Kode Etik Jurnalistik Indonesia.

14 BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP WARTAWAN DARI TINDAK PIDANA KEKERASAN YANG SEDANG MENJALANKAN TUGAS PROFESI A. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Asas, Fungsi, Hak, Kewajiban dan Peranan Pers

1. Kode Etik Jurnalistik Indonesia.

Pasal 7 ayat 2 UU Pers menerangkan bahwa wartawan memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik KEJ. Menindaklanjuti mengenai KEJ ini, Dewan Pers telah mengeluarkan Peraturan Dewan Pers No. 6Peraturan-DPV2008 tentang Pengesahan Surat Keputusan Dewan Pers No. 03SK-DPIII2006 tentang Kode Etik Jurnalistik Sebagai Peraturan Dewan Pers. Dalam Lampiran Peraturan Dewan Pers tersebut dikatakan : “Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers ialah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers ialah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia.Dalam mewujudkan kemerdekaan per situ, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama. Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat. Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan Universitas Sumatera Utara landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik.” Selanjutnya yang berhubungan dengan tindakan menyamarkan identitas pelaku kejahatan terdapat dalam Pasal 5 KEJ menyatakan, “ Wartwan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban. kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.” Penafsiran Pasal ini ialah yang lazim dilakukan media ialah menyebut nama pelaku hanya dengan inisialnya atau memuat fotonya dengan ditutup matanya atau hanya memperlihatkan foto bagian belakang pelaku saja. 30 Wartawan mempunyai alasan kuat untuk menyembunyikan nama-nama wanita yang menjadi korban perkosaan atau anak-anak yang dianiaya secara seksual.Tujuannya adalah untuk melindungi korban dari pencemaran namanya atau tercoreng aib. Tetapi, dalam hal larangan menyebut nama dan identitas pelaku kejahatan yang masih di bawah umur, dasarnya semata-mata pertimbangan kemanusiaan, berdasarkan nasib serta hari esok pelaku kejahatan dan keluarganya. Jika sampai identitas dan potret yang dimaksud terpampang jelas dalam media, maka wartawan yang menurunkan berita semacam itu jelas sudah mengkhianati tugas profesionalnya yang bebas dan bertanggungjawab. 31 Sedangkan Pasal 7 KEJ menyatakan “Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitasnya maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, 30 Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik, Teori dan Praktek, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005, hal. 118 31 Ibid, hal. 120 Universitas Sumatera Utara dan off the record sesuai dengan kesepakatan.” Salah satu penafsiran terhadap Pasal ini adalah bahwa hak tolak ialah hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.

2. Asas Pers