kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap.
Walgito, 1993 memberikan pengertian bahwa dalam persepsi terkandung komponen kognitif dan juga komponen konatif, yaitu sikap untuk merespons dan
untuk berperilaku. Ini berarti bahwa sikap berkaitan dengan perilaku, sikap merupakan predisposisi untuk berbuat atau berperilaku.
Dari bahasan ini juga dapat dikemukakan bahwa persepsi mengandung komponen kognitif, komponen afektif, dan juga komponen konatif, yaitu
merupakan kesediaan untuk bertindak atau berperilaku. Sikap seseorang pada suatu obyek merupakan komponen yang saling berinteraksi untuk memahami,
merasakan dan berperilaku terhadap obyek sikap. Ketiga komponen itu saling berinteraksi dan konsisten satu dengan lainnya. Jadi, terdapat pengorganisasian
secara internal diantara ketiga komponen tersebut.
2.2 Mahasiswa Akuntansi
Pengertian mahasiswa dalam peraturan pemerintah RI No.30 tahun 1990 adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu.
Menurut Sarwono 1978 mahasiswa adalah setiap orang yang secara resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran di perguruan tinggi dengan batas usia sekitar
18-30 tahun.
Pengertian Mahasiswa menurut Knopfemacher dalam Suwono, 1978 adalah merupakan calon sarjana yang dalam keterlibatannya dengan perguruan
tinggi yang makin menyatu dengan masyarakat, dididik dan di harapkan menjadi calon-calon intelektual.
Dari pendapat di atas bisa dijelaskan bahwa mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena hubungannya dengan perguruan tinggi yang
diharapkan menjadi calon-calon intelektual.
Akuntansi adalah seni pencatatan dan pengikhtisaran transaksi keuangan dan penafsiran akibat suatu transaksi terhadap suatu kesatuan ekonomi. Jadi yang
dimaksud dengan mahasiswa akuntansi dalam penelitian ini adalah mahasiswa jurusan akuntansi yang sedang belajartelah menempuh mata kuliah pengantar
akuntansi untuk mahasiswa semester awaljunior, dan yang sedangtelah menempuh mata kuliah pengantar akuntansi dan auditing untuk mahasiswa
semester akhirsenior. Persyaratan ini didasarkan pada asumsi bahwa para mahasiswa akuntansi untuk mahasiswa semester akhirsenior telah mempunyai
pemahaman tentang prinsip - prinsip etika dalam Kode Etik IAI. Dan mahasiswa swasta STIE Harapan Medan.
2.3 Profesi
2.3.1 Pengertian Profesi
Schein, E.H 1962 “Profesi adalah suatu kumpulan atau set pekerjaan yang membangun suatu set norma yang sangat khusus yang berasal dari perannya yang
khusus di masyarakat”.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, “Profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian keterampilan, kejuruan, dan sebagainya”.
Siti Nafsiah, “Profesi adalah suatu pekerjaan yang dikerjakan sebagai sarana untuk mencari nafkah hidup sekaligus sebagai sarana untuk mengabdi
kepada kepentingan orang lain orang banyak yang harus diiringi pula dengan keahlian, keterampilan, profesionalisme, dan tanggung jawab”.
Good’s Dictionary of Education mendefinisikan “profesi sebagai “suatu pekerjaan yang meminta persiapan spesialisasi yang relatif lama di Perguruan
Tinggi dan dikuasai oleh suatu kode etik yang khusus”. Dalam pandangan Vollmer seorang ahli sosiologi melihat makna profesi dari tinjauan sosiologis. Ia
mengemukakan bahwa “profesi menunjuk kepada suatu kelompok pekerjaan dari jenis yang ideal, yang sebenarnya tidak ada dalam kenyataan, tetapi menyediakan
suatu model status pekerjaan yang bisa diperoleh bila pekerjaan itu telah mencapai profesionalisasi dengan penuh”.
Dapat disimpulkan bahwa profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian atau keterampilan dari pelakunya. Biasanya sebutan
“profesi” selalu dikaitkan dengan pekerjaan atau jabatan yang dipegang oleh seseorang, akan tetapi tidak semua pekerjaan atau jabatan dapat disebut profesi
karena profesi menuntut keahlian para pemangkunya. Hal ini mengandung arti bahwa suatu pekerjaan atau jabatan yang disebut profesi tidak dapat dipegang
oleh sembarang orang, akan tetapi memerlukan suatu persiapan melalui pendidikan dan pelatihan yang dikembangkan khusus untuk itu. Pekerjaan tidak
sama dengan profesi. sebuah profesi sudah pasti menjadi sebuah pekerjaan, namun sebuah pekerjaan belum tentu menjadi sebuah profesi. Profesi memiliki
mekanisme serta aturan yang harus dipenuhi sebagai suatu ketentuan, sedangkan kebalikannya, pekerjaan tidak memiliki aturan yang rumit seperti itu. Hal inilah
yang harus diluruskan di masyarakat, karena hampir semua orang menganggap bahwa pekerjaan dan profesi adalah sama.
Secara terminologis, definisi profesi banyak diungkap secara berbeda-beda, tetapi untuk melengkapi definisi tersebut, berikut ini tulisan Muchtar Luthfi, yang
dikutip dan disempurnakan Ahmad Tafsir, bahwa disebut profesi bila memenuhi 10 kriteria, yaitu:
1. Profesi harus memiliki keahlian khusus. Keahlian itu tidak dimiliki oleh profesi lain. Artinya, profesi itu mesti ditandai oleh adanya suatu keahlian
yang khusus untuk profesi itu. Keahlian itu diperoleh dengan mempelajarinya secara khusus dan profesi itu bukan diwarisi.
2. Profesi dipilih karena panggilan hidup dan dijalani sepenuh waktu. Profesi dipilih karena dirasakan sebagai kewajiban. Sepenuh waktu maksudnya
bukan part-time. Sebagai panggilan hidup, maksudnya profesi itu dipilih karena dirasakan itulah panggilan hidupnya, artinya itulah lapangan
pengabdiannya. 3. Profesi memiliki teori-teori yang baku secara universal. Artinya, profesi
ini dijalani menurut aturan yang jelas, dikenal umum, teorinya terbuka. Secara universal pegangannya diakui.
4. Profesi adalah untuk masyarakat, bukan untuk dirinya sendiri. Profesi merupakan alat dalam mengabdikan diri kepada masyarakat bukan untuk
kepentingan diri sendiri, seperti untuk mengumpulkan uang atau mengejar kedudukan. Jadi profesi merupakan panggilan hidup.
5. Profesi harus dilengkapi kecakapan diagnostik dan kompetensi aplikatif. Kecakapan dan kompetensi ini diperlukan untuk meyakinkan peran profesi
itu terhadap kliennya. 6. Pemegang profesi memiliki otonomi dalam menjalankan tugas profesinya.
Otonomi ini hanya dapat dan boleh diuji oleh rekan-rekan seprofesinya. Tidak boleh semua orang bicara dalam semua bidang.
7. Profesi hendaknya mempunyai kode etik, ini disebut kode etik profesi. Gunanya ialah untuk dijadikan sebagai pedoman dalam melaksanakan
tugas profesi. Kode etik ini tidak akan bermanfaat bila tidak diakui oleh pemegang profesi dan juga masyarakat.
8. Profesi harus mempunyai klien yang jelas yaitu orang yang dilayani. 9. Profesi memerlukan organisasi untuk keperluan meningkatkan kualitas
profesi itu. 10. Mengenali hubungan profesinya dengan bidang-bidang lain. Sebenarnya
tidak ada aspek kehidupan yang hanya ditangani oleh satu profesi. Hal ini mendorong seseorang memiliki spesialisasi.
2.3.2 Karakteristik Profesi
Profesi adalah pekerjaan, namun tidak semua pekerjaan adalah profesi. Profesi mempunyai karakteristik sendiri yang membedakannya dari pekerjaan lainnya.
Karakteristik profesi:
1. Keterampilan yang berdasar pada pengetahuan teoretis: Profesional diasumsikan mempunyai pengetahuan teoretis yang ekstensif dan memiliki
keterampilan yang berdasar pada pengetahuan tersebut dan bisa diterapkan dalam praktik.
2. Asosiasi profesional: Profesi biasanya memiliki badan yang diorganisasi oleh para anggotanya, yang dimaksudkan untuk meningkatkan status para
anggotanya. Organisasi profesi tersebut biasanya memiliki persyaratan khusus untuk menjadi anggotanya.
3. Pendidikan yang ekstensif: Profesi yang prestisius biasanya memerlukan pendidikan yang lama dalam jenjang pendidikan tinggi.
4. Ujian kompetensi: Sebelum memasuki organisasi profesional, biasanya ada persyaratan untuk lulus dari suatu tes yang menguji terutama
pengetahuan teoretis. 5. Pelatihan institutional: Selain ujian, juga biasanya dipersyaratkan untuk
mengikuti pelatihan istitusional dimana calon profesional mendapatkan pengalaman praktis sebelum menjadi anggota penuh organisasi.
Peningkatan keterampilan melalui pengembangan profesional juga dipersyaratkan.
6. Lisensi: Profesi menetapkan syarat pendaftaran dan proses sertifikasi sehingga hanya mereka yang memiliki lisensi yang dianggap bisa
dipercaya. 7. Otonomi kerja: Profesional cenderung mengendalikan kerja dan
pengetahuan teoretis mereka agar terhindar adanya intervensi dari luar. 8. Kode etik: Organisasi profesi biasanya memiliki kode etik bagi para
anggotanya dan prosedur pendisiplinan bagi mereka yang melanggar aturan.
9. Mengatur diri: Organisasi profesi harus bisa mengatur organisasinya sendiri tanpa campur tangan pemerintah. Profesional diatur oleh mereka
yang lebih senior, praktisi yang dihormati, atau mereka yang berkualifikasi paling tinggi.
10. Layanan publik dan altruisme: Diperolehnya penghasilan dari kerja profesinya dapat dipertahankan selama berkaitan dengan kebutuhan
publik, seperti layanan dokter berkontribusi terhadap kesehatan masyarakat.
11. Status dan imbalan yang tinggi: Profesi yang paling sukses akan meraih status yang tinggi, prestise, dan imbalan yang layak bagi para anggotanya.
Hal tersebut bisa dianggap sebagai pengakuan terhadap layanan yang mereka berikan bagi masyarakat.
2.3.3 Ciri-Ciri dan Prinsip Etika Profesi
Ciri-ciri profesi menurut Kiki Nugraha adalah:
•
Memiliki pengetahuan khusus
•
Adanya kaidah dan standar moral yang tinggi
•
Mengabdi kepada kepentingan orang banyak
•
Memiliki izin khusus untuk menjalankan suatu profesi
•
Dihuni oleh orang yang profesional
Prinsip Etika Profesi menurut Ghilman Azim Nugraha:
1 Tanggung jawab: terhadap pelaksanaan pekerjaan dan hasilnya, termasuk dampaknya bagi kehidupan orang lain
2 Keadilan: mengandung nilai kapan, dimana, siapa saja wajib diberikan pelayanan sesuai dengan haknya
3 Otonomi: kaum profesional memiliki dan diberi kebebasan dalam menjalankan profesinya
Syarat Suatu Profesi menurut Kiki Nugraha:
1.Melibatkan intelektual
2.Mengeluti satu batang tubuh yang khusus
3.Persiapan profesional yang alami bukan sekedar latihan
4.Memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan
5.Menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen
6.Layanan umum di atas pribadi
7.Mempunyai organisasi profesi
8.Menentukan standarnya sendiri seperti kode etik
2.4 Akuntan
2.4.1 Pengertian Akuntan
Akuntan adalah sebutan dan gelar profesional yang diberikan kepada seorang sarjana yang telah menempuh pendidikan di fakultass ekonomi jurusan akuntansi
pada suatu universitas atau perguruan tinggi dan telah lulus Pendidikan Profesi Akuntansi PPAk.
Profesi Akuntan dapat dibedakan menjadi 4 :
1. Akuntan Perusahaan Internal adalah akuntan yang bekerja pada suatu unit organisasi atau perusahaan. Akuntan ini disebut juga akuntan
perusahaan atau akuntan manajemen. Jabatan tersebut dapat diduduki mulai dari staf biasa sampai dengan Kepala Bagian Keuangan atau
Direktur Keuangan. Tugas akuntan perusahaan antara lain menyusun sistem akuntansi, menyusun laporan akuntansi untuk pihak luar
perusahaan, menyusun anggaran dan menangani masalah pajak. 2. Akuntan Publik Eksternal adalah akuntan yang bekerja memberikan
layanan kepada masyarakat yang memerlukan jasa akuntan. Tugas akuntan
publik antara lain pemerikasaan laporan keuangan, penyusunan sistem akuntansi, penyusunan laporan keuangan untuk kepentingan perpajakan
dan konsultasi manajemen. 3. Akuntan Pemerintah adalah akuntan yang bekerja pada lembaga-lembaga
pemerintahan. Tugas akuntan pemerintah antara lain pemeriksaan dan pengawasan terhadap aliran keuangan negara, melakukan perancangan
sistem akuntansi untuk pemerintah. 4. Akuntan Pendidik adalah akuntan yang bekerja pada lembaga pendidikan.
Tugas akuntan pendidik antara lain menyusun kurikulum pendidikan akuntansi, mengajar akuntansi di berbagai lembaga pendidikan dan
melakukan penelitian untuk pengembangan ilmu akuntansi.
2.4.2 Tujuan Profesi Akuntan
Tujuan profesi akuntan adalah memenuhi tanggungjawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi
kepada kepentingan publik. Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat empat kebutuhan dasar yang harus dipenuhi:
•
Kredibilitas; Masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem informasi.
•
Profesionalisme; Diperlukan individu yang dengan jelas dapat diidentifikasikan oleh pemakai jasa akuntan sebagai profesional di bidang
akuntansi.
•
Kualitas Jasa; Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh dari akuntan diberikan dengan standar kinerja tertinggi.
•
Kepercayaan; Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa terdapat kerangka etika profesional yang melandasi pemberian jasa oleh
akuntan.
2.4.3 Kode Etik Akuntan Indonesia
Menurut Mulyadi 2001: 53, Kode etik akuntan Indonesia memuat delapan prinsip etika, yaitu :
1. Tanggung Jawab profesi Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota
harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
2. Kepentingan Publik Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka
pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme. Profesi akuntan memegang peran yang penting di
masyarakat, dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan,
dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Untuk memelihara dan
meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
3. Integritas Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan
profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan bagi anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya.
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan
publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak
menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
4. Obyektivitas
Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak
memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain. Setiap anggota harus menjaga
obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang
berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi.
5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Setiap anggota harus
melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan
keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik
yang paling mutakhir. Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai
dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada publik.
6. Kerahasiaan Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama
melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban
profesional atau hukum untuk mengungkapkannya. Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi
kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau
pemberi jasa berakhir.
7. Perilaku Profesional Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang
baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh
anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
8. Standar Teknis Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar
teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan
penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Standar teknis dan standar professional yang harus
ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan
perundang-undangan yang relevan.
Etika profesi akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan
bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia
pendidikan dalam pemenuhan tanggungjawab profesionalnya. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian:
1. Prinsip Etika
Prinsip Etika memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika disahkan oleh
Kongres dan berlaku bagi seluruh anggota.
2. Aturan Etika
Aturan Etika disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota himpunan yang bersangkutan.
3. Interpretasi Aturan Etika
Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh badan yang dibentuk oleh himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan
pihak-pihak yang berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan aturan etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.
2.5 Penelitian Terdahulu
Beberapa hasil penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai acuan dalam penelitian ini. Marriott dan Marriott 2003 mengukur persepsi umum mahasiswa
akuntansi terhadap profesi akuntan dengan menggunakan kuesioner sebagaimana digunakan oleh Nelson 1991 pada Universitas di Inggris dan menemukan bahwa
terjadi perubahan persepsi mahasiswa akuntansi dari sejak awal masa kuliah mereka sampai ke senior.
Penelitian Fitriany dan Yulianti 2007 mengukur persepsi mahasiswa junior dan senior mengenai profesi akuntan menemukan bahwa terdapat
perbedaan persepsi antara mahasiswa junior dan senior mengenai profesi akuntan, semakin senior mereka semakin lama mereka mengikuti pendidikan akuntansi,
mahasiswa semakin tidak ingin berkarir dan berprofesi sebagai akuntan. Ekayani dan Putra 2003 melakukan penelitian mengenai persepsi
akuntan pada mahasiswa Bali terhadap etika bisnis dengan mengambil sampel dari mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta di Bali. Dalam penelitiannya
tersebut menemukan bahwa terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara persepsi akuntan pada mahasiswa Bali terhadap etika bisnis. Hasil lainnya
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara persepsi mahasiswa tingkat pertama dan mahasiswa tingkat akhir terhadap etika bisnis.
Dan mahasiswa tingkat akhir memiliki persepsi yang lebih baik dibandingkan dengan mahasiswa tingkat pertama.
Pangestuti 2008 membandingkan persepsi mahasiswa akuntansi S1 Reguler dan Ekstensi di FE UNS terhadap etika profesi akuntan dan menemukan
bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa akuntansi S1 Reguler dan Ekstensi di FE UNS terhadap permasalahan etika profesi akuntan. Kemudian
dari hasil penelitian melalui kuesioner mengenai pemahaman mahasiswa
akuntansi S1 Reguler dan Ekstensi di FE UNS diperoleh bahwa ternyata sebagian besar responden dari kedua kelompok belum sepenuhnya memahami
permasalahan etika profesi akuntan dari mata kuliah pengauditan yang pernah mereka ikuti karena materi dan pembahasan mengenai permasalahan etika profesi
akuntan kurang memadai. Icuk,dkk 2006 menguji tentang persepsi mahasiswa akuntansi baik
reguler, ekstensi dan mahasiswa PPAk tentang profesi akuntan. Hasil penelitian menunjukkan mahasiswa S1 akuntansi reguler dan ekstensi fakultas ekonomi
perguruan tinggi negeri dan swasta di Purwokerto mempunyai persepsi yang positif mengenai Pendidikan Profesi Akuntansi PPAk. Berarti Mahasiswa S1
Akuntansi reguler dan ekstensi fakultas ekonomi perguruan tinggi negeri dan swasta di Purwokerto telah memiliki persepsi bahwa dengan Pendidikan Profesi
Akuntansi PPAk kompetensi dan profesionalisme sumber daya akuntan lebih berkualitas. Dan terdapat perbedaan persepsi di antara mahasiswa akuntansi S1
reguler dengan mahasiswa S1 ekstensi fakultas ekonomi perguruan tinggi negeri dan swasta di Purwokerto tentang Pendidikan Profesi Akuntansi PPAk.
Penelitian Setyawardani 2009 menguji antara persepsi mahasiswa junior dan senior terhadap profesi akuntan menunjukkan bahwa pada program S1,
mahasiswa senior memiliki persepsi yang lebih rendah dibandingkan dengan mahasiswa junior mengenai akuntan sebagai profesi. Jika persepsi mengenai
akuntan rendah maka minat mahasiswa untuk menjadi akuntan semakin rendah, maka dikhawatirkan kualitas akuntan di masa yang akan datang akan turun karena
kurangnya minat mahasiswa menjadi seorang akuntan.
Untuk lebih jelasnya, hasil- hasil penelitian terdahulu di atas diringkas dalam tabel 2.1 berikut ini:
Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu
No Penelitian Terdahulu
Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian
1 Marriott
Marriott 2003
Perbedaan persepsi
mahasiswa akuntansi junior
dan senior mengenai
profesi akuntan di Universitas
Inggris. Independen:
persepsi mahasiswa akuntansi junior
dan senior di Universitas Inggris
Dependen: profesi akuntan
Ditemukan bahwa terjadinya perubahan
persepsi mahasiswa akuntansi sejak awal
masa kuliah sampai ke senior. Pendidikan
akuntansi justru menyebabkan
menurunnya persepsi positif mahasiswa
akuntansi terhadap profesi akuntan
2 Fitriany
Yulianty 2007
Perbedaan persepsi
mahasiswa akuntansi junior
dan senior mengenai
profesi akuntan pada S1
Ekstensi, dan Program
Diploma 3 Universitas
Indonesia Jakarta.
Independen: persepsi mahasiswa
akuntansi junior dan senior pada S1
Ekstensi dan program Diploma 3
Universitas Indonesia Jakarta
Dependen: profesi akuntan
Pada Program S1 Reguler dan S1
Ekstensi, mahasiswa senior memiliki
persepsi yang lebih rendah dibandingkan
dengan mahasiswa junior. Dan pada
Program Diploma 3, tidak ada perbedaan
yang signifikan antara mahasiswa senior dan
junior.
3 Ekayani
dan Putra 2003
Perbedaan persepsi
mengenai profesi akuntan
antara mahasiswa
junior dan mahasiswa
senior studi empiris pada
perguruan tinggi Independen:
persepsi mahasiswa akuntansi junior
dan senior pada perguruan tinggi
negeri dan swasta di Bali
Dependen: profesi akuntan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan yang cukup signifikan
antara persepsi mahasiswa tingkat
pertama dan mahasiswa tingkat
akhir terhadap profesi akuntan. Dan
negeri dan swasta di Bali
mahasiswa tingkat akhir memiliki
persepsi yang lebih baik
dibandingkan dengan mahasiswa tingkat
pertama.
4 Pangestuti
2008 Persepsi
mahasiswa akuntansi S1
reguler dan ekstensi
terhadap etika profesi akuntan
di
FE UNS Independen:
persepsi mahasiswa akuntansi S1
reguler dan ekstensi di FE UNS
Dependen: profesi akuntan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
tidak terdapat perbedaan persepsi
antara mahasiswa akuntansi S1 Reguler
dan Ekstensi di FE UNS terhadap
permasalahan etika profesi akuntan.
5 Icuk,dkk
2006 Persepsi
mahasiswa akuntansi
reguler, ekstensi tentang profesi
akuntan di universitas
negeri dan swasta di
Purwokerto Independen:
persepsi mahasiswa akuntansi reguler,
ekstensi
di universitas negeri
dan swasta di
Purwokerto
Dependen: profesi akuntan
Hasil penelitian menunjukkan
mahasiswa S1 akuntansi reguler dan
ekstensi fakultas ekonomi
perguruan tinggi negeri dan swasta di
Purwokerto mempunyai persepsi
yang positif mengenai Pendidikan Profesi
Akuntansi PPAk
6 Setyaward
ani 2009 Persepsi
mahasiswa junior dan senior
terhadap profesi akuntan pada
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi
Indonesia Surabaya
Independen: persepsi mahasiswa
junior dan senior pada Sekolah
Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia
Surabaya
Dependen: profesi akuntan
Menunjukkan bahwa pada program S1,
mahasiswa senior memiliki persepsi
yang lebih rendah dibandingkan dengan
mahasiswa junior mengenai akuntan
sebagai profesi.
2.6 Kerangka Konseptual