Fenomena Fly Paper Effect Pada Dana Perimbangan Dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah Pada Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara

(1)

FENOMENA FLY PAPER EFFECT PADA DANA PERIMBANGAN

DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP BELANJA

DAERAH PADA KABUPATEN/KOTA

DI SUMATERA UTARA

TESIS

Oleh

LISTIORINI

097017035/Akt

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011

S

E K

O L A

H

P A

S C

A S A R JA

N


(2)

FENOMENA FLY PAPER EFFECT PADA DANA PERIMBANGAN

DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP BELANJA

DAERAH PADA KABUPATEN/KOTA

DI SUMATERA UTARA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Magister Akuntansi pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

LISTIORINI

097017035/Akt

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2011


(3)

Judul Tesis : FENOMENA FLY PAPER EFFECT PADA DANA

PERIMBANGAN DAN PENDAPATAN ASLI

DAERAH TERHADAP BELANJA DAERAH PADA KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA UTARA

Nama Mahasiswa : Listiorini Nomor Pokok : 097017035 Program Studi : Akuntansi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Erlina, M.Si, Ak) (Drs. Zainul Bahri Torong, MSi, Ak)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)


(4)

Telah diuji pada Tanggal : 26 Mei 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Erlina, M.Si, Ak

Anggota : 1. Drs. Zainul Bahri Torong, M.Si, Ak

2. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak 3. Drs. Idhar Yahya, MBA, Ak


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa yang berjudul:

FENOMENA FLY PAPER EFFECT PADA DANA PERIMBANGAN DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP BELANJA DAERAH PADA KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA UTARA.

Adalah benar hasil kerja saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, Mei 2011

Yang membuat pernyataan

Listiorini


(6)

FENOMENA FLY PAPER EFFECT PADA DANA PERIMBANGAN DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP BELANJA DAERAH

PADA KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis fenomena fly paper effect pada Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH) dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Belanja Daerah (Y) sedangkan variabel independen adalah Dana Perimbangan yang dikucurkan dari pusat yang terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak dan Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Pendapatan Asli Daerah. Fenomena Flypaper effect adalah suatu kondisi yang terjadi saat pemerintah daerah merespon belanja lebih banyak (lebih boros) dengan menggunakan dana perimbangan dari pada menggunakan pendapatan asli daerah (PAD).

Populasi penelitian ini adalah seluruh kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara terdiri dari 33 Kabupaten/Kota. Jumlah sampel 22 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara selama periode 6 tahun dari tahun 2005-2010. Variabel Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH) dan Pendapatan Asli Daerah menggunakan data tahun 2005-2009, sedangkan belanja daerah menggunakan data tahun 2006-2010. Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder. Dengan menggunakan metode analisis regresi berganda dan dengan melakukan pengujian asumsi klasik yaitu normalitas, multikolinearitas, heteroskedastisitas dan autokorelasi.

Hasil penelitian menunjukkan secara simultan terjadi fenomena fly paper

effect pada Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi

Hasil (DBH) dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Secara parsial, fenomena flypaper effect terjadi pada Dana Alokasi Umum (DAU)t-1/(X1) dan Pendapatan Asli Daerah (X4) t-1

terhadap Belanja Daerah di masa yang akan datang. Semakin tinggi alokasi DAU yang diberikan pusat pada tahun tertentu maka akan direspon daerah dengan kenaikan atau meningkatnya Belanja Daerah dimasa yang akan datang. Hal ini menunjukkan bahwa 69.1% variabel Belanja Daerah dapat dijelaskan oleh Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH) dan Pendapatan Asli Daerah. Sisanya sebesar 30.1% diduga dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dijelaskan oleh model penelitian ini.

Kata Kunci: Fly Paper Effect, Belanja Daerah, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH) dan Pendapatan Asli Daerah.


(7)

THE FLY PAPER EFFECT FENOMENA OF THE GENERAL OF INTERGOVERNMENTAL TRANSFER, SPECIAL OF INTERGOVERNMENTAL TRANSFER, SHARING REVENUE

TRANSFER AND LOCAL GOVERNMENT REVENUE TO THE LOCAL GOVERNMENT EXPENDITURE IN REGENCY/TOWN IN PROVINSI SUMATERA UTARA

ABSTRACT

The purpose of this research is to know and analyze by the fly paper effect fenomena of The General of Intergovernmental Transfer, Special of Intergovernmental Transfer, Sharing Revenue Transfer and Local Government Revenue to the Local Government Expenditure in Regency/Town in Provinsi Sumatera Utara. Dependend variable used are Local Government Expenditure and General of Intergovernmental Transfer, Special of Intergovernmental Transfer, Sharing Revenue Transfer and Local Government Revenue as independend variable. The Fly Paper Effect Fenomena is a current condition by the local government to response a overconsume the budget expenditure grant better than by the local Government Revenue.

The population of this research is whole regencies/Town in provinsi Sumatera Utara which consist of 33 regencies/town. Sample taken are from 22 regency/town in Provinsi Sumatera Utara with time period at 6 years by the 2005-2010. The General of Intergovernmental Transfer, Special of Intergovernmental Transfer variable, Sharing Revenue Transfer and Local Government Revenue sample used at period 2005-2009.Data using in this research is scunder. Analysis method the used is Multiple Linear Regression with classical assumption normality, heteroscedasticity, multicollinierity and autocorrelation test.

This result shows are simultanly there are the fly paper effect fenomena occur the The General of Intergovernmental Transfer, Special of Intergovernmental Transfer. Sharing Revenue Transfer and Local Government Revenue to the Local Government Expenditure in Regency/Town in North Sumatera Province. Partially, show only The General of Intergovernmental Transfer (X1) and Local Government Revenue (X4) to the next year Local Government Expenditure. More than increasing of The General of Intergovernmental transfer variable by central government so local government response with increasing Government Expenditure next years. Generally, this research with explained by variation the expressed in Adjusted R2 equal to 69,1 % is while the rest equal to 30,1 % influenced by other variable which is not explained by this research model.

Keywords: Fly Paper Effect, Local Government Expenditure, Special of Intergovernmental Transfer, Sharing Revenue Transfer and Local Government Revenue.


(8)

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan rahmat, hidayah, karunia dan anugrah yang diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang berjudul “Fenomena Fly Paper Effect pada Dana Perimbangan dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara”. Untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapat gelar Magister Sains, pada Program Magister Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan tesis ini tentu saja penulis banyak menemui kesulitan, kendala, dan hambatan. Akan tetapi berkat bantuan bimbingan, petunjuk dan masukan dari berbagai pihak lainnya penulis dapat menyelesaikannya. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, tulus dan ikhlas penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc, (CTM), Sp.A.(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara,

3. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MBA, MAFIS, Ak., selaku Ketua Program Studi Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai Dosen Pembanding yang telah banyak memberikan saran dan kritik yang konstruktif dalam penyempurnaan tesis ini.

4. Ibu Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak selaku Sekretaris Program Studi Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai Dosen Pembanding yang telah banyak memberikan saran dan kritik yang konstruktif dalam penyempurnaan tesis ini.


(9)

5. Ibu Prof. Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Ak selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan saran dan kritik yang konstruktif dalam membimbing penulis sejak awal hingga selesainya tesis ini

6. Bapak Drs. Zainul Bahri Torong, M.Si,Ak selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan saran dan kritik yang konstruktif dalam membimbing penulis sejak awal hingga selesainya tesis ini.

7. Bapak Drs. Idhar Yahya, MBA, Ak selaku Dosen Pembanding yang telah banyak memberikan saran dan kritik yang konstruktif dalam penyempurnaan tesis ini.

8. Teristimewa buat Ibunda Siti Chadijah, Suami tercinta Ir. Junaidi Tarihoran serta Putraku tercinta (Ijlal Fadhilah, Naufal Hirmawan, Anugrah Ashari) untuk semua pengertian dan kasih sayangnya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 9. Rekan-rekan Bagian Administrasi di Sekolah Pascasarjana Universitas

Sumatera Utara, Bang Ary, Kak Dory, Kak Yusna, Kak Juli, dan rekan-rekan lainnya terima kasih buat kebaikannya, bantuannya, serta perhatiannya selama penulis menyelesaikan Pendidikan Magister di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

10. Rekan-rekan mahasiswa Angkatan XVII khususnya Zunaira Imataya, Duma Sari Siahaan Adhi Surya Hrp, Heri Wahyudi, Pandapotan Ritonga, Elia serta rekan mahasiswa lainnya yang tidak mungkin penulis sebut namanya satu persatu terima kasih buat bantuannya, perhatiannya dan kebersamaannya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna baik dari segi penyajian maupun maupun dari segi penyusunannya. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca guna penyempurnaan tesis ini pada masa yang akan datang.


(10)

Akhir kata penulis mengucapkan semoga tesis ini bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi rekan mahasiswa dan mahasiswi.

Medan, Mei 2011


(11)

RIWAYAT HIDUP

1. N a m a : Listiorini

2. Tempat/Tanggal lahir : Medan 18 April 1966

3. Pekerjaan : Staf Pengajar Kopertis Wil-I Medan 4. Agama : Islam

5. Orang tua

a. Ayah : Alm. Drs. Abdul Manaf, SP b. Ibu : Siti Chadijah

6. Suami : Ir. Junaidi Tarihoran. 7. Anak : 1. Ijlal Fadhilah Tarihoran

2. Naufal Hirmawan Tarihoran 3. Anugrah Ashari Tarihoran

8. Alamat : Jln. Pelita I Lr. Toba No. 49 Medan 9. Pendidikan

a. SD : SD Muhammadiyah No. 1 Medan Tahun 1979 b. SLTP : SMP Negeri XI Medan Tahun 1982

c. SMU : SMA Prayatna Medan Tahun 1985

d. Universitas/Fakultas : IKIP Negeri Medan Jurusan Akuntansi Tahun 1992 e. Sekolah Pascasarjana Magister Sains Akuntansi Ilmu Ekonomi USU


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABTSRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN………... 1

1.1. Latar Belakang……….. 1

1.2. Perumusan Masalah……… 8

1.3. Tujuan Penelitian……… 9

1.4. Manfaat Penelitian……….…. 9

1.5. Originalitas Penelitian………... 10

BAB II TINJAUAN TEORITIS………. 12

2.1. Teori Keagenan………. 12

2.1.1. Fenomena Flypaper Effect... 12

2.1.2. Belanja Daerah... 17

2.1.3. Dana Alokasi Umum (DAU)... 19

2.1.4. Dana Alokasi Khusus (DAK)... 23

2.1.5. Dana Bagi Hasil (DBH)... 27

2.1.6. Pendapatan Asli Daerah... 29

2.2. Review Penelitian Terdahulu... 33

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS... 37

3.1. Kerangka Konseptual……… 37

3.2. Hipotesis Penelitian... 39

BAB IV METODE PENELITIAN... 40

4.1. Rancangan Penelitian……… 40

4.2. Populasi dan Sampel………. 40

4.3. Variabel Penelitian……… 42

4.3.1. Klasifikasi Variabel... 42

4.3.2. Definisi Operasional... 42

4.4. Metode Pengumpulan Data... 44


(13)

4.5.1. Metode Analisa Data... 45

4.5.2. Uji Asumsi Klasik……….. 45

4.5.3. Model Analisis……… 4.5.4. Pengujian Hipotesis……… 47 48 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……… 51

5.1. Deskripsi Data Penelitian………. 51

5.2. Analisis Data Penelitian……… 55

5.2.1. Uji Asumsi Klasik……….. 55

5.2.1.1. Pengujian normalitas………. 55

5.2.1.2. Uji multikolinieritas……….. 58

5.2.1.3. Uji heteroskedastisitas………... 59

5.2.1.4. Uji autokorelasi………. 61

5.3. Hasil Analisis……… 62

5.4. Model Uji Hipotesis………. 63

5.4.1. Uji Signifikan Simultan (Uji F)………. 63

5.4.2. Uji Signifikan Parsial (Uji t)……….. 65

5.5. Pembahasan……….. 69

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN………. 78

6.1. Kesimpulan………... 78

6.2. Keterbatasan Penelitian……… 79

6.3. Saran………. 79


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 1.1 Perkembangan Dana Perimbangan Kabupaten Kota

di Sumatera Utara Tahun 2008 (Rp. Juta)... 6

2.1 Daftar Tinjauan Peneliti Terdahulu... 36

4.1 Sampel Penelitian... 41

4.2 Operasionalisasi Variabel……..……… 44

5.1 Statistik Deskriptif………. 52

5.2 Hasil Pengujian One Sample Kolmogorov Smirnov Test……. 58

5.3 Uji Multikolinieritas………..………... 59

5.4 Uji Park...……..……….. 60

5.5 Uji Autokorelasi……….……… 62

5.6 Pengujian Kelayakan Model….……… 63

5.7 Hasil Regresi Uji F...…...……… 64


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

3.1 Kerangka Konseptual………..……… 37

5.1 Grafik Normalitas Sebelum Transformasi……… 55

5.2 Grafik Histogram Sebelum Transformasi……….. 56

5.3 Grafik Normalitas Sesudah Transformasi………. 56

5.4 Grafik Histogram Sesudah Transformasi……….. 57


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Rencana Jadwal Penelitian………...85

2-7 Data Penelitian………. 86

8 Hasil Uji regresi Berganda... 92

9 Tabel F dengan Signifikansi 5%... 107


(17)

FENOMENA FLY PAPER EFFECT PADA DANA PERIMBANGAN DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP BELANJA DAERAH

PADA KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis fenomena fly paper effect pada Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH) dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Belanja Daerah (Y) sedangkan variabel independen adalah Dana Perimbangan yang dikucurkan dari pusat yang terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak dan Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Pendapatan Asli Daerah. Fenomena Flypaper effect adalah suatu kondisi yang terjadi saat pemerintah daerah merespon belanja lebih banyak (lebih boros) dengan menggunakan dana perimbangan dari pada menggunakan pendapatan asli daerah (PAD).

Populasi penelitian ini adalah seluruh kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara terdiri dari 33 Kabupaten/Kota. Jumlah sampel 22 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara selama periode 6 tahun dari tahun 2005-2010. Variabel Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH) dan Pendapatan Asli Daerah menggunakan data tahun 2005-2009, sedangkan belanja daerah menggunakan data tahun 2006-2010. Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder. Dengan menggunakan metode analisis regresi berganda dan dengan melakukan pengujian asumsi klasik yaitu normalitas, multikolinearitas, heteroskedastisitas dan autokorelasi.

Hasil penelitian menunjukkan secara simultan terjadi fenomena fly paper

effect pada Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi

Hasil (DBH) dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Secara parsial, fenomena flypaper effect terjadi pada Dana Alokasi Umum (DAU)t-1/(X1) dan Pendapatan Asli Daerah (X4) t-1

terhadap Belanja Daerah di masa yang akan datang. Semakin tinggi alokasi DAU yang diberikan pusat pada tahun tertentu maka akan direspon daerah dengan kenaikan atau meningkatnya Belanja Daerah dimasa yang akan datang. Hal ini menunjukkan bahwa 69.1% variabel Belanja Daerah dapat dijelaskan oleh Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH) dan Pendapatan Asli Daerah. Sisanya sebesar 30.1% diduga dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dijelaskan oleh model penelitian ini.

Kata Kunci: Fly Paper Effect, Belanja Daerah, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH) dan Pendapatan Asli


(18)

THE FLY PAPER EFFECT FENOMENA OF THE GENERAL OF INTERGOVERNMENTAL TRANSFER, SPECIAL OF INTERGOVERNMENTAL TRANSFER, SHARING REVENUE

TRANSFER AND LOCAL GOVERNMENT REVENUE TO THE LOCAL GOVERNMENT EXPENDITURE IN REGENCY/TOWN IN PROVINSI SUMATERA UTARA

ABSTRACT

The purpose of this research is to know and analyze by the fly paper effect fenomena of The General of Intergovernmental Transfer, Special of Intergovernmental Transfer, Sharing Revenue Transfer and Local Government Revenue to the Local Government Expenditure in Regency/Town in Provinsi Sumatera Utara. Dependend variable used are Local Government Expenditure and General of Intergovernmental Transfer, Special of Intergovernmental Transfer, Sharing Revenue Transfer and Local Government Revenue as independend variable. The Fly Paper Effect Fenomena is a current condition by the local government to response a overconsume the budget expenditure grant better than by the local Government Revenue.

The population of this research is whole regencies/Town in provinsi Sumatera Utara which consist of 33 regencies/town. Sample taken are from 22 regency/town in Provinsi Sumatera Utara with time period at 6 years by the 2005-2010. The General of Intergovernmental Transfer, Special of Intergovernmental Transfer variable, Sharing Revenue Transfer and Local Government Revenue sample used at period 2005-2009.Data using in this research is scunder. Analysis method the used is Multiple Linear Regression with classical assumption normality, heteroscedasticity, multicollinierity and autocorrelation test.

This result shows are simultanly there are the fly paper effect fenomena occur the The General of Intergovernmental Transfer, Special of Intergovernmental Transfer. Sharing Revenue Transfer and Local Government Revenue to the Local Government Expenditure in Regency/Town in North Sumatera Province. Partially, show only The General of Intergovernmental Transfer (X1) and Local Government Revenue (X4) to the next year Local Government Expenditure. More than increasing of The General of Intergovernmental transfer variable by central government so local government response with increasing Government Expenditure next years. Generally, this research with explained by variation the expressed in Adjusted R2 equal to 69,1 % is while the rest equal to 30,1 % influenced by other variable which is not explained by this research model.

Keywords: Fly Paper Effect, Local Government Expenditure, Special of Intergovernmental Transfer, Sharing Revenue Transfer and Local Government Revenue.


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dampak berlakunya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah maka penyelenggaraan pemerintahan daerah dilakukan dengan memberikan wewenang untuk mengelola keuangan yang lebih luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah.

Provinsi Sumatera Utara memiliki 33 kabupaten/kota, yang terdiri dari Medan, Pematang Siantar, Binjai, Tobasa, Tebing Tinggi, Sibolga, Sidempuan, Karo, Deli Serdang, Samosir, Taput, Tapsel, Labuhan Batu, Labuhan Batu Utara, Labuhan Batu Selatan, Padang Lawas, Padang Lawas Selatan, Kota Gunung Sitoli, Tanjung Balai, Simalungun, Langkat, Serdang Bedagai, Dairi, Asahan, Humbahas, Batubara, Tapanuli Tengah, Madina, Pakpak Bharat, Nias, dan Nias Selatan. Masing-masing kabupaten/kota ini memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan namun di samping itu tergambar pula keterbatasan kemampuan untuk mengelola baik dari Pemerintahan Daerah maupun dari masyarakat. Untuk mengatasi permasalahan yang menghambat pencapaian tingkat kesejahteraan masyarakat, Pemerintah (Daerah) sebagai penyelenggara pembangunan dan sekaligus abdi masyarakat, harus dapat merencanakan pembangunan, kini dan di masa yang akan datang. Sehingga untuk


(20)

masyarakat, menjamin tercapainya sumber daya secara efisien dan berkeadilan serta menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi dan sinergis diperlukan suatu dokumen perencanaan, yaitu melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang sesuai dengan amanah Pasal 3 dalam UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

Seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah tersebut dan sesuai dengan semangat Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tersebut maka Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah bersumber dari Pendapatan Asli Daerah dan penerimaan berupa dana transfer pemerintah pusat yang merupakan bentuk perimbangan yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara. Bentuk transfer yang berasal dari pemerintah pusat sesuai dengan undang-undang tersebut berupa Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Pemberian dana perimbangan ditujukan untuk mengurangi adanya disparitas fiskal vertikal dan juga membantu daerah dalam membiayai kewenangannya.

Sejak diterapkannya desentralisasi fiskal, pemerintah pusat mengharapkan daerah dapat mengelola sumber daya yang dimiliki sehingga tidak hanya mengandalkan DAU. Pada beberapa daerah peran DAU sangat signifikan karena kebijakan belanja daerah lebih didominasi oleh jumlah DAU dari pada PAD (Sidik et.

al, 2002). Setiap transfer DAU yang diterima daerah akan ditunjukkan untuk belanja


(21)

daerah secara pesimis dan rencana belanja cenderung optimis supaya transfer DAU yang diterima daerah lebih besar.

Dalam penelitiannya Holtz-Eakin et.al (1994) menyatakan terhadap keterkaitan sangat erat antara transfer dari pemerintah pusat dengan belanja daerah. Pada studi yang dilakukan oleh Legrenzi dan Milas (2001) dalam Abdullah dan Halim (2003) menemukan bukti empiris bahwasanya dalam jangka panjang transfer berpengaruh terhadap belanja modal dan pengurangan jumlah transfer dapat menyebabkan penurunan dalam pengeluaran belanja daerah.

Transfer antar pemerintah merupakan fenomena umum yang terjadi di semua negara di dunia terlepas dari sistem pemerintahannya (Fisher, 1996) dan bahkan sudah menjadi ciri yang paling menonjol dari hubungan keuangan antara pusat dan daerah. Tujuan utama implementasi transfer adalah untuk menginternalisasikan eksternalitas fiskal yang muncul lintas daerah, perbaikan sistem perpajakan, koreksi ketidakefisienan fiskal, dan pemerataan fiskal antardaerah (Oates, 1999).

Sayangnya, alokasi transfer di negara-negara sedang berkembang pada umumnya lebih banyak didasarkan pada aspek belanja tetapi kurang memperhatikan kemampuan pengumpulan pajak lokal. Akibatnya, dari tahun ke tahun pemerintah daerah selalu menuntut transfer yang lebih besar lagi dari pusat, bukannya mengeksplorasi basis pajak lokal secara lebih optimal (Oates, 1999). Keadaan tersebut juga ditemui pada kasus pemerintah daerah kota dan kabupaten di Indonesia. Data menunjukkan proporsi pendapatan asli daerah (PAD) hanya mampu membiayai


(22)

Pajak daerah dan retribusi daerah seyogyanya mampu membiayai belanja pemerintah daerah. Perbedaan potensi pajak daerah dan retribusi daerah menghasilkan perbedaan penerimaannya yang selanjutnya menghasilkan pula perbedaan belanjanya. Di sisi lain, perbedaan PAD antarpemerintah daerah tidak selalu merepresentasikan potensinya akibat persaingan pajak (tax competition) antar- daerah. Demikian pula, perbedaan belanja antarpemerintah daerah tidak selalu mencerminkan kebutuhan riil masyarakatnya akibat persaingan pengeluaran (expenditures competition). Dalam era perdagangan bebas, persaingan antarpemerintah daerah ini akan semakin kuat terutama dalam merebut peluang bisnis dalam menarik investasi.

Dominannya peran transfer relatif terhadap PAD dalam membiayai belanja pemerintah daerah sebenarnya tidak memberikan panduan yang baik bagi governansi (governance) terhadap aliran transfer itu sendiri. Bukti-bukti empiris secara internasional menunjukkan bahwa tingginya ketergantungan pada transfer ternyata berhubungan negatif dengan hasil governansinya (Mello dan Barenstrein, 2001). Hal ini berarti pemerintah daerah akan lebih berhati-hati dalam menggunakan dana yang digali dari masyarakat sendiri daripada uang “hadiah” yang diterima dari pusat.

Fakta di atas memperlihatkan bahwa perilaku fiskal pemerintah daerah dalam merespon transfer dari pusat menjadi determinan penting dalam menunjang efektivitas kebijakan transfer. Analisis perilaku pemerintah dalam merespon transfer dari pemerintah pusat ini telah lama mendapat perhatian yang sangat besar dalam literatur Ekonomi Keuangan Daerah (misalnya: Gramlich, 1977; Courant, Gramlich,


(23)

dan Rubinfield, 1979; Oates, 1979, 1994, 1999; Schwallie, 1989; Hines dan Thaler, 1995; Fisher, 1996; Duncombe, 1996; Rosen, 2002; Vegh dan Voletin, 2010). Pada tataran empirik, kebanyakan studi pada bidang ini masih terfokus pada negara-negara maju, misalnya Gramlich dan Galper (1973), Logan, (1986), Stine, (1994), Turnbull (1992, 1998), Gamkhar dan Oates (1996), Becker (1996), Bailey dan Connolly (1998) dan Vegh dan Voletin, (2010).

Di sisi lain bukti-bukti empiris khususnya untuk negara sedang berkembang masih sangat kurang. Beberapa studi di negara-negara yang baru mulai menerapkan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal sudah mulai dilakukan, pada umumnya, mereka menggunakan pendekatan secara parsial sehingga generalisasi kesimpulannya menjadi kurang valid. Studi ini berupaya mengkaji pengaruh transfer pada kinerja fiskal pemerintah daerah kota dan kabupaten sebagai titik berat otonomi daerah. Beberapa penelitian di Indonesia tentang hal yang sama pernah dilakukan, misalnya oleh Halim (2003).

Fenomena utama dalam penelitian ini adalah flypaper effect, yang merupakan suatu kondisi yang terjadi saat pemerintah daerah merespon belanja lebih banyak dengan menggunakan dana perimbangan yang diproksikan dengan DAU (dana alokasi umum), DAK (dana alokasi khusus) dan DBH (dana bagi hasil) untuk kepentingan belanja daerah daripada menggunakan PAD (pendapatan asli daerah). Fenomena flypaper effect membawa implikasi lebih luas bahwa transfer akan meningkatkan belanja pemerintah daerah yang lebih besar daripada penerimaan


(24)

versi. Pertama, merujuk pada peningkatan pajak daerah dan anggaran belanja pemerintah yang berlebihan. Kedua mengarah pada elastisitas pengeluaran terhadap transfer yang tinggi daripada elastisitas pengeluaran terhadap penerimaan pajak daerah. Gambaran deskriptif dana perimbangan yang terdiri dari DAK, DAU dan DBH terdapat pada Tabel 1.1 berikut:

Tabel 1.1. Perkembangan Dana Perimbangan Kabupaten Kota di Sumatera Utara Tahun 2008 (Rp. Juta)

No Kabupaten/Kota DAK DAU DBH

1 Sumatera Utara 0 727,910.8 310,072.1

2 Kab. Nias 77,364.0 393,415.0 20,740.5

3 Kab. Mandailing Natal 53,740.0 394,435.0 31,093.8 4 Kab. Tapanuli Selatan 66,721.0 528,955.0 55,307.8 5 Kab. Tapanuli Tengah 47,840.0 290,590.0 24,170.5 6 Kab. Tapanuli Utara 57,793.0 338,052.0 25,174.8 7 Kab. Toba Samosir 58,321.0 252,144.0 21,543.1 8 Kab. Labuhan Batu 22,889.0 578,104.0 89,783.1

9 Kab. Asahan 76,650.0 422,762.0 65,074.1

10 Kab. Simalungun 80,131.0 639,594.0 56,119.3

11 Kab. Dairi 55,301.0 327,409.0 26,431.8

12 Kab. Karo 58,203.0 395,780.0 19,893.8

13 Kab. Deli Serdang 84,730.0 779,763.0 98,381.6 14 Kab. Langkat 64,975.0 583,481.0 133,617.9 15 Kab. Nias Selatan 56,521.0 258,079.0 17,285.0 16 Kab. Humbang Hasundutan 39,663.0 251,602.0 23,604.0 17 Kab. Pakpak Bharat 41,962.0 155,876.0 19,133.4 18 Kab. Samosir 55,720.0 219,459.0 15,438.3 19 Kab. Serdang Bedagai 48,566.0 381,433.0 39,983.3 20 Kab. Batu Bara 14,598.0 175,375.0 6,645.2

21 Kab. Padang Lawas Utara 0.0 0.0 0.0

22 Kab. Padang Lawas 0.0 0.0 0.0

23 Kota Sibolga 34,976.0 209,458.0 20,275.2 24 Kota Tanjung Balai 31,158.0 224,504.0 17,863.0 25 Kota Pematang Siantar 29,785.0 312,043.0 24,127.5 26 Kota Tebing Tinggi 31,156.0 221,914.0 21,142.3

27 Kota Medan 22,325.0 808,665.0 272,347.4

28 Kota Binjai 28,369.0 276,423.0 44,313.4

29 Kota Padang Sidempuan 29,689.0 257,153.0 25,136.1

Total 1,269,146.0 10,404,378.8 1,524,698.3


(25)

Berdasarkan Tabel 1.1 tersebut menunjukkan bahwa dana perimbangan yang terbesar bersumber dari DAU, diikuti oleh DAK dan DBH. Besarnya dana perimbangan tersebut ditujukan untuk menutupi pengeluaran belanja yang ada.

Pengaruh DAU dan PAD terhadap Belanja Pemerintah Daerah di Pulau Jawa dan Bali sebelumnya telah diteliti dan menghasilkan analisis bahwa ketika tidak digunakan tanpa lag, pengaruh PAD terhadap belanja daerah lebih kuat daripada DAU, tetapi dengan digunakan lag, pengaruh DAU terhadap belanja daerah justru lebih kuat dari pada PAD (Sukriy dan Halim, 2004). Hal ini berarti terjadi flypaper

effect dalam respon Pemda terhadap DAU dan PAD. Selanjutnya Deller dan Maher

(2005) meneliti kategori pengeluaran daerah dengan fokus pada terjadinya flypaper

effect. Mereka menemukan pengaruh unconditional grants pada kategori pengeluaran

adalah lebih kuat pada kebutuhan non esensial atau kebutuhan luxury seperti taman dan rekreasi, kebudayaan dan pelayanan pendidikan daripada kebutuhan esensial atau normal seperti keamanan dan proteksi terhadap kebakaran.

Menurut Halim (2002) bahwa Pemda kabupaten/kota di Jawa-Bali memiliki kemampuan keuangan berbeda dengan Pemda kabupaten/kota di luar Jawa-Bali. Pulau Sumatera adalah pulau yang berada di sebelah barat kepulauan di Indonesia yang memiliki karakteristik ekonomi dan geografis yang berbeda dengan pulau Jawa. Keadaan yang berbeda ini membuat peneliti ingin mengetahui bagaimana pengaruh Dana Perimbangan terhadap Belanja daerah pemda kabupaten/kota di Sumatera Utara.


(26)

Studi ini mengklarifikasi keterkaitan langsung antara penerimaan transfer dengan upaya pemerintah daerah dalam menggali PAD. Hal ini ditujukan agar transfer mampu menciptakan kinerja fiskal yang lebih baik dalam mengurangi ketidakseimbangan fiskal secara vertikal.

Kedua, dari sisi belanja adalah dengan mengamati sensitivitas belanja pemerintah daerah dalam merespon perolehan transfer. Hal ini merupakan prasyarat penting yang harus dikaji agar transfer yang didistribusikan mampu mengurangi ketidakseimbangan fiskal secara horizontal. Ketiga, kedua aspek tersebut di atas dirangkum ke dalam satu kerangka kerja dengan memperhatikan eksternalitas fiskal (budget spillover), baik sisi penerimaan dan belanja, yang muncul secara timbal balik antardaerah. Oleh karena itu, model yang dibangun akan dianalisis dengan ekonometrika spasial melalui pendekatan sistem persamaan simultan.

Berdasarkan fenomena yang terjadi, maka peneliti ingin mengkaji masalah tersebut dengan mengadakan penelitian tentang judul “Fenomena Fly Paper Effect pada Dana Perimbangan dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang dapat dibentuk sebagai berikut: “Apakah terjadi fenomena fly paper effect pada Dana Perimbangan dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara?


(27)

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui dan menganalisis fenomena fly paper effect pada Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH) dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.

1.4. Manfaat Penelitian

a. Sebagai masukan kepada pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara dalam menyusun Anggaran dengan memperhatikan Dana Perimbangan yang dikucurkan dari pusat yang terdiri Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak dan Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Pendapatan Asli Daerah mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap belanja daerah.

b. Sebagai masukan kepada seluruh anggota Dewan Perwakilan Rakyat baik dipusat maupun di daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara agar benar-benar mengawasi pelaksanaan penyerapan Anggaran Dana Perimbangan yang dikucurkan dari pusat yang terdiri Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak dan Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) serta Pendapatan Asli Daerah (PAD) memberikan kontribusi signifikan terhadap belanja daerah di Sumatera Utara.


(28)

c. Sebagai masukan bagi peneliti dan pengambil kebijakan terkait dengan fenomena

flypaper effect pada belanja daerah, bagi akademisi sebagai dasar untuk penelitian

selanjutnya.

1.5. Originalitas Penelitian

Penelitian ini mereplikasi penelitian Maimunah (2006) dengan judul Flypaper

Effect pada Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD)

terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota di Pulau Sumatera.

Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya dengan alasan. Pertama, studi ini mengklarifikasi keterkaitan langsung antara penerimaan transfer dengan upaya pemerintah daerah dalam menggali PAD. Hal ini ditujukan agar transfer mampu menciptakan kinerja fiskal yang lebih baik dalam mengurangi ketidakseimbangan fiskal secara vertikal. Kedua, dari sisi belanja adalah dengan mengamati sensitivitas belanja pemerintah daerah dalam merespon perolehan transfer. Hal ini merupakan prasyarat penting yang harus dikaji agar transfer yang didistribusikan mampu mengurangi ketidakseimbangan fiskal secara horizontal. Ketiga, kedua aspek tersebut di atas dirangkum ke dalam satu kerangka kerja dengan memperhatikan eksternalitas fiskal (budget spillover), baik sisi penerimaan dan belanja, yang muncul secara timbal balik antardaerah. Keempat, penelitian ini menguji dengan tidak membedakan bidang pendidikan, kesehatan dan pekerjaan umum yaitu dengan mengambil total dari Dana Alokasi Khusus. Kelima, penelitian


(29)

ini dilakukan spesifik pada Kabupaten Kota di Sumatera Utara dengan periode waktu tahun 2006-2009 yang berbeda dengan riset sebelumnya.


(30)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1. Teori Keagenan

Menurut Lane (2003) teori keagenan dapat diterapkan dalam organisasi publik. Ia menyatakan bahwa negara demokrasi modern didasarkan pada serangkaian hubungan prinsipal-agen (Lane, 2000: 12-13). Hal senada dikemukakan oleh Moe (1984) yang menjelaskan konsep ekonomika organisasi sektor publik dengan menggunakan teori keagenan. Bergman dan Lane (1990) menyatakan bahwa kerangka hubungan prinsipal agen merupakan suatu pendekatan yang sangat penting untuk menganalisis komitmen-komitmen kebijakan publik. Pembuatan dan penerapan kebijakan publik berkaitan dengan masalah-masalah kontraktual, yakni informasi yang tidak simetris (asymmetric information), moral hazard, dan adverse selection.

Adapun beberapa hal yang terkait dengan variabel penelitian secara teoritis sebagai berikut:

2.1.1. Fenomena Flypaper Effect

Menurut Maimunah (2006), flypaper effect merupakan suatu kondisi yang terjadi saat pemerintah daerah merespon belanja lebih banyak/boros dengan menggunakan dana transfer (grants) yang diproksikan dengan DAU (dana alokasi umum) daripada menggunakan kemampuan sendiri, diproksikan dengan PAD (pendapatan asli daerah). Variabel terikat (dependent variable) dalam penelitian ini adalah Belanja Daerah yang dibreak-down dalam tiga belanja bidang unit yaitu


(31)

belanja bidang unit pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan umum. Selanjutnya variabel-variabel bebasnya (independent variables) adalah Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Kemampuan Daerah.

Fenomena flypaper effect membawa implikasi lebih luas bahwa transfer akan meningkatkan belanja pemerintah daerah yang lebih besar daripada penerimaan transfer itu sendiri. Fenomena flypaper effect dapat terjadi dalam dua versi. Pertama merujuk pada peningkatan pajak daerah dan anggaran belanja pemerintah yang berlebihan. Kedua mengarah pada elastisitas pengeluaran terhadap transfer yang lebih tinggi daripada elastisitas pengeluaran terhadap penerimaan pajak daerah.

Anomali tersebut memicu diskusi yang instensif di antara ahli ekonomi. Perdebatan tersebut menghasilkan beberapa penjelasan yang ditawarkan. Dalam khasanah ekonomi, telaah mengenai flypaper effect dapat dikelompokkan menjadi 2 aliran pemikiran, yaitu model birokratik (bureaucratic model) dan ilusi fiskal (fiscal

illusion model). Model birokratik menelaah flypaper effect dari sudut pandang dari

birokrat, sedangkan model ilusi fiskal mendasarkan kajiannya dari sudut pandang masyarakat yang mengalami keterbatasan informasi terhadap anggaran pemerintah daerahnya.

Aliran pemikiran birokratik diawali oleh Niskanen (1968). Dalam pandangannya, posisi birokrat lebih kuat dalam pengambilan keputusan publik. Ia mengasumsikan birokrat berperilaku memaksimisasi anggaran sebagai proksi kekuasaannya. Dengan asumsi ini, kuantitas barang publik disediakan pada posisi


(32)

daripada harganya, kuantitas barang publik menjadi tersedia terlalu banyak. Dengan demikian, transfer akan menurunkan harga barang publik sehingga memicu birokrat untuk membelanjakan lebih banyak anggaran.

Secara implisit, model birokratik menegaskan flypaper effect sebagai akibat dari perilaku birokrat yang lebih leluasa membelanjakan transfer daripada menaikkan pajak. McGuire (1973) mengistilahkan hal ini sebagai ketamakan politisi (a greedy

politicians model). Hal itu sebagai perilaku politisi dengan cakrawala pandang yang

menyempit (myopic behavior). Dengan demikian, flypaper effect terjadi karena superioritas pengetahuan birokrat mengenai transfer. Informasi lebih yang dimiliki birokrat memungkinkannya memberikan pengeluaran yang berlebih.

Implikasi yang penting dari model birokratik ini adalah bahwa desentralisasi fiskal bisa membantu dalam menjelaskan pertumbuhan sektor publik. Dalam sistem yang terdesentralisasi, pemerintah daerah memiliki lebih banyak informasi untuk membedakan kepentingan penduduknya sehingga bisa memperoleh lebih banyak sumber daya dari perekonomian (Tiebout, 1956). Hal ini memberikan implikasi bahwa efisiensi ekonomi penyediaan barang publik akan tercapai dengan melibatkan partisipasi masyarakat.

Oates (1979) menyatakan fenomena flypaper effect dapat dijelaskan dengan ilusi fiskal. Bagi Oates, transfer akan menurunkan biaya rata-rata penyediaan barang publik (bukan biaya marginalnya). Namun, masyarakat tidak memahami penurunan biaya yang terjadi adalah pada biaya rata-rata atau biaya marginalnya. Masyarakat hanya percaya harga barang publik akan menurun. Bila permintaan barang publik


(33)

tidak elastis, maka transfer berakibat pada kenaikan pajak bagi masyarakat. Ini berarti

flypaper effect merupakan akibat dari ketidaktahuan masyarakat akan anggaran

pemerintah daerah. Lebih jauh, ilusi fiskal diartikan sebagai kesalahan persepsi masyarakat baik mengenai pembiayaan maupun alokasi anggaran dan keputusan mengenai kedua hal tersebut dihasilkan justru dari kesalahan persepsi semacam ini.

Logan (1986) berpendapat kesalahan persepsi tersebut dapat berlanjut dalam bahkan jangka panjang. Turnbull (1992) menawarkan penjelasan lain mengenai keberlanjutan kesalahan persepsi tersebut. Menurut Turnbull, ketidakpastian tingkat harga barang publik akan menciptakan risiko. Risiko ini dalam jangka panjang akan memicu pengeluaran yang berlebih.

Fillimon, Romer, dan Rosenthal (1982) mengembangkan hipotesis ilusi fiskal dalam konteks ketidaktahuan masyarakat akan jumlah transfer yang diterima. Dalam kasus ini, pemerintah daerah menyembunyikan jumlah transfer yang diterima dari pusat dan kemudian membelanjakannya pada level puncak. Akibatnya, masyarakat memandang telah terjadi kenaikan pengeluaran pemerintah daerah dengan kenaikan yang lebih tinggi daripada kenaikan kuantitas yang diminta sebagai cerminan dari kenaikan pendapatannya.

Becker (1996) mengidentifikasi beberapa isu yang selalu muncul dalam pembahasan mengenai flypaper effect. Salah satu isu yang penting adalah respon yang tidak simetri terhadap perubahan transfer. Teori perilaku konsumen di atas menjelaskan bahwa respon terhadap perubahan transfer seharusnya indiferen. Hal ini


(34)

akan sama terlepas apakah sumbangan tersebut diperoleh melalui runtutan kenaikan atau melalui serangkaian kenaikan lalu dikurangi secara gradual.

Gramlich (1977) menyatakan dalam kasus keuangan daerah ada respon yang tidak simetri terhadap perubahan besaran transfer. Ia menjelaskan bahwa transfer diberikan untuk jangka waktu tertentu. Selama periode tersebut, pihak-pihak tertentu yang memperoleh keuntungan dari penerimaan transfer mulai meningkat. Setelah transfer dikurangi, mereka melakukan lobi untuk mempertahankan keuntungannya melalui kenaikan pajak. Oates (1994) mengemukakan karena alasan politis belanja pemerintah daerah bisa jadi tidak sensitif terhadap penurunan transfer yang menunjukkan flypaper effect terjadi dalam satu arah. Oates menjelaskan bahwa fenomena flypaper effect yang terjadi secara tidak simetri disebabkan oleh perilaku birokrat pemerintah daerah dan konsumen yang cenderung menghindari kerugian (loss aversion) dan kelangkaan kemudahan (lack of fungibility) atas penggunaan transfer.

Pemerintah daerah dan masyarakat pada umumnya cenderung lebih sensitif terhadap penurunan kesejahteraan daripada sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa untuk melakukan penggantian sumber pembiayaan anggaran (fiscal replacement), biaya politik atas kenaikan pajak menjadi lebih besar daripada keuntungan politik yang diperoleh pemerintah atas pengurangan pajak.

Lebih lanjut, birokrat pemerintah daerah dan masyarakat memandang bahwa kemudahan transfer yang diterima pada saat yang sedang berjalan tetap memiliki nilai sekarang (present value) yang lebih tinggi daripada jumlah transfer yang diterima


(35)

pada waktu-waktu yang akan datang meskipun dengan nilai sekarang yang lebih tinggi. Dengan demikian, fungibilitas transfer tersebut akan memberikan pengaruh konsumsi yang jauh lebih besar. Hal ini memberikan implikasi lebih lanjut bahwa masyarakat akan menggunakan aspek fungibilitas transfer ini untuk mengevaluasi kinerja pemerintahannya.

2.1.2. Belanja Daerah

Belanja Daerah adalah jumlah anggaran pengeluaran baik langsung maupun tidak langsung terkait dan berhubungan dengan program atau kegiatan. Unsur belanja daerah terdiri dari belanja tidak langsung dan belanja langsung. Pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2006 masih menggunakan istilah belanja aparatur dan belanja pelayanan publik, pada tahun 2007 sampai sekarang menggunakan istilah Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung.

Belanja aparatur/belanja tidak langsung dapat diuraikan meliputi: belanja administrasi umum, belanja operasional dan pemeliharaan, belanja modal. Belanja administrasi umum terdiri dari: belanja pegawai/personalia (pembayaran gaji, tunjangan-tunjangan, biaya perawatan dan pengobatan, pengembangan SDM), belanja barang dan jasa (pembayaran pokok hutang dan bunga/jasa bank, rekening listrik, air, telepon dan ongkos kantor lainnya), belanja perjalanan dinas (biaya dalam rangka melaksanakan tugas ke luar daerah), belanja pemeliharaan (membiayai pemeliharaan gedung dan kantor serta inventaris kantor). Pos-pos belanja operasi dan pemeliharaan sama dengan belanja administrasi umum, yaitu meliputi: belanja


(36)

belanja barang dan jasa (belanja bahan/material, biaya jasa pihak ketiga, biaya cetak dan penggandaan, biaya sewa, biaya makan dan minum, dan biaya pakaian kerja), belanja perjalanan dinas (biaya perjalanan dalam rangka pelaksanaan program), belanja pemeliharaan (membiayai peningkatan masa manfaat sarana dan prasarana dalam rangka pelayanan kepada masyarakat).

Belanja Pelayanan Publik/Belanja Langsung sampai dengan tahun 2007 terdiri dari belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, serta belanja modal. Belanja administrasi umum terdiri dari: belanja pegawai/personalia (pembayaran gaji, tunjangan-tunjangan, biaya perawatan dan pengobatan, pengembangan SDM), belanja barang dan jasa (pembayaran rekening listrik, air, telepon dan ongkos kantor lainnya), belanja perjalanan dinas (biaya dalam rangka melaksanakan tugas dalam daerah ke luar daerah), belanja pemeliharaan (membiayai pemeliharaan sarana dan prasarana gedung dan kantor serta inventaris kantor). Pos-pos belanja operasi dan pemeliharaan sama dengan belanja administrasi umum, yaitu meliputi: belanja pegawai/personalia (pembayaran honorarium/upah, uang lembur dan insentif), belanja barang dan jasa (belanja bahan/material, biaya jasa pihak III, biaya cetak dan penggandaan, biaya sewa, biaya makan dan minum, dan biaya pakaian kerja), belanja perjalanan dinas (biaya perjalanan dalam rangka pelaksanaan program), belanja pemeliharaan (membiayai peningkatan masa manfaat sarana dan prasarana dalam rangka pelayanan kepada masyarakat). Belanja bagi hasil berupa bagi hasil retribusi kepada pemerintah desa. Sedangkan bantuan keuangan digunakan untuk bantuan keuangan kepada pemerintah desa, organisasi


(37)

kemasyarakatan dan organisasi profesi. Belanja tidak terduga digunakan untuk penanganan bencana alam, bencana sosial dan pengeluaran lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintah daerah, yaitu penyediaan sarana prasarana yang berhubungan langsung dengan pelayanan masyarakat yang anggarannya tidak tersedia dalam tahun anggaran yang bersangkutan. Sejak tahun 2007, pos belanja langsung terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa dan belanja modal.

Menurut model Bradford dan Oates dalam Geys (2005) bentuk transfer dana perimbangan dari pemerintah dan private income (pendapatan asli daerah) merupakan dua hal yang berdampak terhadap besar kecilnya pengeluaran untuk kepentingan publik. Semakin besar pendapatan maka semakin besar pula pengeluaran yang akan digambarkan. Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Gramlich and Galper, 1973; Heyndels and Smolders, 1994; Heyndels, 2001 menunjukkan bahwa semakin besar bantuan (grant) yang diberikan untuk kepentingan publik apabila didukung oleh adanya penerimaan yang pasti akan diterima. Hal inilah yang dinamakan dengan fenomena Flypaper effect (Gramlich, 1977; Bailey and Connolly, 1998).

2.1.3. Dana Alokasi Umum (DAU)

Untuk mengurangi ketimpangan dalam kebutuhan pembiayaan dan penguasaan pajak antara Pusat dan Daerah telah di atasi dengan adanya perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah dengan kebijakan bagi hasil dan Dana Alokasi Umum (DAU) minimal sebesar 25% dari Penerimaan Dalam Negeri. Dengan


(38)

dalam memperoleh sumber-sumber pembiayaan untuk membiayai kebutuhan pengeluaran yang menjadi tanggung jawabnya.

Sesuai dengan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah bahwa kebutuhan DAU oleh suatu Daerah (Provinsi, Kabupaten, dan Kota) ditentukan dengan menggunakan pendekatan konsep Fiscal Gap, di mana kebutuhan DAU suatu Daerah ditentukan atas kebutuhan Daerah (fiscal needs) dengan potensi Daerah (fiscal capacity). Dengan pengertian lain, DAU digunakan untuk menutup celah yang terjadi karena kebutuhan Daerah melebihi dari potensi penerimaan Daerah yang ada.

Berdasarkan konsep fiscal gap tersebut, distribusi DAU kepada daerah-daerah yang memiliki kemampuan relatif besar akan lebih kecil dan sebaliknya daerah-daerah yang mempunyai kemampuan keuangan relatif kecil akan memperoleh DAU yang relatif besar. Dengan konsep ini sebenarnya daerah yang fiscal capacitynya lebih besar dari fiscal needs hitungan DAU nya akan negatif.

Variabel-variabel kebutuhan Daerah dan potensi ekonomi Daerah. Kebutuhan Daerah paling sedikit dicerminkan dari variabel jumlah penduduk, luas wilayah, keadaan geografi, dan tingkat pendapatan masyarakat dengan memperhatikan kelompok masyarakat miskin. Sementara potensi ekonomi Daerah dicerminkan dengan potensi penerimaan Daerah seperti potensi industri, potensi SDA, potensi SDM, dan PDRB.

Menghindari kemungkinan penurunan kemampuan Daerah dalam membiayai beban pengeluaran yang sudah menjadi tanggung jawabnya, maka perhitungan DAU


(39)

di samping menggunakan formula Fiscal Gap juga menggunakan Faktor Penyeimbang (sesuai PP Nomor 104 tentang Dana Perimbangan sebagaimana telah direvisi dengan PP Nomor 84 Tahun 2001). Dengan adanya Faktor Penyeimbang, alokasi DAU kepada Daerah ditentukan dengan perhitungan formula Fiscal Gap dan Faktor Penyeimbang.

Untuk formula dan perhitungan DAU Tahun Anggaran (TA) 2001 (berdasarkan PP Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan) telah dialokasikan DAU TA 2001 kepada masing-masing Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota sesuai dengan Keppres Nomor 181 Tahun 2000 (dalam tabel terlampir). Formulasi dan perhitungan DAU TA 2001 dianggap mengandung banyak kelemahan terutama menyangkut keadilan antardaerah. Hal ini dapat dimaklumi mengingat proses tersebut merupakan proses awal/tahun pertama dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal.

Dalam rangka perhitungan DAU untuk TA 2002 dan tahun-tahun selanjutnya sudah ada komitmen bersama antara Pemerintah dan Panitia Anggaran DPR-RI untuk mengkaji ulang sekaligus mereformulasi DAU TA 2002, agar dihasilkan perhitungan dan distribusi DAU TA 2002 yang lebih baik dan mencerminkan rasa keadilan antar Daerah. Formula DAU TA 2002 merupakan rekomendasi dari Tim Independen yang terdiri dari 4 (empat) universitas terkemuka yang selama ini terlibat dalam kajian di bidang keuangan daerah (UI, UGM, UNAND, dan UNHAS) kepada Pemerintah.


(40)

2000 tentang Dana Perimbangan. Namun demikian, dalam perhitungan DAU TA 2002 berdasarkan plafon DAU dalam APBN TA 2002 (Rp. 69,1 triliun) dengan formula tersebut terdapat daerah-daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota yang mengalami penurunan penerimaan DAU TA 2002 dibandingkan dengan DAU TA 2001. Hal ini cukup logis mengingat formula DAU yang baru dianggap lebih baik dan dapat mengoreksi hasil perhitungan DAU TA 2001 bagi Daerah-daerah yang diuntungkan dalam perhitungan pada waktu itu.

Sesuai dengan pembahasan perhitungan DAU TA 2002 dengan Panitia Anggaran telah disepakati bahwa hasil akhir perhitungan DAU TA 2002 menggunakan formula DAU sebagaimana dimaksud di atas dengan dilakukan beberapa penyesuaian dengan tujuan tidak ada Daerah yang menerima DAU TA 2002 lebih kecil dari DAU TA 2001 ditambah Dana Kontinjensi 2001 bagi Daerah yang menerima. Untuk tujuan tersebut telah ada tambahan dana untuk DAU (bukan dari plafon) yang disebut dengan Dana Penyeimbang sebesar Rp. 2.054,72 miliar yang perhitungannya bersamaan dengan perhitungan DAU.

Keberadaan Dana Penyeimbang juga dimaksudkan untuk menambah penerimaan DAU Provinsi, di mana dengan 10% dari total DAU secara nasional untuk penerimaan DAU Provinsi dirasa masih kurang dibandingkan dengan kebutuhan DAU seluruh Provinsi. Dalam TA 2002, penerimaan DAU seluruh Provinsi sebesar Rp. 6,91 triliun, sementara penerimaan DAU TA 2001 ditambah Dana Kontinjensi untuk Provinsi sebesar Rp. 7,47 triliun.


(41)

Alokasi DAU TA 2002 untuk Provinsi dan Kabupaten/Kota telah ditetapkan dengan Keputusan Presiden Nomor 131 Tahun 2001 tentang Dana Alokasi Umum Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2002 tertanggal 31 Desember. Selanjutnya pada tanggal yang sama telah pula ditetapkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 685/KMK.07/2001 tentang Penetapan Rincian Dana Penyeimbang Tahun Anggaran 2002 Kepada Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota.

Berkaitan dengan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, hal tersebut merupakan konsekuensi adanya penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Lebih lanjut menurut Sukriy dan Halim (2003) hal tersebut menunjukkan terjadi transfer yang cukup signifikan di dalam APBN dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah dan pemerintah daerah secara leluasa dapat menggunakan dana ini apakah untuk memberi pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat atau untuk keperluan lain yang tidak penting.

2.1.4. Dana Alokasi Khusus (DAK)

Pada hakikatnya pengertian Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan kepada Daerah untuk membantu membiayai kebutuhan khusus. Pengalokasian DAK ditentukan dengan memperhatikan tersedianya dana dalam APBN. DAK disalurkan dengan cara pemindahbukuan dari rekening kas umum negara ke rekening kas umum daerah. Oleh sebab itu DAK dicantumkan dalam APBD. DAK tidak dapat digunakan untuk mendanai administrasi


(42)

Sesuai dengan UU Nomor 25 Tahun 1999, yang dimaksud dengan kebutuhan khusus adalah (i) kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus alokasi umum, dalam pengertian kebutuhan yang tidak sama dengan kebutuhan Daerah lain, misalnya: kebutuhan di kawasan transmigrasi, kebutuhan beberapa jenis investasi/prasarana baru, pembangunan jalan di kawasan terpencil, saluran irigasi primer, dan saluran drainase primer; dan (ii) kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional.

Implementasi konsep DAK di Indonesia mencakup pula alokasi dana untuk kegiatan penghijauan dan reboisasi, di mana pembiayaannya berasal dari penerimaan Dana Reboisasi (DR) dalam APBN yang diberikan 40%-nya kepada Daerah penghasil. Pembiayaan dari DAK-DR sejalan dengan keinginan Pemerintah untuk melibatkan Pemerintah Daerah penghasil DR dalam kegiatan penghijauan dan reboisasi kawasan hutan di Daerahnya, di mana kegiatan tersebut merupakan salah satu kegiatan yang menjadi prioritas nasional. Pedoman Umum Pengelolaan DAK-DR untuk Penyelenggaraan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Tahun 2001 diatur dalam Surat Edaran Bersama Departemen Keuangan, Departemen Kehutanan, Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, dan Bappenas Nomor: SE-59/A/2001, Nomor: SE-720/MENHUT-II/2001, Nomor: 2035/D.IV/05/2001, dan Nomor: SE-522.4/947/5/BANGDA.

Adapun untuk DAK TA 2001 hanya dialokasikan dari Dana Reboisasi yang berasal dari 40% penerimaan Dana Reboisasi dan diberikan kepada Daerah Penghasil. Berdasarkan penyesuaian APBN TA 2001, alokasi DAK-Dana Reboisasi (DAK-DR)


(43)

semula sebesar Rp. 900,6 miliar dan menjadi Rp. 700,6 milyar (revisi APBN TA 2001) yang pengalokasiannya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 491/KMK.02/2001 tanggal 6 September 2001. Provinsi yang tidak mendapatkan alokasi DAK-DR TA 2001 adalah Daerah bukan penghasil yang meliputi Provinsi-Provinsi yang ada di Pulau Jawa, Provinsi-Provinsi Lampung, Provinsi-Provinsi Bali, dan Provinsi-Provinsi Nusa Tenggara Timur. Keputusan Menteri Keuangan tersebut, dan penetapan alokasi oleh Gubernur kepada Daerah serta Rencana Definitif yang disampaikan Gubernur, Dirjen Anggaran telah menerbitkan Daftar Alokasi DAK-DR (DA-DAK-DR) yang berlaku untuk kabupaten/kota dalam wilayah 21 provinsi penghasil.

Sesuai dengan APBN TA 2002 yang telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, DAK TA 2002 masih dialokasikan dari DR yang ditetapkan sebesar Rp817,3 miliar. Untuk itu, akan dilakukan koordinasi dengan pihak Departemen Kehutanan agar segera menyusun ancar-ancar pengalokasian DAK-DR TA 2002 untuk Daerah penghasil sesuai dengan DAK-DR yang telah ditetapkan dalam APBN, dan diharapkan secepatnya dapat mengusulkan kepada Menteri Keuangan untuk ditetapkan dalam Daftar Alokasi DAK-DR TA 2002.

DAK ini akan digunakan untuk meningkatkan pelayanan publik antara lain seperti pembangunan rumah sakit, jalan, irigasi, dan air bersih. DAK ini bisa disamakan dengan dengan belanja pembangunan karena digunakan untuk mendanai peningkatan kualitas pelayanan publik berupa pembangunan sarana dan prasarana publik (Ndadari dan Adi, 2008). DAK digunakan sepenuhnya sebagai belanja modal


(44)

tetap. Menurut Abdullah dan Halim (2004) aset tetap yang dimiliki dari penggunaan belanja modal merupakan prasyarat utama dalam memberikan pelayanan publik oleh pemda. Lebih lanjut Abdullah dan Halim (2006) menjelaskan bahwa biasanya setiap tahun pemda melakukan pengadaan aset tetap sesuai dengan prioritas anggaran dan pelayanan publik yang memberikan dampak jangka panjang secara finansial.

Menurut Abimanyu (2005) yang dikutip oleh Harianto dan Adi (2007) infrastruktur dan sarana prasarana yang ada di daerah akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi daerah. Jika sarana dan prasarana memadai maka masyarakat dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara aman dan nyaman yang akan berpengaruh pada tingkat produktivitasnya yang semakin meningkat dan dengan adanya infrastruktur yang memadai akan menarik investor untuk membuka usaha di daerah tersebut.

Transfer pemerintah pusat ke pemda diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Meskipun demikian, menurut Adi (2007) bahwa dapat juga terjadi keganjilan di mana terjadi flypaper effect yaitu saat pemda mendapat transfer dari pemerintah pusat justru pendapatan masyarakat tidak meningkat karena transfer tersebut digunakan sepenuhnya untuk kegiatan belanja pemerintah tanpa diimbangi dengan peningkatan PAD. Menurut Maimunah (2006) seharusnya dana transfer dari pemerintah pusat diharapkan untuk digunakan secara efektif dan efisien oleh pemda untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, selain itu kebijakan penggunaan dana tersebut harus transparan dan akuntabel.


(45)

2.1.5. Dana Bagi Hasil (DBH)

Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan memperhatikan potensi daerah penghasil berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

Tujuan utama dari Dana Bagi Hasil adalah untuk mengurangi ketimpangan fiskal vertikal antara Pemerintah Pusat dan daerah. Dana Bagi Hasil itu sendiri dapat bersumber dari pajak dan SDA. Dana Bagi Hasil yang bersumber dari pajak terdiri atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21.

Dana Bagi Hasil terdiri dari DBH Pajak dan DBH Sumber Daya Alam (SDA). Dasar hukum dana bagi hasil adalah Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah, yaitu:

1. UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua;

2. UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah;

3. UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh; 4. PP No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan; dan

5. PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.


(46)

Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah. Alokasi DBH Pajak yang telah didistribusikan adalah Realisasi DBH Pajak dalam bentuk lampiran PMK:

a. Lampiran PMK No. 05 Tahun 2007, tentang Penetapan Perkiraan Alokasi Dana Bagi Hasil Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Bagian Pemerintah Pusat yang dibagikan kepada Seluruh Kabupaten dan Kota Tahun Anggaran 2007. PMK No. 05 Tahun 2007.

b. Lampiran PMK No. 03 Tahun 2007, tentang Penetapan Perkiraan Alokasi Dana Bagi Hasil Pajak Bumi dan Bangunan Dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Bagian Daerah Tahun Anggaran 2007. PMK No. 141 Tahun 2006.

c. Lampiran PMK No. 127 Tahun 2006, tentang Penetapan Perkiraan Alokasi Dana Bagi Hasil Sementara Dana Bagi Hasil Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan Pajak Penghasilan Pasal 21 Tahun Anggaran 2007. PMK No. 127 Tahun 2006.

Sedangkan jenis-jenis penerimaan DBH sumber daya alam adalah sebagai berikut:

1. Kehutanan, berasal dari:

a. Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (IIUPH); b. Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH); dan c. Dana Reboisasi.


(47)

2. Pertambangan Umum, berasal dari: a. Iuran Tetap (Landrent); dan

b. Iuran Eksplorasi dan Eksploitasi (royalty). 3. Perikanan, berasal dari:

a. Pungutan Pengusahaan Perikanan; dan b. Pungutan Hasil Perikanan.

4. Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, berasal dari:

a. Penerimaan Negara dari pertambangan minyak bumi dalam bentuk dana bagi hasil dialokasikan kepada pemerintah daerah sebesar 15,5% setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya serta bagian Pemerintah Pusat sebesar 84,5%; dan

b. Penerimaan Negara dari pertambangan gas bumi dalam bentuk dana bagi hasil dialokasikan kepada pemerintah daerah sebesar 30,5% setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya serta bagian pemerintah Pusat sebesar 69,5%.

5. Pertambangan Panas Bumi, berasal dari: a. Setoran Bagian Pemerintah; atau b. Iuran Tetap dan Iuran Produksi. 2.1.6. Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan daerah dan dikelola sendiri oleh pemerintah daerah. Pendapatan


(48)

kemampuan melaksanakan ekonomi diukur dari besarnya kontribusi yang diberikan oleh pendapatan asli daerah terhadap APBD, semakin besar kontribusi yang dapat diberikan oleh pendapatan asli daerah terhadap APBD berarti semakin kecil ketergantungan pemerintah daerah terhadap bantuan pemerintah pusat.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya merupakan salah satu komponen sumber penerimaan keuangan negara di samping penerimaan lainnya berupa dana perimbangan, pinjaman daerah dan lain-lain penerimaan yang sah juga sisa anggaran tahun sebelumnya dapat ditambahkan sebagai sumber pendanaan penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Keseluruhan bagian penerimaan tersebut setiap tahun tercermin dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Meskipun PAD tidak seluruhnya dapat membiayai APBD, sebagaimana dikatakan oleh Santoso (1995: 20) bahwa proporsi PAD terhadap total penerimaan tetap merupakan indikasi

“derajat kemandirian” keuangan suatu pemerintah daerah.

Pemerintah daerah diharapkan lebih mampu menggali sumber-sumber keuangan secara maksimal, namun tentu saja dalam koridor perundang-undangan yang berlaku khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintahan dan pembangunan di daerahnya melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD). Tuntutan peningkatan PAD semakin besar seiring dengan semakin banyaknya kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan kepada daerah itu sendiri. Dalam penggalian dan peningkatan pendapatan daerah itu sendiri banyak permasalahan yang ditemukan, hal ini dapat disebabkan oleh:


(49)

1) Perannya yang tergolong kecil dalam total penerimaan daerah

Sebagian besar penerimaan daerah masih berasal dari bantuan Pusat. Dari segi upaya pemungutan pajak, banyaknya bantuan dan subsidi ini mengurangi

“usaha” daerah dalam pemungutan PAD-nya, dan lebih mengandalkan kemampuan “negosiasi” daerah terhadap Pusat untuk memperoleh tambahan bantuan.

2) Kemampuan administrasi pemungutan di daerah yang masih rendah

Hal ini mengakibatkan bahwa pemungutan pajak cenderung dibebani oleh biaya pungut yang besar.

3) Kemampuan perencanaan dan pengawasan keuangan yang lemah

Hal ini mengakibatkan kebocoran-kebocoran yang sangat berarti bagi daerah. Menurut Undang-undang No. 33 Tahun 2004 Pasal 1, “Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber di dalam daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber penerimaan daerah yang asli digali di daerah yang digunakan untuk modal dasar pemerintah daerah dalam membiayai pembangunan dan usaha-usaha daerah untuk memperkecil ketergantungan dana dari pemerintah pusat.

Menurut Undang-undang No. 33 Tahun 2004 Pasal 6, Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri dari: 1). Pajak daerah, 2). Retribusi daerah, 3). Hasil


(50)

daerah (PAD) yang sah. Menurut Mardiasmo (2002: 132), “Pendapatan Asli Daerah

adalah penerimaan daerah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah”.

Dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah pemerintah kabupaten/kota dilarang:

1) Menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi, dan

2) Menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menghambat mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antar daerah, dan kegiatan impor/ekspor.

Kelompok Pendapatan Asli Daerah dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan: (Halim, 2007: 96)

1) Pajak Daerah

Sesuai UU Nomor 34 Tahun 2000 jenis pendapatan pajak untuk kabupaten/kota terdiri dari:

a) Pajak hotel b) Pajak restoran c) Pajak hiburan d) Pajak reklame

e) Pajak penerangan jalan

f) Pajak pengambilan bahan galian golongan C g) Pajak Parkir

2) Retribusi Daerah

Retribusi daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari retribusi. Terkait dengan UU Nomor 34 Tahun 2000 jenis Pendapatan retribusi untuk kabupaten/kota meliputi objek pendapatan yang terdiri dari 29 objek.

3) Hasil Pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan

Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang


(51)

dipisahkan. Jenis pendapatan ini dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup:

a) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD.

b) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik negara/BUMN.

c) Bagian laba penyertaan modal pada perusahaan milik swasta swasta atau kelompok usaha masyarakat.

4) Lain-lain PAD yang sah

Pendapatan ini merupakan penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik pemda. Rekening ini disediakan untuk mengakuntansikan penerimaan daerah selain yang disebut di atas. Jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan berikut:

a) Hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan. b) Jasa giro.

c) Pendapatan bunga.

d) Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah.

e) Penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan pengadaan barang, dan jasa oleh daerah.

f) Penerimaan keuangan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.

g) Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan. h) Pendapatan denda pajak.

i) Pendapatan denda retribusi. j) Pendapatan eksekusi atas jaminan. k) Pendapatan dari pengembalian. l) Fasilitas sosial dan umum.

m) Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. n) Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.

2.2. Review Penelitian Terdahulu

Tinjauan penelitian terdahulu yang berhubungan dengan fenomena fly paper

effect dilakukan oleh Mutiara Maimunah (2006) melakukan penelitian yang berjudul

Flypaper Effect pada Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah


(52)

dibreak-down dalam tiga belanja bidang unit yaitu belanja bidang unit pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan umum. Selanjutnya variabel-variabel bebasnya (independent variables) adalah Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Penelitiannya menggunakan alat analisis yaitu regresi sederhana (simple regression) dan regresi berganda (multiple regression). Hasil analisis adalah berupa koefisien untuk masing-masing variabel independen.

Koefisien ini diperoleh dengan cara memprediksi nilai variabel dependen dengan suatu persamaan. Regersi sederhana dan berganda yang dipakai untuk memenuhi tujuan penelitian dalam membuktikan hipotesis dijabarkan di bawah ini dalam bentuk persamaan-persamaan. Pertama, hasil pengujian dari hipotesis alternatif pertama dan kedua adalah diterima, artinya besarnya nilai DAU dan PAD mempengaruhi besarnya nilai belanja daerah (pengaruh positif). Kedua, hasil pengujian hipotesis alternatif ketiga yang tujuannya adalah untuk mengetahui terjadi tidaknya flypaper effect, juga diterima. Hal tersebut membuktikan bahwa telah terjadi

flypaper effect pada Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota di Sumatera. Ketiga, hasil

pengujian hipotesis alternatif keempat yang tujuannya adalah untuk mengetahui pengaruh flypaper effect dalam memprediksi Belanja Daerah periode ke depan, juga diterima. Keempat, hasil pengujian hipotesis alternatif keempat yang merupakan hipotesis uji beda adalah tidak dapat diterima. Artinya, tidak terdapat perbedaan terjadinya flypaper effect baik pada daerah yang PAD-nya rendah maupun daerah yang PAD-nya tinggi di Kabupaten/Kota pulau Sumatera. Kelima, hasil pengujian hipotesis alternatif keenam yang terdiri dari bidang Pendidikan, Kesehatan dan


(53)

Pekerjaan Umum. Pada bidang Pendidikan ditolak artinya tidak terjadi flypaper

effectpada Belanja Daerah bidang Pendidikan. Selanjutnya bagian b diterima, artinya

telah terjadi flypaper effect pada Belanja Daerah bidang Kesehatan. Hasil pengujian terakhir juga diterima, artinya Belanja Daerah bidang Pekerjaan Umum-pun terjadi

flypaper effect.

Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Kuncoro (2007) dengan judul Fenomena Flypaper Effect pada Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kota dan Kabupaten di Indonesia mencakup tahun 1988 hingga 2003. Atas dasar pertimbangan ini terkumpul 280 kota dan kabupaten. Sampel mencapai 75 persen atas jumlah populasi pada tahun 2003. Variabel independen yang digunakan meliputi pos-pos PAD, transfer antarpemerintah, Pengeluaran Rutin (Belanja Operasional), dan Pengeluaran Pembangunan (Belanja Modal) pemerintah daerah, tingkat luas wilayah, tingkat harga (inflasi), dan jumlah penduduk di kota dan kabupaten. Variabel dependen yang digunakan adalah Pertumbuhan Ekonomi (PDRB).

Peningkatan alokasi transfer diikuti dengan penggalian PAD yang lebih tinggi. Simpulan ini mengindikasikan sikap overaktif pemerintah daerah terhadap arti pentingnya transfer. Bagi pemerintah pusat, transfer memang diharapkan menjadi pendorong agar pemerintah daerah secara intensif menggali sumber-sumber penerimaan sesuai kewenangannya. Namun, penggalian PAD yang hanya didasarkan pada faktor inkremental akan berakibat negatif pada perekonomian daerah.


(54)

Tabel 2.1. Daftar Tinjauan Peneliti Terdahulu

Nama Judul Variabel Hasil Penelitian

Mutiara Maimunah (2006) Kuncoro (2007) Veight and Vuletin (2010) Flypaper Effect pada Dana Alokasi Umum (DAU) Dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten/ Kota di Pulau Sumatera. Fenomena Flypaper Effect pada Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kota dan Kabupaten di Indonesia. Unsticking the flypaper effect using Distortion-nary taxation

Variabel terikat (dependent

variable) adalah Belanja

Daerah yang dibreak-down dalam tiga belanja bidang unit yaitu belanja bidang unit pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan umum. Variabel bebasnya adalah Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Variabel independen yang digunakan meliputi pos-pos PAD,transfer antar pemerintah, Pengeluaran Rutin, dan Pengeluaran Pembangunan (Belanja Modal) pemerintahdaerah, tingkat luas wilayah, tingkat harga (inflasi),dan jumlah penduduk di tiap kota dan kabupaten. Sedangkan variabel dependen yang digunakan adalah Pertumbuhan Ekonomi (PDRB).

Flypaper effect (Y), distortionary taxation, tax rates,

substitutability between private and public spending,

congestion of public goods (X)

Hasil pengujian dari hipotesis alternatif 1 dan 2 adalah diterima, artinya besarnya nilai DAU dan PAD mempengaruhi besarnya nilai Belanja daerah (pengaruh positif). Kedua, untuk mengetahui terjadi tidaknya flypaper effect, juga diterima. Hal tersebut membuktikan bahwa telah terjadi flypaper effect pada Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota di Sumatera. Ketiga, terdapat pengaruh flypaper effect dalam memprediksi Belanja Daerah periode ke depan, juga diterima. Keempat, hasil pengujian hipotesis alternatif keempat yang merupakan hipotesis uji beda adalah tidak dapat diterima. Artinya, tidak terdapat perbedaan terjadinya

flypaper effect baik pada daerah yang PAD-nya

rendah maupun daerah yang PAD-nya tinggi di Kabupaten/Kota pulau Sumatera bidang Pendidikan. Selanjutnya telah terjadi flypaper effect pada Belanja Daerah bidang Kesehatan. Hasil pengujian terakhir juga diterima, artinya Belanja Daerah bidang Pekerjaan Umum-pun terjadi

flypaper effect.

Peningkatan alokasi transfer diikuti dengan penggalian PAD yang lebih tinggi. Simpulan ini mengindikasikan sikap overaktif pemerintah daerah terhadap arti pentingnya transfer. Bagi pemerintah pusat, transfer memang diharapkan menjadi pendorong agar pemerintah daerah secara intensif menggali sumber-sumber penerimaan sesuai kewenangannya. Namun, penggalian PAD yang hanya didasarkan pada faktor inkremental akan berakibat negatif pada perekonomian daerah.

(i) there should be a positive association between the degree of the fly paper effect and the level of the tax rate, and (ii) the flypaper effect should be larger the lower the elasticity of substitution between private and public spending and, in fact, should vanish for very high degrees of substitution. We show that these hypotheses hold for a sample of Argentinean provinces, Brazilian states, and American cities.


(1)

(2)

NPar Tests

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 110

Normal Parametersa,,b Mean .0000000

Std. Deviation 2.87568048E5

Most Extreme Differences Absolute .228

Positive .187

Negative -.228

Kolmogorov-Smirnov Z 2.386

Asymp. Sig. (2-tailed) .000


(3)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 110

Normal Parametersa,,b Mean .0000000

Std. Deviation 2.87568048E5

Most Extreme Differences Absolute .228

Positive .187

Negative -.228

Kolmogorov-Smirnov Z 2.386

Asymp. Sig. (2-tailed) .000

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

NPar Tests

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 110

Normal Parametersa,,b Mean .0000000

Std. Deviation .25699167

Most Extreme Differences Absolute .101

Positive .095

Negative -.101

Kolmogorov-Smirnov Z 1.061

Asymp. Sig. (2-tailed) .210

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

Uji Park

Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) 2132.384 3672.671 .580 .251

ln_DAUt_1_X1 2429.461 4642.501 .702 .524 .176

ln_DAKt_1_X2 565.335 2325.195 -.342 .243 .977

ln_DBHt_1_X3 5240.847 24176.598 .026 .217 .829


(4)

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) 2132.384 3672.671 .580 .251

ln_DAUt_1_X1 2429.461 4642.501 .702 .524 .176

ln_DAKt_1_X2 565.335 2325.195 -.342 .243 .977

ln_DBHt_1_X3 5240.847 24176.598 .026 .217 .829

ln_PADt_1_X4 -13519.410 13555.370 -.099 -.997 .321

a. Dependent Variable: Abs_lnUR

Descriptives

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

DAUt_1_X1 110 83580.00 2724298.00 362771.4419 284331.77448

DAKt_1_X2 110 4000.00 95766.00 35864.0975 21301.90026

DBHt_1_X3 110 6767.90 2272283.00 68246.4493 218403.98543

PADt_1_X4 110 156.00 2048148.98 66691.8351 224897.08138

BD_Yt 110 212826.55 2357352.73 575127.9647 350699.82801


(5)

Lampiran 9. Tabel F dengan Signifikansi 5%

n 1 2 3 4

1 161,448 199,500 215,707 224,583

2 18,513 19,000 19,164 19,247

3 10,128 9,552 9,277 9,117

4 7,709 6,944 6,591 6,388

5 6,608 5,786 5,409 5,192

6 5,987 5,143 4,757 4,534

7 5,591 4,737 4,347 4,120

8 5,318 4,459 4,066 3,838

9 5,117 4,256 3,863 3,633

10 4,965 4,103 3,708 3,478

11 4,844 3,982 3,587 3,357

12 4,755 3,259 3,490 3,260

13 4,667 3,806 3,411 3,179

14 4,600 3,739 3,344 3,112

15 4,543 3,682 3,287 3,056

16 4,494 3,634 3,239 3,007

17 4,451 3,592 3,197 2,965

18 4,414 3,555 3,160 2,928

19 4,381 3,522 3,127 2,895

20 4,351 3,493 3,908 2,866

21 4,325 3,467 3,072 2,840

22 4,301 3,443 3,049 2,817

23 4,279 3,422 3,028 2,796

24 4,260 3,403 3,009 2,776

25 4,242 3,385 2,991 2,759

26 4,225 3,369 2,975 2,743

27 4,210 3,354 2,960 2,728

28 4,196 3,340 2,947 2,714

29 4,183 3,328 2,934 2,701

30 4,171 3,316 2,922 2,690

40 4,085 3,232 2,839 2,606

50 4,034 3,138 2,790 2,557

55 4,016 3,165 2,772 2,539

57 4,009 3,158 2,766 2,534

60 4,001 3,150 2,758 2,525

120 4,000 3,140 2,733 2,464


(6)

Lampiran 10. Tabel t dengan Signifikansi 5%

df

t tabel

df

t tabel

df

t tabel

1

12.7062

31

2.0395

61

1.9996

2

4.3027

32

2.0369

62

1.9989

3

3.1824

33

2.0345

63

1.9983

4

2.7764

34

2.0322

64

1.9977

5

2.5706

35

2.0301

65

1.9971

6

2.4469

36

2.0281

66

1.9966

7

2.3646

37

2.0262

67

1.996

8

2.3060

38

2.0244

68

1.9955

9

2.2622

39

2.0227

69

1.9949

10

2.2281

40

2.0211

70

1.9944

11

2.2010

41

2.0195

71

1.9939

12

2.1788

42

2.0181

72

1.9935

13

2.1604

43

2.0167

73

1.9929

14

2.1448

44

2.0154

74

1.9925

15

2.1314

45

2.0141

75

1.9921

16

2.1199

46

2.0129

76

1.9917

17

2.1098

47

2.0117

77

1.9913

18

2.1009

48

2.0106

78

1.9908

19

2.0930

49

2.0096

79

1.9905

20

2.0860

50

2.0086

80

1.9901

21

2.0796

51

2.0076

81

1.9897

22

2.0739

52

2.0066

82

1.9893

23

2.0687

53

2.0057

83

1.9889

24

2.0639

54

2.0049

84

1.9886

25

2.0595

55

2.004

85

1.9883

26

2.0555

56

2.0032

86

1.9879

27

2.0518

57

2.0025

87

1.9876

28

2.0484

58

2.0017

88

1.9873

29

2.0452

59

2.0009

89

1.9869

30

2.0423

60

2.0003

90

1.9867


Dokumen yang terkait

Analisis Flypaper Effect Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Belanja Daerah Terhadap Efisiensi Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara

3 74 100

Flypaper Effect Pada Unconditional Grant Dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara

0 45 80

Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan terhadap Pengalokasian Belanja Modal Pada Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara

10 69 114

Fenomena Fly Paper Effect Pada Dana Perimbangan Dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah Pada Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara

0 28 126

Pengaruh Dana Perimbangan Dan Fiscal Stress Terhadap Belanja Daerah Di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara

8 54 127

Flypaper Effect Pada Pendapatan Asli Daerah (Pad) Dan Dana Alokasi Umum (Dau) Terhadap Belanja Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota Di Propinsi Sumatera Utara

0 41 89

Flaypaper Effect pada Dana Alokasu umum (DAU),dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Daerah di Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

1 42 76

Pengaruh Dana Perimbangan Pendapatan Asli Daerah Dan Belanja Modal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

3 44 97

Analisis Flypaper Effect Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Belanja Daerah Terhadap Efisiensi Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara

0 0 11

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dan Dana Transfer Terhadap Belanja Modal Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota Di Aceh

0 0 14