Mekanisme Cedera Penanganan cedera pada tendon fleksor Penanganan cedera pada tendon Ekstensor

13 Gambar 2.6. Zona Cedera dari Tendon ekstensor Pembagian zona dari tendon ekstensor  Zona I : pada area DIPJ termasuk insersi dari struktur mekanisme ekstensor. 3,7  Zona II : terletak pada area middle phalanx dan insersi dari lateral band, khusus pada ibu jari zona ini juga meliputi proksimal phalanx. 3,7  Zona III : meliputi PIPJ, di area ini terdapat central slip yang berinsersi pada middle phalanx dan pada ibu jari, area zona III meliputi MCPJ dan insersi dari otot ekstensor pollicis brevis. 3,7  Zona IV : meliputi proksimal phalanx dan struktur eksensor mekanisme yang berada distal dari selubungnya ekstensor hood. Pada zona I hingga zona IV, nutrisi dari tendon berlangsung dengan cara perfusi melalui paratenon. 3,7  Zona V: meliputi sendi MCPJ yang termasuk juga struktur dari selubung ekstensor ekstensor hood. 3,7  Zona VI : meliputi metacarpal, juncturae, EDC, EIP, EDM. 3,7  Zona VII : meliputi retinaculum dari pergelangan tangan beserta 6 kompartemen tendon ekstensor. 3,7 Pada Zona V hingga VII, nutrisi di fasilitasi oleh tenosynovium.  Zona VIII : berada pada posisi proksimal dari retinaculum dan distal dari musculotendinous junction. Pada zona ini, nutrisi di fasilitasi oleh arteri kecil yang berasal dari fascia di sekitarnya.

2.1.3. Mekanisme Cedera

Untuk tendon fleksor, ketika mekanisme cedera dimana tendon terpotong dalam keadaan fleksi, maka sisi distal dari tendon akan berada pada sisi distal dari kulit dan selubung tendon, apabila tendon terpotong dalam keadaaan ekstensi maka posisi tendon berada pada sisi yang satu level dengan laserasi pada kulit, untuk tendon ekstensor yang memiliki juncturae, tendon tidak mengalami retraksi. 3,7 Universitas Sumatera Utara 14

2.1.4. Proses Penyembuhan Tendon

Pada saat terjadi cedera, tendon mulai membentuk jaringan ikat yang berpengaruh pada 3 fase yang berkesinambungan dan dapat dibedakan berdasarkan dari bentuk sel dan reaksi biokimia yang terjadi. Proses penyembuhan ini menghidupkan kembali serabut tendon dan memulihkan mekanisme gerakan dari tendon, daya rentang akan mengalami perubahan dan kemajuan dari waktu ke waktu, namun tidak akan dapat kembali kepada kekuatan yang normal seperti saat sebelum terjadinya cedera. 4,7

1. Fase Inflamasi

Pada pembuluh darah yang cedera, terjadilah pembentukan hematom yang mengakibatkan pembebasan molekul proinflamatori dan vasodilator. 3 Sel-sel inflamasi yang terdapat disekitar jaringan yaitu : monosit, makrofag, dan netrofil bermigrasi pada sisi yang cedera, kemudian sel sel ini akan melebur membentuk clot dan jaringan nekrotik melalui proses fagositosis. 4,8 Makrofag juga membantu dalam merekrut fibroblas yang baru dan melepaskan faktor faktor proangiogenesis untuk membentuk struktur pembuluh darah baru pada luka Fase ini di tandai dengan meningkatnya kolagen tipe 3, DNA, fibronektin, glycosaminoglycan dan air. Semua molekul ini berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan dari matriks ekstraselular. 4,8

2. Fase Proliferasi

Proliferasi fibroblas adalah pertanda bahwa fase ini telah di mulai, pada saat ini jumlah dari kolagen tipe 3 yang dihasilkan akan mencapai puncaknya. 4

3. Fase Remodeling

Jaringan mulai melakukan remodeling kira kira pada 6 minggu setelah cedera awal, pada fase ini terjadi penurunan dari kolagen tipe 3 dan sintesis dari matriks. Pada saat bersamaan sintesis dari kolagen tipe 1 juga mengalami peningkatan, serat kolagen terorganisir menjadi bentuk yang pararel yang sesuai dengan aksis dari tendon, struktur yang pararel menghasilkan kekuatan mekanik dan daya regang yang kuat. 5 Universitas Sumatera Utara 15 Gambar 2.7. Ilustrasi proses penyembuhan tendon setelah mengalami cedera, Ecm : Ekstracellular Matriks, Gag = Glycosaminoglycans J Hand Surg Am2008;33[1]:102-112.

2.1.5 Penanganan cedera pada tendon fleksor

1. Pada cedera tendon yang 50 persen Debridement + Immobilisasi tanpa reparasi 2. Pada cedera tendon yang 50 persen Debridement +Reparasi+Immobilisasi, teknik reparasi tendon menurut zona yaitu: Zona 1 : teknik Penjahitan inti dan teknik Penjahitan pull out suture Zona 2,3,4 : teknik penjahitan modifikasi strickland pada teknik kessler Zona 5 : teknik Penjahitan figure of eight dan teknik Penjahitan Matrass

2.1.6 Penanganan cedera pada tendon Ekstensor

1. Pada cedera tendon yang 60 persen Debridemen + Immobilisasi tanpa reparasi. 2. Pada cedera tendon yang 60 persen  Zona 1 : teknik Penjahitan Running suture. Universitas Sumatera Utara 16  Zona 2 : Penjahitan dengan teknik running suture pada tepi tendon yang robek dipadukan dengan penjahitan silang cross stitch pada sisi dorsal dari tendon.  Zona 3,4,5 : teknik penjahitan kessler Modified.  Zona 6,7 : teknik penjahitan kessler Modified + circumferential suture.  Zona 8,9 : teknik Penjahitan figure of eight di kombinasikan dengan teknik penjahitan matras. Universitas Sumatera Utara 17

2.2. Kerangka Konsepsional

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka kerangka konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: Definisi Operasional Penderita ruptur tendon akut pada pergelangan hingga jari tangan adalah semua pasien yang berobat di departemenSMF Orthopaedi dan Traumatologi RSUP Haji Adam Malik, baik di poliklinik maupun rawat inap, pada periode 1 Januari 2012 – 31 Desember 2013 yang didiagnosis mengalami cedera tendon pada ekstremitas atas. Karakteristik yang akan ditinjau yaitu : 1. Jenis kelamin Jenis kelamin dikelompokkan berdasarkan skala nominal, yaitu pria atau wanita. 2. Usia Usia adalah usia responden penelitian saat pertama kali didiagnosis dengan penderita ruptur tendon. Menurut Depkes RI pada tahun 2009, Usia dikelompokkan dalam skala nominal, yaitu:  Masa balita : 0-5 tahun  Masa kanak kanak : 5-11 tahun  Masa remaja awal : 12-16 tahun  Masa remaja akhir : 17-25 tahun Penderita Ruptur Tendon Karakteristik: - Jenis kelamin - Usia - pendidikan - Pekerjaan - Tempat tinggal - Struktur anatomis - Lokasi cedera - Cedera penyerta - Jenis penanganan Universitas Sumatera Utara