s m HASIL DAN PEMBAHASAN

35 dengan menggunakan persamaan di atas, sehingga diperoleh grafik seperti pada Gambar 4.5 dan Gambar 4.6. Tabel 4.1 Pemodelan Pseudo Orde Satu dan Pseudo Orde Dua Kinetika Adsorpsi Cd 2+ pada Adsorben Pasir Hitam Ukuran Adsorben Konsentrasi Cd 2+ ppm Qe Percobaan Pseudo Orde 1 Pseudo Orde 2 q e1 k 1 r 2 q e2 k 2 r 2 40 mesh 50 0,1686 0,140 11,465 0,907 0,124 1,452 0,999 Gambar 4.5 Pemodelan Pseudo Orde Satu pada Konsentrasi logam Cd 2+ 50 ppm dan Kecepatan Pengadukan 150 rpm Gambar 4.6 Pemodelan Pseudo Orde Dua pada Konsentrasi logam Cd 2+ 50 ppm dan Kecepatan Pengadukan 150 rpm y = 82x + 7,152 r² = 0,907 5 10 15 20 25 30 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 1q t gm g 1t min -1 orde 1 Linear orde 1 y = 8,062x + 44,77 r² = 0,999 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 100 200 300 400 tq t

g.s m

g t min orde 2 Linear orde 2 Universitas Sumatera Utara 36 Dari hasil perhitungan teoritis seperti ditunjukkan pada Tabel 4.2 di atas, nilai koefisien korelasi r 2 orde dua lebih mendekati angka satu 1 dibandingkan dengan orde satu. Persamaan orde satu memiliki nilai r 2 = 0,907 dan persamaan orde dua memiliki nilai r 2 = 0,999. Ini menunjukkan bahwa pemodelan pseudo orde dua menyajikan data adsorpsi lebih presentatif. Menurut Thambavani, dkk. 2014 [6], persamaan orde dua didasarkan pada asumsi bahwa tahap penentuan laju yang mungkin ialah adsorpsi secara kimia antara adsorben dan adsorbat. Hal ini dapat terjadi karena kondisi pH larutan yang akan diadsorpsi dalam keadaan asam, yaitu 4,5. Menurut Liu, dkk. 2013 [21], adsorpsi akan berlangsung secara maksimal bila dalam kondisi asam karena akan meningkatkan interaksi antara atom SiOH, H + , dan ion pada larutan yang diadsorpsi. Hal ini juga didukung oleh hasil analisis yang dilakukan dengan menggunakan FTIR. Dapat dilihat pada hasil analisis FTIR terjadi penambahan gugus SiOH pada saat sebelum dan sesudah proses adsorpsi berlangsung. Gambar 4.7 Hasil Analisis FTIR pada Pasir Hitam Sebelum dan Setelah Proses Adsorpsi Universitas Sumatera Utara 37 Tabel 4.2 Hasil Analisa FTIR Sebelum Adsorpsi Tabel 4.3 Hasil Analisa FTIR Setelah Adsorpsi Menurut Bera, dkk. 2013 [22], hasil analisa menunjukkan pada peak 740,67 cm -1 dan 1010,7 cm -1 , masing-masing merupakan getaran peregangan untuk ikatan Si-O simetris dan asimetris. Pada peak 582,5 cm -1 terkait dengan getaran lipatan kelompok dari ikatan Si-O asimetris. Dan pada peak 2927,94 cm -1 menunjukkan getaran peregangan -CH 2 asimetris. Menurut Beh, dkk. 2012 [23], pada peak 1627,92 cm -1 sesuai dengan getaran peregangan CO asimetris yang mengindikasikan keberadaan sejenis mineral berkarbonasi. Menurut Skoog, dkk. 2007 [24], pada rentang peak 3200-3600 cm -1 menunjukkan getaran peregangan gugus OH. Perubahan peak diamati setelah adsorpsi yang menunjukkan bahwa kelompok- kelompok fungsional cenderung untuk berpartisipasi dalam pengikatan logam. Pergeseran dari kelompok fungsional dapat dihubungkan dengan adanya interaksi kelompok tersebut dengan ion logam. Namun hasil analisis yang diperoleh dari FTIR tersebut belum dapat dijadikan kesimpulan yang kuat untuk menentukan jenis adsorpsi dari pasir hitam pada penelitian ini. Maka dari itu perlu dilakukan analisis yang lebih spesifik lagi untuk menentukan jenis adsorpsi yang terjadi.

4.4 PENENTUAN KINETIKA DIFUSI