Optimasi Produksi Enzim Amilase

dengan semakin lebar zona bening tetapi besarnya aktivitas enzim amilase yang berperan merombak pati dalam medium padat tidak dapat diketahui. Indeks amilolitik merupakan seleksi awal secara kualitatif untuk menentukan adanya aktivitas enzim amilase Kurniasih, 2012.

4.2.2 Optimasi Produksi Enzim Amilase

Produksi enzim suatu mikroba sangat bergantung pada pertumbuhan bakteri itu sendiri. Dimana bakteri memerlukan enzim untuk kehidupannya, enzim diperlukan untuk metabolisme mikroorganisme tersebut. Hal ini menunjukkan suatu hubungan, dimana faktor yang mempengaruhi produksi enzim pada mikroba beberapa sama dengan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba tersebut, diantaranya : suhu, lama inkubasi, pH awal, jumlah inokulum dan faktor yang berpengaruh lainnya Pandey et al., dalam Fitriani dkk., 2013. Suhu optimum produksi enzim baik isolat FM 133, FM 134, maupun FM 3022 terdapat pada suhu 40 ℃. Hal ini ditunjukkan oleh nilai aktivitas enzim amilase kasar optimum pada suhu 40 ℃. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Fitriani, A, 2013 bahwa suhu optimum untuk memproduksi enzim amilase dari Bacillus subtilis isolat kawah gunung adalah 40 ℃. Fitriani, 2013 juga menyatakan hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Gibson dan Gordon, 1974 dalam Drofftner Yamamoto, 1985 yang menyatakan bahwa Bacillus subtilis dapat hidup direntang suhu 5 ℃ hingga 55℃. 703,10 548,14 358,95 778,03 422,32 313,16 324,72 361,73 577,74 549,53 508,82 554,15 441,29 647,59 471,35 200,00 400,00 600,00 800,00 1000,00 25 30 35 40 45 Isolat FM 133 Isolat FM 134 Isolat FM 3022 Universitas Sumatera Utara Gambar 4.5. Grafik Pengaruh Suhu Inkubasi terhadap Produksi Enzim Isolat Terpilih Berdasarkan suhu pertumbuhannya, mikroba digolongkan menjadi lima kelompok, yaitu psikrofil tumbuh pada suhu −5 − 20℃, mesofil tumbuh pada suhu 20 − 45℃, termofil pada suhu 45 − 65℃, termofil ekstrim pada suhu 65 − 85℃, dan hipertermofil suhu 85 − 100℃ Soeka, Y., dkk, 2011. Karakteristik mikroba menentukan karakteristik enzim yang dihasilkan. Misalnya mikroba yang bersifat mesofil akan menghasilkan enzim yang bersifat mesofil pula. Dari ketiga isolat terpilih, aktivitas enzim meningkat dari suhu 25 ℃ dan aktivitas tertinggi dicapai pada suhu 40 ℃. Tetapi pada suhu setelah 40℃ terlihat aktivitas enzim mulai menurun. Tiap enzim memerlukan suhu dan pH tingkat keasaman yang berbeda-beda karena enzim adalah protein, yang dapat mengalami perubahan bentuk jika suhu dan keasaman berubah. Pada umumnya setiap enzim memiliki aktivitas maksimum pada suhu tertentu, aktivitas akan meningkat dengan bertambahnya suhu. Tetapi setelah suhu optimum tercapai kenaikan suhu akan menyebabkan aktivitas enzim menurun karena denaturasi protein. Penelitian yang dilakukan oleh Pujoyuwono et al. 1997 menyatakan bahwa suhu optimum enzim amilase sekitar 25 − 30℃. Menurut Burhan et al. 2003, pengaruh suhu terhadap aktivitas produksi amilase berhubungan dengan pertumbuhan organisme. Rentang suhu yang besar 35 − 80℃ merupakan suhu optimum untuk pertumbuhan dan produksi enzim α-amilase pada bakteri Kurniasih, 2012. Karakteristik penting lain yang harus diketahui yaitu pH optimum enzim. Setiap enzim memiliki pH optimum yaitu pH yang dapat menghasilkan aktivitas tertinggi dalam mengkatalisis suatu reaksi. pH akan mempengaruhi sisi aktif enzim dalam membentuk kompleks enzim substrat. pH yang terlalu rendah atau tinggi akan mempengaruhi konformasi enzim sehingga enzim tidak dapat membentuk kompleks dengan substrat Nangin., dkk, 2015. Universitas Sumatera Utara Dari perlakuan suhu 30 ℃ selama masa inkubasi 24 jam, hasil karakterisasi terhadap pH menunjukkan bahwa enzim amilase yang dihasilkan oleh isolat FM 133 dan FM 3022 tertinggi pada pH 6. Dan semakin menurun sampai pH 8. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Malle et al. 2012 bahwa amilase yang diperoleh memiliki pH optimum pada pH 6,5. Pada pH rendah 4,0 aktivitas amilase juga rendah dan meningkat pada aktivitas maksimumnya pada pH 6,5. Namun, aktivtas tiba-tiba mengalami penurunan pada pH 8,0. Menurut Bozic, N, et al. 2010 dalam Nangin, et al. 2012 Enzim APPM dari isolat Bacillus licheniformis ATCC 9945a memiliki aktivitas tertinggi pada pH 6,5. Sedangkan hasil penelitian lain melaporkan bahwa isolat Streptomyces sp. E-2248 menghasilkan enzim APPM dengan pH optimal pada pH 6 dan memiliki kestabilan yang baik pada pH 5-6. Gambar 4.6. Grafik Pengaruh pH Inkubasi terhadap Produksi Enzim Isolat Terpilih Sebaliknya isolat FM 134 memiliki aktivitas yang terus meningkat dari pH 6 dan memiliki aktivitas maksimum pada pH 8. Isolat yang bersifat basa juga diperoleh oleh Kurniasih 2012 dimana hasil karakteristiknya terhadap pH menunjukkan bahwa enzim amilase yang dihasilkan oleh isolat TA 52 tertinggi pada pH 9. Hagihara et al. 2001 menyatakan bahwa amilase dari isolat Bacillus sp. KSM-K38 memiliki rentang pH optimumnya 8-9,5 Kurniasih, 2012. Hal ini menunjukkan bahwa amilase dari isolat FM 134 merupakan amilase alkali. 677,66 536,57 611,05 595,32 652,68 666,56 680,90 705,41 732,70 766,47 352,01 340,91 339,06 294,65 270,14 200,00 350,00 500,00 650,00 800,00 950,00 6 6,5 7 7,5 8 Isolat FM 133 Isolat FM 134 Isolat FM 3022 Universitas Sumatera Utara Kurva pertumbuhan bakteri dapat dipisahkan menjadi empat fase utama : fase lag fase lamban atau lag phase, fase pertumbuhan eksponensial fase pertumbuhan cepat atau log phase, fase stationer fase statis atau stationary phase dan fase penurunan populasi decline. Fase-fase tersebut mencerminkan keadaan bakteri dalam kultur pada waktu tertentu. Di antara setiap fase terdapat suatu periode peralihan dimana waktu dapat berlalu sebelum semua sel memasuki fase yang baru. Ket : a = fase lag b = fase eksponensial c = fase stasioner d = fase kematian populasi Gambar 4.8. Kurva Pertumbuhan Bakteri Sumber: Madigan dkk., 1991 Berdasarkan Gambar 4.7, pengaruh waktu inkubasi 12, 24, 36, 48, dan 60 jam berbeda-beda kepada setiap isolat. Pada isolat FM 133 tidak ditemukan adanya dase lag dan fase ekponensial. Dari awal inkubasi pada jam ke-12, isolat FM 133 telah memiliki aktivitas enzim yang optimum. Hal ini menyatakan bahwa jam ke-12 inkubasi merupakan fase stasioner isolat FM 133 lalu seterusnya memasuki fase kematian populasi yang ditandai dengan menurunnya aktivitas enzim mulai dari jam ke-24 inkubasi hingga jam ke-60. Sebaliknya, isolat FM 134 Universitas Sumatera Utara terus mengalami peningkatan aktivitas enzim dari awal inkubasi hingga akhir inkubasi. Sesuai dengan kurva pertumbuhan bakteri maka isolat FM 134 telah memasuki fase eksponensial pada jam ke-12 inkubasi dan fase stasioner pada jam ke-60. Karena pengamatan pengaruh waktu inkubasi terhadap produksi enzim hanya dilakukan hingga jam ke-60, maka tidak ditemukan fase kematian populasi pada isolat FM 134. Berbeda dengan dua isolat sebelumnya, isolat FM 3022 memiliki fase pertumbuhan yang lengkap. Dimana pada awal inkubasi hingga jam ke-24 merupakan fase lag. Hal ini ditandai dengan aktivitas enzim yang lambat. Dari jam ke-24 hingga jam ke-36 isolat FM 3022 mengalami fase eksponensial dengan kenaikan aktivitas yang sangat besar. Pada jam ke-36 isolat FM 3022 memiliki aktivitas enzim optimum menandakan fase ini merupakan fase stasioner. Dari jam ke-36 hingga jam ke-60 aktivitas enzim terus mengalami penurunan menandakan isolat mulai mengalami fase kematian populasi. Gambar 4.7. Grafik Pengaruh Waktu Inkubasi terhadap Produksi Enzim Isolat Terpilih Pada saat digunakan kondisi biakan rutin, akumulasi produklimbah, kekurangan nutrien, perubahan pH, dan faktor lain yang tidak diketahui akanmendesak dan mengganggu biakan, mengakibatkan penurunan kecepatanpertumbuhan. Selama fase ini, jumlah sel yang hidup tetap konstan untuk periodeyang berbeda, bergantung pada bakteri, tetapi akhirnya menuju periode penurunanpopulasi. Dalam beberapa kasus, sel yang terdapat dalam suatu biakan yang populasiselnya tidak tumbuh dapat memanjang, membengkak secara 725,30 710,50 675,81 667,48 634,18 540,28 651,29 666,09 736,40 783,58 504,20 662,86 726,23 717,90 482,92 250 400 550 700 850 1000 12 24 36 48 60 Isolat FM 133 Isolat FM 134 Isolat FM 3022 Universitas Sumatera Utara abnormal, ataumengalami penyimpangan, suatu manifestasi pertumbuhan yang tidak seimbang. Madigan, 1991. Hal ini didukung oleh Ashger et al. 2007 yang melaporkan bahwa aktivitas α-amilase B. subtilis JS-2004 terjadi pada jam ke-48 setelah inkubasi atau pada saat sel mengalami fase stasioner. Selain itu Purnama dan Mubarik 2002 menyatakan bahwa aktivitas α-amilase Enterobacter sp. tertinggi pada fase stasioner. Umumnya enzim dihasilkan dalam jumlah yang sedikit pada fase pertumbuhan, tetapi terakumulasi dalam jumlah besar selama fase stasioner Kurniasih, 2012. Dari data ini tidak ditemukan adanya fase pertumbuhan pada isolat FM 133 dan FM 134 dapat disebabkan oleh fase pertumbuhan kedua isolat tersebut terjadi sebelum 12 jam waktu inkubasi. Kemudian, pada isolat FM 134 tidak ditemukan fase kematian dapat diketahui bahwa fase tersebut terjadi setelah inkubasi selama 60 jam. Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan sebagai

berikut : 1. Isolasi bakteri dari tanah Tempat Pembuangan Akhir TPA Sampah Terjun Medan menghasilkan 24 isolat. Melalui uji kualitatif, 12 isolat memiliki aktivitas amilase. Dari 12 isolat amilolitik potensial dipilih tiga isolat yaitu FM 133, FM 134, dan FM 3022 untuk optimasi produksi enzim amilase berdasarkan luas zona bening dan indeks amilolitik tertinggi 2. Hasil pengamatan morfologi ketiga isolat terpilih memiliki bentuk irreguler, tepi undulate untuk isolat FM 133 dan entire untuk isolat FM 134 dan FM 3022, elevasi raised untuk isolat FM 133, FM 134 dan flat untuk FM 3022 3. Isolat FM 133 memiliki kondisi optimum produksi amilase pada pH 6 selama 12 jam waktu inkubasi. Isolat FM 134 memproduksi enzim optimum pada kondisi pH 8 dengan waktu inkubasi 60 jam. Sedangkan isolat FM 3022 pada pH 6 dengan waktu inkubasi 36 jam. Untuk ketiga isolat, kondisi optimum untuk produksi enzim amilase diperoleh pada suhu inkubasi 40 ℃ 4. Enzim yang dihasilkan dari isolat FM 133, 134, dan 3022 memiliki aktivitas secara berturut-turut sebesar 782,66 Uml, 822,90 Uml, dan772,95 Uml.

5.2 Saran

Dari penelitian ini perlu dilakukan identifikasi lebih lanjut mengenai jenis isolat bakteri terpilih yang digunakan dalam produksi enzim. Selain itu untuk selanjutnya dapat dilakukan pemurnian enzim amilase yang diperoleh untuk menghasilkan enzim dengan aktivitas enzim yang lebih baik lagi. Universitas Sumatera Utara