untuk biaya total setelah kenaikan harga kedelai dan 1.12 untuk biaya
tunai setelah kenaikan harga kedelai. Hal ini berarti bahwa usaha tempe di Desa
Citeureup ini layak untuk dijalankan.
Patmawaty (2009) melakukan penelitian pada industri tahu di Desa Bojong
Sempu Kecamatan Parung mengenai analisis keuntungan industri terhadap
kenaikan harga kedelai. Pada penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa adanya
penurunan produksi setelah kenaikan harga kedelai mengakibatkan penurunan
penerimaan total usaha yang lebih besar dari penurunan biaya usaha untuk tahu
menyebabkan keuntungan yang diterima tahu mengalami penurunan sebesar 36.11
persen untuk keuntungan tunai dan 47.12 persen untuk keuntungan bersih. Untuk
nilai R/C atas biaya tunai dan biaya total pun mengalami penurunan yaitu R/C
atas biaya tunai dari 1.48 pada kondisi sebelum terjadi kenaikan harga kedelai
menjadi 1.39 pada kondisi setelah kenaikan harga kedelai. Nilai R/C atas biaya
total mengalami penurunan 1.36 pada kondisi sebelum kenaikan harga kedelai
menjadi 1.27 setelah kenaikan harga kedelai. Namun usaha ini masih layak untuk
dijalankan karena nilai R/C masih berada diatas satu.
Ambarwangi (2013) menganalisis usaha pengrajin tahu sumedang sebelum
dan setelah kenaikan harga kedelai. Pada penelitian tersebut menunjukkan bahwa
adanya kenaikan harga kedelai berpengaruh pada struktur biaya, penerimaan,
keuntungan, dan R/C rasio serta skala usaha industri tahu. selain itu, pada uji beda
yang dilakukan diperoleh hasil bahwa hasil analisis pada berbagai tingkat skala

9
usaha tidak berbeda. Hal ini disebabkan jumlah sampel kecil dan strategi yang
dilakukan juga relatif sama pada tiap skala usaha sehingga tidak mewakili seluruh
populasi yang ada di Kecamatan Tanjungsari, Sumedang.

Analisis Nilai Tambah
Analisis nilai tambah merupakan selisih dari nilai output dengan harga
bahan baku dan sumbangan input lain (Putri 2013). Analisis ini digunakan untuk
mengetahui terhadap produk apa sebaiknya suatu bahan baku diolah sehingga
menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi bagi pelaku usaha.
Pada penelitian Sinaga (2008) mengenai nilai tambah kedelai di Kabupaten
Bogor yang melakukan analisis nilai tambah kedelai menjadi produk olahan
tempe memiliki tingkat keuntungan sebesar 66.89 persen dari nilai tambah yang
merupakan keuntungan industri. Marjin yang diperoleh dari usaha tersebut adalah
sebesar Rp3 385.00. marjin ini didistribusikan 21.50 persen sebagai imbalan bagi
tenaga kerja. 35.03 persen bagi sumbangan input lain, dan 43.45 persen bagi
keuntungan industri tempe.
Menurut penelitian Tunggadewi (2009) dengan menggunakan metode
Hayami didapat perbandingan bobot berat tahu dan dengan jumlah bahan baku
pada satu hari menghasilkan faktor konversi sebesar 2.7 yang menandakan bahwa
setiap kilogram kedelai yang diolah menghasilkan 2.7 kilogram tahu. Nilai
tambah yang diperoleh dari pengolahan kedelai menjadi tahu adalah sebesar Rp6
881 per kilogram kacang kedelai dengan rasio 51 persen. Berdasarkan perhitungan
tersebut, keuntungan yang diterima usaha tahu sebesar Rp6 381 dengan bagian
keuntungan yang diperoleh adalah 92 persen. Pada kasus ini keuntungan nilai
tambah pemilik usaha tahu lebih besar dibanding keuntungan tenaga kerjanya.

Perbandingan Penelitian Dengan Penelitian Terdahulu
Berdasarkan penelitian terdahulu, untuk menganalisis dampak dari kenaikan
harga kedelai terhadap industri tahu dan tempe digunakan konsep biaya,
keuntungan, hingga perhitungan penerimaan dan biaya. Pada penelitian ini, alat
analisis yang digunakan sama dengan penelitian yang telah dilakukan oleh
Patmawaty (2009) dan Silalahi (2013). Selain itu pada penelitian ini juga akan
dihitung bagaimana nilai tambah dari industri tahu dimana analisis ini juga telah
dilakukan sebelumnya oleh Sinaga (2008) dan Tunggadewi (2009). Persamaannya
pada penelitian ini untuk menghitung nilai tambahnya sama-sama menggunakan
metode Hayami dan memiliki kesamaan dalam alat analisis yang digunakan dalam
menghitung keuntungan usaha. Namun penelitian ini berbeda tujuan dan tempat
penelitiannya dengan penelitian terdahulu.

10

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Fungsi Produksi
Input merupakan faktor penting dalam proses kegiatan produksi. Suatu
usaha dapat mengubah input menjadi output dengan berbagai cara, dengan
menggunakan variasi tenaga kerja, bahan-bahan poduksi, dan modal. Hubungan
antara input produksi, proses, dan produk yang dihasilkan dapat dijelaskan
melalui kurva fungsi produksi. Fungsi produksi menunjukkan output terbesar
yang dihasilkan suatu perusahaan untuk setiap kombinasi input tertentu (Pindyck
dan Rubinfeld 2009) .
Pada industri tahu, pelaku usaha memutuskan seberapa banyak input
tertentu yang harus dibeli dengan membandingkan antara manfaat yang dihasilkan
dengan biayanya. Permintaan input industri tahu dipengaruhi oleh permintaan
konsumen akan output dari industri tahu. Jumlah input yang digunakan oleh
industri tahu bergantung pada jumlah tahu yang ingin diproduksi (Pindyck dan
Rubinfeld 2009).
Kurva fungsi produksi menjelaskan hubungan antara produk marjinal (MP),
produk rata-rata (AP), dan produk total (TP) (Lipsey et al. 1995). Kurva hubungan
antara faktor produksi dengan jumlah produksi dapat dilihat pada Gambar 2.
output

TP

input
MP, AP

MP
AP
q1

input

Gambar 2 Kurva produk total, produk rata-rata, dan produk marjinal
Sumber: Nicholson 1995

Gambar 2 di atas menjelaskan produk total yang naik secara stabil, pertama
dengan laju yang makin meningkat, kemudian dengan laju yang makin berkurang.
Hal ini menyebabkan kurva produk rata-rata dan produk marjinal mula-mula

11
meningkat dan kemudian menurun. Titik produktivitas rata-rata maksimum yang
disebut juga titik menurunnya produktivitas rata-rata adalah q1 dimana pada titik
ini MP = AP.
Berdasarkan Gambar 2, apabila jumlah input variabel yang digunakan
berubah maka output pun akan berubah. Naik turunnya output yang diakibatkan
oleh penggunaan lebih banyak atau lebih sedikit suatu faktor variabel terhadap
jumlah tertentu faktor produksi. Hipotesis ini disebut sebagai hipotesis hasil lebih
yang makin berkurang (diminishing returns). Hipotesis ini menyatakan bahwa jika
makin banyak jumlah suatu faktor variabel ditetapkan untuk sejumlah tertentu
faktor yang tetap, akhirnya akan tercapai situasi dimana setiap tambahan unit
faktor variabel tersebut menghasilkan tambahan produk total dalam jumlah yang
lebih sedikit ketimbang yang dihasilkan sebelumnya (Lipsey et al. 1995).
Pada industri tahu, penambahan input kedelai pada jumlah tertentu akan
meningkatkan jumlah output tahu yang dihasilkan. Namun penambahan ini pada
akhirnya akan mencapai situasi dimana setiap penambahan kedelai tersebut akan
menghasilkan jumlah output tahu yang lebih sedikit dari sebelumnya. Hal ini
disebabkan industri tahu memiliki kapasitas produksi dalam menghasilkan suatu
output. Sehingga untuk meningkatkan jumlah output tersebut maka perlu ada
peningkatan skala produksi atau peningkatan penggunaan teknologi.
Pada suatu usaha, keuntungan maksimum diperoleh dari turunan pertama
fungsi keuntungan terhadap biaya variabel sama dengan nol. Secara matematis,
keuntungan maksimum dapat dijelaskan sebagai berikut:
= MP = 0
Berdasarkan persamaan tersebut, untuk mendapatkan keuntungan
maksimum maka MP=0. Melalui Gambar 2 dapat dijelaskan keuntungan
maksimum tersebut diperoleh ketika produk yang dihasilkan mencapai titik
optimal ketika TP optimal dimana pada saat tersebut tambahan produksi per
satuan tambahan input mencapai kondisi berada di titik nol.
Pengaruh Peningkatan Harga Input Terhadap Biaya
Nicholson (1995) membedakan konsep biaya yang terdiri dari biaya
kesempatan, biaya akuntansi dan biaya ekonomi. Biaya ekonomi yang dikeluarkan
dari suatu input merupakan nilai pembayaran yang diperlukan untuk
mempertahankan input tersebut dalam penggunaannya saat ini atau pembayaran
yang diterima input tersebut dalam penggunaan alternatif yang terbaik.
Pada analisis biaya akan dilihat dan diperhitungkan berbagai faktor yang
diperlukan atau yang harus dilakukan atau dibayarkan agar suatu usaha bisa
berjalan dengan lancar. Faktor-faktor inilah yang disebut sebagai masukan atau
input. Untuk melihat untung-rugi suatu usaha maka faktor-faktor biaya tersebut
perlu diperbandingkan dengan aneka hasil atau output yang diperoleh dari suatu
usaha (Suratiyah 2009).
Fungsi biaya produksi dalam jangka pendek menggambarkan biaya total
produksi, yaitu jumlah keseluruhan biaya tetap dan biaya variabel. Menurut
Soekartawi (1986) penggolongan biaya produksi dilakukan berdasarkan sifatnya
yaitu terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap.

12
a) Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang tidak ada kaitannya dengan
jumlah barang yang diproduksi. Biaya ini harus tetap dibayar berapapun
jumlah produk yang dapat dihasilkan. Sewa lahan dan investasi seperti
peralatan, mesin, hingga bangunan termasuk dalam biaya tetap.
b) Biaya tidak tetap (variable cost) adalah biaya yang berubah apabila luas
usahanya berubah. Biaya ini muncul jika ada sesuatu barang yang
diproduksi, seperti; pengeluaran untuk benih, pupuk, dan biaya tenaga
kerja.
Biaya total adalah biaya total yang dikeluarkan untuk menghasilkan output
tertentu. Biaya total dibagi atas biaya tetap total (total fixed cost) dan biaya
variavel total (total variable cost). Biaya tetap adalah biaya yang tidak berubah
meskpiun outputnya berubah. Sedangkan biaya yang berkaitan langsung dengan
output, yang bertambah besar dengan meningkatnya produksi dan berkurang
dengan menurunnya produksi disebut biaya variabel (Lipsey et al 1995).
Biaya total rata-rata (average total cost) atau disebut juga biaya rata-rata
(average cost) adalah biaya total untuk menghasilkan jumlah output tertentu
dibagi dengan jumlah output tersebut. Biaya marjinal (marginal cost) adalah
kenaikan biaya total yang disebabkan oleh meningkatnya laju produksi sebesar
satu unit. Karena biaya tetap tidak berubah dengan output, maka biaya tetap
marjinal akan selalu nol. Oleh karena itu biaya marjinal jelas merupakan biaya
variabel marjinal dan berubahnya biaya tetap tidak akan mempengaruhi biaya
marjinal. Perubahan harga input mengubah kurva biaya total rata-rata dan kurva
biaya marjinal menurut Lipsey et al (1995) dapat dijelaskan dalam Gambar 3.
Biaya Total
MC1
MC0
ATC1
ATC0
0

Output
Gambar 3 Kurva perubahan harga input terhadap biaya
Sumber: (Lipsey et al 1995)

Pada Gambar 3 dijelaskan bahwa kurva biaya total rata-rata semula dan
kurva biaya marjinal diperlihatkan oleh ATC0 dan MC0. Kenaikan harga input
variabel seperti harga kedelai dapat menaikkan biaya produksi tiap tingkat output.
Akibatnya kurva biaya total rata-rata dan kurva biaya marjinal bergeser ke atas
menuju ATC1 dan MC1. Sebaliknya, penurunan harga input variabel akan
menggeser kurva biaya total rata-rata dan kurva biaya marjinal ke bawah; jika
kurva semula adalah ATC1 dan MC1, setelah penurunan harga input variabel
kurva tersebut akan menjadi ATC0 dan MC0.
Adanya kenaikan harga kedelai juga dapat berpengaruh pada permintaan
input kedelai bagi usaha olahan kedelai. Menurut teori hukum permintaan (cateris
paribus) yang menyatakan bahwa ketika adanya kenaikan harga input maka

13
permintaan input tersebut akan turun. Begitupula sebaliknya apabila harga input
turun maka permintaan akan input naik dengan asumsi cateris paribus dimana
semua faktor yang mempengaruhi permintaan selain harga dianggap tetap.
Sehingga pada usaha tahu kondisi permintaan input juga dapat dipengaruhi oleh
kenaikan harga kedelai. Ketika harga kedelai naik, industri dapat mengurangi
jumlah pembelian kedelai sehingga produksi output tahu pun menurun. Hal ini
untuk menghindari tingginya total biaya yang akan dikeluarkan industri agar
penerimaan yang diterima industri tidak terlalu rendah dan industri tetap
mendapatkan untung.
Pengaruh Peningkatan Harga Input Terhadap Keuntungan
Kurva biaya menunjukkan biaya produksi minimum pada berbagai tingkat
output. Biaya ini mencakup biaya eksplisit maupun biaya implisit. Biaya eksplisit
merupakan pengeluaran aktual yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk membeli
atau menyewa input yang diperlukan. Sedangkan biaya implisit merupakan nilai
input yang dimiliki dan digunakan oleh perusahaan dalam proses produksinya
(Salvatore 2006).
Biaya tetap total (TFC) mencerminkan seluruh kewajiban atau biaya yang
ditanggung oleh perusahaan per unit waktu atas semua input tetap. Biaya variabel
total (TVC) adalah seluruh biaya yang ditanggung oleh perusahaan per unit waktu
atas semua input variabel yang digunakan. Hubungan antara biaya tetap, biaya
variabel, dan biaya total tersebut secara matematis dapat dirumuskan sebagai
berikut:
TC = TVC + TFC
Dimana: TC
TFC
TVC

= Total Cost (Biaya Total)
= Total Fixed Cost (Biaya Tetap Total)
= Total Variable Cost (Biaya Variabel Total)

Berdasarkan persamaan di atas, dapat dijelaskan mengenai hubungan antara
biaya tetap, biaya variabel, dan biaya total. Ketika terjadi kenaikan harga input
akan menyebabkan biaya variabel total meningkat. Jika biaya variabel total
meningkat maka biaya total juga akan meningkat. Kurva total biaya tetap
berbentuk horizontal dari kiri ke arah kanan yang menandakan bahwa nilainya
tetap. Sedangkan kurva biaya total variabel dan biaya tetap membentuk
melengkung menghadap ke atas. Hal ini disebabkan ketika adanya penambahan
jumlah biaya produksi maka kurva TVC0 akan bergeser ke TVC1. Sehingga
mengakibatkan kurva TC0 ikut bergeser ke TC1. Ketika terjadi pergeseran dari
TVC0 ke TVC1 dan TC0 ke TC1 akibat adanya kenaikan harga input berupa
kedelai maka jumlah keuntungan yang diterima industri tahu akan semakin
berkurang. Hubungan antar biaya tersebut juga dapat dinyatakan dalam kurva
biaya yang ditunjukkan pada Gambar 4.

14
TR, TC, TVC
TC1
TC0
TR
TVC1
TVC0
TFC

0

Output

Gambar 4 Kurva total biaya variabel , total biaya tetap, dan biaya total
terhadap keuntungan
Sumber: (Salvatore 2006)

Keuntungan yang diterima industri merupakan hasil pengurangan antara
penerimaan dengan biaya total yang dikeluarkan. Dengan adanya peningkatan
biaya total akan menyebabkan jumlah keuntungan bersih yang diterima industri
akan berkurang. Hal ini didukung dengan sulitnya menaikkan harga tahu di pasar
oleh para industri tahu sehingga cara yang dilakukan adalah dengan memperkecil
ukuran tahu tersebut. Memperkecil ukuran ini bertujuan agar industri tetap dapat
menghasilkan jumlah output optimal disaat adanya kenaikan harga kedelai.
Apabila keuntungan industri menurun maka hal ini akan berpengaruh
terhadap efisiensi usaha. Hal ini dapat ditunjukkan oleh nilai R/C dimana semakin
besar nilai R/C maka akan semakin efisien usaha yang dilakukan. Semakin efisien
suatu usaha maka akan semakin menguntungkan dan layak usaha tersebut
dijalankan. Namun apabila keuntungan menurun maka efisiensi usahanya pun
berkurang sehingga usaha tersebut bisa jadi tidak layak untuk dijalankan.
Keuntungan Usaha
Keuntungan adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya dalam suatu
usaha (Soekartawi 1995). Analisis keuntungan digunakan untuk mengetahui
tingkat keuntungan yang diperoleh dari kegiatan produksi. Usaha atau kegiatan
dapat dikatakan efisien apabila mencapai keuntungan maksimum. Analisis yang
digunakan pada penelitian ini adalah analisis keuntungan usaha. Ada dua tujuan
utama dari analisis keuntungan yaitu untuk menggambarkan keadaan sekarang
dalam suatu usaha dan menggambarkan keadaan yang akan datang dari
perencanaan usaha tersebut.
Pada menganalisis keuntungan usaha, prinsip yang paling penting adalah
adanya keterangan mengenai kondisi penerimaan dan pengeluaran. Penerimaan
didapat dari hasil perkalian jumlah produksi dengan harga satuan komoditi
tersebut. Sedangkan pengeluaran usaha dapat diperoleh dari nilai penggunaan
faktor produksi dan berapa besar penggunaannya pada proses produksi tersebut.
Analisis keuntungan umumnya digunakan untuk mengevaluasi kegiatan
usaha dalam satu tahun. Menurut Soekartawi (1986), ukuran keuntungan usaha
dapat dijabarkan sebagai berikut:

15
1. Penerimaan adalah nilai uang yang diterima dari penjualan produk.
2. Pengeluaran adalah jumlah uang yang dibayarkan pembelian barang dan
jasa usaha.
3. Pengeluaran total usaha yaitu nilai semua masukan yang habis terpakai
atau dikeluarkan di dalam produksi. Pengeluaran tidak tetap (variabel
cost) didefinisikan sebagai pengeluaran yang digunakan untuk produk
tertentu dan jumlahnya berubah-ubah sebanding dengan besarnya
produksi produk tersebut. Sedangkan pengeluaran tetap (fixed cost)
adalah pengeluaran usaha yang tidak bergantung pada besarnya produksi.
4. Keuntungan usaha adalah selisih antara penerimaan dan pengeluaran
total usaha.
Analisis Penerimaan dan Biaya (R/C)
Gaspersz (2000) mendefinisikan penerimaan total sebagai total uang yang
dibayarkan kepada produsen untuk suatu produk dan dihitung sebagai perkalian
antara harga produk (P) dan kuantitas produk yang diminta (Q) dan dinotasikan
sevagai total revenue (TR).
Penerimaan usaha adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan
harga jual. Penerimaan usaha dibagi atas penerimaan tunai usaha dan penerimaan
total usaha. penerimaan tunai usaha merupakan nilai uang yang diterima dari
penjualan produk. Sedangkan penerimaan total usaha adalah penjumlahan antara
penerimaan tunai dengan penerimaan yang diperhitungkan pada suatu usaha.
Pernyataan ini dapat dituliskan sebagai berikut (Soekarwati 1995):
TR = Y x Py
dimana:
TR
Y
Py

= Total penerimaan
= Produksi yang diperoleh dalam suatu usaha
= Harga Y

Analisis R/C rasio dapat dilakukan untuk menunjukkan besar penerimaan
usaha yang diperoleh untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan
usaha. Analisis rasio penerimaan dan biaya dapat mengukur tingkat keuntungan
relatif suatu usaha, apakah usaha menguntungkan atau tidak. Semakin besar nilai
R/C rasio maka semakin besar pula penerimaan usaha yang diterima untuk setiap
biaya yang dikeluarkan. Apabila nilai R/C > 1 berarti bahwa setiap tambahan
biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih
besar dibanding tambahan biaya. Sebaliknya apabila R/C < 1 maka setiap
tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang
lebih kecil dari tambahan biaya. Namun jika R/C = 1 maka setiap tambahan biaya
yang dikeluarkan sama dengan tambahan penerimaan yang diperoleh sehingga
mencapai keuntungan normal.
Analisis Nilai Tambah
Hayami et al (1987) menyatakan bahwa nilai tambah adalah selisih antara
komoditas yang mendapat perlakuan pada tahap tertentu dengan nilai korbanan
yang digunakan selama proses berlangsung. Sumber-sumber dari nilai tambah

16
adalah pemanfaatan faktor-faktor seperti tenaga kerja, modal, sumberdaya
manusia, dan manajemen. Pada kegiatan subsistem pengolahan, alat analisis yang
sering digunakan adalah alat analisis nilai tambah.
Metode Hayami merupakan suatu metode yang menjelaskan nilai tambah
dan analisis pemasaran secara kualitatif dan kuantitatif yang kemudian dilakukan
pengolahan dan analisis data. Nilai tambah yang dihasilkan pada pengolahan
barang dan jasa adalah selisih antara nilai akhir suatu produk (nilai output) dengan
nilai bahan baku dan input lainnya. Nilai tambah tidak hanya digunakan untuk
menganalisis besarnya nilai tambah yang didapatkan, tetapi j

Dokumen yang terkait

Analisis nilai tambah dan pendapatan komoditi kedelai pada agroindustri tahu dan tempe (Studi kasus di desa Branggahan kecamatan Ngadiluwih dan di desa Pelas kecamatan Kras Kabupaten Kediri

0 25 142

ANALISIS NILAI TAMBAH, PENDAPATAN DAN HARGA POKOK PRODUKSI PADA KLASTER AGROINDUSTRI BERBASIS KEDELAI (TAHU DAN TEMPE) DI KECAMATAN METRO BARAT

0 14 16

Analisis pendapatan usahatani kedelai serta nilai tambah industri tahu dan tempe (Kasus desa Sindangratu dan Situgede di kabupaten Garut Serta kotamadya Bogor)

0 8 111

Efektivitas Pendampingan terhadap Kinerja PMT-AS di Desa Sukamaju. Kecamatan Cibungbulang dan Desa Pamijahan. Kecamatan Pamijahan. Kabupaten Bogor.

0 11 107

Pola Konsumsi Energi pada Industri Kecil Tahu di Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Studi Kasus : Industri Kecil Tahu di Kecamatan Ciampea dan Kecamatan Cibungbulang)

3 28 128

Analisis nilai tambah dan dayasaing serta dampak kebijakan pemerintah terhadap industri tempe di kabupaten Bogor (kasus: desa Citeureup, kecamatan Citeureup)

0 19 120

Analisis Pengaruh Kenaikan Harga Kedelai Terhadap Kinerja Usaha Industri Tempe di Desa Citeureup Kabupaten Bogor

7 76 95

Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Praktik Birokrasi Desa (Studi Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor)

0 10 152

Pengaruh Kenaikan Harga Kedelai terhadap Profitabilitas dan Nilai Tambah Usaha Tahu Bandung Kayun-Yun di Desa Cihideung Hilir Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor

1 6 60

Pengaruh Modal Sosial Terhadap Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor.

0 4 110