Retorika dakwah KH. Ahmad Damanhuri di Depok

(1)

DI DEPOK

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I.)

Oleh:

ARI PRATAMA PUTRA NIM: 107051002478

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H / 2011 M


(2)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I.)

Oleh:

ARI PRATAMA PUTRA NIM: 107051002478

Di Bawah Bimbingan

Drs. Sugiharto, MA NIP. 19660806 199603 1 001

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H / 2011 M


(3)

Skripsi yang berjudul “Retorika Dakwah KH. Ahmad Damanhuri di Depok”, telah diujikan dalam sidang munaqosyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 14 Juni 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom.I) pada jurusan Komunikasi Penyiaran Islam.

Jakarta, 14 Juni 2011 Panitia Sidang Munaqosyah

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Drs. Jumroni, M.Si Umi Musyarofah, MA

NIP. 19630515 199203 1 006 NIP. 19710816 199703 2 002 Anggota

Penguji I. Penguji II.

Drs. S. Hamdani, MA Drs. Wahidin Saputra, MA

NIP. 19550309 199403 1 001 NIP. 19700903 199603 1 001

Pembimbing,

Drs. Sugiharto, MA NIP. 19660806 199603 1 001


(4)

1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh strata satu (S1) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini, saya telah cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini merupakan hasil plagiat atau hasil jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 30 Mei 2011

ARI PRATAMA PUTRA NIM: 107051002478


(5)

iv ARI RATAMA PUTRA / NIM: 107051002478

RETORIKA DAKWAH KH. AHMAD DAMANHURI DI DEPOK

KH. Ahmad Damanhuri adalah seorang muballigh yang berprinsip kepada Ahlu Sunnah Wal Jama’ah (NU), yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Beliau diberi julukan oleh para da’i di kota Depok yaitu singa podium dalam berdakwah dengan sistem penyampaian dan intonasi yang baik sehingga pada tahun 2004-2009 beliau dipercaya oleh masyarakat Depok untuk menjadi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Kota Depok), beliaupun berhasil menyampaikan dakwah melalui bidang pendidikan formal di Yayasan Pesantren Al-Karimiyah yang berada di daerah Sawangan-Depok dan non formal di berbagai Majlis Ta’lim, peringatan hari besar Islam dan kegiatan keagamaan yang ada di Sawangan-Depok.

Berdasarkan latar belakang di atas, batasan masalahnya adalah tentang bagaimaa retorika dakwah KH. Ahmad Damanhuri. Sedangkan rumusan maslahnya adalah bagaimana konsep retorika dakwah KH. Ahmad Damanhuri di Depok? dan bagaimana penerapan retorika dakwah KH. Ahmad Damanhuri di Depok?. Tujuannya untuk mengetahui bagaimana konsep retorika dakwah KH. Ahmad Damahuri dan bagaimana penerapan retorika dakwah KH. Ahmad Damanhuri. Manfaatnya adalah memberikan kontribusi positif bagi pengembangan penelitian melalui pendekatan Ilmu Komunikasi, menambah pengetahuan bagi penulis dan umumnya bagi yang lain yang terjun pada dunia dakwah, khususnya retorika dakwah KH. Ahmad damanhuri.

Penelitian ini menggunakan metode Kualitatif Deskriftif Analisis, yaitu metode yang memiliki beberapa langkah penerapan, yaitu mendeskripsikan konsep retorika dakwah KH. Ahmad Damanhuri dan penerapan retorika dakwah KH. Ahmad damanhuri. Waktunya dari 1 Mei-30 Mei 2011 yang berlokasi di Yayasan Pesantren Al-Karimiyah Sawangan-Depok. Tekniknya dengan observasi langsung ke kediaman beliau dan tempat dimana beliau melakukan dakwah, wawancara langsung dengan KH. Ahmad Damanhuri dan ketua jama’ah majlis ta’lim, guru, dosen, mahasiswa serta santri dan mengumpulkan dokumentasi tentang KH. Ahmad Damanhuri. Analisisnya berpedoman sesuai dengan

Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang oleh CeQDA (Center for Quality Develoment and Assurance) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Retorika menurut KH. Ahmad Damanhuri adalah bagaimana cara seorang da’i berbicara yang berkaitan dengan dakwah itu sendiri sehingga orang yang mendengar itu bisa tertarik dengan apa yang dibicarakan, dari mulai gaya bahasa, penampilan dan tehnik berbicara yang memiliki daya sentuh kepada hati audience, sehingga mereka khusu’ mendengarkan dan meresap terhadap apa yang disampaikan oleh para penceramah.Dakwah menurut KH. Ahmad Damanhuri adalah mengajak kepada semua manusia termasuk non muslim, agar mereka mengimani Allah. Sedangkan penerapan retorika Dakwah KH. Ahmad damanhuri adalah bahasa yang digunakan dalam berdakwah adalah bahasa sehari-hari dalam pergaulan di masyarakat dan menggunakan suara yang keras, berapi-api dan ketegasan dalam memberikan hukum Islam terhadap persoalan-persoalan yang tengah terjadi di masyarakat dan bahasa tubuh, gaya, penampilan dan gerakan tangan, kepala dan perhatian yang fokus kepada jama’ah. Bahasa tubuh beliau menunjukan kewibawaan, kesegaran dan keberanian, beliau memiliki tubuh yang bisa dibilang, tegar, lincah dengan intonasi suara yang bass yang mengisyaratkan bahwa umat Islam harus jaya, berkibar dan semangat jihad di jalan Allah SWT.


(6)

v Assalaamu’alaikum Wr. Wb.

Segala puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, pemilik semesta alam dan sumber segala ilmu, dan dengan hidayah-Nya selalu tercurah kepada makhluk-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah pada manusia biasa yang berakhlak luar biasa, manusia agung yang diciptakan oleh yang Maha Agung, manusia besar yang diciptakan yang Maha Besar, yaitu baginda nabi Muhammad SAW yang telah membimbing umatnya dari masa kegelapan (jahiliyah) hingga menuju cahaya terang benderang dengan al-Quran dan as-Sunnahnya.

Penulis menyadari benar, bahwa skripsi yang sudah merupakan bagian tak terpisahkan dari penulis, ternyata adalah suatu kebanggaan dan begitu banyaknya orang yang ikut memberikan semua yang dibutuhkan oleh penulis dalam proses penyelesaiannya. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA, Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, beserta seluruh pembantu dekan.

2. Bapak Drs. Jumroni, M.Si, Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. 3. Ibu Umi Musyarofah, MA, Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran

Islam.

4. Bapak Drs. Sugiarto, MA, Pembimbing skripsi ini, yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.


(7)

vi Hidayatullah Jakarta.

6. Pimpinan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta seluruh staf dan karyawannya yang telah melayani dan menyiapkan fasilitas literatur, sampai penulis bisa menyelesaikan studi ini.

7. Pimpinan Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Komunikasi, serta seluruh staf dan karyawannya yang telah melayani dan menyiapkan fasilitas literatur. 8. Para pegawai/staf fakultas dakwah dan Komunikasi yang telah memberikan

pelayanan yang prima kepada penulis.

9. Bapak dan Ibu tercinta, Bapak Sukendi, Ibu Nurjannah dan Ibu Susilawati yang dengan penuh rasa cinta dan kasih sayang yang tulus dan ikhlas mengasuh dan mendidik serta senantiasa mendoakan penulis, sehingga bisa mengenyam pendidikan formal tingkat perguruan tinggi hingga selesai.

10.Nenek Lamih dan Kakek Mursan yang telah memberikan bantuan materi untuk kuliah saya sampai dengan tahap akhir.

11.Bapak KH Ahmad Damanhuri, MA sebagai Pimpinan Yayasan Pesantren Al-Karimiyah dan subjek dari penelitian skripsi ini, yang telah membantu penulis mendapatkan informasi retorika dakwah KH. Ahmad Damanhuri.

12.Para Muballigh, Dosen, Guru, Mahasiswa, Santri, Ketua majlis Ta’lim Ummahatul Aula, Majlis Sahabat serta seluruh pengurus Yayasan Al-Karimiyah yang telah berkenan untuk menjadi responden dalam skripsi yang berjudul Retorika Dakwah KH. Ahmad Damanhuri di Depok.

13.Untuk adik-adikku tersayang; Hadi Dwi Putra dan Aditia Suwandi, yang ikut andil dalam memberikan bantuan dan motivasi pada penulis baik moril maupun materil, serta semua saudara-saudaraku yang pernah memberikan dorongan, semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.


(8)

vii

Angga Gurnita, Qori’atun Shalihah, serta teman-teman yang lain yang penulis tidak sebutkan akan tetapi penulis tidak akan pernah lupakan. Dan Taman-teman Pesantren dan Mahasiswa STAISKA Al-Karimyah

Dengan hamparan kedua tangan serta ketulusan, penulis mendoakan semoga bantuan, dukungan, bimbingan dan perhatian yang telah diberikan oleh semua pihak akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT disertai limpahan rahmat, hidayah serta berkah-Nya, Amin ya Roobal ’Alamin

Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sepenuhnya dapat menentramkan kegelisahan intelektual serta menyirami dahaga ilmiah, untuk itu penulis sangat berlapang dada menerima masukan-masukan yang bersifat membangun. Semoga skripsi di hadapan anda ini dapat memberikan kontribusi positif, memperluas wawasan keilmuan serta menambah khazanah perpustakaan.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Ciputat, 06 Juni 2011 Penulis,

Ari Pratama Putra NIM: 107051002478


(9)

viii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

D. Metodologi Penelitian ... 9

E. Tinjauan Pustaka ... 13

F. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II TINJAUAN TEORITIS... 15

A. Ruang Lingkup Retorika ... 15

1. Pengertian Retorika ... 15

2. Unsur Dasar Retorika ... 18

3. Hukum dan Prinsip Retorika ... 20

4. Pembagian Retorika ... 23

5. Tipologi Retorika ... 25

6. Organisasi, Struktur dan Imbauan Pesan Retorika ... 25

7. Tujuan dan Fungsi Retorika ... 28

8. Tehnik Retorika ... 32

B. Ruang Lingkup Dakwah ... 33

1. Pengertian Dakwah ... 33

2. Unsur-unsur Dakwah ... 35

3. Bentuk-bentuk Dakwah ... 41


(10)

ix

D. Karya-karya KH. Ahmad Damanhuri... 55

BAB IV RETORIKA DAKWAH KH AHMAD DAMANHURI ... 57

A. Konsep Retorika KH. Ahmad Damanhuri ... 57

B. Konsep Dakwah KH. Ahmad Damanhuri ... 67

C. Penerapan Retorika Dakwah KH. Ahmad Damanhuri ... 72

BAB V PENUTUP ... 88

A. Kesimpulan ... 88

B. Saran-saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... . 92


(11)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu kegiatan yang oleh setiap orang dalam kehidupan di masyarakat adalah bertutur kata atau berbicara. Kegiatan bertutur kata atau berbicara mempunyai kedudukan dan fungsi yang penting dalam aktivitas manusia berbangsa, bermasyarakat, dan berpradaban.1

Dalam dunia komunikasi cara berbicara disebut retorika yaitu ilmu yang mengajarkan cara berbicara yang baik, dengan menggunakan berbagai macam disiplin ilmu pendukung. Sering kali retorika disamakan dengan public speaking, yaitu suatu bentuk kemunikasi lisan yang disampaikan kepada kelompok orang banyak tetapi sebenarnya retorika itu tidak hanya sekedar berbicara di hadapan umum, melainkan ia merupakan sebuah gabungan antara seni bicara dan pengetahuan atau suatu masalah tertentu untuk meyakinkan pihak orang banyak melalui pendekatan persuasif. Dikatakan seni karena retorika menuntut keterampilan dalam penguasaan atas bahasa dan dikatakan pengetahuan disebabkan adanya materi atau masalah tertentu yang harus disampaikan kepada pihak orang lain.2

1

Wahidin Saputra, Buku Ajar Retorika Dakwah Lisan [Teknik Kithabah], (Fakultas Dakwah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: 2006), h.1.

2

Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), cet,ke-2, hal. 136.


(12)

Islam adalah Agama yang menyerukan kepada Amar Maruf Nahyi Munkar, atau dengan kata lain Islam adalah agama dakwah. Dakwah mengandung arti, ajakan, atau seruan baik lisan, tulisan maupun tingkah laku. Dakwah merupakan kewajiban individu muslim kapanpun dan di manapun berada. Berdakwah tidak dapat dilaksanakan dengan asal-asalan melainkan harus dengan metode, karena yang diseru adalah manusia yang mempunyai pendirian.3

Adapun pengertian dakwah nenurut Prof. H.M. Toha Yahya Umar, yaitu, mengajak manusia dengan cara bijaksana pada jalan yang benar sebagaimana perintah Allah untuk kemaslahatan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.4

Allah berfirman di dalam Al-Qur’an Surah An-Nahl (16) ayat 165:

                                   

”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran

yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (an-Nahlu: 125)

3

H. Naan Rukmana, Masjid dan Dakwah (Jakarta: Al-Mawardi Prima, 2002), Cet Ke-1, hal. 164.

4

Rafiuddin dan Maman Abdul Djaliel, Prinsip-Prinsip dan Strategi Dakwah (Bandung: Pustaka Setia,1997) hal. 31.


(13)

Ayat di atas menjelaskan bahwa manusia diajak kepada agama Allah melalui tiga cara, Dakwah dengan Hikmah, Mauizhah Hasanah dan al-Jidal

(perdebatan).5

Hikmah adalah al-Burhan al-Aqli (argumentasi yang logis). Maksudnya argumentasi yang masuk akal, yang tidak dapat dibantah. Argumentasi yang memuaskan, yang bisa mempengaruhi jiwa siapa saja. Karena manusia tidak dapat menutupi akalnya dihadapan argumentasi-argumentasi yang pasti serta pemikiran yang kuat.

Mauizhah Hasanah atau peringatan yang baik, itu berarti mempengaruhi perasaan manusia tatkala akal mereka diseru dan mempengaruhi pemikiran mereka tatkala pemikirannya diseru, sehingga pemahaman mereka terhadap apa yang mereka dakwahkan senantiasa diliputi oleh semangat untuk melaksanakannya serta beraktifitas untuk meraihnya.

Adapun cara yang ketiga, al-Jidal (perdebatan) dengan cara yang baik dengan bertujuan mencari kebenaran bukan kemenangan. Yaitu diskusi terbatas pada ide. Dilakukan dengan menyerang dan menjatuhkan argumentasi yang bathil, lalu memberikan argumentasi-argumentasi yang jitu dan benar.

5

Anonim, Islam, Dakwah dan Politik (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2002) Cet. Ke-1, hal. 33-36.


(14)

Tujuan dakwah adalah mengajak manusia kejalan Allah SWT, jalan yang benar, yaitu Islam. Di samping itu, dakwah juga bertujuan untuk mempengaruhi cara berfikir manusia, cara merasa, cara bersikap dan bertindak, agar hidup manusia sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran Islam.6

Dakwah akan diterima dengan baik apabila para da’i mengetahui secara tepat kepada siapa dakwah itu di tujukan, dikarenakan setiap manusia itu tidak sama, baik dari segi usia, tingkat kecerdasan dan status sosial dalam masyarakat. Yang kesemua itu menuntut agar penyeru dakwah arif dan bijaksana kepada siapa dan bagaimana ia harus menghadapi jama’ah.7

Menguasai materi saja belum cukup untuk meraih sukses dalam dunia pidato tanpa dibarengi dengan keindahan bahasa. Rangkaian kata dan susunan bahasa yang indah dan berirama dalam pidato merupakan akar dalam retorika. Hitler mampu menggiring manusia dalam kancah perang dunia kedua, Napoleon Bonaparte berhasil menguasai duapertiga daratan Eropa, Bung Tomo tokoh 10 November yang dikenal dengan Hari Pahlawan dan Sukarono yang mampu membangkitkan semangat bangsa Indonesia untuk bangkit berjuang melawan penjajah Belanda dalam meraih kemerdekaan. Semua itu kalau kita kaji dan analisa tidak lain bersumber dari sebuah pidato serta keindahan bahasa yang mampu menggerakkan hati manusia untuk melakukan apa yang orator ingini. Dengan pidato bisa membakar semangat banyak orang agar mau maju ke medan perang dan membangun bersama untuk negeri ini.

6

Rafiuddin dan Maman Abdul Djaliel, Prinsip-Prinsip dan Strategi Dakwah (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997) Cet. Ke-1, hal. 32.

7

M. Bahri Ghazali, Dakwah Komunikasi, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1997), cet ke-1 hal 2


(15)

Banyak sekali orang yang pandai berbicara sehingga berpidato panjang lebar, akan tetapi tidak memperoleh apa-apa selain kelelahan dan kebosanan, hal ini disebabkan pembicara banyak mempunyai bahan materi tetapi tidak mampu mengorganisasikannya. Oleh karena itu, bila seseorang mau menjadi ahli pidato, maka perlu memperhatikan dan memahami tahap penyusunan pidato.8

Penggunaan retorika dalam berdakwah merupakan persuasi dari da’i untuk menyakinkan mad’u bahwa ajaran Islam sebagai pedoman hidup yang mampu menyelamatkan manusia untuk hidup di dunia dan akhirat. Retorika akan berpengaruh pada isi pesan dakwah yang disampaikan da’i. Ekspresi

komunikasi efektif da’i dalam menyampaikan dakwah Islam akan dilihat dan

didengar oleh mad’u, sehingga mad’u akan mengikuti apa yang disampaikan dan diharapkan da’i.

Pada saat ini para da’i dalam berdakwah menggunakan metode pribadi yang dapat memberikan perhatian kepada masyarakat. Seiring dengan harapan kehadiran para da’i di tengah masyarakat agar memberikan nuansa baru dalam berdakwah sehingga masyarakat dapat menerima dan mengamalkan apa yang disampaikan oleh para da’i.

Seorang da’i dituntut untuk mampu menggunakan kata yang baik dan teratur sehingga pesan dakwah memiliki relevansi dalam kehidupan di masyarakat yang dapat dimengerti dan difahami oleh mad’u menganai pesan dakwah yang disampaikan. Walaupun ayat dan hadits yang digunakan oleh

8


(16)

para da’i memiliki kesamaan, namun mereka berbeda dalam menjelaskan ayat dan hadits tersebut, tergantung pada persiapan dan keilmuan da’i. Maka retorika berfungsi sebagai ilmu yang membimbing untuk merancang kata agar tercapai tujuan dakwah.

KH. Ahmad Damanhuri adalah seorang muballigh yang berprinsip kepada Ahlu Sunnah Wal Jama‟ah (NU), yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Beliau diberi julukan oleh para da’i di kota Depok yaitu

singa podium dalam berdakwah dengan sistem penyampaian dan intonasi yang baik beliau dapat merekrut begitu banyak kalangan mad’u dari berbagai status, beliaupun berhasil menyampaikan dakwah melalui bidang pendidikan formal di Yayasan Pesantren Al-Karimiyah yang berada di daerah Sawangan-Baru Kota-Depok dan non formal, seperti Majlis Ta’lim, peringatan hari besar Islam dan kegiatan keagamaan yang ada di Sawangan-Depok.

Beliau adalah salah satu Kyai yang segani di daerah Sawangan-Depok, beliau pernah berdakwah di Pemerintahan Kota Depok ketika menjadi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Depok (DPRD Kota Depok) pada tahun 2004-2009 dan pernah berdakwah di dalam Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pada tahun 1988-2009. Dakwah beliau dijadikan contoh oleh para da’i. Diantara Kyai yang tidak asing di daerah Sawangan-Depok dan mengikuti gaya dakwah beliau yakni, KH. Encep Hidayat, MA, K.H. Hasan Ansori, MA dan KH. Abdullah Syafi’i, MA.

Berdasarkan pertimbangan dan alasan sebagaimana yang telah diuraikan diatas dikuatkan juga oleh pernyataan bahwa retorika adalah suatu


(17)

ilmu yang sangat penting dan harus dimiliki oleh seorang da’i dalam proses pelaksanaan dakwahnya agar apa yang menjadi tujuan dapat tercapai. Dari sebab itulah penulis tertarik untuk membahas sosok Kyai yang memiliki cita-cita luhur untuk menegakkan dan memajukan Agama Allah. Untuk membahas lebih dalam tentang konsep retorika dakwah dan penerapan retorika dakwah yang digunakan oleh KH. Ahmad Damanhuri dalam menyampaikan dakwah Islam pada sebuah skripsi yang berjudul ”Retorika Dakwah KH. Ahmad Damanhuri di Depok”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Karena luasnya tentang pembahasan retorika, untuk lebih memfokuskan penulisan skripsi ini, maka masalah yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini tentang bagaimana Retorika Dakwah KH. Ahmad Damanhuri di Depok.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana konsep retorika KH. Ahmad Damanhuri? 2. Bagaimana konsep dakwah KH. Ahmad Damanhuri

3. Bagaimana penerapan retorika dakwah KH. Ahmad Damanhuri?


(18)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok permasalahan di atas maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui bagaimana konsep retorika KH. Ahmad Damanhuri. 2. Mengetahui bagaimana konsep dakwah KH. Ahmad Damanhuri

3. Mengetetahui bagaimana penerapan retorika dakwah KH. Ahmad Damanhuri.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi positif bagi pengembangan penelitian melalui pendekatan Ilmu Komunikasi. Untuk menambah pengetahuan bagi penulis dan umumnya bagi yang lain yang terjun pada dunia dakwah, yang berkaitan tentang retorika sebagai alat utama dalam menyiarkan agama Islami.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan akan menjadi sebuah bahan tambahan bagi para da’i untuk dapat menyampaikan dakwah Islam dengan cara yang efektif dan efesien dalam menyingkapi perkembangan dakwah di Indonesia, khususnya yang berkenaan dengan retorika dakwah KH. Ahmad Damanhuri di Depok.


(19)

E. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian

Untuk mendapatkan hasil yang objektif dan representatif dalam penelitian ini maka, penulis menggunakan metode Kualitatif Deskriftif Analisis, yaitu metode yang memiliki beberapa langkah penerapan.9 Langkah pertama adalah mendeskripsikan gagasan primer yang menjadi bahan utama. Langkah kedua, adalah membahas gagasan primer yang pada hakikatnya adalah memberikan penafsiran penulis terhadap gagasan yang dideskripsikan.

Bagdan dan Taylor dalam buku penelitian kualitatif mendefinisikan ”Metode kualitatif sebaga prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriftif berupa kata-kata tertulis atau tulisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati”.10

Dean J. Champion dalam bukunya mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah ”Penelitian yang berfungsi untuk mendata atau mengelompokan sederet unsur yang terlihat sebagai pembentuk suatu bidang persoalan yang ada.”11

Penulis mendeskripsikan atau menggambarkan secara sistematis, factual dan akurat mengenai faktor-faktor, sifat, serta hubungan fenomena yang diteliti.

9

Mastuhu, Tradisi Baru Penelitian Agama Islam, Tujuan Antar Disiplin Ilmu, (Bandung: Pusjarlit Dan Nuansa, 1998). Cet. Ke-1, hal. 45.

10

Lexy J. Moeloeng, Metode Penelitian Kulaitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosyda Karya, 1993) cet ke-10, h. 3

11

Dean J. Champion, Metode Dan masalah Penelitian, (Bandung: Refika Aditama, 1998) h. 6


(20)

Adapun secara deskriptif adalah bahwa data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Hal ini disebabkan oleh penerapan metode kualitatif.

2. Subyek dan Obyek Penelitian

Subjek dari penelitian ini adalah KH. Ahmad Damanhuri. Dan objek dari penelitian ini adalah retorika dakwah KH. Ahmad Damanhuri di Depok.

3. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan dimulai pada tanggal 1 Maret 2011 sampai 31 Mei 2011. Sedangkan tempat penelitian ini adalah Yayasan Pesantren Al-Karimiyah di Sawangan-Depok.

4. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi

Observasi yaitu pengambilan data yang didapatkan melalui pengamatan, pencatatan sistematik dan fenomena-fenomena yang diselidiki langsung kepada objeknya dengan menggunakan indera penglihatan yang berarti tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan.12 Teknik pada penelitian ini penulis mendatangi dewan Dosen, Guru, Asatidz yang bermukim di lingkungan Pondok Pesantren Al-Karimiyah, ketua Majlis Sahabat dan Ummahatul Aula yang bertempat

12

Lexy j. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007) Cet. Ke-1, hal. 186.


(21)

tinggal di Sawangan-Depok serta mengikuti dan mencatat dakwah KH. Ahmad Damanhuri di Majlis Sahabat dan Ummahatul Aula, guna memperoleh data yang konkrit tentang hal-hal yang berkaitan tentang penerapan retorika dalam berdakwah KH. Ahmad Damanhuri.

Dalam hal ini penulis mengamati selama tiga bulan setiap hari selasa pagi di masjid al-Aula dan hari rabu malam kamis setiap dua minggu sekali di kediaman KH. Ahmad Damanhuri. Dan menghadiri peringatan hari besar Islam yang beliau hadiri untuk ceramah, yaitu Peringatan Mulid Nabi Muhammad SAW di Musholla As-Siddiqiyah daerah Cidokom Gunung Sindur pada tanggal 18 April 2011 dan Peringatan Maulid di Masjid Al-Aula Sawangan-Baru Kota Depok pada tanggal 20 April 2011.

b. Wawancara

Wawancara adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan informasi secara langsung dengan mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan kepada informan.13 Penulis melakukan wawancara secara langsung dengan KH. Ahmad Damanhuri untuk mengetahui jawaban langsung tentang konsep retorika dan dakwah yang beliau lakukan, KH. Encep Hidayat, K.H. Hasan Ansori, KH. Abdullah Syafi’i, Ust. Rohimi Azhari,Ust. Ahmad Fatih Ghazali, Ust. Syahruddin al-Qosimi, S.Hi, Ustjh. Hjh. Suharti, Ust. Muhammad

13

Joko Subagyo, Metode Dalam Teori Dan Praktek (Jakarta: Rhineka Cipta, 1991), Cet Ke-1.


(22)

Kahfi, S.Pdi, Muhammad Fathi dan beberapa dosen juga santri, jama’ah beliau dari beberapa Majelis Ta’lim. Guna mendapatkan informasi tentang retorika dakwah KH. Ahmad Damanhuri dalam ceramahnya, serta wawancara ini juga bertujuan untuk melengkapi data, guna menjawab perumusan masalah yang peneliti ajukan.

c. Dokumentasi

Dalam hal ini penulis mengumpulkan dokumentasi yang berkaitan tentang retorika dakwah KH. Ahmad Damanhuri di Depok baik berupa buku, tulisan atau juga foto beliau ketika berdakwah dan berkas-berkas lain yang berkaitan dengan retorika dakwah. Dokumen ini digunakan untuk melengkapi data-data hasil penelitian yang sebelumnya telah dilakukan.

5. Analisis Data

Apabila telah terkumpul langkah selanjutnya adalah mengklarifikasikan data untuk kemudian dianalisis, sesuai dengan perumusan masalah dan tujuan penelitian, setelah itu disajikan dalam laporan ilmiah. Dalam penulisan penelitian ini penulis berpedoman kepada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi)

yang oleh CeQDA (Center for Quality Develoment and Assurance)


(23)

6. Tinjauan Pustaka

Sebelum penulis mengadakan penelitian lebih lanjut, maka langkah pertama adalah meninjau pustakaan serta menelaah skripsi-skripsi terdahulu yang mempunyai objek dan subjek yang hampir sama. Antara lain.

1. Penerapan Retorika Dakwah Ustadz Yusuf Mansur. Karya Sulnah Syafitri. Nim: 103051028556, Tahun 2007. Angkatan 2003.

2. Retorika Dakwah KH. Ahmad Syafi’i Al-Mustawa. Karya Abdul Fatah. Nim: 105051001919, Tahun 2009.

3. Retorika Dakwah KH. Abdurrahman Al-Madinah di Pondok Pesantren al-Hidayah. Karya Heryanto, Tahun 2010.

4. Retorika Nasaruddin Umar Pada Pengajian Rutin Di Masjid Agung Sunda Kelapa. Karya Tiara Zulharbi, Angkatan 2001.

5. Retorika Dakwah KH. Habib Ali Alwi Bin Thohir. Karya Syarifah Sa’diyah. Angkatan 2003.

Perbedaan skripsi ini dengan skripsi yang lain adalah subyek penelitian ini KH. Ahmad Damanhuri yang berlatar belakang pendidikan formal sampai ke jenjang Doktoral, sosok yang lantang, tegas, pemberani, pemilik Yayasan Pesantren Al-Karimiyah (MTS, MA, STAISKA, KBIH,

Majlis Ta’lim dan Wali Santri) dan pernah menjadi Anggota DPRD Kota

Depok. Perbedaan yang lain yaitu objek penelitian ini di Kota-Depok baik di Pemerintahan maupun lembaga sosial yang ada di masyarakat, khususnya di Sawangan-Baru Yayasan Pesantren Al-Karimiyah.


(24)

7. Sistematika Penulisan

Penulisan ini ditulis secara sistematis, dan terbagi menjadi lima bab, yang masing-masing bab terdiri dari beberapa sub dengan sistematika. BAB I : Pendahuluan, terdiri dari latar belakang, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan, manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan. BAB II : Landasan teoritis retorika dan dakwah, terdiri dari ruang

lingkup retorika, yang membahas pengertian retorika, unsur dasar retorika, hukum dan prinsip retorika, tipologi retorika, organisasi, struktur dan imbauan pesan retorika, tujuan dan fungsi retorika, dan tehnik retorika. Ruang lingkup dakwah, yang membahas pengertian dakwah, unsur-unsur dakwah, bentuk-bentuk dakwah dan hubungan retorika dengan dakwah.

BAB III : Biografi KH. Ahmad Damahuri, yang terdiri dari riwayat hidup, pendidikan, organisasi, aktivitas dakwah dan karya-karya KH. Ahamad Damanhuri.

BAB IV : Hasil dan Analisis, yang terdiri dari konsep retorika dan dakwah KH. Ahmad Damanhuri, serta penerapan retorika dakwah KH. Ahmad Damanhuri.

BAB V : Yang merupakan bagian terakhir dari skripsi ini, terdiri dari kesimpulan dan saran-saran.


(25)

15

TINJAUAN TEORITIS

A. Ruang Lingkup Retorika 1. Pengertian Retorika

a. Pengertian Bahasa

Ditinjau dari segi bahasa, perkatan retorika berasal dari bahasa yunani, yaitu ”rhetor” yang mengandung arti seorang juru pidato, yang mempunyai sinonim Orator.1 Dalam bahasa Inggris ”Rhetoric” bersumber dari perkataan ”Rhetorica yang berarti ilmu bicara”2 dan dalam bahasa arab disebut fannul khitabah.3

b. Pengertian Istilah

Definisi retorika dari segi istilah, beberapa pendapat antara lain: 1. Retorika menurut Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Fross,

dalam bukunya Theories of Human Communication,

didefinisikan sebagai the art of constructing arguments and speechmaking4(seni membangun argumentasi dan seni bicara). 2. Retorika menurut Donald C. Bryant adalah proses untuk

menyesuaikan ide dengan orang dan menyesuaikan orang

1

M.H. Israr, Retorika dan Dakwah Islam Era Modern, (Jakarta: CV. Firdaus, 1993), Cet, Ke-1, hal 10.

2

Onong Uchjana Effendi, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002), h. 53.

3

T.A Lathief Rousydy, Dasar-dasar Retorika Komunikasi dan Informasi, (Medan: PT. Firma Rimbow, 1989), h. 40.

4

Morissan dan Andy Corry Wardhani, Teori Komunikasi tentang Komunikator, Pesan, Percakapan, dan Hubungan, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009), Cetakan Pertama, hal. 43.


(26)

dengan ide melalui berbagai macam pesan (adjusting ideas to people to ideas in messages of all kinds).5

3. Retorika menurut Morissan dan Andy Corry Wardhani adalah segala hal bagaimana manusia menggunakan simbol untuk mempengaruhi siapa saja yang ada di dekatnya dan membangun dunia di mana mereka tinggal.6

4. Retorika menurut Jalaludin Rahmat adalah pemekaran bakat-bakat tertinggi manusia, yakni rasio dan cita rasa lewat bahasa selaku kemampuan untuk berkomunikasi dalam medan pikiran.7

5. Retorika menurut Gorys Kraf adalah suatu pemakaian bahasa sebagai seni baik lisan maupun tertulis yang didasarkan pada suatu pengetahuan yang tersusun rapi dan baik.8

6. Retorika menurut I Gusti Ngurah Oka adalah ilmu yang mengajarkan tindakan dan usaha efektif dalam persuasi penataan dan penampilan kultur untuk membina saling pengertian, dan kerjasama serta kedamaian dalam kehidupan masyarakat.9

5

Morissan dan Andy Corry Wardhani, Teori Komunikasi tentang Komunikator, Pesan, Percakapan, dan Hubungan, hlm. 43.

6

Morissan dan Andy Corry Wardhani, Teori Komunikasi tentang Komunikator, Pesan, Percakapan, dan Hubungan, hlm. 44.

7

Jalaluddin Rahmat, Retorika Modern Pendekatan Praktis, (Bandung: PT, Remaja Rosdakarya, 1998), hal. 5.

8

Gorys Kraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000), Cet. Ke-13, hlm. 3

9

I Gusti Ngurah Oka, Retorika Sebuah Tinjauan Pengantar, (Bandung: Terate, 1976), Cet, Ke-1, hal. 13.


(27)

7. Retorika menurut Wahidin Saputra adalah ilmu yang mempelajari tentang bagaimana bertutur kata di hadapan orang lain dengan sistematis, logis, untuk memberikan pemahaman dan meyakinkan orang lain.10

8. Retorika menurut ahli publisistik Jamaluddin Adinegoro, seperti yang dikutip T.A Lathief Rousydiy adalah kepandaian mengarang atau pengetahuan teknik yang melahirkan fikiran dan perasaan dengan lisan dan tulisan secara sempurna.11

9. Retorika menurut encyclopedia britania adalah kesenian menggunakan bahasa untuk menghasilkan kesan yang diinginkan terhadap pembaca dan pendengar.12

10.Retorika menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah keterampilan berbahasa secara efektif dalam karang mengarang atau seni berpidato yang muluk-muluk dan bombastis.13

Dengan demikian, penulis dapat memahami dan merangkum pengertian retorika dari berbagai pendapat adalah pemekaran bakat-bakat tertinggi manusia, yaitu seni beribcara manusia melalui cita rasa lewat bahasa yang menggunakan simbol untuk membangun kemampuan argumentasi berkomunikasi dalam medan pikiran dan

10

Wahidin Saputra, Retorika Dakwah Lisan, (Teknik Khitabah), (Buku Ajar Fakultas Dakwah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Dakwah Pres 2006), hal. 2.

11

T.A Lathief Rousydy, Dasar-dasar Retorika Komunikasi dan Informasi, (Medan: PT. Firma Rimbow, 1989), h. 7.

12

Datuk Tombak Alam, Kunci Sukses Penerangan dan Dakwah, (Jakarta: PT, Rhineka Cipta), hal. 36.

13

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka), Edisi Ke-2, hal. 953.


(28)

menyesuaikan ide dengan orang dan menyesuaikan orang dengan ide dengan sistematis, logis dan efektif agar orang lain terpengaruh dan mau membina saling pengertian, kerjasama serta kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat.

2. Unsur Dasar Retorika

Retorika sebagai alat persuasi memiliki pola dasar retorika sebagai berikut:

1. To Start of Fire, sebagai pendahulu dengan tujuan menarik minat dan perhatian pendengar:

a. Menciptakan suasana yang cerah, ceriah bagi masalah pokok yang hendak dikemukakan.

b. Mewujudkan massa psychologis agar pendengar tertarik terhadap apa yang hendak dikemukakan.

c. Melukiskan pokok persoalan yang disentuhkan kepada jiwa para pendengar, sehingga dirasakan sebagai hal yang baru dan penting baginya.

2. To Bulid a Bridge, (membangun jalan pikiran dengan pendengar) dengan tema yang tepat dan padat, memilih ilustrasi dan argumentasi yang meyakinkan.

Bagaimana da‟i dapat membagun jalan pikiran pendengar atas

tema yang disampaikan dengan menggunakan ilustrasi yang jelas dan tepat.

3. For Instace

a. Confiratio (positif), yaitu: argumen yang memperkuat pendapat/gagasan yang telah dikemukakan dengan ditopang oleh pendapat/pendirian tokoh-tokoh terkemuka.

b. Refutatio (negatif), yaitu: argumen yang melumpuhkan pendapat/gagasan pihak lain yang berbeda dengan pendapat/pendirian kita sendiri, sambil mengetengahkan bukti-bukti yang konkrit, dengan disertai humor.

4. So What yaitu membuat kesimpulan sebelum penutup, agar pidato itu sebagai suatu kebulatan sehingga kesan terakhir dapat membekas dalam ingatan para pendengar.14

14

A.H. Hasanudin, Retorika Dakwah dan Publisistik dalam Kepemimpinan, (Surabaya: PT Usaha nasional, 1982), h. 26.


(29)

Ada lima unsur dalam retorika:

1. Act (tindakan), tindakan adalah tingkah laku yang dilakukan orang dalam setiap harinya, sebagian orang dapat memperhatikan tindakan orang lain dengan hanya melihat bagaimana ia bertingkah laku.

2. Scene (medan), medan adalah tempat yang dapat digunakan untuk berpidato, seperti panggung, mimbar, dan lain sebagainya.

3. Agent (pelaku), pelaku adalah orang yang melaksanakan pidato dan orang yang menjadi sasaran atau pendengar dalam pidato tersebut, dalam ilmu dakwah pelaku disebut da’i dan mad’u, pelaku retorika adalah sebagai sumber kekuatan atas unsur yang ada.

4. Agency (sasaran tindak), sasaran tindak adalah alat yang digunakan oleh orator untuk menyampaikan materi pidatonya. Alat ini bisa berbentuk media mimbar, media cetak dan media elektronik. 5. Porpusa (tujuan), tujuan adalah salah satu faktor yang sangat

penting dalam pelaksanaan retorika, karena dengan tujuan itulah dapat dirumuskan suatu landasan tindakan dan dengan tujuan pula orang yang mendengar pidato akan memahami terhadap isi pesan yang disampaikan. Sehingga akan timbul perubahan dalam diri pendengar sesuai dengan apa yang diharapkan pembicara.15

15

A.H Hasanuddin, Rhetorika Dakwah dan Publisistik dalam Kepemimpinan, (Surabaya: PT Usaha nasional, 1982), h. 25-27.


(30)

Menurut Toto Tasmara, hal yang paling dominan dalam retorika yaitu: 1. Pengetahuan bahasa

2. Pengetahuan atas materi 3. Kelincahan berlogika

4. Pengetahuan atas jiwa massa

5. Pengetahuan atas sistem sosial budaya masyarakat (pengetahuan interdisipliner)16

3. Hukum dan Prinsip Retorika 1. Hukum Retorika

Ada lima tahapan membuat pidato atau yang sering dikenal dengan (the fiveconnons rethoric) atau lima hukum retorika. Menurut Aristoteles dalam buku diksi dan gaya bahasa yang ditulis oleh Gorys Keraf, berikut ini.

1. Inventio atau Heuresis, yaitu penemuan atau penelitian materi-materi. Langkah ini mencangkup kemampuan untuk menemukan, mengumpulkan, menganalisis dan memilih materi yang cocok untuk pidato. Menurut Aristoteles argumen-argumen harus dicari melalui rasio, moral, dan efeksi. Karena ini dianggap sebagai bagian yang sang sangat penting.

16


(31)

2. Dipositio atau Taxis atau Oikonomia, adalah peyusunan dan pengurutan materi (argumen) dalam sebuah pidato.

3. Elocutio atau Laxis, yaitu pengungkapan atau peyajian gagasan dalam bahasa yang sesuai, meliputi komposisi bahasa, kerapian, kemahiranan, ketajaman, kesopanan, kemegahan dan hiasan pikiran.

4. Memoria atau mneme yaitu menghafalkan pidato, latihan untuk mengingat gagasan-gagasan dalam pidato yang sudah disusun. 5. Pronuntiatio atau Hypokrisis, yaitu menyajikan pidato,

penyajian efektif dari sebuah pidato yang ditentukan oleh suara, sikap, dan gerak-gerik tubuh.17

Dalam perkembagannya, kelima kanon retorika tersebut mendapat penafsiran yang semakin luas. Saat ini, pengertian ’penciptaan’ sudah meluas dan mengacu pada pengertian konseptualisasi, yaitu proses pemberian makna terhadap data melalui interpretasi (the process through which we assign meaning to data through interpretation).18 Ini berarti suatu pengakuan terhadap fakta bahwa kita tidak sekedar menemukan apa yang ada, tetapi menciptakannya melalui kategori interpretasi yang kita gunakan. Pengaturan adalah proses mengorganisir simbol, yaitu mengatur

17

Gorys Keraf, Diksi Dan Gaya Bahasa, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1984), Cet. Ke-7, hal.9-10.

18

Morissan dan Andy Corry Wardhani, Teori Komunikasi tentang Komunikator, Pesan, Percakapan, dan Hubungan, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009), Cetakan Pertama, hal. 44.


(32)

informasi yang terkait dengan hubungan di antara manusia, simbol dan konteks yang terlibat.19

2. Prinsip Retorika

Setelah bahan pidato dipersiapkan, kemudian mengatur materi dakwah dan disusun dengan menarik yang harus didasari pada tiga prinsip yaitu:

1. Kesatuan (unity) komposisi yang baik adalah merupakan kesatuan yang utuh. Ini meliputi kesatuan dalam isi, tujuan dan sifat. Dalam isi maksud adalah gagasan tunggal harus mendemonasi uraian, mengenai tujuan harus jelas, apakah tujuan pidato itu untuk menghibur, memberitahukan dan mempengaruhi, begitupun sifat pembicara apakah serius, informal, formal apakah bermain-main. Dengan demikian akan jelas apa yang akan disampaikan dalam pidato tersebut.

2. Pertautan-pertautan (coherency) ini menunjukan yang baik adalah merupakan urutan bagian yang berkaitan satu sama lain, pertautan meyebabkan perpidahan dari pokok yang satu ke pokok yang lain secara lancar.

3. Titik berat (emphasis) bisa persatuan dan pertautan membantu pendengaran untuk mengikuti dengan mudah proses

19

Morissan dan Andy Corry Wardhani, Teori Komunikasi tentang Komunikator, Pesan,


(33)

pembicaraan, maka titik berat menunjukan mereka pada bagian-bagian yang penting patut diperhatikan.20

4. Pembagian Retorika

Pidato yang baik dapat menghitam putihkan jiwa pendengar, dapat menggetarkan jiwa dan mempengaruhi mereka, membuat mereka sedih, marah, bersemangat, sadar dan sikap mental yang lain-lain.21

Aristoteles mengemukakan bahwasannya retorika sebagai bagian dari ilmu bina bicara ini terbagi empat bagian yaitu:

1. Bentuk dan Sususnan (Arrangment)

Maksudnya bentuk dan susunan pidato itu mengandung nilai estetika. Dengan kata lain, tidak monoton, atau kaku. Akan tetapi bervariasi. Adakalnya pidato itu berbentuk induktif dan adakalanya deduktif. Adakalanya monolog dan adakalanya dialog. Monolog adalah seni berbicara dimana hanya seorang yang berbicara. Sedangkan dialog adalah dimana dua orang atau lebih berbicara atau mengambil bagian dalam satu proses pembicaraan. Adapun bentuk dialog yang penting adalah diskusi, tanya-jawab, perundingan, percakapan dan debat.

20

Jalaluddin Rahmat, Retorika Modern, (Bandung: PT, Remaja Rosdakarya, 2002), Cet. Ke-6, hlm, 32-34.

21 Hamzah Ya’qub,

Publisistik Islam, Teknik Dakwah dan Lidership, (Bandung: CV. Diponogoro, 1981), cet. Ke-2, hlm. 99.


(34)

2. Penggunaan Bahasa (Expression)

Maksudnya seni berpidato atau retorika terletak dalam penggunaan bahasa. Bahkan boleh dibilang penggunaan bahasa berpidato itu merupakan kunci dalam menilai retorika. Penggunaan yang dimaksudkan disini ialah kemampuan menempatkan ragam bahasa yang komunikatif.

3. Pembinaan Teknik Bicara

Efektivitas monologika dan dialogika tergantung juga pada teknik bicara. Teknik bicara merupakan syarat bagi retorika. Oleh karena itu pembinaan teknik bicara merupakan bagian yang penting dalam retorika. Dalam bagian ini, perhatian lebih diarahkan pada pembinaan teknik bernafas, teknik mengucap, bina suara, teknik membaca dan bercerita.22

4. Sikap Persuasi (Persuasion)

Yang dimaksudkan dengan sikap persuasi ini ialah suatu sikap yang akan mengandung simpati orang (audience). Apabila orang sudah simpati, hatinya sudah terpikat, itu adalah keberhasilan dalam memainkan retorika, sebab hakikat dari retorika itu tidak lebih dari untuk mengundang atau menarik perhatian audience terhadap pidato yang kita sajikan.23

22

Dori Wuwur Hendrikus, Retorika Tampil Berpidato Berdiskusi Berargumentasi Bernegosiasi, (Yogyakarta: Kansius 1991), Cet. Ke-1, hlm. 16.

23


(35)

5. Tipologi Retorika

Ada empat tipologi retorika. Pertama, tipe impromptu yang mengungkapkan gagasan secara spontan, fleksibel, dan berorientasi pada orsinalitas forum. Tipe ini kekurangannya pada susunan kalimat dan logika berfikir yang kurang sistematis. Kedua, tipe manuscript atau paparan yang berorientasi pada naskah yang telah dipersiapkan. Ketiga, tipe memoriter, yakni mengandalkan pada hapalan-hapalan, bukan pada penguasaan yang mendalam. Keempat, tipe ekstemporer, yakni mempersiapkan outline dan pokok-pokok penunjang pembahasan. 24

Dengan outline itulah da’i mengelaborasi berbagai isi pesan dakwah Islam sehingga mampu menyakinkan pihak lain bahwa Islam sebagai RahmatalilAlamin. Dari keempat tipologi itu, tentu akan terlihat da’i mana yang mampu menguasai materi sehingga bisa menjadi salah satu indikator keberhasilan dakwah Islam yang dapat dibaca.

6. Organisasi, Struktur, dan Imbauan Pesan Retorika 1. Organisasi Pesan

Retorika mengenal enam macam organisasi: deduktif, induktif, kronologis, logis, spasial, dan topikal. Urutan deduktif dimulai dengan menyatakan dulu gagasan utama, kemudian memperjelasnya dengan keterangan penunjang, penyimpulan, dan bukti. Sebaliknya, dalam urutan induktif kita mengemukakan perincian-perincian dan kemudian

24

Gun Gun Heryanto, Komunikasi Politik di Era Industri Citra, (Jakarta Barat: PT Lasswell Visitama), Cet Pertama,, April 2010, hal. 41-42.


(36)

menarik kesimpulan. Dengan urutan kronologis, pesan disusun berdasarkan urutan waktu terjadinya peristiwa; dengan urutan logis, pesan disusun berdasarkan sebab ke akibat atau akibat ke sebab; dengan urutan spasial, pesan disusun berdasarkan tempat; sedangkan dengan urutan topikal, pesan disusun berdasarkan topik pembicaraan; klasifikasinya, dari yang penting kepada yang kurang penting, dari yang mudah ke yang sukar, dari yang dikenal kepada yang asing.25

2. Struktur Pesan

1) Bila pembicara menyajikan dua sisi persoalan (yang pro dan kontra), tidak ada keuntungan untuk berbicara yang pertama, karena berbagai kondisi (waktu, khalayak, tempat dan sebagainya) akan menentukan pembicara yang paling berpengaruh.

2) Bila pendengar secara terbuka memihak satu sisi argumen, sisi yang lain tidak mungkin mengubah posisi mereka. Sikap ini mungkin timbul karena kebutuhan untuk mempertahankan harga diri. Mengubah posisi akan membuat orang keliatan tidak konsisten, mudah dipengaruhi dan bahkan tidak jujur.

3) Jika pembicara menyajikan dua sisi persoalan, kita bisanya lebih mudah dipengaruhi oleh sisi yang disajikan lebih dahulu.

25

Jalaluddin Rakhmat. Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), Cet Ke-26, hal. 295.


(37)

4) Perubahan sikap lebih sering terjadi jika gagasan yang dikehendaki atau yang diterima disajikan sebelum gagasan yang kurang dikehendaki.

5) Urutan pro-kon lebih efektif dari pada urutan kon-pro bila digunakan oleh sumber yang memiliki otoritas dan dihormati oleh khalayak.

6) Argumentasi yang terakhir didengar akan lebih efektif bila ada jangka waktu cukup lama di antara dua pesan, dan pengujian segera terjadi setelah pesan kedua.26

3. Imbauan Pesan

Bila pesan-pesan kita dimaksudkan untuk mempengaruhi orang lain maka kita harus menyentuh motif yang menggerakkan atau mendorong perilaku komunikate.

a. Imbauan rasional didasarkan pada anggapan bahwa manusia pada dasarnya makhluk rasional yang baru bereaksi pada imbauan emosional, bila imbauan rasional tidak ada.

b. Imbauan emosional menggunakan pernyataan-pernyataan atau bahasa yang menyentuh emosi komunikate.

c. Imbauan takut menggunakan pesan yang mencemaskan, mengancam, atau meresahkan.

26


(38)

d. Imbauan ganjaran menggunakan rujukan yang menjanjikan komunikate sesuatu yang mereka perlukan atau yang mereka inginkan.

e. Imbauan motivasional menggunakan imbauan motif (motive appeals) yang menyentuh kondisi intern dalam diri manusia.27

7. Tujuan dan Fungsi Retorika a. Tujuan Retorika

Retorika sebagai ilmu yang berdiri sendiri yang berujuan menurut Aristoteles adalah persuasi.28 Menurut Erwin P Bettinghaus (1973), persuasi merupakan usaha yang disadari untuk mengubah sikap, kepercayaan atau prilaku orang melalui transmisi pesan.29

Aristoteles meyebutkan tiga cara untuk mempengaruhi orang lain:

a. Ethos: anda harus bisa dan sanggup menunjukan pada khayalak bahwa anda memiliki pengetahuan yang luas dan status terhormat.

b. Phatos: anda mampu meyentuh hati, khayalak (perasaan, emosi, harapan, kebencian dan kasih sayang mereka).

27

Jalaluddin Rakhmat. Psikologi Komunikasi, hlm 299-301.

28

I Gusti Ngurah Oka, RetorikaSebuahTinjauanSejarahPengantar, hal. 63.

29

Gun Gun Heryanto, Komunikasi Politik di Era Industri Citra, (Jakarta Barat: PT Lasswell Visitama), Cet Pertama,, April 2010, hal. 90.


(39)

c. Logos: anda harus meyakinkan khayalak dengan mengajukan bukti. Pada situasi ini anda harus mendekati khayalak melalui otak atau pola pikir mereka.30

Secara massa retorika bertujuan sebagai berikut:

a) toinform, yaitu memberikan penerangan dan pengertian kepada massa, guna memberikan penerangan yang mampu menanamkan pengertian dengan sebaik-baiknya.

b) toconvine, yaitu meyakinkan atau menginsafkan. c) to inspire, yaitu menimbulkan inspirasi dengan teknik

dan sistem penyampaian yang baik dan bijaksana. d) to entertain, yaitu menggembirakan, menghibur atau

menyenangkan dan memuaskan.

e) to ectuate (to putinto action), yaitu menggerakkan dan mengarahkan mereka untuk bertindak merealisir dan melaksanakan ide yang telah dikomunikasikan oleh orator di hadapan massa.31

b. Fungsi Retorika

Menurut Plato, retorika berfungsi untuk memberikan kemampuan dalam menggunakan bahasa yang sempurna, dan

30

Toto Tasmara, KomunikasiDakwah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, t.t), hal. 156.

31

T,A Lathief Rosydy, Dasar-Dasar Retorika Komunikasi Dan Informasi, (Medan: PT. Firma Rinbow, 1939), hal. 234-235.


(40)

merupakan jalan bagi seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang luas.32

I Gusti Ngurah Oka menjelaskan bahwa retorika adalah untuk: a. Menyediakan gambaran yang jelas tentang manusia terutama

dalam hubungan kegiatan bertutur kata, termasuk ke dalam gambaran ini antara lain gambaran proses kejiwaan ketika ia terdodong untuk bertutur ketika ia mengidantifikasi pokok persoalan dan retorika bertutur ditampilkan.

b. Menampilkan gambaran yang jelas tentang bahasa atau benda yang bisa diangkat menjadi topik tutur, misalkan gambaran tentang hakikat, struktur dan fungsi topik tutur.

c. Mengemukakan gambaran yang terperinci tentang masalah tutur misalkan dikemukakan tentang hakikat, struktur, bagian-bagian topik tutur.

Bersama-sama dengan penampilan gambaran ketiga hal tersebut di atas disiapkan pula bimbingan tentang:

a) Cara memiliki topik.

b) Cara-cara memandang dan menganalisi topik tutur untuk menentukan sasaran ulasan yang persuasif dan objektif. c) Pemilihan jenis tutur yang disesuaikan dan tujuan yang

hendak dicapai.

32

Onong Uchana Effendi, FilsafatKomunikasi, (Bandung: Citra Aditia Bakti, 2003), hal. 55.


(41)

d) Pemilihan materi bahasa serta peyusunan menjadi kalimat-kalimat yang padu, utuh, dan berfariasi. pemilihan gaya bahasa dan gaya tutur dalam penampilan tutur kata.33

Jika kita memahami fungsi retorika, maka akan sejalan dengan empat fungsi komunukasi yakni:

1) Mass Information untuk memberi dan menerima informasi kepada khayalak. Hal ini bisa dilakukan oleh setiap orang dengan pengetahuan yang dimiliki. Tanpa komunikasi informasi tidak dapat disampaikan dan diterima.

2) Mass Educatian, yaitu memberi pendidikan. Fungsi ini dilakukan oleh guru kepada murid untuk meningkatkan pengetahuan atau oleh siapa saja yang memiliki keinginan untuk memberi pendidikan.

3) Mass Persuasion, yaitu untuk mempengaruhi. Hal ini bisa dilakukan oleh setiap orang atau lembaga yang memberi dukungan. Dan ini biasa digunakan oleh orang yang bisnis, dengan cara mempengaruhi melalui iklan yang dibuat.

4) Mass Entertainment, yaitu untuk menghibur. Hal ini biasa digunakan oleh radio, televisi atau orang yang memiliki profesional menghibur.34

33

I Gusti Ngurah Oka, Retorika Sebuah Tinjauan Pengantar, hal. 65.

34


(42)

8. Tehnik Retorika

Pembinaan teknik lebih diarahkan pada pembinaan teknik bernafas, teknik mengucap, bina suara, teknik membaca dan bercerita.35

Ada tiga prinsip pidato yaitu:

a. Pelihara kontak visual dan kontak mental dengan khayalak (kontak).

b. Gunakan lambang-lambang audikif atau usahakan suara anda memberikan makna yang lebih baik kaya pada bahasa anda (olah fokal).

c. Berbicara dalam seluruh kepribadian anda: dengan wajah, tangan, dan tubuh anda (olah visual).36

Penampilan wicara-tutur kata bisa dibagi dalam dua hal: a. Vokal

a.) Volume suara supaya ditentukan batas yang terkeras dan yang terendah dengan memperhatikan ruangan dan jumlah publik yang hadir.

b.) Artikulasi (pengucapan masing-masing suku kata harus cukup jelas) hindarkan suara sengau/minir/sumbang.

c.) Infleksion (lagu pengucapan kalimat) irama dan tekanan intonasi nada dan tempo tepat pada bagian yang dipentingkan. d.) Pause (istirahat secara sadar) dengan menjaga ketenangan diri. b. Fisik

a.) Pose (sikap badan secara keseluruhan dan tata busana) diatur sesimpatik mungkin

b.) Mimik (perubahan raut muka) selaras dengan saat infleksion c.) Gesture (gerakan anggota badan) tidak berlebih-lebihan

d.) Movement (perubahan tempat) dari duduk ke berdiri lau naik mimbar dan seterusnya selalu wajar dan sopan serta tidak dibuat-buat.37

35

P Rudi Wuwur Hendrikus, Retorika; Terampil Berpidato, Berdiskusi, Berargumentasi, Bernegosiasi, (Jakarta: CV. Firdaus, 1993), h. 16-17.

36

A.H Hasanuddin, Rhetorika Dakwah Dan Publisistik Dalam Kepemimpinan,

(Surabaya: PT. Usaha Nasional, 1982), hal.5.

37


(43)

B. Ruang Lingkup Dakwah 1. Pengertian Dakwah

a. Pengertian Bahasa

Dilihat dari segi bahasa kata dakwah berasal dari bahasa arab, yaitu bentuk isim masdar dari kata da‟a-yad‟u-da‟watan yang artinya meyeru, memanggil, mengajak dan menjamu.38

Di dalam al-Qur’an ada beberapa ayat yang menunjukan kata tersebut, antara lain, dalam surat Yunus ayat 25.

                

“Allah menyeru (manusia) ke darussalam (surga), dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang Lurus (Islam)”.(Q.S. Yunus : 25)

b. Pengertian Istilah

Ada beberapa pengertian istilah menurut para pakar ilmu dakwah, antara lain:

Dakwah menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah adalah mengajak manusia agar beriman kepada Allah dan Rasulullah SAW dengan cara membenarkan apa yang mereka beritakan dan mengikuti apa yang mereka perintahkan.39

38

Muhammad Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penerjemah, 1973), hal. 127.

39

Said Muhammad Nuh, Dakwah Fardiyah : Pendekatan Personal dalam Dakwah, (Surakarta: Era Intermedia, 2000), Cet, Ke-2., hal. 13-14.


(44)

Dakwah menurut M. Quraish Shihab adalah seruan atau ajakan kepada jalan keinsyafan atau mengubah situasi yang kurang baik menjadi lebih baik dan senpurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat.40

Dakwah menurut M. Arifin adalah suatu kajian dalam seruan, baik dengan lisan, tulisan maupun tingkah laku yang dilakukan secara sadar dan berancana untuk mempengaruhi orang lain agar timbul suatu pengertian, kesadaran, serta penghayatan ajaran agama tanpa ada unsur paksaan.41

Dakwah menurut Abu Risman adalah segala usaha yang dilakukan oleh seorang muslim atau lebih untuk merangsang orang lain agar memahami, meyakini dan kemudian menghayati ajaran Islam sebagai pedoman hidup dan kehidupan.42

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dakwah adalah mengadakan suatu perubahan dan pembenahan baik yang bersifat individu maupun sosial sesuai dengan ajaran Islam. Kegiatan tersebut disampaikan dengan menggunakan lisan, tulisan dan tingkah laku yang dilakukan secara sadar dan berencana dalam usaha mempengaruhi orang lain agar timbul pengertian keinsyafan dalam diri individu dengan menghayati dan mengamalkan ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari.

40

Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur‟an Fungsi Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1999), Cet. Ke,.XIX, hal. 194.

41

M. Arifin, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), hal.6.

42

Abu Risma, Dakwah Islam Praktis dalam Pembangunan Suatu Pendekatan Sosiologis,


(45)

2. Unsur-Unsur Dakwah a. Da’i

Da’i secara bahasa diambil dari bahasa arab, bentuk isim fa‟il dari asal kata da‟a-yad‟u-da‟watan, artinya orang yang melakukan dakwah. Secara terminologi, da’i yaitu setiap muslim yang berakal mukallaf (akil baligh) dengan kewajiban dakwah.43

Menurut DR. Musthafa ar-rafi’i syarat-syarat dan sifat yang harus dipenuhi sosok juru dakwah adalah ”Pertama, amal dan kegiatan da’i

harus ikhlas karena mencaru ridha Allah dan karena ingin meraih pahala dari Allah. Kedua, seorang juru dakwah harus menjadi teladan dalam amal shaleh. Ketiga, menempuh cara hikmah (bijaksana) terhadap orang orang pelajar dan intelek, dan melakukan metode ”mauizhah hasanah

(nasihat yang baik) dalam menghadapi orang awam dan orang biasa.

Keempat, seorang juru dakwah harus betul-betul menguasai ilmu yang sesuai dengan jama’ah dan menguasai teori dari bahasa aliyah pemikiran.

Kelima, seorang juru dakwah harus lembut dalam menyampaikan nilai-nilai dan pandangan serta lembut dalam mengingkari kesesatan. Keenam, dalam berdakwah ia bertujuan menarik manfaat dan menghilangkan kemudharatan. Ketujuh, harus sabar dan tabah dalam menghadapi cobaan.

Kedelapan, harus mengetahui tabiat kewajiban jama’ah. Kesembilan, sang

43

Idris A Shomad, Diktat Ilmu Dakwah, (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Dakwah Dan Komunikasi, 2004), hal.6.


(46)

juru dakwah harus menggunakan kekuatan apabila cara hikmah, jidal dan

mauizhahhasanah tidak mempan”.44

b. Mad’u

Mad‟u yaitu manusia yang menjadi sasaran dakwah atau manusia

penerima dakwah, baik individu maupun sebagai kelompok, baik manusia yang beragama Islam maupun tidak. Dengan kata lain, manusia secara keseluruhan.45

Menurut Muhammad Abduh dalam buku managemen dakwah karangan M. Munir dan Wahyu Illahi mad‟u terbagi menjadi tiga golongan.46

a. Golongan cerdik cendikiawan yang cinta kebenaran, dapat berpikir secara kritis, dan cepat dapat menangkap persoalan. b. Golongan awam yaitu orang kebanyakan yang belum dapat

berpikir secara krisis dan mendalam, serta belum mendapat pengertian-pengertian yang tinggi.

c. Golongan yang berbeda dengan kedua golongan tersebut, mereka senang membahas sesuatu tetapi hanya dalam batas tertentu saja, dan tidak dapat membahas secara terdalam.

Sedangkan mad‟u menurut Imam Habib Abdullah Haddad dapat di kelompokan dalam delapan rumpun, yaitu47:

44

Mustthafa ar-Rafi’I, Potret Juru Dakwah, (Jakarta: CV. Pustaka al-Kautsar, 2002), hal 38-50.

45

M. Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group), edisi ke-1, Cet. Ke-2, hal.23.

46


(47)

a. Para ulama.

b. Ahli juhud dan ahli ibadah. c. Penguasaan dan pemerintahan.

d. Kelompok ahli perniagaan, industri dan sebagainya. e. Faqir miskin dan orang lemah.

f. Anak, istri dan kaum hamba.

g. Orang awam yang taat dan berbuat maksiat.

h. Orang yang tidak beriman kepada Allah dan Rosulnya.

Dengan demikian seorang da’i harus mengetahui keberagaman audiense dari sudut ideologi, mereka ada yang atheis, Musyrik, Yahudi, Nasrani dan Munafiq. Ada juga yang muslim tapi masih membutuhkan bimbingan atau umat Islam yang masih melakukan maksiat, mereka juga berbeda dari segi intelektualitas, status sosial, kesehatan, pendidikan, ada yang buta huruf, ada yang kaya, miskin, ada yang sehat dan yang sakit.

c. Materi Dakwah

Seorang da’i yang bijaksana adalah orang yang dapat mempelajari realitas masyarakat dan kepercayaan mereka serta menempatkan mereka pada tempatnya masing-masing, kemudian ia mengajak mereka berdasarkan kemampuan akal, pemahaman, tabi’at, tingkat keilmuan dan status sosial mereka dan seorang dai yang bijak adalah yang mengetahui metode yang akan di pakainya.48

47

Munzier Saputra dan Harjani Hefni, Metode Dakwah, (Jakarta, Prenada Media, 2006), Cet. Ke-2. ed.rev, hal. 106.

48Sa’id al


(48)

Materi (maddah) dakwah adalah masalah isi pesan atau materi yang di sampaikan dai dan mad’u, pada dasarnya bersumber dari al-Qur’an dan hadits sebagai sumber utama yang meliputi aqidah, syariah, dan akhlak.49

d. Metode Dakwah

Dari segi bahasa metode berasal dari dua perkatan yaitu ”meta

(melalui) dan ”hodos” (jalan cara), maka metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.50

Metode dakwah adalah cara-cara yang dipergunakan oleh seorang

da’i untuk meyampaikan meteri dakwah.51

Atau kumpulan kegiatan untuk mencapai satu tujuan tertentu.

Pada surat an-Nahl ayat 165 menerangkan bahwa berdakwah itu hendaknya dengan menggunakan metode hikmah (bijaksana) karena di dalam berdakwah tidak ada unsur paksaan dan juga menggunakan

mau‟idzah hasanah (nasehat yang baik) agar orang-orang yang diajak

selalu mendapatkan siraman rohani yang merupakan obat penenang hati di dalam setiap masalah. Bahkan ayat Al-qu’ran yang memanggil umat Islam untuk melalukan dakwah bil hikmah dan mau‟idzah hasanah serta

mujadalah bil ihsan pada saat ini telah difahami secara luas sebagai proses komunikasi dan edukasi. Dengan demikian, prinsip-prinsip metode serta teknik komunikasi dan edukasi berlaku dan berkembang dalam kegiatan

49

Nurul Badrutamam, Dakwah Kolaboratif Tarmizi Taher, hal. 109.

50

M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), h. 61.

51


(49)

dakwah, selain itu juga terus menerus mengolah dan mengembangkan pesan dari kegiatan dakwah tersebut.52

e. Media Dakwah

Media dakwah adalah peralatan yang digunakan untuk menyampaikan atau meyalurkan meteri dakwah.53 Dewasa ini, jenis-jenis media atau sarana dakwah sangat banyak jumlahnya antara lain, radio, video, rekaman, televisi, surat kabar, majalah, tabloit dan bahkan jaringan informasi melalui komputer internet.

Media dakwah merupakan sarana untuk meyampaikan pesan agama dengan mendayagunakan alat-alat atau temuan teknologi modern yang ada pada zaman ini. Dengan begitu banyaknya media dakwah yang tersedia. Mereka seorang da’i memilih salah satu atau beberapa media saja sesuai dengan tujuan atau hendak yang dicapai sehingga apa yang menjadi tujuan dakwah dapat tercapai dengan efektif dan efesien.

f. Tujuan Dakwah

Jika ditinjau dari aspek psikologis tujuan dakwah untuk menumbuhkan pengertian, kesadaran, penghayatan dan pengalaman ajaran agama yang disampaikan oleh seorang da’i. Sehingga ruang lingkup dakwah meliputi masalah pembentukan sikap mental dan pengembangan motivasi yang bersifat positif dalam segala aspek kehidupan.54

52

M. Habib Chirzin, Orientasi Lembaga Dakwah dan Agenda Dakwah Masa Depan, Saminar Nasional Dakwah dan Politik, (Jakarta : 12 September 1995), h.5.

53

Wardi Bactiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, h. 34

54


(50)

g. Keberhasilan Dakwah

Ada beberapa kemungkinan menurut Ahmad Mubarok untuk keberhasilan dakwah. Kemungkinan pertama, karena pesan dakwah yang disampaikan seorang da’i memang relevan dengan kebutuhan masyarakat yang merupakan suatu keniscayaan yang tidak mungkin ditolak, sehinga mereka menerima pesan dakwah itu dengan antusias.

Kemungkinan kedua, karena faktor seorang da’i, yaitu da’i tersebut memiliki daya tarik dan pesona yang menyebabkan masyarakat sudah dapat menerima pesan dakwahnya meski kualitas dakwahnya bisa jadi sederhana saja.

Kemungkinan ketiga, karena kondisi psikologi masyarakat yang sedang haus terhadap siraman rohani dan mereka terlanjur memiliki persepsi positif pada setiap da’i, sehingga pesan dakwah sebenarnya kurang jelas ditafsirkan sendiri oleh masyarakat dengan penafsiran jelas.

Kemungkinan keempat, karena faktor keemasan yang menarik, masyarakat yang semula acuh tak acuh terhadap agama dan juga terhadap da’i setelah paket dakwah yang diberi keemasan lain, maka paket dakwah berhasil menjadi stimuli yang menggelitik persepsi masyarakat dan akhirnya merekapun merespon positif.55

55

Ahmad Mubarok, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999) cet. Ke-1, hal.161.


(51)

3. Bentuk-Bentuk Dakwah

a. Dakwah bi al-Lisan

Dakwah ini dilakukan dengan menggunakan lisan antara lain,

Qaulun ma‟rufun, dengan bebicara dalam pergaulan sehari-hari yang

disertai dengan misi agama yaitu agama Islam.

b. Dakwah bi al-Hal

Yaitu dakwah yang dilakukan melalui berbagai kegiatan yang langsung menyentuh kepada masyarakat sebagai objek dakwah atau berdakwah melalui perbuatan, mulai dari tutur kata, tingkah laku, sampai pada kerja bentuk nyata seperti mendirikan panti asuhan, fakir miskin, sekolah-sekolah, rumah ibadah dll.56

c. Dakwah bi al-Qalam

Berbicara dakwah tentang dakwah bi al-Qalam tidak terlepas dengan memahami makna tulisan. Dalam konteks ini, tulisan memiliki dua fungsi. Pertama, sebagai alat komunikasi atau komunikasi ide yang produknya berupa ilmu pengetahuan. Kedua, sebagai alat komunikasi ekspresi yang produknya berupa karya seni (jurnalistik).57

C. Hubungan Retorika dengan Dakwah

Untuk tersebar luasnya agama Islam yang merupakan rahmat bagi seluruh alam, kepada seluruh umat manusia, maka para da’i atau muballigh

semenjak dari dulu hingga sekarang, dalam setiap kesempatan khutbah atau

56 Rafi’uddin, dan Maman Abdul Dj

aliel, Prinsip dan Strategi Dakwah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), hal. 24.

57


(52)

ceramah, tidaklah hanya bicara demi bicara. Akan tetapi bagaimana agar pembicaraan tersebut dapat merangsang mereka yang mendengarkan (mad‟u) untuk berbuat sesuatu yang nyata dalam kehidupannya sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan Hadits.

Menurut Efendi M Siregar retorika adalah ”Sebuah seni (sistem) berpidato menggunakan bahasa lisan, agar dapat menghasilkan kesan terutama para pendengar. Retorika termasuk seni yang paling tua dalam komunikasi massa. Karena itu berpidato termasuk salah satu cara dari sekian banyak cara berkomunikasi yaitu antara si pembicara (komunikator) dengan sejumlah orang (komunikan/audiense). Jadi berpidato termasuk untuk menyampaikan isi hati, pesan (message), ide (butiran pikiran, program, perasaan dan sebagainya oleh seseorang kepada sejumlah orang. Dengan kata lain pidato merupakan salah satu sarana informasi dan komunikasi yang sangat penting. Karena melalui pidato orang akan dapat menyebarluaskan idenya, data menanamkan pengaruhnya bahan dapat memberikan arah berfikir yang baik dan sistemasis, bukan ”omong kosong” dan berteriak-riak tidak karuan, melainkan dengan moral, dan harus didukung oleh rithme, volume, penyajian dan penampilan yang sempurna”.58

Dakwah dengan menggunakan retorika adalah memaparkan sesuatu masalah agama dan kemudian orang merasa begitu concern (terlibat) dengan masalah yang dipaparkan tersebut, sama halnya apabila seorang orator menyampaikan suatu persoalan kemudian merasa terdorong untuk mencari

58

Efendi M Siregar, Teknik Berpidato dan Menguasai Massa (Jakarta: Yayasan Mari Belajar, 1992). Cet. Ke-2, hlm. 29


(53)

sebab deviasi (penyimpangan) dan kemudian membuat keputusan tertentu untuk mencari pemecahannya.

Dengan kata lain, di dalam proses retorika merupakan usaha untuk melibatkan emosi dan rasio dari pihak khalayak agar merasa terlibat dengan masalah atau persoalan yang disajikan merupakan inti dari pemaparan retorika sebagai sarana menuju tujuan akhir yaitu suatu tindakan yang sesuai dengan harapan komunikator. Sementara tujuan yang ingin dicapai dakwah antara lain, agar manusia mengerjakan kebaikan dan meninggalkan kejahatan, serta memenuhi ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.

Hubungan retorika dengan dakwah menurut T.A Latief Rosydi dalam bukunya Dasar-dasar Retorika Komunikasi dan Informasi adalah ”Kemampuan dalam kemahiran menggunakan bahasa untuk melahirkan pikiran dan perasaan itulah sebenarnya hakikat retorika. Dan kemahiran serta kesenian menggunakan bahasa adalah masalah pokok dalam menyampaikan dakwah. Karena itu antara dakwah dengan retorika tidak dapat dipisahkan. Dimana ada dakwah disitu ada retorika”.59

Kesuksesan para da’i atau muballigh dalam khutbah lebih banyak ditunjang dan ditentukan oleh kemampuan retorika yang dimiliki oleh da’i tersebut. Dan kalaulah dakwah belum berhasil menurut yang dicata-citakan dan menurut garis yang telah ditetapkan semula, mungkin karena cara persuasi (retorika) tidak menjadi perhatian dan tidak terpenuhi oleh para da’i.

59


(54)

Dan dalam hal ini diungkapkan oleh T.A Latief Rosydi dalam dalam bukunya Dasar-dasar Retorika Komunikasi dan Informasi tentang faktor penyebab kegagalan dalam berdakwah adalah karena kurangnya keberhasilan kita, baik dalam menanamkan pengertian dan keyakinan, apa lagi dalam menggunakan massa rakyat untuk membuat, berjuang dan berkorban (sesuai dengan ajaran Islam), salah satu dari penyebabnya adalah karena kelemahan kita dalam memanfaatkan retorika dakwah dalam penyampaiyannya.60

Komunikasi dan retorika memliki kesamaan, terutama dalam hal media yang dipergunakan. Apakah medium yang digunakan medium lisan, tulisan dan sebagainya, yang terutama dalam hal ini adalah unsur bahasa yang memegang peranan yang sangat penting dan sangat menentukan yaitu gaya bahasa yang digunakan oleh seorang da’i dalam menyampaikan dakwahnya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dakwah dan retorika sangat berhubungan erat, dakwah bertujuan untuk meningkatkan kehidupan umat manusia kepada keadaan yang lebih baik sesuai dengan tuntutan al-Qur’an dan Hadits. Sedangkan retorika adalah cara bagaimana kita mempengaruhi orang lain untuk mengikuti apa kemauan kita, yang intinya adalah sama-sama untuk saling mempengaruhi orang lain.

60


(1)

menyampaikan dakwah tentang pengamalan ajaran agama Islam kepada audience/ jama‟ah adalah menggunakan metode dakwah kondisional atau metode haliyyah yaitu berdakwah dengan melihat siapa jama‟ah yang hadir atau dengan kata lain dengan siapa kita berhadapan dalam berdakwah. Golongan apa yang akan menerima pesan dakwah yang disampaikan oleh da‟i. Ada tigagolongan jama‟ah menurut saya yaitu golongan intelektual, menengah dan awam. Sebagai da‟i harus dapat menyesuaikan penyampaian bahasa dakwahnya kepada jama‟ah yang dihadapi /hadir.

5. Mengapa KH. Ahmad Damanhuri Tertarik dengan Dunia Dakwah dan Sejak Kapan KH. Ahmad Damanhuri Mulai Terjun ke Dunia Dakwah?

Jawab:

Pertama, karena berdakwah itu secara luas bukan hanya ceramah mimbariyyah saja, akan tetapi merupakan praktek dalam kehidupan yang mempunyai nilai ajakan kepada orang lain agar mereka tertarik pada pengamalan ajaran agama Islam. Kemudian Saya memulai dakwah setelah saya pulang dari Madinah menuntut ilmu, karena mengemban tanggung jawab moral untuk disampaikan kepada masyarakat.

6. Bagaimana Strategi Dakwah agar Mad’u Tertarik Mendengar dan Mengikuti Dakwah menurut KH.Ahmad Damanhuri?

Jawab:

Da‟i harus memberikan uswatun hasanah/ contoh kepada mad‟u yang positif tentang ibadah dan muamalah dalam praktek kehidupan sehari-hari di masyarakat. Dengan demikian ketika da‟i mengajak orang lain untuk melakukan kebaikan sementara da‟i juga mencontohkannya maka mad‟u akan menerima dan mengikutinya.

7. Apa Tujuan Dakwah Menurut KH. Ahmad Damanhuri? Jawab:

Tujuan dakwah menurut hemat saya adalah untuk membuat orang agar menyadari dari mana, dimana, untuk apa dan akan kemana orang tersebut akan kembali dalam kehidupan yang sebenarnya yaitu Allah SWT.


(2)

8. Bagaimana Persiapan Dakwah menurut KH.Ahmad Damanhuri? Jawab:

Menurut hemat saya persiapan merupakan hal yang sangat penting dalam berdakwah. Ada tiga unsur yang harus diperhatikan oleh setiap para da‟i yang ingin menyampaikan dakwahnya kepada jama‟ah/ audience/ mad‟u agar dakwahnya dapat diterima dengan baik dan efektif. Yang perlu dipersiapkan oleh da‟i sebelum berdakwah.

Pertama adalah Mental da‟i dalam berdakwah harus berniat ikhlas karena Allah SWT bukan karena mengharapkan materi dan pujian dari manusia. Selain itu mental da‟i dalam berdakwah memiliki Akhlak Mahmudah (Kesabaran, Tasamuh) dan menjauhi Akhlak Madzmumah (Sombong)

Kedua adalah memahami dan menguasai ilmu al-Qur‟an, tafsir, hadits, hukum syari‟at, hakikat, ma‟rifat, muamalah dan Gramatika bahasa Arab.

Ketiga adalah retorika dakwah.

9. Apa Pengertian Retorika Dakwah menurut KH. Ahmad Damanhuri? Jawab:

Menurut hemat saya retorika dakwah adalah Bagaimana cara seorang da‟I berbicara yang berkaitan dengan dakwah itu sendiri sehingga orang yang mendengar itu (mad‟u/ jama‟ah/ audience) bisa tertarik dengan apa yang dibicarakan (dakwah da‟i) pertama dari mulai gaya bahasa dalam berdakwah, penampilan dan tekhnik berbicara yang memiliki daya sentuh kepada hati audience/ jama‟ah/ mad‟u sehingga mereka akan khusu‟ mendengarkan pesan dakwah, bahkan lebih meresap terhadap apa yang disampaikan oleh para penceramah.

10.Seberapa Penting Penggunaan Humor dalam Berdakwah menurut KH. Ahmad Damanhuri?

Jawab:

Menurut hemat saya Humor dalam dakwah itu hanya sisipan untuk menghidupkan suasana dakwah itu sendiri. Tanpa humor pun yang penting isi ceramah itu mempunyai daya sentuh yang kuat untuk audience/, maka akan berhasil dakwahnya, yang namaya humor itu sisipan boleh ada boleh tidak, kembali kepada karakter muballigh dan ilmu pengetahuan yang da‟i miliki.


(3)

Yang terutama mereka harus khusu‟ dan meresapi pesan dakwah apa yang disampaikan oleh para penceramah.

11.Seberapa Penting Penggunaan Retorika dalam Berdakwah menurut KH. Ahmad Damanhuri?

Jawab:

Penggunaan retorika dalam berdakwah sangat penting digunakan oleh setiap da‟i, karena sehebat apapun ilmunya kalau tidak bisa bagaimana cara menyampaikannya maka ilmunya susah dimengarti oleh mad‟u. Sebaliknya walaupun ilmunya sedikit tapi menggunakan retorika atau cara penyampaiannya menarik dan mudah dicerna, difahami, dimengerti, maka akan direspon positif oleh mad‟u. jadi retorika memudahkan da‟i agar ilmu yang didapatnya itu bisa disampaiakan dengan efektif dan dapat menarik perhatian jama‟ah.

12.Bagaimana Cara Penerapan Retorika yang Efektif menurut KH. Ahmad Damanhuri? Jawab:

Cara penerapan retorika Dakwah yang efektif menurut hemat saya adalah yang paling bisa diterima oleh audience. “Khotibunnas ala Qadri „Uquullihim”. Artinya berbicaralah kalian menurut kadar kemampuan mereka. Kalau petani menggunakan bahasa petani kalau intelektual gunakan bahasa yang intelektual. Maka bagi para da‟i jangan sampai salah pakai dalam penggunaan bahasa kepada khalayak karena itu dapat mengurangi keberhasilan dalam berdakwah. Cara penerapan retorika yang efektif harus mengenal mad‟u agar bisa memilih bahasa yang digunakan da‟i untuk menyampaikan dakwah Islam. Oleh karena itu mengetahui mad‟u merupakan salah satu faktor terpenting dalam berdakwah.

13.Apa Tujuan dan Fungsi Retorika dalam Berdakwah menurut KH. Ahmad Damanhuri?

Jawab:

Tujuan retorika adalah agar pesan dakwah yang disampaikannya itu dapat menarik simpati audience untuk mengikuti dan mengamalkannya. Selain itu dakwah bertujan mengajak mad‟u agar dapat senantiasa melaksanakan perintah allah, menjalankan apa yang diperintah Rasul dan menjauhi apa yang dilarangnya, sebab jika dakwah tidak mempunyai tujuan maka dakwah kita akan ngawur dan ngmbang


(4)

maka kita harus tegas dan tahu ke mana mad‟u akan kita bawa. Sebab da‟i ibarat supir bus kemana penumpang itu akan dibawa tergantung supir. Nah di dalam membawa penumpang itu tentunya supir harus memiliki ilmu dalam nyupir itu sendiri agar penumpang itu selamat sampai tujuan.

Fungsi retorika adalah bagian dari dakwah itu sendiri atau sebagai alat untuk mempengaruhi orang lain agar tertarik kepada kebaikan yang sesuai dengan dakwah itu sendiri.

14.Apa yang Menyebabkan Kegagalan dalam Berdakwah menurut KH. Ahmad Damanhuri?

Jawab:

Pertama, da‟i tidak menjadi uswatun hasanah/ mencontahkan yang baik kepada mad‟u. Kedua, da‟i dalam menyampaikan dakwahnya kurang/ tidak komunikatif yaitu bahasa yang digunakannya sulit dimengerti dan da‟i mengkomunikasikan apa yang disampaikan baik bentuk ceramah/ prilaku tidak dapat difahami oleh jama‟ah.

15. Bagaimana Da’i yang Professional menurut KH. Ahmad Damanhuri? Jawab:

Menurut hemat saya da‟i yang professional yaitu da‟i yang menganggap bahwa ceramah itu adalah sebagai bagian dari dirinya sendiri dan yang menjadi tanggung jawab moral bagi da‟i itu sendiri bukan bertujuan untuk kepentingan diri da‟i itu sendiri.

16.Apa Nasehat atau Pesan KH. Ahmad Damanhuri untuk Calon-calon Da’i pada Masa Mendatang?

Jawab:

Nasehat atau pesan saya untuk para da‟i/ muballigh yang mau mengharapkan kesuksesan dalam berdakwah adalah sebagai berikut:

Yang pertama adalah tancapkan keikhlasan dengan sebaik-baiknya, dengan keikhlasan itu akan muncul cahaya-cahaya dakwah dan kalau cahaya itu bisa


(5)

menerangi ummat lalu umat itu merasa diterangi dengan cahaya dakwah, maka dakwah itu sudah memberikan manfaat.

Yang kedua, nasehat saya bagi para calon da‟i/ calon muballigh adalah hendaknya da‟i berprilaku sesuai apa yang dibicarakan dalam berdakwah atau dalam ceramah.

Yang ketiga, perbayak sabar, sebab ada kalanya orang dapat menerima apa yang disampaikan dan ada pula kadang-kadang yang menolak, kalau ada yang menolak dakwah da‟i, maka jangan bersedih hati, selalu tetap optimis dan mencari solusi bagaimana dakwah agar diterima oleh jama‟ah.

Yang keempat, setiap da‟i harus memiliki jiwa tasamuh dalam setiap permasalahan, tapi bukan masalah akidah, dai itu harus memiliki rasa tenggang rasa, dalam hal-hal permasalahan yang lain, Karena seorang muballigh/ da‟i dihadapkan oleh dua hal: Pertama, Dia secara moral bertanggung jawab terhadap dakwah yang disampaikannya. Yang kedua, disisi lain diapun harus menghargai dan menghormati Laikrohafiddin “tidak ada paksaan dalam beragama”. Lakum Dinukum Waliyadin “untukmulah agamamu dan untukulah agamaku” dengan harus memiliki rasa toleransi dalam beragama.

Mengetahui,

Sawangan, 09 Mei 2011

Peneliti/ Pewawancara Nara Sumber

Ari Pratama Putra KH. Ahmad Damanhuri, MA.


(6)

Nama : Ust. Muhammah Kahfi, S.Pdi.

Hari/Tanggal: Kamis, 05 Mei 2011

Tempat : Kamar Dewan Asatidz Pondok Pesantren Al-Karimiyah Sawangan-Depok

Pekerjaan : Guru dan Sekretaris KBIH Pondok Pesantren Al-Karimiyah

1. Bagaimana sosok KH. Ahmad Damanhuri di mata anda? Jawab: Perfek, rendah diri, bijaksana dan dermawan.

2. Bagaimana pendapat anda terhadap Dakwah KH. Ahmad Damanhuri? Jawab: Berani, tegas dan berbicara sesuai dengan dalil yang ada. 3. Apakah anda menyukai cara penyampaian Dakwah yang beliau gunakan?

Jawab: Menyukai, karena dakwahnya sesuai dengan dalil dan fakta yang ada. 4. Apakah anda mengerti isi dari Dakwah yang beliau sampaikan?

Jawab: Mengerti.

5. Menurut anda apakah Dakwah yang beliau gunakan sudah cukup efektif? Jawab: Sudah cukup efektif, karena lugas dan tegas.

6. Apakah Retorika yang beliau gunakan bagus, apa alasannya?

Jawab: Bagus, karena berbicara dakwahnya sesuai dengan kehidupan sehari-hari dan mudah dicerna oleh semua golongan.

7. Apakah beliau sering memberikan Dakwah dengan diselingi humor? Jawab: Iya, karena dengan humor dakwah menjadi lebih segar.

Peneliti Responden

Ari Pratama Putra (Ust. Muhammah Kahfi, S.Pdi.) Nim: 107051002478