kasar dan jaringan pulpa yang tertinggal setelah preparasi pada bagian koronal dan tengah saluran akar. Microcannula berfungsi untuk mengangkat debris hingga ke
bagian apikal. Penggunaan macrocannula dan microcannula dapat menimbulkan aliran bahan irigasi baru yang konstan ke dalam saluran akar.
35
2.3 Bahan Irigasi saluran akar 2.3.1Sodium HypochloriteNaOCl
Dalam bidang endodontiNaOCl pertama diperkenalkan pada tahun 1919 oleh Gutheridge.
22
NaOCl bahan irigasi yang paling sering digunakan dalam perawatan saluran akar.
6,21
Biasanya NaOCl digunakan dalam bentuk larutan pada konsentrasi 0,5-5,25.
22
Namun, saat ini ada juga yang menggunakan hingga konsentrasi 6. NaOCl memiliki aktivitas antimikroba yang sangat baik dan bersepektrum luas.
NaOCl mampu membunuh bakteri dengan cepat bahkan pada konsentrasi terendah.Daya kerja antibakterinya didapatkan melalui beberapa cara antara ain
dengan melepaskan oksigen bebas yang bergabung dengan sel protoplasma sehingga merusak sel, kombinasi Cl
2
dengan sel membran membentuk N-chlorocompound yang akan mengganggu metabolisme sel, kerusakan sel secara mekanis oleh Cl
2
dan oksidasi Cl
2
pada enzim sehingga menghambat kerja enzim dan berakibat pada kematian sel.
21
Selain itu, NaOCl mampu menghilangkan debris, sisa-sisa jaringan lunak, dan dapat berperan sebagai pelumas.
6,21
Namun, NaOCl memiliki beberapa kekurangan seperti bau yang tidak enak, bersifat toksik terhadap jaringan periodonsium jika
ekstrusi ke bagian apikal, dan tidak mampu menghilangkan smear layer
anorganik.
18
Sifat toksik yang dimiliki NaOCl meningkat seiring pertambahan konsentrasi yang digunakan.
6,18
Selain itu, larutan NaOCl juga dapat menjadi kurang efektif seiring waktu, kenaikan temperatur, terpapar cahaya atau terkontaminasi
dengan ion metal.
22
Penelitian yang dilakukan oleh Farag H et al menunjukkan bahwa pemakaian NaOCl pada saat preparasi dan irigasi akhir mengganggu ikatan sealer
berbahan resin dengan dinding dentin. Hal ini dikarenakan NaOCl tidak dapat menghilangkan smear layer dari saluran akar saat melakukan preparasi. Selain itu,
Universitas Sumatera Utara
NaOCl juga dapat mengganggu polimerisasi sealer berbahan resin karena dapat mengoksidasi kolagen dan komponen matriks lainnya pada dinding dentin sehingga
mengganggu polimerisasi resin tersebut.
37
2.3.2Ethylenediaminetetraacetic acid EDTA
EDTA pertama kali diperkenalkan dalam perawatan akar oleh Naygaard-Østby dengan tujuan untuk melunakkan dentin sehingga preparasi saluran akar lebih mudah.
EDTA biasa digunakan pada bentuk gel ataupun larutan.
22
Konsentrasi yang biasa digunakan adalah 15-17.
21
Kandungan chelating agent pada EDTA berfungsi untuk menghilangkan smear layer dan melebarkan saluran akar. Hal ini dikarenakan EDTA
mampu mendemineralisasi dentin dan menurunkan tegangan permukaan dinding saluran akar. EDTA juga merupakan bahan irigasi yang sangat biokompatibel.
6
Namun, EDTA hampir tidak memiliki sifat antimikroba sehingga penggunaan EDTA akan lebih efektif jika dikombinasikan dengan NaOCl.
22
Selain itu, paparan dentin terhadap EDTA yang berkepanjangan dapat menyebabkan dentin menjadi lemah
sehingga meningkatkan resiko terjadinya perforasi saat preparasi dengan instrumentasi.
6
2.3.3Chlorhexidine CHX
CHX merupakan bahan antimikroba berspektrum luas yang efektif membunuh bakteri gram positif dan gram negatif. Kation yang dimiliki oleh klorheksidin mampu
menempel pada dinding bakteri dan menyerang sitoplasma atau membran dalam bakteri. Hal ini akan menyebabkan bakteri menjadi lisis. Klorheksidin mampu
berikatan dengan hidroksiapatit pada dentin dalam saluran akar sehingga memiliki efek antimikroba yang panjang hingga 12 minggu.
6,34
Efek antibakteri yang dimilikinya hampir setara dengan NaOCl dan bahkan mampu melawan beberapa
bakteri yang resisten terhadap NaOCl. Selain itu, klorheksidin memiliki toksisitas yang relatif lebih rendah, larut dalam air, tidak memiliki bau yang buruk, dan tidak
mengiritasi jaringan periapikal. Penggunaan CHX sebagai bahan irigasi saluran akar biasanya pada konsentrasi 0,12-2.
20,21
Namun, CHX bukan merupakan bahan
Universitas Sumatera Utara
irigasi yang utama karena tidak mampu melarutkan jaringan nekrotik, tidak mampu menyingkirkan smear layerataupun menetralisir lipopolisakarida dan kurang efektif
melawan bakteri gram negatif.
6,2
2.3.4 The Mixture of Tetracycline and DisinfectantMTAD
MTAD merupakan campuran antara tetrasiklin doksisiklin 3, citric acid 4,25, dan deterjen Tween 80 0,5.
6
MTAD pertama kali diperkenalkan oleh Torabinejad et al sebagai alternatif dari EDTA untuk mengangkat smear layer. Pada
saat melakukan preparasi, kandungan asam sitrat pada MTAD membantu untuk mengangkat smear layer. Ketika smear layer telah terangkat dan tubulus dentin
terbuka, doksisiklin pada MTAD akan masuk ke tubulus dentin dan mengeluarkan efek antibakterinya.
18
Kemampuan untuk menghilangkan smear layer MTAD akan bertambah jika digunakan bersamaan dengan NaOCl pada saat preparasi
mekanis.
6
Selain itu, MTAD memiliki sitotoksisitas yang lebih rendah jika dibandingkan dengan NaOCl 5,25 dan EDTA.
20
Namun, beberapa penelitian memperlihatkan kandungan antibiotik pada MTAD dapat menyebabkan stain pada
gigi. Selain itu, beberapa bakteri yang ditemukan pada saluran akar tidak tertutup kemungkinan akan resisten terhadap antibiotik tetrasiklin yang terkandung di dalam
MTAD.
6
2.4Biofilmpada Infeksi Saluran Akar
Bakteri pada infeksi saluran akar tidak hanya tumbuh sebagai sel planktonik, agregat, ataupun koagregat tetapi juga dapat membentuk suatu biofilm.
4
Biofilm dapat
didefinisikan sebagai komunitas mikrobial multiseluler yang memiliki karakteristik melekat pada suatu permukaan dan ditutupi oleh matriks substansi polimer
ekstraseluler EPS.
5
Biofilm terdiri atas mikrokoloni sel-sel bakteri 15 yang
terdistribusi dalam matriks 85 yang mengandung eksopolisakarida, protein, garam, dan bahan-bahan sel dalam bentuk larutan. EPS yang dihasilkan oleh bakteri
pada biofilm tersebut berfungsi untuk melindungi bakteri dari tekanan lingkungan,
Universitas Sumatera Utara
radiasi ultraviolet, perubahan pH, dan osmotic shock. Selain itu, EPS juga berperan dalam mengatur zat yang masuk dan keluar dari dalam sel bakteri.
1,4
Kemampuan untuk membentuk biofilm merupakan salah satu faktor virulensi dari bakteri. Bakteri dapat membentuk biofilm pada semua permukaan yang
mengandung cairan nutrisi. Pembentukan biofilm diawali dengan proses adsorpsi molekul organik dan anorganik pada permukaan dinding saluran akar yang
menghasilkan lapisan disebut conditioning layer. Pada tahap kedua terjadi perlekatan bakterike conditioning layer adhesi dan tahap ketiga terjadi pertumbuhan sel bakteri
pada conditioning layerdan perluasan biofilm ke permukaan dinding saluran akar lainnya. Pada proses ini, bakteri yang awalnya hanya terdiri dari satu lapisan akan
mengikat bakteri lain sehingga terbentuk mikrokolonisebagai tahap akhir pembentukan biofilm.
1
Bakteri pada biofilm memperoleh nutrisi dari jaringan nekrosis, cairan jaringan, dan eksudat inflamasi yang merupakan sumber utama karbon,
nitrogen, garam, dan energi bagi bakteri.
3
Bakteri pada biofilm memiliki kemampuan untuk saling berkomunikasi, bertukar materi genetik, dan juga memperoleh sifat-sifat baru. Komunikasi dalam
biofilm terdiri dari dua jenis yaitu komunikasi intraspesies dan antar
spesies.Komunikasi intraspesies dapat terjadi melalui sinyal molekul yang disebut quorum sensing
. Quorum sensing diperantarai oleh molekul dengan berat rendah Gambar 3. Skema ilustrasi perkembangan biofilm pada saluran akar. Aderen
dan koaderen mikroorganisme yang diikuti dengan pembelahan dan pertumbuhan yang bergantung pada nutrisi dari lingkungan.
3
Universitas Sumatera Utara
dimana pada konsentrasi yang cukup dapat merubah aktivitas metabolik dari sel bakteri tetangganya dan mengkoordinasikan fungsi sel-sel bakteri yang berada pada
biofilm . Quorum sensing juga mampu mengatur properti bakteri seperti faktor
virulensi dan penggabungan DNA ekstraseluler.
1,38
Penelitian menunjukkan bahwa mikroorganisme pada biofilm 1000-1500 kali lebih resisten terhadap antimikroba.
11
Hal ini dikarenakan bakteri dalam bentuk biofilm
memiliki virulensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan bakteri dalam bentuk planktonik sehingga bakteri tersebut lebih sulit untuk dieliminasi dari saluran
akar dan bertanggung jawab dengan terjadinya infeksi pulpa kronis.
1
2.5Porphyromonas gingivalis sebagai bakteri pada infeksi saluran akar dengan lesi endo-perio
Bakteri merupakan penyebab utama terjadinya penyakit pulpa dan periapikal.
1
Lebih dari 90 saluran akar yang terinfeksi didominasi oleh bakteri obligat anaerob dalam bentuk polimikrobial.
2
Bakteri obligat anaerob yang sering ditemukan antara lain Actinomyces, Campylobacter, Eubacterium, Lactobacillus,
PeptostreptococcusFusobacterium , Porphyromonas, Prevotella, Selenomonas,
Streptococcus , dan Veilonella.
3
Black pigmented bacteria BPB merupakan bakteri
yang sering ditemukan pada infeksi saluran akar primer, seperti Prevotella dan Porphyromonas
.
4
Bakteri Porphyromonas gingivalis
adalah bakteri
golongan Porphyromonas,
gram negatif obligat anareob, berpigmen hitam,asaccharolytic, nonmotil, dan sangat proteolitik. Porphyromonas gingivalis tumbuh dalam media
kultur membentuk koloni berdiameter 1-2 mm, konveks, halus dan mengkilat, pada bagian tengahnya menunjukkan gambaran lebih gelap karena produks protoheme,
yaitu suatu substansi yang bertanggung jawab terhadap warna khas koloni. Bakteri ini memiliki bentuk morfologi koloni yang berbeda-beda mulai dari berbentuk halus
hingga kasar.
7,39
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan taksonominya, Porphyromonas gingivalis diklasifikasikan sebagai berikut:
39
Kingdom : Bacteria
Filum : Bacteroidetes
Ordo : Bacteroidales
Famili : Porphyromonadaceae
Genus : Porphyromonas
Spesies : Porphyromonas gingivalis
Porphyromonas gingivalis ditemukan sebanyak 10-15,2 pada penelitian
degnan metode kultur pada infeksi saluran akar primer. Sedangkan pada penelitian menggunakan metode PCR ditemukan Porphyromonas gingivalis dengan prevalensi
28-43,3.
4,9,10
Persentase Porphromonas gingivalis pada infeksi endodonti primer lebih tinggi dibandingkan pada infeksi endodonti sekunder. Hal ini dibuktikan pada
penelitian Kipalev dkk 2014 menggunakan metode PCR menemukan Gambar 4. Morfologi bakteri Porphyromonas
gingivalis pada gambaran TEM. R:
Ribosomal, N: Nucleus, C: Capsule, PS: Periplasmic Space, CM: Cellluler
Membrane, PG: Peptidoglycan, OM: Outer Membrane.
40
Universitas Sumatera Utara
Porphyromonas gingivalis sebanyak 54.2 pada infeksi saluran akar primer dan
45,7 pada infeksi saluran akar sekunder.
11
Porphyromonas gingivalis merupakan bakteri yang dominan ditemukan pada
periodontitis.
7
Penelitian menunjukkan keberadaan bakteri ini mencapai 85 pada daerah yang mengalami periodontitis dan pada daerah yang sehat hanya ditemukan
dalam jumlah yang sedikit.
40
Menurut Simring dan Goldberg 1964 penyakit jaringan pulpa dan periodontal memiliki hubungan yang erat sehingga digunakanlah istilah
lesi endo-perio untuk mendeskripsikan lesi yang sering ditemukan dengan derajat yang bervariasi pada jaringan pulpa dan periodontal.
8
Penelitian menunjukkan terdapat persamaan antara bakteri yang terdapat pada periodontitis dan penyakit
jaringan pulpa, salah satunya Porphyromonas gingivalis.
15
Prevalensi Porphyromonas gingivalis dengan berbagai bentuk lesi periapikal menunjukkan angka yang cukup tinggi.
Penelitian yang dilakukan Lačevic S et al 2015 menunjukkan Porphyromonas gingivalis pada gigi dengan infeksi saluran akar
primer dengan periodontitis apikalis yaitu 53 pada poket periodontal dan 70 saluran akar yang terinfeksi.
12
Selain itu, penelitian Loo T et al 2009 menemukan Porphyromonas gingivalis
pada infeksi saluran akar primer yang disertai periodontitis apikalis kronis sebesar 39,5.
13
Bakteri Porphyromonas gingivalis, Treponema denticola,dan Tannerella forsythia
termasuk dalam kelompok bakteri red complex yang mendominasi poket periodontal dan berperan dalam perkembangan periodontitis.
7
Selain itu, penelitian menunjukkan bakteri red complex juga ditemukan pada infeksi saluran akar dengan
lesi endo-perio. Penelitian yang dilakukan oleh Selcuk dan Ozbek 2010 menemukan bakteri red complex 84 pada kasus abses periapikal akut dengan persentase bakteri
Porphyromonas gingivalis sebanyak 43,7. Selain itu, Rôças et al 2001
menemukan 33 dari 50 gigi dengan nekrosis pulpa yang disertai lesi periapikal terdapat setidaknya satu bakteri dalam kelompok red complex.
15
Kolonisasi Porphyromonas gingivalis dengan bakteri lain membentuk biofilm dapat meningkatkan keparahan infeksi saluran akar. Keberadaan Porphyromonas
endodontalis dan Porphyromonas gingivalis pada saluran akar yang nekrosis masing-
Universitas Sumatera Utara
masing 43 dan 28 sering dikaitkan dengan terjadinya penyakit periapikal dan abses akut yang disertai dengan rasa sakit dan pembengkakan.
4,14
Penelitian lain menunjukkan infeksi silangPorphyromonas gingivalis dan Bacteroides forsythus
saluran akar dapat meningkatkan keparahan periodontitis apikalis kronis.
13
Selain itu, studi in vivo yang dilakukan terhadap tikus menunjukkan resiko terjadinya flare-up
endodontic pada saluran akar yang terinfeksi oleh Enterococcus faecalis dan
Porphyromonas gingivalis.
1
Kemampuan mikroorganisme untuk menyebabkan penyakit disebut patogenisitas, sedangkan derajat patogenisitas mikroorganisme disebut virulensi.
Faktor virulensi yang berkontribusi terhadap patogenisitas terdiri dari produk, komponen struktural, ataupun strategi-strategi yang dimiliki oleh mikroorganisme
tersebut. Faktor virulensi bakteri terdiri dari komponen seluler struktural dan produk- produk yang dihasilkan. Strategi-strategi bakteri yang terlibat dalam patogenisitas
termasuk diantaranya kemampuan untuk berkoagregasi dan pembentukan biofilm yang melindungi bakteri dari sistem pertahanan tubuh dan agen antimikroba.
29
Porphyromonas gingivalis memiliki faktor-faktor virulensi meliputi
lipopolisakarida, fimbria, kapsul, gingipain, outer membrane vesicle, proteinase, fibrinolisin, fosfolipase, asam fosfatase, DNase, hialuronidase, chondroitin sulfatase,
hemolisin, metabolit, dan heat-shock proteins.
16
Faktor-faktor virulensi ini dapat memicu mekanisme pertahanan tubuh yang mengarah kepada kerusakan jaringan.
7
Lipopolisakarida LPS merupakan bagian dari dinding sel bakteri gram negatif yang juga disebut dengan endotoksin. LPS terbagi atas hidrofilik polisakarida dan
hidrofobik glikolipid yang disebut juga Lipid A. Hidrofilik polisakarida terdiri atas O-antigent
dan core oligosaccharide. LPS dapat memicu reaksi sistem imun jika dilepaskan dari membran sel saat bakteri mengalami multiplikasi ataupun saat bakteri
tersebut mati.
16
Beberapa efek biologis yang ditimbulkan LPS yaitu:
16
1. Mengaktifkan makrofag yang menyebabkan terjadinya sintesis dan
pelepasan sitokin IL- 1β, IL-8, IL-16, dan TNF-α, prostaglandin, nitrit
Universitas Sumatera Utara
oksida, dan oxygen derived free radical yang merupakan mediator inflamasi dan mampu memicu resorpsi tulang.
2. Mengaktifkan sistem komplemen yang dapat melakukan opsonisasi dan
meningkatkan permeabilitas pembuluh darah. 3.
Menstimulasi diferensiasi osteoklas dan resorpsi tulang. 4.
Keberadaan LPS juga dikaitkan dengan adanya nyeri pulpa, inflamasi periapikal, pengaktifan komplemen kerusakan tulang.
5. LPS pada infeksi saluran akar lebih banyak pada gigi periodontitis
apikalissimptomatis, kerusakan tulang periradikular, ataupun pada gigi dengan eksudat yang persisten.
Fimbria merupakan makromolekul berfilamen yang banyak ditemukan pada permukaan bakteri gram negatif.
1
Pada satu sel bakteri terdiri dari 10 hingga 1000 fimbria yang terdistribusi pada seluruh permukaan, tetapi pada beberapa bakteri
fimbria hanya terletak pada satu permukaan saja. Fimbria berfungsi untuk melakukan perlekatan ke sel host dan bakteri lain melalui reseptor spesifik. Selain itu, fimbria
juga terlibat dalam pengeluaran sitokin oleh sel makrofag seperti IL- 1α, IL-1β, IL-6,
CXCL-8, dan TNF- α.
16
Kapsul merupakan lapisan luar pada dinding sel bakteri yang pada umumnya tersusun oleh polisakarida. Kapsul berfungsi untuk melindungi bakteri dari
kekeringan,fagositosis, virus bakteri, dan bahan-bahan hidrofobik yang toksik seperti deterjen. Keberadaan kapsul pada bakteri BPB merupakan salah satu faktor yang
membuat bakteri tersebut persisten di dalam saluran akar karena mampu menghindari atau bertahan hidup setelah difagositosis.
1
Gingipain merupakan kelompok dari enzim cysteine protease pada permukaan
Porphyromonas gingivalis yang berperan 85 dari aktivitas proteolitiknya.Gingipain
terdiri dari arginine-specific proteinaseArg-X dan lysine-specific proteinaseLys- X. Arg-X terdiri dari dua jenis yaitu RgpA dan RgpB, sedangkan Lys-Xadalah Kgp.
Gingipain berperan dalam melindungi Porphyromonas gingivalis dengan cara
mendegradasi komponen matriks ekstraseluler, sitokin, immunoglobulin, dan faktor
Universitas Sumatera Utara
komplemendari antibakterial. Selain itu, gingipain juga berperan dalam pelepasan mediator inflamasi seperti IL-
1α, IL-1β, dan IL-18.
40
Outer membrane vesicle OMVmerupakan struktur kecil yang terbentuk dari
permukaan membran luar yang dilepaskan pada saat pertumbuhan bakteri. OMV mampu mengatur interaksi dengan sel tetangga ko-ageragasi dan menangkap lytic-
enzymes untuk menghancurkan molekul besar dan impermeable agar dapat masuk ke
dalam sel bakteri serta menangkap enzim yang menyebabkan bakteri resisten terhadap antibiotik. Lipoprotein biasanyaterlihat pada dinding sel bakteri gram
negatif dan bertanggungjawab untuk menjangkarkan membran luar bakteri ke lapisan peptidoglikan. Lipoprotein terlibat dalam pelepasan IL-
1β, IL-6, IL-12 dan TNF-α oleh makrofag.
16
2.6 Penggunaan Bahan Alami dalam Bidang Endodonti