tingkat pendidikan, strata social, dan latar belakang budaya, para da’I memerlukan hikmah, sehingga ajaran Islam mampu memasuki ruang hati
para mad’u dengan tepat. oleh karena itu, para da’I dituntut untuk mampu mengerti dan memahami sekaligus memanfaatkan latar belakangnya,
sehingga ide-ide yang diterima dirasakan sebagai sesuatu yang menyentuh dan menyejukan kalbunya.
Ada saatnya diamnya dai’I Menjadi efektif dan berbicara membawa bencana, tetapi disaat lain terjadi sebaliknya, diam malah
mendatangkan bahaya besar dan berbicara mendatangkan hasil yang gemilang. kemampuan da’I menempatkan dirinya, kapan harus berbicara
dan kapan harus memilih diam, juga adalah hikmah yang menentukan keberasilan dakwah.
Dalam dunia dakwah, hikmah adalah penentu sukses tidaknya dakwah. Dalam menghadapi mad’u yang beragam tingkat pendidikan,
strata social, dan latar belakang budaya, para da’I memerlukan hikmah, sehingga ajaran Islam mampu memasuki ruang hati paramad’u dengan
tepat. Oleh karena itu, para da’I dituntut untuk mampu mengerti dan memahami sekaligus memanfaatkan latarbelakangnya, sehingga ide-ide
yang diterima dirasakan sebagai sesuatu yang menyentuh dan menyejukan kalbunya, da’I yang sukses biasanya juga berangkat dari kepiawaiannya
dalam memilih kata. pemilihan kata adalah hikmah yang sangat diperlukan dakwah.
b. Al-Mau’idzatil Hasanah Nasehat yang baik
Terminology mau’idzhah hasanah dalam perspektif dakwah sangat populer, bahkan dalam acara seremonial seperti maulid Nabi dan
Isra’Mi’raj, istilah mau’izhah hasanah mendapat porsi khusus dengan sebutan “ acara yang ditunggu-tunggu “ yang merupakan inti acara dan
biasanya menjadi salah satu target keberhasilan sebuah acara dijelaskan pengertian mau’izhah hasanah.
Secara bahasa, maud’izhah hasanah terdiri dari dua kata, mu’izhah dan hasanah kata mau’izhah hasanah mendapat porsi khusus
dengan sebutan “Acara yang ditunggu-tunggu” yang merupakan inti acara dan biasanya menjadi salah satu target keberhasilan sebuah acara. Namun
demikian agar tidak menjadi kesalah pahaman, maka akan dijelaskan pengertian mau’idzah hasanah.
Secara bahasa, mau’izhah hasanah terdiri dari dua kata, mu’izhah dan hasanah. Kata ma’uizhah berasal dari kata wa’adza-ya’idzu-
wa’idzatan yang berarti : nasihat, bimbingan, pendidikan dan peringatan
21
, sementara hasanah merupakan kenabalikan dari sayyi’ah yang artinya kebaikan lawanya kejelekan.
Adapun pengertian secara istilah, ada beberapa pendapat antara lain :
1. Menurut Iman Abdullah bin Ahmad an-Nasafi yang dikutip oleh Hasanuddin adalah “Perkataan-perkataan yang tidak tersembunyi
21
Lois Ma’luf, Munjid al-Lughah wa A’lam, Beirut : Dar Fikr,1986, h.907.
bagi mereka, bahwa engkau memberikan nasehat dan menghendaki manfaat kepada mereka atau dengan al – Qur’an.
22
2. Menurut Adb. Hamid al-Bilali al- Mau’ izhah al-Hasanah merupakan salah satu manhaj [metode] dalam dakwah untuk mengajak kejalan
Allah dengan memberikan nasehat atau membimbing dengan lemah lembut agar mereka mau berbuat baik.
Mau’izhah hasanah dapatlah diartikan sebagai ungkapan yang mengandung unsur bimbingan, pendidikan, pengajaran, kisah-kisah, berita
gembira, peringatan, pesan-pesan positif [wasiat] yang bisa dijadikan pedoman dalam kehidupan agar mendapatkan keselamatan dunia dan
akhirat. Al-Mau’ idzatil hasanah artinya memberi nasehat pada orang lain
dengan cara yang baik, berupa petunjuk-petunjuk kearah kebaikan dengan bahasa yang baik yang dapat mengubah hati.
23
agar nasehat tersebut dapat diterima, berkenan dihati, enak didengar, menyentuh perasaan, tulus
difikiran, menghadapi sikap kasar, dan tidak boleh mencaci atau menyubut kesalahan audiens, sehingga pihjak objek dakwah.
Dengan rela hati atas kesadaran dapat mengikuti ajaran yang di sampaikan oleh pihak subjek dakwah. Nasehat biasanya dilakukan oleh
orang yang levelnya lebih tinggi kepada yang lebih rendah, bailk tingkat umur maupun pengaruh, misalnya nasehat orang tua kepada anak.
Mau’izhah hasanah dalam bentuk bimbingan, pendidikan, dan pengajaran ini seringkali digunakan dalam bentuk kelembagaan [institisi] formal dan
22
Hasanuddin, hukum dakwah, Jakarta :Pedoman Ilmu Jaya,`1996 h,37
23
H.Munzier Suparta,Metode Dakwah, Jakarta : Kencana, 2003, cet.ke-1, h.18.
non formal, misalnya; mau,izhah Nabi kepada umatnya, guru kepada muridnya, Kyai kepada istrinya, Mursyid kepada pengikutnya dan lain-
lain. Jadi kalau kita telusurui kesimpulan dari mau’izhah hasanah, akan
mengandung arti kata- kata yang masuk kedalam kalbu dengan penuh kasih sayang dan kedalam perasaan dengan penuh kelembutan; tidak
membongkar atau membeberkan kesalahan orang lain sebab kelemah- kelembutan dalam menasehati seringkali dapat meluluhkan hati yang keras
dan menjinakan kalbu yang liar, ia lebih mudah melahirkan kebaikan dari pada larangan dan ancaman .
c. Al-Mujadalah Bi-al Lati Hiya Ahsan berdebat dengan cara yang