PENDAHULUAN Mekanisme Koping Pasangan Infertilitas di Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Menikah dan memiliki keturunan adalah suatu fase yang dijalani oleh manusia dalam siklus kehidupannya. Memiliki keturunan sebagai penerus generasi dirasakan sebagai suatu keharusan oleh sebagian masyarakat kita. Keberadaan anak dianggap mampu menyatukan dan menjaga agar suatu keluarga atau pernikahan tetap utuh Wirawan, 2004. Oleh sebab itu banyak pasangan merasa cemas ketika anak yang dinantikan belum juga hadir di tengah keluarga. Kecemasan yang dirasakan oleh pasangan tersebut cukup beralasan karena berbagai faktor. Sebagai contoh, tuntutan dari lingkungan sosial, keluarga besar, teman, bahkan masyarakat atau lingkungan sekitar. Dalam setiap pertemuan keluarga, kerabat, kenalan sudah dapat dipastikan pertanyaan akan berkisar sekitar keadaan keluarga, berapa lama menikah, sudah berapa orang anak? Bagi masyarakat Indonesia pertanyaan semacam ini merupakan hal yang wajar, karena dalam sistem masyarakat Indonesia pasangan suami istri merupakan bagian dari keluarga besar sehingga hal ini seolah-olah menjadi masalah bersama. Tekanan dari pihak luar, seringkali yang menjadi sumber masalah dalam hubungan suami istri. Selanjutnya pertanyaan itu akan menjadi hal yang sensitif, apabila kemudian seorang wanita tidak kunjung hamil Kasdu, 2002. Kondisi ketidak mampuan pasangan memiliki anak dikenal dalam masyarakat kita dengan kata mandul atau ketidak suburan, dalam dunia medis kita kenal dengan infertilitas. 1 Infertilitas sebagaimana dikutip dari Sarwono 1999, adalah kondisi dimana istri belum pernah hamil walaupun bersenggama dan dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama dua belas bulan. Infertilitas atau ketidaksuburan juga didefenisikan sebagai suatu keadaan pasangan yang sudah menikah lebih dari satu setengah tahun tanpa kontrasepsi dan tidak mendapatkan anak padahal telah rutin melakukan hubungan seksual tiga kali dalam seminggu BKKBN, 2006. WHO memperkirakan sekitar 8-10 pasangan usia subur mengalami masalah kesuburan, kalau dihitung sekitar 50-80 juta orang. Di Indonesia menurut dr. Indra C. Anwar, Sp.OG yang penulis kutip dari Kasdu 2002, menyebutkan bahwa penduduk Indonesia 220 juta jiwa tahun 2000, 30 juta diantaranya adalah pasangan usia subur. Dari pasangan usia subur tersebut, sekitar 10-15 atau 3-4,5 juta pasangan mengalami problem kesuburan. Dari sekian banyak kasus infertilitas hanya 50 saja yang berhasil ditangani baik secara program bayi tabung dan lain sebagainya Sarwono, 1999. Namun bagaimana pasangan lainnya? Apa yang akan mereka lakukan ketika diagnosa infertilitas ditegakkan dokter. Apakah kondisi ini mempengaruhi keharmonisan hubungan pasangan tersebut? Apa solusi yang akan dicari dan bagaimana pasangan menangani stress sebagai dampak dari infertilitas tersebut? Sepertinya sudah terbiasa, bila suatu pasangan infertil maka perempuanlah yang paling dicurigai, bahkan divonis sebagai penyebabnya. Namun hal ini merupakan suatu anggapan yang keliru, karena kemungkinan ketidaksuburan bisa datang dari suami, istri atau kedua belah pihak secara bersamaan. Infertilitas yang disebabkan oleh isteri sebesar 35, faktor suami 35. Faktor keduanya 20 dan penyebab lainnya 10 Mustar, 2006. 2 Infertilitas merupakan suatu krisis dalam kehidupan yang akan berpengaruh kepada berbagai aspek kehidupan seseorang. Sangat manusiawi dan normal bila pasangan infertilitas mempunyai perasaan yang berpengaruh kepada kepercayaan diri dan citra diri. Lebih parah lagi menurut The National Infertility Association menyebutkan beberapa gejala yang dapat terjadi antara lain, timbul perasaan sedih, depresi atau putus asa lebih dari dua minggu. Ada perubahan signifikan dalam selera makan, sulit tidur atau lebih banyak dari biasanya dan ketika bangun badan tetap merasa lelah. Merasa khawatir dan curiga sepanjang waktu, kehilangan ketertarikan dalam hobi. Mengalami masalah dengan konsentrasi, merasa mudah marah atau sulit mengambil keputusan. Merasa tidak berguna, frustasi dan berfikir lebih baik mati, kehilangan nafsu seksual dan lebIh senang menyendiri dari pada bersama dengan teman-teman dan keluarga Radar Sulteng, 2005. Kondisi tersebut diatas menarik perhatian peneliti dan menganggap penting untuk menggali dan mencari jawaban tentang bagaimana respon dan cara yang dilakukan oleh pasangan infertilitas dalam menghadapi stress yang diakibatkan oleh permasalahan infertilitas, yang akan penulis coba tuangkan kedalam penelitian yang berjudul ” Mekanisme Koping Pasangan Infertilitas.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas didapatkan rumusan masalah sebagai berikut, bagaimana mekanisme koping yang digunakan pasangan infertilitas dalam menyelesaikan atau mengahadapi stress yang terkait dengan kondisi infertilitas.

1.3 Tujuan Penelitian

3 4 Adapun tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi mekanisme koping yang digunakan oleh pasangan infertilitas.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan praktek keperawatan, pendidikan keperawatan dan bagi penelitian keperawatan. 1.4.1 Praktek Keperawatan a. Penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan praktik keperawatan, khususnya bagi penanganan pasangan infertilitas. b. Dapat memberikan asuhan keperawatan kepada pasangan infertilitas dengan memperhatikan berbagai aspek baik bio, psiko, sosio dan spiritual. 1.4.2 Pendidikan Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu ilmu baru dan bermanfaat bagi dunia pendidikan sebagai suatu referensi tentang mekanisme koping yang digunakan pasangan infertilitas dan dapat melakukan pendekatan pada pasangan tersebut dalam konteks asuhan keperawatan. 1.4.3 Penelitian Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan refefensi bagi peneliti yang ingin melanjutkan penelitian keperawatan tentang mekanisme koping pasangan infertilitas.

BAB II TINJAUAN TEORITIS