Tabel. 8. Matriks faktor strategi internal IFAS
No Faktor-faktor strategi Internal
Bobot Rating
Skor
1 2
3 Strength Kekuatan
Potensi alam yang mendukung untuk dilakukan kegiatan ekowisata.
Sarana Prasarana yang cukup memadai. Keberadaan kelompok masyarakat sebagai
pengelola sumberdaya mangrove. 0,20
0,15 0,15
4 3
3 0,80
0,45 0,45
1 2
3
Weakness Kelemahan
Rendahnya pemahaman masyarakat pengunjung tentang sumberdaya
ekosistem mangrove dan juga ekowisata. Kurangnya dukungan dari pemerintah desa
setempat . Kurangnya informasipromosi tentang
adanya wisata mangrove di desa Sei Nagalawan.
0,15
0,19 0,16
2
3 2
0,30
0,57 0,32
Total 1,00
2,89
2. Faktor-Faktor Eksternal EFAS
Identifikasi faktor-faktor strategis eksternal didapatkan dari hasil wawancara dan kuisioner dengan masyarakat pihak pengelola dan pengunjung serta
pengamatan secara langsung di lapangan. Matriks faktor strategi eksternal EFAS dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Matriks Faktor Strategi Eksternal EFAS
No Faktor-faktor strategi Eksternal
Bobot Rating
Skor
1 2
3 Opportunities Peluang
Tingginya minat wisatawan untuk
melakukan kegiatan wisata mangrove. Lokasi tempat wisata yang strategis.
Menghasilkan produk unggulan hasil dari sumberdaya mangrove dan satu – satunya di
Serdang Bedagai. 0,16
0,13 0,16
4 3
3 0,64
0,39 0,48
Universitas Sumatera Utara
1 2
3 Threats Ancaman
Persaingan dengan obyek wisata yang lain. Dampak negatif dari aktifitas wisata
sampah, potensi buangan limbah, kegiatan yang merusak ekosistem mangrove, dll.
Konflik kepentingan. 0,14
0,20 0,21
2 1
1 0,28
0,20 0,21
Total 1,00
2,20
Penentuan Bobot dan Skor Setiap Faktor
Pemberian bobot masing-masing faktor harus sesuai dengan kriteria penilaian obyek wisata hutan mangrove. Cara pemberian bobot dan rating pada
setiap faktor dapat dilihat pada Lampiran 13 dan Lampiran 14. Sedangkan hasil penilaian faktor-faktor internal dan eksternal digunakan untuk menghitung rating
atau tingkat kepentingan suatu faktor terhadap suatu kegiatan.
Matriks SWOT
Setelah matriks IFAS dan EFAS dianalisis, selanjutnya unsur-unsur tersebut dihubungkan dalam matriks untuk memperoleh beberapa alternative strategi.
Matriks ini menghubungkan empat kemungkinan strategi, yaitu menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengambil peluang yang ada strategi S-O,
mengunakan peluang yang dimiliki untuk mengatasi ancama yang dihadapi Stategi S-T, mendapatkan keuntungan dari peluang dengan mengatasi
kelemahan Stategi W-O, meminimalkan kemahan untuk menghindari ancama Stategi W-T. Matriks SWOT dapat dilihat pada Tabel 10.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 10. Matriks SWOT
IFAS
EFAS Strength Kekuatan
1. Potensi alam yang
mendukung untuk dilakukan kegiatan
ekowisata.
2. Sarana Prasarana
yang cukup memadai. 3.
Keberadaan kelompok masyarakat sebagai
pengelola sumberdaya mangrove.
Weakness Kelemahan
1. Rendahnya pemahaman
masyarakat pengunjung tentang sumberdaya
ekosistem mangrove dan juga ekowisata.
2. Kurangnya dukungan dari
pemerintah desa setempat. 3.
Kurangnya informasipromosi tentang adanya wisata
mangrove di desa Sei Nagalawan.
Opportunities O
1. Tingginya minat
wisatawan untuk melakukan kegiatan
wisata mangrove.
2. Lokasi tempat wisata
yang strategis. 3.
Menghasilkan produk unggulan hasil dari
Sumberdaya mangrove dan satu –
satunya di Serdang Bedagai Sumatera
Utara.
Strategi S-O
1. Meningkatkan usaha
pengelolaan ekosistem mangrove melalui
kegiatan ekowisata.
2. Meningkatkan dan
mempromosikan usaha hasil pengolahan produk
dari mangrove kepada wisatawan.
Strategi W-O
1. Diadakannya pelatihan
tambahan kepada kelompok masyarakat pengelola
kawasan supaya masyarakat pengelola kawasan wisata
bisa berbagi tentang pendidikan lingkungan
kepada wisatawan.
2. Memberikan promosi baik
lewat internet maupun media lainnya untuk menarik minat
wisatawan berwisata mangrove.
3. Meningkatkan peran
PEMDES setempat dalam partisipasinya mendukung
pengelolaan obyek wisata mangrove lebih lanjut.
Threats Ancaman
1. Persaingan dengan
obyek wisata yang lain.
2. Dampak negatif dari
aktifitas wisata sam pah, potensi buangan
limbah, kegiatan yang merusak
Strategi S-T
1. Memberikan pendidikan
lingkungankonservasi kepada setiap wisatawan
dengan cara menjaga kebersihan di tempat
wisata, dll.
2. Menjaga obyek wisata
mangrovc dengan tetap
Strategi W-T
1. Meningkatkan kesadaran
masyarakat sekitar penginjung untuk mau
merehabilitasi ekosistem mangrove yang rusak dan
kritis.
2. Meningkatnya partisipasi dari
pemerintah setempat dalam
Universitas Sumatera Utara
ekosistem mangrove, dll.
3. Konflik kepentingan
memperhatikan daya dukung kawasan.
penyelesaian konflik kepentingan yang terjadi
antara kelompok masyarakat pengelola dengan beberapa
masyarakat sekitar
yang belum sadar akan pentingnya
menjaga lingkungan pesisir, terkhusus ekosistem
mangrove.
Alternatif Strategi
Prioritas dari strategi yang dihasilkan dengan memperhatikan faktor-faktor yang saling terkait. Rangking akan ditentukan berdasarkan urutan jumlah skor
terbesar sampai terkecil. Tabel Alternatif strategi dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Alternatif strategi
No. Alternatif Strategi
Keterkaitan Jumlah
Skor Rangking
1 2
Strategi S-O
Meningkatkan usaha pengelolaan ekosistem
mangrove melalui kegiatan ekowisata.
Meningkatkan dan mempromosikan usaha hasil
pengolahan produk dari mangrove kepada
wisatawan. S1,S2,S3,
O1,O2,O3 SI,S3,O1,O3
2,49
1,47 I
IV
1 2
Strategi W-O
Diadakannya pelatihan tambahan kepada kelompok
masyarakat pengelola kawasan supaya masyarakat
pengelola kawasan wisata bisa berbagi tentang
pendidikan lingkungan kepada wisatawan.
Memberikan promosi baik lewat internet maupun
W1,O1 W3,
0,94
1,83 IX
III
Universitas Sumatera Utara
3. media lainnya untuk
menarik minat wisatawan berwisata mangrove.
Meningkatkan peran PEMDES setempat dalam
partisipasinya mendukung pengelolaan obyek wisata
mangrove lebih lanjut. O1,O2,O3
W2, W3, O2
1,28 VII
1 2
Strategi S-T
Memberikan pendidikan lingkungankonservasi
kepada setiap wisatawan dengan cara menjaga
kebersihan di tempat wisata, dll.
Menjaga obyek wisata mangrovc dengan tetap
memperhatikan daya dukung kawasan.
S1,S3, T1, T2
S1, S2, S3, T1, T2, T3
1,33
1,99 V
II
1 2
Strategi W-T Meningkatkan kesadaran
masyarakat sekitar penginjung untuk mau
merehabilitasi ekosistem mangrove yang rusak dan
kritis. Meningkatnya partisipasi
dari pemerintah setempat dalam penyelesaian konflik
kepentingan yang terjadi antara kelompok
masyarakat pengelola dengan beberapa
masyarakat sekitar yang belum sadar akan
pentingnya menjaga lingkungan pesisir,
terkhusus ekosistem mangrove.
W1, W3, T1, T2
W1, W2, T2, T3
1,10
1,28 VIII
VI
Universitas Sumatera Utara
Pembahasan Karakteristik Masyarakat Pemanfaat Ekosistem Mangrove
Masyarakat yang diwawancarai adalah masyarakat yang bermukim di sekitar Estuari Perancak dan memanfaatkan daerah estuari tersebut. Jumlah
respoden adalah 52 orang, terdiri dari 28 orang laki-laki dan 24 orang perempuan. Sebagian besar usia masyarakat berkisar antara usia 37-46 tahun sebesar 38,46.
Kisaran usia 17-26 tahun adalah 3,85, usia 27-36 adalah 32,69, usia 47-56 tahun masing-masing adalah 19,23, dan usia 56 tahun adalah 5,77.
Secara umum pendidikan masyarakat belum memadai karena masyarakat yang berpendidikan SD sebanyak 46,15, SMP 34,62, SMA 17,31 dan yang
berpendidikan diploma 1,92 . Tidak ditemukan masyarakat yang tidak pernah sekolah. Berdasarkan karakteristik pekerjaan, wiraswasta sebanyak 9,62 , Petani
5,38, Nelayan 46,15, dan lain lain 28,85. Sebagian besar masyarakat pemanfaat ekosistem mangrove di pesisir Sei Nagalawan tidak menjadikan
pemanfaatannya sebagai pekerjaan utama karena hanya 17,31 tetapi sebagai pekerjaan tambahan yakni sebesar 82,69.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Wijayanti 2011 yang menyatakan bahwa mata pencaharian penduduk akan bertambah sehingga meningkatkan taraf
hidup ekonomi masyarakat pesisir, dan tidaklah mustahil bila mereka akan berganti profesi dari menjadi petani tambak udang yang selama ini terus
membuka lahan mangrove untuk tambak menjadi penyedia jasa pariwisata mangrove di kawasan hutan mangrove
Karateristik tingkat pendapatan masyarakat untuk memanfaatkan ekosistem mangrove yakni memiliki penghasilan sebesar Rp.500.000bln adalah
Universitas Sumatera Utara
sebanyak 20 orang, penghasilan sebesar Rp.500.000 – Rp. 2.000.000bln adalah sebanyak 23 orang, dan sebesar Rp. 2.000.000 – Rp. 4.000.000bln adalah
sebanyak 9 orang. Tidak ditemukan masyarakat yang memiliki penghasilan Rp. 4.000.000. Hasil kuisioner karakteristik masyarakat dapat dilihat pada
Lampiran 8.
Kegiatan Pemanfaatan Ekosistem Mangrove oleh Masyarakat
Masyarakat sebagian besar melakukan kegiatan pemanfaatan kawasan pesisir Sei Nagalawan berupa pengolahan hasil buah dan daun mangrove sebesar
55,77 . Sisanya ada yang melakukan penangkapan udang, kerang, dll sebesar 21,15 , yang melakukan pemanfaatan dengan menangkap ikan sebesar 13,46
dan menangkap kepiting sebesar 9,62 . Alasan masyarakat melakukan kegiatan pemanfaatan kawasan ini sangat
beragam, misalnya untuk kepentingan komersial 19,23, untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari 34,62 dan alasan masyarakat yang paling banyak adalah
untuk kegiatan wisata 46,15 untuk kegiatan wisata. Hal ini sesuai dengan Muhaerin 2008 yang menyatakan bahwa manfaat sosial ekonomis ekosistem
mangrove bagi masyarakat sekitarnya adalah sebagai sumber mata pencaharian yakni dengan menjadikan mangrove sebagai sumber alam bahan mentah
cadangan untuk dapat diolah menjadi komoditi perdagangan yang bisa menambah kesejahteraan penduduk setempat dengan memproduksi berbagai jenis hasil hutan
dan turunannya. Hasil kuisioner karakteristik masyarakat terhadap kegiatan pemanfaatan ekosistem mangrove dapat dilihat pada Lampiran 9.
Universitas Sumatera Utara
Pemahaman dan Persepsi Masyarakat
Pemahaman masyarakat terhadap ekosistem mangrove cukup sedang sebesar 59,61 . Sebagian besar masyarakat yang sudah mengetahui pengertian
ekosistem mangrove secara umum dan fungsinya sebesar 23,08 , namun ditemukan beberapa masyarakat yang sama sekali belum mengetahui tentang
ekosistem ini yakni sebesar 17,31 . Lebih dari 50 masyarakat pengelola kawasan pesisir Sei Nagalawan belum mengenal istilah ekowisata.
Apabila di sekitar kawasan pesisir Sei Nagalawan akan dikembangkan menjadi kawasan ekowisata, maka perlu adanya sosialisasi program atau penyuluh
konservasi secara kontinyu kepada masyarakat. Hal ini perlu dilakukan agar masyarakat mengetahui dan dapat berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan
yang dilakukan. Selain itu, dengan adanya kegiatan sosialisasi ini dapat meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai ekowisata karena masyarakat
memiliki peran yang sangat penting dalam pengelolaan dan pengembangan ekowisata. Hal ini sesuai dengan Bengen dan Adrianto 1998 yang menyatakan
dalam pengelolaan secara lestari dapat dikembangkan metode-metode sosial budaya masyarakat setempat yang bersahabat dengan ekosistem mangrove, dalam
bentuk penyuluhan, penerangan dan membangkitkan kepedulian masyarakat dalam berperan serta mengelola ekosistem mangrove
Masyarakat sebagian besar mengatakan bahwa kondisi mangrove di Pesisir Sei Nagalawan berada dalam keadaan baik 53,84. Adapula beberapa
yang mengatakan kondisi mangrove berada dalam keadaan buruk 17,31. Persepsi masyarakat terhadap kondisi mangrove yang berada dalam keadaan
buruk ini disebabkan karena masyarakat cenderung membandingkan keadaan
Universitas Sumatera Utara
mangrove pada saat ini dengan keadaan mangrove sebelum tahun 1980 sebelum adanya alih fungsi lahan ekosistem mangrove menjadi pertambakan dan juga
terjadinya abrasi pada bulan Juli tahun 2000-an. Sarana dan prasarana adalah kunci utama yang akan mendukung
keberhasilan pengembangan di suatu kawasan. Lebih dari 50 masyarakat mengungkapkan bahwa sarana dan prasarana yang mencakup listrik, air bersih,
transportasi di sekitar kawasan pesisir Sei Nagalawan sudah memadai dengan kualitas baik, sedangkan transportasi sebagian besar mengatakan sedang. Hasil
kuisioner karakteristik masyarakat terhadap kegiatan pemanfaatan ekosistem mangrove dapat dilihat pada Lampiran 10.
Keterlibatan Masyarakat
Salah satu tujuan dari kegiatan ekowisata adalah untuk mensejahterakan masyarakat lokal. Keterlibatan masyarakat lokal dalam kegiatan ekowisata sangat
penting, karena merekalah yang akan menyediakan sebagian besar atraksi sekaligus menentukan kualitas produk wisata. Dari hasil kuisioner, seluruh
masyarakat 100 terlibat dalam kegiatan ekowisata. Masyarakat yang telah terlibat dalam kegiatan ekowisata ini sebagian besar ada yang menjadi pengelola
kawasan wisata 38,46, penjualpengelola hasil daun dan buah mangrove 34,61, pemandu wisatawan 13,46, penjaga kantin 3,85, penjual hasil
tangkapan nelayan 3,85, dan lain–lain 5,77. Hal ini sesuai dengan Muttaqin,dkk., 2011 yang menyatakan keterlibatan
masyarakat sekitar dalam kegiatan pengelolaan dan pengembangan kawasan wisata mutlak diperlukan karena mereka yang akan secara langsung berhubungan
Universitas Sumatera Utara
dengan kegiatan wisata dan wisatawan yang ada dikawasan tersebut dan yang terpenting adalah untuk menumbuhkan rasa memiliki terhadap kawasan wisata
tersebut dengan memanfaatkannya secara lestari.
Karakteristik Pengunjung
Lain halnya dengan masyarakat, responden untuk pengunjung yang diwawancarai adalah sebanyak 361 orang. Pengunjung terdiri atas 145 laki-laki
dan 216 perempuan. Pengunjung yang diwancarai adalah pengunjung yang datang ke kawasan pesisir Sei Nagalawan dan melakukan kegiatan pemanfaatan seperti
kegiatan wisata. Usia pengunjung didominasi oleh kisaran usia 17-26 tahun sebanyak
80,06, kisaran usia 27-36 tahun sebanyak 10,53, usia 37-46 tahun sebanyak 4,99, usia 47-56 tahun sebanyak 3,32 dan di atas 56 tahun sebanyak 1,10.
Tingkat pendidikan pengunjung sangat bervariasi, mulai dari yang tidak pernah sekolah 1,39 sampai dengan tingkat S1 22,16. Tingkat pendidikan
pengunjung yang paling banyak adalah tingkat SMA sebanyak 65,37 . Rata-rata pendapatan pengunjung yang paling banyak didapatkan adalah
kurang dari Rp. 500.000 sebanyak 54,02 , Rp. 500.000 – 2.000.000 per bulannya 25,76. Yang mempunyai penghasilan Rp. 2.000.000 – Rp. 4.000.000
sebanyak 16,90 dan pengunjung dengan penghasilan diatas Rp. 4.000.000 sebanyak 3,32.
Pengunjung yang datang ke kawasan pesisir Sei Nagalawan ini mengatakan mengetahui informasi tentang tempat wisata mangrove ini 59,84
dari teman ataupun keluarga yang sudah berkunjung ketempat ini sebelumnya,
Universitas Sumatera Utara
sebesar 17,45 mendapat informasi dari pameran wisata, sebesar 9,97 dari internet, sebesar 6,09 dari brosur, sebesar 5,82 dari media elektronik dan
sisanya 0,83 mengetahui informasi tentang tempat wisata mangrove ini dari media cetak. Perlu ditingkatkan informasi tentang wisata mangrove ini melalui
internet. Hal ini sesuai dengan pernyataan Muttaqqin 2011 yang menyatakan bahwa disisi lain berkembangnya teknologi informasi yang sangat cepat
khususnya internet turut berpengaruh pada meningkatnya kunjungan wisatawan yang berkunjung ke tempat wisata tersebut.
Pengunjung sebagian besar berasal dari dalam Kabupaten Serdang Bedagai 77,28 . Pengunjung yang datang dari luar Kabupaten Serdang
Bedagai tetapi masih berada di dalam Provinsi Sumatera utara sebanyak 19,67 dan yang datang dari luar Provinsi Sumatera Utara adalah sebanyak 3,05.
Sebagian besar pengunjung mengunjungi pesisir Sei Nagalawan dengan teman 47,37, dengan rombongan 28,25, dengan keluarga 23,27, dan
hanya sendiri 1,11. Pada Gambar 22 dapat dilihat karakteristik kelompok – kelompok pengunjung mengunjungi tempat wisata mangrove Sei Nagalawan.
Sebagian besar pengunjung 29,92 pernah mengunjungi tempat wisata mangrove ini sebelumnya bersama teman, keluarga maupun rombongan lainnya,
dan sisanya belum pernah sama sekali ke tempat ini sebelumnya atau dengan kata lain baru pertama kalinya mengunjungi tempat ini. Alasan pengunjung
mengatakan mengapa baru pertama kali ketempat ini dikarenakan 37,67 belum mendapatkan informasi sama sekali tentang tempat wisata ini, 22,99
mengatakan belum ada waktu untuk mengunjungi tempat ini, 7,76 dikarenakan
Universitas Sumatera Utara
lokasi wisata mangrove yang jauh, dan sisanya 1,66 tidak tertarik untuk mengunjungi tempat wisata mangrove dipesisir Sei Nagalawan ini.
Hasil wawancarakuisioner mengenai karakteristik pengunjung ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi untuk pengelola dalam pembuatan paket-
paket wisata. Paket wisata yang bisa diterapkan di Pesisir Sei Nagalawan ini adalah paket wisata yang digemari oleh kalangan anak muda yang memiliki
penghasilan yang tidak begitu tinggi. Hasil kuisioner karakteristik pengunjung dapat dilihat pada Lampiran 11.
Pemahaman dan Persepsi Pengunjung
Secara umum pemahaman pengunjung tentang ekosistem mangrove dan ekowisata masih sangat rendah. Kegiatan ekowisata dalam pelaksanaannya
diharapkan dapat meningkatkan pemahaman pengunjung tentang ekosistem mangrove.
Pengunjung Pesisir Sei Nagalawan sebagian besar mengatakan kondisi mangrove di pesisir ini masih dalam keadaan baik, beberapa mengatakan sedang
dan sedikit sekali pengunjung yang mengatakan kondisi mangrove diwilayah ini dalam keadaan buruk.
Sarana dan prasarana adalah salah satu kunci utama yang akan mendukung keberhasilan pengembangan di suatu kawasan. Pernyataan ini sesuai dengan
Muttaqqin 2011 yang menyatakan bahwa Sarana, prasarana, serta fasilitas aksesbilitas yang tersedia sangat menunjang untuk pengembangan ekowisata.
Lebih dari 50 masyarakat mengungkapkan bahwa sarana dan prasarana yang
Universitas Sumatera Utara
mencakup listrik, air bersih, aula, transportasi di sekitar kawasan pesisir Sei Nagalawan sudah memadai dengan kualitas sedang.
Sebagian besar jasa yang diberikan masyarakat pengelola ke pengunjung pengunjung yang datang ke kawasan pesisir Sei Nagalawan mengatakan 52,08
sedang, hanya 35,73 yang mengatakan baik dan sisanya sebesar 12,19 buruk. Sebagian besar pengunjung 77,84 mengatakan bahwa dikawasan
pesisir Sei Nagalawan tidak ditemukan pendidikan yang bersifat lingkungan dan sisanya sekitar 22,16 menagatakan dikawasan ini ditemukan pendidikan yang
bersifat lingkungan baik dari pamplet nama pohon yang diletakkan dipohon maupun pemberitahuan secara lisan dari pengelola kawasan wisata. Hasil
kuisioner pemahaman dan persepsi pengunjung ekosistem mangrove, sarana dan prasarana, dll. dapat dilihat pada Lampiran 12 dan Lampiran 13.
Keinginan Pengunjung Berwisata Mangrove
Sekitar 78,95 pengunjung mengatakan bersedia datang untuk berwisata mangrove, sekitar 19,11 mengatakan tidak tahu dan sisanya sekitar 1,94
mengatakan tidak bersedia datang lagi untuk berwisata mangrove. Hal ini bisa dijadikan peluang dalam pengembangan ekowisata. Perkembangan
kepariwisataan alam disuatu daerah dapat dilihat berdasarkan jumlah pengunjung yang mengunjungi suatu kawsan wisata karena dapat menggerakkan
perekonomian suatu daerah. Hal ini sesuai dengan Muttaqqin 2011 yang menyatakan bahwa Wisatawan yang berkunjung pada suatu obyek wisata akan
dapat menggerakkan perekonomian suatu daerah. Meskipun begitu masyarakat harus tetap memperhatikan kelestarian sumberdaya alam dalam kegiatan
Universitas Sumatera Utara
ekowisata yang ada. Muhaerin 2008 menyatakan bahwa kunjungan yang terjadi dalam satu satuan tertentu yang wisatawan lakukan tidak hanya terbatas pada
sebuah kunjungan dan wisata saja. Selain keadaan sumberdaya alam, jenis kegiatan wisata yang ditawarkan juga dapat mempengaruhi tingkat keinginan
pengunjung untuk datang kesuatu tempat wisata.
II. Faktor Biologi