Untuk memperkuat daya saing, produsen melakukan peningkatan produktivitas dan kualitas serta meningkatkan efisiensi dalam pengolahan
sehingga biaya produksi per satuan hasil atau harga pokok produksi dapat ditekan. Dalam upaya penekanan, biaya harga pokok perlu diadakan pengkajian terhadap
struktur biaya produksi untuk landasan efisiensi usaha. Efisiensi itu dapat dipandang dari 2 sisi, yaitu : efisiensi teknik dan efisiensi ekonomis Iyung,
2007. Untuk menguji apakah industri minyak goreng sudah efisien, maka perlu
dilakukan Analisis efisiensi minyak goreng. Dalam hal ini Provinsi Sumatera Utara dipilih sebagai daerah penelitian sebab Sumatera utara merupakan salah
satu daerah yang memiliki banyak perusahaan minyak goreng berbahan kelapa sawit di Indonesia.
1.1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut :
1. Sarana produksi Input apa saja yang dibutuhkan dalam memproduksi
minyak goreng? 2.
Apakah perusahaan minyak goreng sudah efisien secara ekonomis dalam memproduksi minyak goreng?
3. Bagaimana perbedaan efisiensi ekonomis antara perusahaan yang
berorientasi pasar lokal dengan perusahaan yang berorientasi pasar ekspor?
Universitas Sumatera Utara
1.1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Untuk mengidentifikasi Sarana produksi Input yang dibutuhkan dalam memproduksi minyak goreng.
2. Untuk mengidentifikasi efisiensi ekonomis pada perusahaan minyak
goreng. 3.
Untuk mengidentifikasi perbandingan efisiensi ekonomis antara perusahaan yang berorientasi pada pasar lokal dengan perusahaan yang
berorientasi pada pasar ekspor. 1.1. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Sebagai bahan masukan dan informasi bagi produsen perusahaan minyak goreng dalam menjalankan usahanya.
2. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak yang membutuhkan.
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI,KERANGKA PEMIKIRAN,DAN HIPOTESA PENELITIAN
2.1. Tinjauan Pustaka
Agribisnis minyak goreng berbahan baku kelapa dulunya merupakan satu – satunya minyak goreng yang digunakan di Indonesia. Namun, dalam
perkembangannya kini pasarnya terdesak oleh minyak goreng kelapa sawit. Selain harga minyak goreng kelapa sawit yang lebih murah, warna yang dihasilkan juga
lebih jernih dibandingkan minyak goreng kelapa. Dari segi kesehatan, minyak goreng kelapa mengandung asam lemak yang tinggi yang dapat menyebabkan
penyakit jantung koroner. Sedangkan minyak goreng kelapa sawit mengandung Omega 9 yang dapat membentuk asam lemak tak jenuh, dalam promosinya sering
mencantumkan bebas kolesterol bahkan dapat menurunkan kolesterol yang menjadi penyebab utama penyakit jantung koroner PPKS, 1998
Minyak goreng kelapa sawit berasal dari kelapa sawit yaitu sejenis tanaman keras yang digunakan sebagai salah satu sumber penghasil minyak nabati
yang bermanfaat luas dan memiliki keunggulan dibanding minyak nabati lainnya. Minyak goreng kelapa sawit ini diperoleh dari pengolahan daging kelapa sawit
TBS lalu diolah lagi menjadi Crude Palm Oil CPO. Dari CPO diolah lagi menjadi RBD Refined, Bleached, Deodorized Olein. RBD Olein ini dalam
perdagangannya disebut minyak goreng. RBD Olein atau minyak goreng curah harganya lebih murah daripada minyak goreng bermerek. Hal ini disebabkan
warna minyak goreng bermerek lebih jernih daripada minyak goreng curah dan
Universitas Sumatera Utara
kandungan asam lemak jenuh pada minyak goreng bermerek lebih sedikit daripada minyak goreng curah.
Adapun pengolahan minyak goreng kelapa sawit, terbagi atas 2 cara yaitu : 1.
Pengolahan dengan cara basah yaitu pengolahan yang melalui tiga tahapan, penyaringan bahan padatan dan pencucian, fraksinasi
pemisahan fraksi cair Olein dan fraksi padat stearin, rafinasi pemucatan Olein bleaching dan pemisahan asam lemak bebas serta bau
deodorisasi. pengolahan ini memakai campuran antara CPO, detergen Natrium sulfat, fosforic acid, bleaching earth. Rendemen minyak goreng
yang dihasilkan sekitar 67,6 dari bahan baku CPO – nya. Namun, cara pengolahan seperti ini tidak efisien sebab harga bahan campuran
detergen terlalu mahal dan cara seperti ini tidak ramah lingkungan sebab limbah buangannya dapat mencemari air, tanah. Saat ini pengolahan
dengan cara basah sudah jarang dipakai sebab cara ini tidak efisien. 2.
Pengolahan dengan cara kering yaitu pengolahan yang melalui empat tahapan, degumming memisahkan lender yang ada dalam CPO.
bleaching memucatkan warna minyak dan mengikat logam – logam berat yang ada dalam minyak, deodorizing Menghilangkan bau yang ada
dalam minyak, dan fractionation memisahkan fraksi padat dan fraksi cair dari RBD Palm Oil. Pengolahan ini memakai campuran antara CPO,
H
3
PO
4
, CaCO
3
, dan Bleaching earth. Rendemen minyak goreng yang dihasilkan sekitar 58,5 dari bahan baku CPO – nya.. Saat ini
pengolahan dengan cara kering adalah pengolahan yang banyak dipakai
Universitas Sumatera Utara
oleh perusahaan minyak goreng sebab pengolahan dengan cara ini efisien.
CIC, 2003
Kontribusi agribisnis minyak goreng berbahan baku kelapa sawit di Indonesia cukup besar. Khususnya dalam penciptaan lapangan kerja, penciptaan
nilai tambah, dan perolehan devisa. Dalam menciptakan kesempatan kerja, terbentuk mulai dari mata rantai budidaya kelapa sawit, penyediaan bahan baku,
pengolahan sampai pemasaran produk minyak goreng dan sumbangan terbesar
berasal dari pengolahan kelapa sawit. Beddu dkk, 1996
Nilai tambah yang terbentuk dari sistem agribisnis minyak goreng terutama berasal dari usaha budidaya tanaman kelapa sawit dan industri
pengolahannya. Nilai tambah yang tercipta dari industri lain yang merupakan kaitan kedepan dari industri minyak goreng seperti industri sabun, industri
makanan lain kerupuk, restoran tidak diperhitungkan secara langsung sebagai nilai tambah dari agribisnis minyak goreng sebab peranan minyak goreng dalam
industri ini hanya sebagai bahan penolong. Sedangkan penerimaan devisa dari sistem agribisnis minyak goreng terutama barasal dari ekspor minyak sawit
CPO. PPKS, 1998 Selain memiliki peran secara ekonomi, minyak goreng berbahan baku
kelapa sawit juga memiliki peran secara sosial yaitu sebagai salah satu dari sembilan kebutuhan pokok sehingga harga minyak goreng selalu diawasi oleh
pemerintah. Peran pemerintah dalam menstabilkan harga minyak goreng yaitu dengan menetapkan kebijakan otoriter dan kebijakan partisipatif. Kebijakan
otoriter tersebut antara lain : Operasi Pasar OP minyak goreng, Pajak Ekspor PE CPO, dan penerapan Domestic Market Obligation DMO. Kebijakan
Universitas Sumatera Utara
partisipatif tersebut antara lain : subsidi harga CPO dan minyak goreng Anonimus, 2008.
Operasi Pasar OP minyak goreng yang dilakukan dengan meningkatkan pasokan minyak goreng di pasar sehingga harga secara bertahap akan turun.
Mekanisme ini sangat tergantung dari pasokan CPO sebagai bahan baku. Dengan harga CPO yang mahal, maka industri minyak goreng diminta untuk berkorban
atau merugi untuk sementara waktu. Mekanisme ini sangat rentan karena sangat tergantung dari kemauan berkorban dari industri minyak goreng Bambang,
2007. Pajak Ekspor PE CPO merupakan pajak atau tarif yang diberlakukan
oleh pemerintah untuk membatasi ekspor dari CPO. Pembatasan ekspor CPO bertujuan agar ketersediaan atau suplai CPO dalam negeri terpenuhi sehingga
harga CPO didalam negeri relatif murah. Dengan demikian biaya produksi minyak goreng dapat ditekan dan harga minyak goreng menjadi murah.
Domestic Market Obligation DMO merupakan suatu kewajiban bagi produsen CPO dari perkebunan negara dan swasta untuk mendistribusikan
sebagian dari outputnya CPO ke pasar domestik dengan harga yang relatif murah. Hal ini bertujuan untuk menekan biaya produksi minyak goreng sehingga
harga jual minyak goreng dapat lebih murah Drajat, 2007. Subsidi merupakan pemberian bantuan kepada konsumen atau produsen
minyak goreng untuk mendapatkan harga minyak goreng dan CPO yang relatif murah, dibawah harga pasar Bambang, 2007.
Kebijakan – kebijakan tersebut diambil oleh pemerintah dengan asumsi bahwa struktur pasar minyak goreng merupakan pasar persaingan sempurna.
Universitas Sumatera Utara
Padahal industri kelapa sawit di Indonesia mulai dari industri hulu CPO sampai dengan industri hilir minyak goreng hanya dikuasai oleh beberapa kelompok
saja sehingga produsen minyak goreng tersebut dapat berproduksi dengan biaya yang tidak efisien. Hal ini disebabkan oleh harga minyak goreng yang terbentuk
berada diatas biaya marjinalnya.
2.2. Landasan Teori