Penggunaan Hak Veto dalam Penerapan Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa

Pasal 96 Piagam dan pasal 65 Statuta kurang jelas mengenai pemberian pendapat oleh mahkamah. Secara teoritis mahkamah tidak diwajibkan untuk menjawab. Namun dalam prakteknya mahkamah tidak pernah lalai dalam melaksanakan tugasnya. Bahkan mahkamah menganggap bahwa sebagai organ hukum PBB, kewajibannya untuk memberikan pendapat-pendapat kalau diminta, untuk membantu lancarnya tugas PBB. Sebaliknya, mahkamah dapat menolak permintaan pendapat kalau dianggap terdapat ketidaknormalan dalam permintaan tersebutr. Mahkamah memeriksa apabila pertanyaan yang diajukan suatu organisasi international betul- betul berada dibawah wewenang khusus. Juga dilihat dari prakteknya mahkamah menolak memberikan pendapat terhadap soal-soal politik atau soal-soal yang berada di bawah wewenang nasional suatu negara. Mengenai kegiatan mahkamah, dari tahun 1922-1940, mahkamah tetap internasional telah mengeluarkan 31 keputusan, 27 advisory opinion dan 5 ordonasi. Dapat disimpulkan bahwa kegiatan-kegiatan mahkamah tetap ini tidaklah mengecewakan. Sedangkan tentang mahkamah internasional yang sekarang dari tahun 1946-1993 telah memutuskan 44 perkara, dan telah memberikan 21 pendapat advisory opinion.

B. Penggunaan Hak Veto dalam Penerapan Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa

Hak veto merupakan hak istimewa yang dimiliki oleh lima Negara besar anggota tetap DK PBB, yang lazim disebut “the big five”. Kelima Negara tersebut Universitas Sumatera Utara adalah Amerika Serikat, Cina, Perancis, Rusia dan Inggris. Hak istimewa tersebut adalah hak untuk menolak atau membatalkan suatu keputusan DK PBB. Dalam piagam PBB tidak ada ketentuan yang secara eksplisit menyatakan bahwa kelima Negara anggota tetap DK PBB memiliki hak veto, namun secara implicit, hak veto ini muncul dari penafsiran Pasal 27 ayat 3 Piagam PBB, yang menyatakan: “Keputusan DK PBB mengenai hal-hal lainnya non procedural akan ditetapkan dengan suara setuju dari Sembilan anggota termasuk suara bulat dari anggota tetap, dengan ketentuan bahwa dalam keputusan-keputusan dibawah Bab IV dan dibawah ayat 3 Pasal 52 pihak yang berselisihlah tidak diperkenankan memberi suaranya. Suara bulat anggota tetap dalam Pasal 27 ayat 3 Piagam PBB tersebut di atas adalah berarti “hak veto”. Kewenangan setiap anggota DK PBB untuk melakukan veto terhadap masalah-masalah non procedural, lebih bersifat politis, sehingga memang suara politis eksistensi hal veto kiranya dapat dibenarkan. Hal ini sebagaimana diuraikan di atas, dapat dijelaskan bahwa alasan sah bagi pemberian status luar biasa hak veto kepada kelima Negara anggota tetap DK PBB adalah sehubungan dengan dibebankannya tanggung jawab yang berat kepada kelima Negara anggota tetap tersebut dalam memelihara perdamaian dan keamanan internasional. Oleh karena itu kepada mereka harus diberikan hak suara final sekaligus penentu tentang bagaimana tanggung jawab itu harus dilaksanakan. Hak veto yang semula dimaksudkan sebagai alat agar DK PBB memiliki kekuatan yang memadai dalam prakteknya telah menyimpang dari maksud semula. Ternyata penggunaan hak veto oleh kelima Negara anggota DK PBB Universitas Sumatera Utara terutama Amerika Serikat telah digunakan dengan tidak ada batasnya. Kekuatan hak veto yang semula dimaksudkan sebagai alat agar DK PBB mempunyai kekuatan yang manjur, dalam prakteknya telah me nyimpang dari maksud semula. Ternyata penggunaan hak veto oleh Negara yang mempunyai hak itu sering dipergunakan dengan tidak ada batasanya. Dalam pelaksanaannya anggota DK PBB lebih senang memilih abstain daripada menggunakan suara menolaknya dalam hal DK PBB harus memutuskan suatu masalah. Apabila DK PBB harus memutuskan suatu masalah dengan tidak hadirnya anggota tetap DK PBB tidak menjadi masalah, tetapi jika keputusan yang harus diambil menyangkut masalah non procedural, baru timbul masalah non procedural harus diputus dengan suara Sembilan anggota DK PBB termasuk lima anggota tetap DK PBB. Dalam prakteknya masalah hak veto telah diperlunak. Pasal 27 ayat 3 Piagam PBB secara gramatika bahwa semua anggota tetap DK PBB harus memberikan suaranya agar suatu draf resolusi DK PBB dapat diputuskan, abstain dianggap suatu veto. Dampak dari ketidakhadiran anggota tetap DK PBB dalam pemungutan suara terjadi tahun 1950 ketika Uni Soviet memboikot DK PBB, ketika DK PBB akan mengambil keputusan tentang masalah Korea Utara, ketika DK PBB akan mengambil keputusan tentang masalah Korea. Korea Utara mengadakan invasi ke Korea Selatan, DK mengambil resolusi yang menetapkan Negara anggota dapat mengirimkan bantuan ke Korea Selatan. Waktu DK PBB mengambil keputusan Uni Soviet tidak hadir dalam pemungutan suara, karena Uni Soviet tidak setuju Taiwan menggantikan kedudukan Cina di DK PBB Uni Soviet Universitas Sumatera Utara mengatakan bahwa Keputusan DK PBB untuk kasus Korea tidak sah, karena diputus tanpa persetujuan Uni Soviet. Uni Soviet dipersalahkan melanggar Pasal 28 ayat 1 piagam PBB, dimana angota DK PBB mempunyai kewajiban untuk menghadiri sidang DK PBB. Berdasarkan alasan ini maka DK PBB dapat mengambil keputusan walaupun salah satu anggota tetap tidak hadir. Tercatat dalam sejarah bahwa lahirnya PBB United Nations didunia adalah dengan tujuan yang sangat mulia yaitu untuk menjaga perdamaian di dunia, mengembangkan hubungan persahabatan antar bangsa, memupuk kerjasama internasional untuk menyelesaikan berbagai masalah ekonomi, sosial, dan budaya, serta mengembangkan penghormatan atas Hak Asasi Manusia dan kebebasan. Lembaga internasional yang berdiri pada tanggal 24 Oktober 1945 adalah bentuk lembaga yang menggantikan liga bangsa-bangsa yang telah berdiri sebelumnya. Konfrensi di San Fransisco, Amerika Serikat adalah saksi bisu yang menyaksikan hadirnya 50 wakil dari negara-negara di dunia dalam pendirian dan pengesahan piagam PBB yang mana para promotornya adalah negara-negara pemenang perang dunia II, yakni negara-negara sekutu yang terdiri dari AS, Uni Soviet, Inggris dan Perancis. 72 Dalam piagam PBB tersebut secara eksplisit mencantumkan apa yang namanya azas-azas PBB. Ada lima azas yang kemudian dijadikan landasan dalam setiap kegiatan PBB untuk merealisasikan tujuannya, yaitu : Persamaan derajat dan kedaulatan semua negara anggota. Persamaan hak dan kewajiban semua negara anggota. Penyelesaian sengketa dengan cara damai. Setiap anggota akan 72 http:www.dodifaedlulloh.com201010pbb-dan-hak-veto-yang-menjadi-senjata.html , diakses tanggal 19 Maret 2014 Universitas Sumatera Utara memberikan bantuan kepada PBB sesuai ketentuan Piagam PBB. dan PBB tidak boleh mencampuri urusan dalam negeri negara anggota. Tak dapat disangkal bahwa PBB telah melakukan banyak hal yang patut dipuji untuk kedamain dunia. Namun, adanya hak veto untuk lima negara anggota tetap Dewan Keamanan, yaitu AS, Rusia dulu Uni Soviet, Inggris, Prancis dan China, telah membuat kebijakan Dewan Keamanan sebagai salah satu badan utama PBB, selalu mengikuti langkah kelima negara tersebut, khususnya AS. Sebaliknya, Majelis Umum yang menjadi forum seluruh anggota PBB justru tidak memiliki kekuatan yang berarti dibanding dengan Dewan Keamanan. Ketidakadilan inilah yang telah menghambat keberhasilan PBB dalam mengemban misinya, dan bahkan telah melahirkan protes dari banyak negara anggotanya. Penggunaan hak veto yang dimiliki Anggota Tetap Dewan Keamanan PBB adalah bertentangan dengan asas keadilan dan mengingkari realitas sosial. Seringkali sebuah keputusan yang telah ditetapkan dalam forum PBB dibatalkan oleh negara pemilik hak veto.

C. Pelaksanaan Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa