Ika Chastanti : Pola Multifaktor Sidik Jari Pada Penderita Obesitas Di Daerah Medan Dan Sekitarnya, 2009. USU Repository © 2009
sehingga dapat digunakan sebagai alat bantu identifikasi. Dermatoglifi diyakini memiliki pautan dengan beberapa penyakit dan karakteristik lain yang diturunkan Triana, 2003.
Gen merupakan faktor yang penting dalam berbagai kasus obesitas, tetapi lingkungan seseorang juga memegang peranan yang cukup berarti. Lingkungan ini termasuk perilaku
gaya hidup, misalnya apa yang dimakan dan berapa kali seseorang makan serta bagaimana aktivitasnya Papalia et.al, 2002.
1.2 Permasalahan
Obesitas atau biasa disebut dengan kegemukan sering dijumpai pada orang tua, remaja maupun anak-anak. Salah satu faktor penyebab obesitas adalah genetis sehingga ada
kemungkinan kelainan tersebut dapat terdeteksi dengan dermatoglifi. Untuk itu perlu dilakukan penelitian guna melihat dermatoglifi pada penderita obesitas.
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui dermatoglifi pada penderita obesitas.
1.4 Hipotesis
Kecenderungan obesitas dapat diketahui melalui analisis dermatoglifi.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: a.
Mengetahui pola dermatoglifi obesitas b.
Dapat dijadikan sebagai acuan awal untuk penelitian lebih lanjut.
Ika Chastanti : Pola Multifaktor Sidik Jari Pada Penderita Obesitas Di Daerah Medan Dan Sekitarnya, 2009. USU Repository © 2009
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Obesitas Kegemukan
Secara ilmiah, obesitas terjadi akibat mengkonsumsi kalori lebih banyak daripada yang diperlukan oleh tubuh dan terjadinya ketidakseimbangan antara asupan dan pembakaran
kalori ini masih belum jelas Kowalski Leary, 2000. Setiap orang memerlukan sejumlah lemak tubuh untuk menyimpan energi, sebagai penyekat panas, penyerap guncangan dan
fungsi lainnya. Rata-rata wanita memiliki lemak tubuh yang lebih banyak dibandingkan pria. Perbandingan yang normal antara lemak tubuh dengan berat badan adalah sekitar 25-30
pada wanita dan 18-23 pada pria. Wanita dengan lemak tubuh lebih dari 30 dan pria dengan lemak tubuh lebih dari 25 dianggap mengalami obesitas. Seseorang yang memiliki
berat badan 20 lebih tinggi dari nilai tengah kisaran berat badannya yang normal dianggap mengalami obesitas Dimatteo, 1991. Menurut Mangoenprasodjo 2005, obesitas dibagi
menjadi 6 tipe beserta dengan resiko penyakit penyerta Tabel 1.
Tabel 1. Indeks Massa Tubuh Menurut World Health Organization WHO dalam Mangoenprasoedjo 2005
Kategori IMT kgm
2
Resiko Penyakit Penyerta
Underweight 18,5
Rendah Normal
18,5 – 24.9 Rata-Rata
Overweight 25.0 – 29.9
Meningkat Obesitas I
30.0 – 34.9 Sedang
Obesitas II 35.0 – 39.9
Parah Obesitas III
40.0 Sangat Parah
Mu’tadin 2002 mengemukakan bahwa faktor-faktor penyebab obesitas diantaranya adalah faktor genetik, faktor fisiologis, faktor psikologis, kerusakan pada salah satu bagian
otak, pola makan berlebihan, kurang gerakolahraga, pengaruh emosional dan faktor lingkungan.
Ika Chastanti : Pola Multifaktor Sidik Jari Pada Penderita Obesitas Di Daerah Medan Dan Sekitarnya, 2009. USU Repository © 2009
2.1.1 Genetik
Seringkali dijumpai anak-anak yang gemuk dari keluarga yang salah satu atau kedua orang tuanya gemuk juga. Hal ini menunjukkan bahwa faktor genetik telah ikut campur dalam
menentukan jumlah unsur sel lemak dalam tubuh. Pada saat ibu yang obesitas sedang hamil maka unsur sel lemak yang berjumlah besar dan melebihi ukuran normal secara otomatis akan
diturunkan kepada sang bayi selama dalam kandungan. Dengan demikian tidak heran apabila bayi yang dilahirkan pun memiliki unsur lemak tubuh yang relatif sama besar Mu’tadin,
2002. Beragam gen yang diketahui sebagai gen pengatur massa lemak dan terkait obesitas, secara luas dipahami mempunyai hubungan terhadap indeks massa tubuh Wilbert, 2008.
Menurut Iswara 2008, keterlibatan gen diduga terkait dalam pembakaran kalori dan penyimpanan lemak. Variasi gen yang sama ditemukan diantara 16 persen. Gen itu diduga
menyebabkan peningkatan obesitas. Orang yang memiliki salah satu gen, dikenal dengan nama FTO, mengalami kenaikan kemungkinan mengalami obesitas sebesar 30 persen,
sedangkan orang yang memiliki dua gen itu hampir 70 persen berisiko obesitas. Cara mengetahui variasi gen penyebab obesitas dengan menggunakan contoh DNA dari sekitar 40
ribu orang di Inggris dan Finlandia, disimpulkan ada satu gen yang membuat pemiliknya memiliki bobot rata-rata 3 kilogram pada orang kebanyakan Carthy, 2007.
Menurut Ramitha 2008, dalam sebuah penelitian ditemukan 80 anak menderita obesitas karena keturunan orangtuanya. Faktor gemuk dapat terjadi dari berbagai sebab
seperti genetis, stres, dan hormonal. Apabila kedua orang tua mengalami obesitas, ada kemungkinan anak pun akan terkena kegemukan. Faktor genetis ini mempengaruhi
metabolisme lemak, hormon, dan protein yang mempengaruhi nafsu makan. Beberapa sifat yang diturunkan adalah pendistribusian lemak, laju metabolisme, respon energi terhadap
makanan, dan pilihan jenis makanan Arief, 2008.
Ika Chastanti : Pola Multifaktor Sidik Jari Pada Penderita Obesitas Di Daerah Medan Dan Sekitarnya, 2009. USU Repository © 2009
2.1.2 Fisiologis
Faktor-faktor fisiologis dapat bersifat herediter internal faktor merupakan variabel yang berasal dari faktor keturunan. Sedangkan variabel non herediter eksternal faktor yakni
faktor yang berasal dari luar individu, seperti jenis makanan yang dikonsumsi dan taraf kegiatan yang dilakukan individu Dariyo, 2004.
2.1.3 Faktor Psikologis
Sebab-sebab psikologis terjadinya kegemukan, ialah bagaimana gambaran kondisi emosional yang tidak stabil unstable emotional yang menyebabkan individu cenderung
untuk melakukan pelarian diri self-mechanism defence dengan cara banyak makan-makanan yang mengandung kalori atau kolesterol tinggi. Kondisi emosi ini biasanya bersifat ekstrim,
artinya menimbulkan gejolak emosional yang sangat dahsyat dan traumatis Papalia et.al, 2001.
Pada beberapa kasus obesitas bermula dari masalah emosional yang tidak teratasi. Orang-orang yang memiliki permasalahan menjadikan makanan sebagai pelarian untuk
melampiaskan masalah yang dihadapinya. Makanan juga sering dijadikan sebagai subtitusi untuk pengganti kepuasan lain yang tidak tercapai dalam kehidupannya. Dengan menjadikan
makanan sebagai pelampiasan penyelesaian masalah maka apabila tidak diimbangi dengan aktifitas yang cukup akan menyebabkan terjadinya kegemukan Manuaba, 2004.
2.1.4 Kerusakan pada salah satu bagian otak
Perilaku makan seseorang dikendalikan oleh sistem pengontrol yang terletak pada suatu bagian otak yang disebut hipotalamus. Dua bagian hipotalamus yang mempengaruhi
Ika Chastanti : Pola Multifaktor Sidik Jari Pada Penderita Obesitas Di Daerah Medan Dan Sekitarnya, 2009. USU Repository © 2009
penyerapan makan yaitu hipotalamus lateral HL yang menggerakan nafsu makan awal atau pusat makan; hipotalamus ventromedial HVM yang bertugas merintangi nafsu makan
pemberhentian atau pusat kenyang. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa bila HL rusakhancur maka individu menolak untuk makan atau minum, dan akan mati kecuali bila
dipaksa diberi makan dan minum diberi infus. Sedangkan bila kerusakan terjadi pada bagian HVM maka seseorang akan menjadi rakus dan kegemukan Mu’tadin, 2002.
Menurut Papalia et.al 2002, salah satu penyebab terjadinya kegemukan adalah karena faktor kecelakaan yang menimbulkan kerusakan otak terutama pada pusat rasa lapar.
Kerusakan syaraf otak ini menyebabkan individu tidak pernah merasa kenyang, walaupun telah makan makanan yang banyak, dan akibatnya badan individu menjadi gemuk.
2.1.5 Pola makan berlebihan
Pola makan berlebihan cenderung dimiliki oleh orang yang kegemukan. Orang yang kegemukan biasanya lebih responsif dibanding dengan orang yang memiliki berat badan
normal terhadap isyarat lapar eksternal, seperti rasa dan bau makanan, atau saatnya waktu makan. Mereka cenderung makan bila ia merasa ingin makan, bukan makan pada saat ia
lapar. Pola makan yang berlebihan inilah yang menyebabkan mereka sulit untuk keluar dari kegemukan apabila tidak memiliki kontrol diri dan motivasi yang kuat untuk mengurangi
berat badan Mu’tadin, 2002.
Penambahan ukuran atau jumlah sel-sel lemak atau keduanya menyebabkan bertambahnya jumlah lemak yang disimpan dalam tubuh. Penderita obesitas, terutama yang
menjadi gemuk pada masa kanak-kanak, bisa memiliki sel lemak sampai 5 kali lebih banyak dibandingkan dengan orang yang berat badannya normal. Jumlah sel-sel lemak tidak dapat
dikurangi, karena itu penurunan berat badan hanya dapat dilakukan dengan cara mengurangi jumlah lemak di dalam setiap sel Hergenhann, 1996.
Ika Chastanti : Pola Multifaktor Sidik Jari Pada Penderita Obesitas Di Daerah Medan Dan Sekitarnya, 2009. USU Repository © 2009
2.1.6 Kurang gerakolahraga
Menurut Mu’tadin 2002. Berat badan berkaitan erat dengan tingkat pengeluaran energi tubuh. Pengeluaran energi ditentukan oleh dua faktor, yaitu: 1 tingkat aktivitas dan olah raga
secara umum; 2 angka metabolisme basal atau tingkat energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi minimal tubuh. Dari kedua faktor tersebut metabolisme basal
memiliki tanggung jawab dua pertiga dari pengeluaran energi orang normal.
Walaupun aktivitas fisik hanya mempengaruhi sepertiga dari pengeluaran energi seseorang dengan berat normal, tapi bagi orang yang kegemukan aktivitas fisik memiliki
peran yang sangat penting. Ketika berolahraga kalori terbakar, makin sering berolahraga maka semakin banyak kalori yang hilang. Kalori secara tidak langsung mempengaruhi sistem
metabolisme basal. Orang yang bekerja dengan duduk seharian akan mengalami penurunan metabolisme basal tubuhnya. Jadi olah raga sangat penting dalam penurunan berat badan tidak
saja karena dapat membakar kalori, melainkan juga karena dapat membantu mengatur berfungsinya metabolisme normal Mangoenprasodjo, 2005.
Menurut Hergenhann 1996, Orang-orang yang tidak aktif memerlukan lebih sedikit kalori. Seseorang yang cenderung mengkonsumsi makanan kaya lemak dan tidak melakukan
aktivitas fisik yang seimbang, akan mengalami obesitas. Obesitas bukan hanya tidak enak dipandang mata tetapi merupakan dilema kesehatan yang mengerikan. Obesitas secara
langsung berbahaya bagi kesehatan seseorang.
2.1.7 Lingkungan
Faktor lingkungan ternyata juga mempengaruhi seseorang untuk menjadi gemuk. Jika seseorang dibesarkan dalam lingkungan yang menganggap gemuk adalah simbol kemakmuran
dan keindahan maka orang tersebut akan cenderung untuk menjadi gemuk. Selama pandangan tersebut tidak dipengaruhi oleh faktor eksternal maka orang yang obesitas tidak akan
mengalami masalah-masalah psikologis sehubungan dengan kegemukan Mu’tadin, 2002.
Ika Chastanti : Pola Multifaktor Sidik Jari Pada Penderita Obesitas Di Daerah Medan Dan Sekitarnya, 2009. USU Repository © 2009
Menurut Papalia et.al 2002, meskipun gen merupakan faktor yang penting dalam berbagai kasus obesitas, tetapi lingkungan seseorang juga memegang peranan yang cukup
berarti. Lingkungan ini termasuk perilaku gaya hidup misalnya apa yang dimakan dan berapa kali seseorang makan serta bagaimana aktivitasnya. Seseorang tentu saja tidak dapat
merubah pola genetiknya, tetapi dia dapat merubah pola makan dan aktivitasnya.
2.2 Dermatoglifi
Dermatoglifi adalah ilmu tentang bentuk atau pola sidik jari. Penelitian tentang sidik jari ini telah dilakukan selama 200 tahun lebih. Sidik jari memiliki bentuk yang tetap, tidak akan
mengalami perubahan dan berbeda antara individu yang satu dengan individu yang lain. Kemungkinan adanya bentuk sidik jari yang sama memiliki perbandingan 1: 64.000.000.000.
Penelitian sidik jari ini diawali oleh Gouard Bidloo pada tahun 1685 dengan bukunya yang berisi detail gambar sidik jari. Kemudian dilanjutkan oleh Profesor bidang Anatomi di
Universitas Barcelona yang melakukan observasi sidik jari melalui mikroskop. Penelitian dan analisis mengenai sidik jari ini terus menerus dilakukan hingga pada tahun 1962, Harold
Cummins, mengemukakan pertama kali mengenai kata Dermatoglifi. Perkembangan sidik jari ini berhubungan atau sejalan dengan perkembangan sel-sel otak manusia Nurulchaq, 2008.
Dermatoglifi diturunkan secara poligenik. Sekali suatu pola dermatoglifi telah terbentuk, maka pola itu akan tetap selamanya, tidak dipengaruhi oleh umur, pertumbuhan
dan perubahan lingkungan. Pola dasar dermatoglifi manusia semuanya berpola loop ulnar. Namun ada tujuh gen lain yang turut berperan, sehingga terjadi variasi pola dermatoglifi.
Walaupun dermatoglifi sangat kuat ditentukan secara genetik tapi selama periode kritis,
dermatoglifi dapat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan prenatal Hall dan Kimura, 1994.
Pola dermatoglifi berdasarkan klasifikasi Galton dibedakan atas tiga pola dasar yaitu arch busur, whorl pusaran, dan loop lengkung Gambar 1.
Ika Chastanti : Pola Multifaktor Sidik Jari Pada Penderita Obesitas Di Daerah Medan Dan Sekitarnya, 2009. USU Repository © 2009
Whorl Loop Arch Kosz, 1999.
Arch adalah pola dermatoglifi yang dibentuk oleh rigi epidermis yang berupa garis-garis sejajar melengkung seperti busur. Ada dua macam pola arch yaitu plain arch dan tented arch.
Sekitar 10 sidik jari manusia berpola arch. Loop adalah pola dermatoglifi berupa alur garis- garis sejajar yang berbalik 1800. Pada dasarnya ada dua macam loop baik pada tangan
maupun pada kaki sesuai dengan alur membuka garis-garis penyusunnya. Pada tangan dikenal loop radial dan loop ulnar sedang pada kaki dikenal loop tibial dan loop fibular. Whorl
adalah pola dermatoglifi yang dibentuk oleh garis-garis rigi epidermis yang memutar berbentuk pusaran. Ada empat macam pola whorl yaitu plain whorl, central pocket loop,
double loop, dan accidental whorl Soma, 2002.
Pada manusia, sidik jari terbentuk dimulai dari minggu ke-8 sampai minggu ke-16 setelah pembuahan. Perbedaan pola sidik jari dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya
hormon, jenis kelamin, faktor lingkungan dan kromosom. Dari pola sidik jari dapat diketahui penyakit turunan yang disebabkan oleh faktor genetis Mustofa, 2007.
Kelainan-kelainan yang dapat mempengaruhi dermatoglifi antara lain trisomi 13, trisomi 18, trisomi 21 sindrom Down, monosomi kromosom X sindrom Turner, polisomi
kromosom X sindrom Klinefelter , polisomi kromosom Y sindrom cry-du-cat Thompson Thompson, 1991. Rafi’ah 1993 mendapatkan adanya perbedaan jumlah sulur
dermatoglifi yang lebih banyak pada kelompok sarjana dengan yang bukan sarjana. Penelitian yang dilakukan oleh Inmar 2006, pola dermatoglifi dapat dilihat pada penyakit genetis yaitu
hipertensi, dimana jumlah pola whorl lebih banyak pada penderita hipertensi daripada non hipertensi, dan dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa pada pola dermatoglifi dapat
diketahui penyakit yang disebabkan oleh faktor genetis.
Ika Chastanti : Pola Multifaktor Sidik Jari Pada Penderita Obesitas Di Daerah Medan Dan Sekitarnya, 2009. USU Repository © 2009
Makol et al.,1994 menemukan frekuensi pola dermatoglifi yang berbeda nyata antara pria infertil dengan pria normal. Tingkat asimetri dermatoglifi anak-anak yang mengalami
keterbelakangan perkembangan mental secara statistika berbeda nyata dengan dermatoglifi anak-anak normal Naugler dan Ludman, 1996. Berdasarkan hal tersebut Naugler dan
Ludman 1996 mengatakan fluktuasi asimetri dermatoglifi mempunyai potensi sebagai penanda terjadinya resiko gangguan perkembangan mental. Orang yang menderita cystic
fibrosis juga dikatakan mempunyai karakter dermatoglifi yang khas dan berbeda dengan orang normal. Garis tangan crease yang merupakan unsur dermatoglifi juga dapat dipakai
sebagai penanda bagaimana seseorang mengolah informasi yang terkait dengan karakter emosionalnya Holtzman, 2000.
Menurut Yustina 2008, bayi-bayi yang baru lahir memiliki sifat yang hampir sama dengan ibunya termasuk penyakit turunan yang berhubungan dengan sidik jari. Oleh karena
itu ada tiga unsur penting dalam sidik jari dan telapak tangan yang bisa menjadi patokan awal adanya kelainan genetik. Orang-orang yang menderita kelainan genetik mempunyai karakter
dermatoglifi yang khas dan berbeda dengan orang lain. Kekhasan karakter dermatoglifi pada kelainan tertentu dalam bidang kedokteran dapat dipakai sebagai penanda dalam membantu
mendiagnosis Soma, 2002
Ika Chastanti : Pola Multifaktor Sidik Jari Pada Penderita Obesitas Di Daerah Medan Dan Sekitarnya, 2009. USU Repository © 2009
BAB 3
BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat