Mekanisme Penjatuhan Sanksi Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa Terhadap Negara-Negara Berkonflik (Kasus Invasi Irak Ke Kuwait 1990 Dan Perang Korea 1958 Ditinjau Dari Segi Hukum Internasional)

48 BAB III MEKANISME PENJATUHAN SANKSI OLEH DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA

A. Mekanisme Penjatuhan Sanksi

Pengembilan keputusan dalam organisasi internasional, khususnya Dewan Keamanan PBB dapat dilakukan melalui pemunguan suara ataupun tidak. Keputusan yang diambil tanpa pemungutan suara dapat melalui consensus atau aklamasi, baik yang dilakukan atas saran ketua sidang yang bersifat “ruling” maupun usul anggota tanpa ada pihak yang menolak. 53 Kadang-kadang penerimaan konsensus diartikan bagi sesuatu Negara atau beberapa Negara tidak ingin menghambat jalannya keputusan, walaupun tidak menyetujui usul yang diajukan. Dalam hal demikian Negara-negara tersebut dapat menyatakan keberatan-keberatannya untuk tidak merasa terikat oleh keputusan yang diambil secara consensus tersebut Hal ini dapat dimungkinkan jika memang benar-benar dapat memberikan sumbangan bagi penyelesaian yang efektif dan kekal bagi perbedaan-perbedaan yang ada. Dengan demikian dapat memperkokoh wewenang PBB. Beberapa aturan tata cara rules of procedural bahkan memungkinkan Ketua Sidang untuk mengupayakan consensus bagi usul-usul. 54 Sistem dasar di dalam PBB mengenai persuaraan pemungutan suara tercermin dalam Pasal-Pasal 18, 19, 20 dan 27 Piagam PBB dua system 53 Sunaryo Suryokusumo, Studi Kasus Hukum Organisasi Internasional, Bandung: Alumni,1997 hlm 151-152 54 Ibid Universitas Sumatera Utara diantaranya telah digunakan secara umum. Di satu pihak didasarkan atas prinsip “one nation”dan dilain pihak didasarkan atas nilai-nilai ekonomi, geografis dan lain-lain yang disebut “weighted”. Sistem ini memberikan kepada Negara-negaa besar yaitu lima anggota anggota tetap DK PBB suatu hak veto secara ekslusif di DK. Pengambilan keputusan melalui pemungutan suara di DK PBB terhadap semua masalah kecuali yang bersifat procedural memerlukan dukungan suara bulat dari kelima anggota tetap DK PBB sebagai syarat utama sebagaimana tersirat dalam Pasal 27 ayat 3 Piagam PBB. Sedangkan badan-badan PBB lainnya mengambil keputusan, baik melalui mayoritas sederhana maupun mayoritas mutlak. Putusan melalui mayoritas mutlak atau mayoritas dua pertiga adalah menyangkut masalah penting seperti : 55 1. Rekomendasi mengenai pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional 2. Pemilihan keanggotaan tidak tetap DK PBB, anggota ECOSOC dan anggot Dewan Perwalian Menurut Pasal 86 ayat ie 3. Masuknya Negara baru anggota PBB 4. Penanggulangan hak-hak dan keistimewaan keanggotaan 5. Pegeluaran anggota dengan paksa 55 Pasal 118 ayat 2 Piagam PBB dan Rule 83 dari Rule of Procedural Majelis Umum Universitas Sumatera Utara 6. Masalah-masalah yang berkaitan dengan beroperasinya system perwalian dan 7. Masalah-masalah anggaran Sedangkan masalah-masalah lain diluar ketentuan di atas akan diputuskan dengan suara mayoritas dari Negara-negara anggota yang memberikan suara, baik secara alternatif mendukung maupun secara negatif menolak. Namun negara yang menyatakan abstain tidak dihitung dalam pemungutan suara. 56 Ini diartikan sebagai mayoritas sederhana yaitu mayoritas sekecil mungkin yang lebih dari setengah suara yang dihitung. 57 Ada pula yang disebut mayoritas bersyarat qualified majority dimana keputusan ditetapkan atas dasar persentase suara yang biasanya lebih besar dari mayoritas sederhana. Mayoritas bersyarat yang paling umum adalah dua pertiga tetapi mayoritas bersyarat lainnya, seperti tiga perempat atau tiga perlima juga digunakan. 58 56 Pasal 118 ayat 3 Piagam PBB dan Rule 83 dari Rule of Procedural Majelis Umum 57 Henry G. Schermers, International Institution Law, Sifhoft Noordhohf, Maryiand USA hlm 406 58 Ibid. Sementara itu, terhadap masalah-masalah non procedural, pengambilan keputusan yang dianut di DK PBB adalah berdasarkan Pasal 27 Piagam PBB. Dalam Pasal tersebut diatur bahwa dari 15 anggota DK PBB diperlukan 9 suara alternatif dukungan, termasuk suara dari 5 anggota tetap DK PBB, inilah yang sering disebut sebagai hak veto anggota tetap DK PBB, sebab jika satu saja anggota tetap tidak menyetujui, maka pengambilan keputusan tidak dapat dilakukan. Universitas Sumatera Utara Dalam pengambilan keputusan diluar masalah-masalah procedural non presedural di DK PBB dijumpai beberapa permasalahan, antara lain: 59 1. Jika lima Negara anggota tetap seluruhnya memberikan suara alternatif sedangkan tidak mencapai Sembilan suara alternatif karena sebuah atau lebih Negara anggota tidak tetap memberikan suara negatif menolak, maka satu suara menolak, maka keputusan tidak dapat diambil. 2. Jika tercapai Sembilan suara alternatif tetapi ada sebuah Negara anggota tetap DK PBB yanh menyatakan menolak, maka satu suara menolak ini membuat batalnya keputusan karena hakekatnya veto telah dijatuhkan. 3. Lain halnya dengan suara abstain yang diberikan oleh sebuah atau lebih Negara anggota tetap DK PBB yang tidak diperhitungkan dalam rangka Pasal 27 ayat 3 Piagam, sehingga dalam pengambilan keputusan haruslah dicari tambahan paling sedikit suara dari anggota tidak tetap sejumlah suara negra anggota tetap DK PBB yang menyatakan abstain. 4. Jika salah satu anggota DK PBB baik anggota tetap maupun tidak tetap terlihat dalam pertikaian menurut Bab IV Pasal 52 ayat 3 Piagam PBB, maka para pihak tersebut haruslah abstain dan dengan sendirinya memerlukan pergantian suara alternatif dari suatu Negara anggota lainnya untuk mencapai Sembilan suara alternatif. Pasal 37 mensyaratkan para pihak yang bersengketa untuk menyerahkan sengketanya kepada Dewan Keamanan manakala penyelesaian melalui cara-cara yang terdapat dalam Pasal 33 ternyata tidak mungkin terwujud. 59 Sumaryo Suryokusumo, Op. Cit, hlm 154 Universitas Sumatera Utara Dewan dapat pula menjatuhkan sanksi kepada suatu Negara dengan tujuan agar Negara tersebut menghentikan perbuatannya yang diduga keras melanggar hukum internasional. Salah satu contoh adalah invasi Irak atas Kuwait pada tahun 1990. Pada tanggal 2 Agustus 1990, Irak menginvasi dan menjadikan Kuwait sebagai propinsinya yang ke 17. Dewan Keamanan segera mengecam aksi tersebut sebagai suatu tindakan pelanggaran perdamaian dan keamanan internasional. Dewan Keamanan mensyaratkan Irak untuk menarik diri sesegera mungkin dan tanpa syarat dari wilayah Kuwait. Irak tidak mau menaati persyaratan tersebut. Dewan Keamanan kemudian mengeluarkan lebih dari 30 resolusi. Salah satunya adalah Dewan Keamanan menjatuhkan sanksi berupa embargo perdagangan dan senjata atas Irak. Untuk itu Dewan membentuk suatu komisi guna mengawasi pelaksanaan sanksi.

B. Jenis-jenis Sanksi yang bisa dijatuhkan