Analisis Efisiensi Ekonomis Minyak Goreng pada Perusahaan Minyak Goreng

(1)

ANALISIS EFISIENSI EKONOMIS PRODUKSI MINYAK

GORENG PADA PERUSAHAAN MINYAK GORENG

(Studi kasus : Perusahaan orientasi ekspor dan orientasi lokal)

SKRIPSI

Oleh :

FAISAL HAKIM

050304047

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ANALISIS EFISIENSI EKONOMIS PRODUKSI MINYAK GORENG PADA PERUSAHAAN MINYAK GORENG

(Studi kasus : Perusahaan orientasi ekspor dan orientasi lokal)

SKRIPSI

OLEH :

Faisal Hakim

050304047

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara,

Medan

Diketahui Oleh, Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

(Ir. Diana Chalil, M.si, Ph.D) (Ir. Yusak Maryunianta, M.si)

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

ABSTRAK

Faisal Hakim (050304047), dengan judul skripsi ”Analisis Efisiensi Ekonomis Minyak Goreng pada Perusahaan Minyak Goreng”, di Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dibawah bimbingan bapak Ir. Thomson Sebayang, MT sebagai ketua komisi pembimbing dan ibu Ir. Diana Chalil, M.Si, Ph.D sebagai anggota komisi pembimbing.

Belakangan industri perkebunan banyak melakukan kegiatan integrasi vertikal, hal tersebut bertujuan agar mendapatkan efisiensi pada perusahaan, namun hal tersebut sering diindikasikan adanya monopoli dalam struktur pasar perkebunan, akibatnya hanya perusahaan yang besar saja yang dapat menguasai pasar. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan kegiatan integrasi vertikal pada perusahaan minyak goreng di Sumatera Utara. Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive yaitu pada dua sampel perusahaan yang memproduksi minyak goreng. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive yaitu hanya perusahaan minyak goreng yang mendapatkan izin yang akan diteliti dari seluruh populasi yang sudah dikunjungi. oleh karena itu dari seluruh populasi sampel hanya dua perusahaan yang mendapatkan izin untuk dilakukan penelitian. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif dengan menjelaskan dan menguraikan bagaimana kegitan integrasi vertikal pada perusahaan minyak goreng di Sumatera Utara.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Proses atau kegiatan integrasi vertikal yang dilakukan oleh perusahaan minyak goreng meliputi kegiatan pembelian dan penjualan. Faktor-faktor yang mempengaruhi perusahaan minyak goreng melakukan integrasi vertikal yaitu mutu produksi, fluktuasi produksi dan fluktuasi harga. Skala usaha dapat mempengaruhi sebuah perusahaan melakukan integrasi vertikal, perusahaan yang memiliki skala usaha yang besar akan lebih mudah memilih pasar atas produk yang dihasilkannya. Dengan skala usaha yang besar perusahaan akan lebih besar mendapat keuntungan dan lebih efisien. Orientasi pasar untuk perusahaan yang mempunyai skala usaha besar cenderung lebih banyak kerah internasional (Eksport) sementara itu perusahaan yang berskala kecil umumnya melakukan penjualan lokal saja


(4)

RIWAYAT HIDUP

Faisal Hakim, lahir di Medan pada tanggal 9 April 1986 anak dari Bapak Abdul Hakim Mohar dan Ibu Susilawati.

Tahun 2004 lulus dari Sekolah Menengah Umum dari SMU Negeri 2 Medan, dan pada tahun 2005 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB), diterima di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Departemen Agribisnis.

Selama masa perkuliahan penulis aktif mengikuti berbagai organisasi kemahasiswaan, antara lain Badan Kenaziran Mushola (BKM) Al-Mukhlisin FP-USU, Forum Silaturahmi Mahasiswa Muslim Sosial Ekonomi Pertanian (FSMM-SEP), Agriculture Tennis Club (ATC) FP-USU.

Tahun 2009 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Onan Lama, Kecamatan Pegagan Hilir, Kabupaten Dairi, dan pada tahun yang sama penulis melaksanakan penelitian skripsi di Medan dan Asahan.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Adapun judul dari skripsi ini adalah “ANALISIS EFISIENSI EKONOMIS PRODUKSI MINYAK GORENG PADA PERUSAHAAN MINYAK GORENG”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

 Bapak Ir. Diana Chalil, M.Si, Ph.D selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

 Ibu Ir. Yusak Maryunianta, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membimbing, memotivasi dan membantu penulis dalam penyempurnaan skripsi ini.

 Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP selaku Ketua Departemen SEP, FP-USU dan Ibu Dr. Salmiah, MS selaku Sekretaris Departemen SEP, FP-USU yang telah memberikan kemudahan dalam hal perkuliahan dan administrasi kegiatan organisasi saya di kampus.

 Seluruh Dosen Departemen Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara yang telah membekali ilmu pengetahuan kepada penulis selama ini.

 Seluruh pegawai di Fakultas Pertanian khususnya pegawai Departemen SEP Segala hormat dan terima kasih secara khusus penulis ucapkan kepada Ayahanda Abdul Hakim Mohar dan ibunda Susilawati atas motivasi, kasih sayang, dan dukungan baik secara materi maupun do’a yang diberikan kepada


(6)

penulis selama menjalani kuliah, tak lupa kepada para abangda Andi Sahputra Siregar, Hendrawan Siregar dan Mulkan Hamonangan Siregar serta kakak tercinta Sri Herawati Siregar yang menjadi inspirasi saya selama ini dan atas semangat yang telah diberikan.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman penulis di Departemen Agribisnis angkatan 2005 khususnya Tim Nasyid CHUVER (Hery, Hafiz, Nuzul, Syukran dan Reza) juga Budi yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Tak lupa pula kepada teman-teman seperjuangan di BKM Al-Mukhlisin dan FSMM SEP, serta sahabat-sahabat yang terus berjuang dijalan dakwah dimanapun berada. Semoga apa yang kita cita-citakan dapat terwujud dan semoga Allah SWT selalu memberikan yang terbaik untuk kita semua.

Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Maret 2010


(7)

DAFTAR ISI

Hal

RINGKASAN ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Identifikasi Masalah ... 5

Tujuan Penelitian ... 5

Kegunaan Penelitian ... 6

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka ... 7

Landasan Teori ... 13

Kerangka Pemikiran ... 15

METODOLOGI PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 18

Metode Pengambilan Sampel...18

Metode Pengumpulan Data...19

Data Primer ... 19

Data Sekunder ... 19

Metode Analisis Data ... 20

Defenisi dan Batasan Operasional ... 20

Defenisi ... 20


(8)

DESKRIPSI PROFIL PERUSAHAAN

Perusahaan RBD Olein A ... 22

Unit Usaha ... 22

Produksi dan Produk ... 24

Integrasi Vertikal ... 28

Perusahaan RBD Olein B ... 31

Unit Usaha ... 31

Produksi dan Produk ... 32

Integrasi Vertikal ... 36

HASIL DAN PEMBAHASAN Proses atau Kegiatan Integrasi Vertikal ... 38

Perusahaan A ... 38

Kegiatan Pembelian ... 38

Kegiatan Penjualan ... 40

Perusahaan B ... 44

Kegiatan Pembelian ... 44

Kegiatan Penjualan ... 46

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Integrasi Vertikal ... 48

Perusahaan A ... 48

Kegiatan Pembelian ... 48

Fluktuasi Produksi ... 48

Mutu Produksi ... 49

Kegiatan Penjualan ... 52

Fluktuasi Produksi TBS, CPO, RBD Olein ... 52

Fluktuasi Harga CPO dan RBD Olein ... 53

Perusahaan B ... 55

Kegiatan Pembelian ... 55

Fluktuasi Produksi ... 55

Mutu Produksi ... 56

Kegiatan Penjualan ... 58

Fluktuasi Produksi TBS, CPO RBD Olein ... 58

Fluktuasi Harga RBD Olein ... 59

Pengaruh Skala Usaha Terhadap Keputusan Integrasi Vertikal ... 60

Pengaruh Orientasi Pasar Terhadap Keputusan Integrasi Vertikal ... 62

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 65

Saran ... 66 DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Jumlah dan Kapasitas Produksi Pabrik Minyak Goreng Asal Kelapa Sawit

dirinci Menurut Provinsi ... 18

2. Data Perusahaan yang Mengolah Minyak CPO di Sumatera Utara ... 19

3. Nama Lokasi, Produksi Kebun dan PKS milik Perusahaan A...23

4. Kapasitas Produksi TBS dan PKS Perusahaan A....…………...…………..28

5. Kapasitas Produksi TBS dan PKS Perusahaan B ... 36

6. Volume Penjualan RBD Olein Perusahaan B ke Pasar Lokal ... 46


(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Skema kerangka Pemikiran ... 17

2. Perkembangan Produksi RBD Olein Perusahaan A... 25

3. Perkembangan Harga CPO Domestik ... 25

4. Perkembangan Produksi RBD Stearin Perusahaan A ... 26

5. Produksi Fatty Acid Perusahaan A ... 27

6. Perkembangan Produksi RBD Olein Perusahaan B ... 33

7. Produksi RBD Stearin Perusahaan B...34

8. Perkembangan Produksi Fatty Acid Perusahaan B...35

9. Persentase Komposisi Pembelian TBS Kebun Sendiri dan Pihak III...38

10. Perbandingan Jumlah CPO diolah dan Jumlah Produksi RBD Olein Perusahaan A………...41

11. Perkembangan Harga CPO Internasional... 41

12. Jumlah Penjualan Ekspor dan Lokal RBD Olein Perusahaan A ... 43

13. Perbandingan Harga Lokal RBD Olein dan Harga Ekspor RBD Olein………...………...43

14. Persentase Komposisi Pembelian TBS Kebun Sendiri dan Pihak III Perusahaan B………....……...…....………..45

15. Persentase Pembelian TBS kepada Pihak III dan Kebun Sendiri ... 48

16. Perbedaan Rendemen TBS menjadi CPO antara Pihak III dan Kebun sendiri Perusahaan A………..……….50


(11)

18. Pekembangan Harga CPO Internasional dan Harga

RBD Olein Domestik……….54 19. Persentase Pembelian TBS Kepada Kebun Sendiri dan Pihak III………….55 20. Rendemen TBS menjadi CPO antara Pihak III dan Kebun

sendiri Perusahaan B……….56 21. Fluktuasi Produksi TBS,CPO dan RBD Olein Perusahaan B………...…….58 22. Pekembangan Produksi RBD Olein PT. B dan Harga

RBD Olein Domestik………...………59 23. Perbandingan persentase pembelian TBS

kebun sendiri dan Pihak III………..……….61 24. Fluktuasi Ekspor RBD Olein Perusahaan A………….……….63


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Produksi RBD Olein, RBD Stearin dan Fatty Acid Perusahaan A…………69

1a. Jumlah Produksi RBD Olein ... 69

1b. Jumlah Produksi RBD Stearin ... 69

1c. Jumlah Produksi Fatty Acid ... 69

2. Produksi RBD Olein, RBD Stearin dan Fatty Acid Perusahaan B…………70

2a. Jumlah Produksi RBD Olein ... 70

2b. Jumlah Produksi RBD Stearin ... 70

2c. Jumlah Produksi Fatty Acid ... 70

3. Jumlah Pembelian TBS Kebun Sendiri dan Pihak III PT. A ... 71

3a. Pembelian TBS Kebun Sendiri ... 71

3b. Pembelian TBS Pihak III ... 71

4. Jumlah Penjualan Ekspor dan Lokal RBD Olein PT. A ... 72

4a. Jumlah Penjualan Ekspor RBD Olein ... 72

4b. Jumlah Penjualan Lokal RBD Olein ... 72

5. Nilai Rendemen TBS ke CPO dari kebun Sendiri dan Pihak III PT. A ... 73

6. Produksi TBS, CPO, dan RBD Olein Perusahaan A ... 74

7. Harga CPO Internasional dan Harga RBD Olein Domestik ... 75

8. Produksi TBS dan Pembelian TBS Pihak III Perusahaan B ... 76

8a. Produksi TBS Kebun Perusahaan B ... 76

8b. Pembelian TBS dari Pihak III ... 76

9. Produksi TBS, CPO dan RBD Olein Perusahaan B ... 77

10. Rendemen Kebun Sendiri dan Pihak III Perusahaan B ... 78

10a. Rendemen TBS ke CPO Perusahaan B ... 78

10b. Rendemen TBS ke CPO Pihak III ... 78

11. Perbandingan Harga RBD Olein Domestik dan Produksi RBD Olein Perusahaan B ... 79

12. Harga CPO Internasional ... 80

13. Produksi CPO diolah Perusahaan A ... 81

14. Perbandingan Harga RBD Olein Domestik dan RBD Olein Internasional Perusahaan A. ... 82


(13)

ABSTRAK

Faisal Hakim (050304047), dengan judul skripsi ”Analisis Efisiensi Ekonomis Minyak Goreng pada Perusahaan Minyak Goreng”, di Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dibawah bimbingan bapak Ir. Thomson Sebayang, MT sebagai ketua komisi pembimbing dan ibu Ir. Diana Chalil, M.Si, Ph.D sebagai anggota komisi pembimbing.

Belakangan industri perkebunan banyak melakukan kegiatan integrasi vertikal, hal tersebut bertujuan agar mendapatkan efisiensi pada perusahaan, namun hal tersebut sering diindikasikan adanya monopoli dalam struktur pasar perkebunan, akibatnya hanya perusahaan yang besar saja yang dapat menguasai pasar. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan kegiatan integrasi vertikal pada perusahaan minyak goreng di Sumatera Utara. Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive yaitu pada dua sampel perusahaan yang memproduksi minyak goreng. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive yaitu hanya perusahaan minyak goreng yang mendapatkan izin yang akan diteliti dari seluruh populasi yang sudah dikunjungi. oleh karena itu dari seluruh populasi sampel hanya dua perusahaan yang mendapatkan izin untuk dilakukan penelitian. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif dengan menjelaskan dan menguraikan bagaimana kegitan integrasi vertikal pada perusahaan minyak goreng di Sumatera Utara.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Proses atau kegiatan integrasi vertikal yang dilakukan oleh perusahaan minyak goreng meliputi kegiatan pembelian dan penjualan. Faktor-faktor yang mempengaruhi perusahaan minyak goreng melakukan integrasi vertikal yaitu mutu produksi, fluktuasi produksi dan fluktuasi harga. Skala usaha dapat mempengaruhi sebuah perusahaan melakukan integrasi vertikal, perusahaan yang memiliki skala usaha yang besar akan lebih mudah memilih pasar atas produk yang dihasilkannya. Dengan skala usaha yang besar perusahaan akan lebih besar mendapat keuntungan dan lebih efisien. Orientasi pasar untuk perusahaan yang mempunyai skala usaha besar cenderung lebih banyak kerah internasional (Eksport) sementara itu perusahaan yang berskala kecil umumnya melakukan penjualan lokal saja


(14)

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penetuan Daerah Penelitian

Daerah penelitian ditentukan secara purposive. Daerah penelitian yang ditentukan yaitu Sumatera Utara dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan salah satu daerah yamg memiliki banyak pabrik minyak goreng di Indonesia.

Tabel 1. Jumlah dan Kapasitas produksi pabrik Minyak Goreng asal kelapa sawit dirinci menurut propinsi.

No. Propinsi Jumlah Pabrik (Unit)

Kapasitas Produksi (Ton CPO/thn)

Sumbangan terhadap produksi nasional (%)

1. Sumatera Utara 15 2.480.297 34,40

2. Sumatera Barat 1 35.000 0,50

3. Riau 2 504.000 7,00

4. Jambi 1 1.030 0,01

5. Lampung 5 462.000 6,40

6. Sumatera Selatan 1 220.000 3,00

7. DKI Jakarta 10 1.276.655 17,70

8. Jawa Barat 7 686.160 9,50

9. Banten 1 143.640 2,00

10. Jawa Tengah 1 1.800 0,02

11. Jawa Timur 8 1.377.300 19,10

12. Kalimantan Barat 1 30.000 0,40

Total 53 7.217.882 100


(15)

3.2. Metode Pengambilan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah perusahan minyak goreng di Sumatera Utara yang jumlahnya sebanyak 15 unit.

Adapun metode pengambilan sample yang digunakan yaitu metode kasus dimana sampel yang diambil berdasarkan izin dari perusahaan yang bersangkutan dengan membandingkan antara perusahaan yang berorientasi domestik dan ekspor. Dari 15 unit perusahaan minyak goreng tersebut hanya 2 perusahaan yang bersedia dijadikan sampel (Syafrizal dan Paham, 2008).

Tabel 2. Data Perusahaan yang mengolah minyak CPO di Sumatera Utara

No. Nama Perusahaan Jenis Industri dan Komoditi Kap. Produksi

(TON)

Keterangan

1. PT. Berlian Eka Sakti Tangguh RBD Olein 123.120 Tdk mendapat Izin 2. PT. Prima Palm Indah Minyak Goreng Sawit 32.400 Tdk Beroperasi

3. PT. Astra Agro Niaga RBD Olein 101.000 Tdk mendapat Izin

4. PT. Jaya Baru Pertama Minyak Goreng Sawit 9.000 Tdk mendapat Izin 5. PT. Multi Mas Nabati Minyak Goreng Sawit 450.000 Tdk mendapat Izin 6. PT. Mitra Sawit Kumala Abadi Minyak Goreng Sawit 35.100 Tdk Beroperasi 7. PT. Sawit Malinda Edible Oil Cooking Oil 14.300 Tdk Beroperasi 8. PT. Singamas Jaya Perdana Minyak Goreng Sawit 70.200 Tdk Beroperasi 9. PT. Bintang Tenera Minyak Goreng dari CPO 10.500 Tdk Beroperasi

10. PT. SATU RBD Olein 44.942 Dapat Izin

11. PT. Musim Mas Minyak Goreng dari CPO 105.000 Tdk mendapat Izin 12. PT. Smart Tbk. Minyak Goreng dari CPO 117.600 Tdk mendapat Izin 13. PT. Pamina Adolina Minyak Goreng dari CPO 14.600 Tdk mendapat Izin 14. PT. DUA Minyak Goreng Sawit 8.000 Dapat Izin

15. PT. Sumatera Oil Minyak Goreng Sawit 32.433 Tdk Beroperasi


(16)

Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan responden dengan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu sesuai dengan tujuan dan kebutuhan penelitian. Data sekunder diperoleh dari Dinas Perkebunan Sumatera Utara, Badan Pusat Statistik Sumatera Utara dan instansi atau lembaga yang terkait lainnya.

Metode Analisis Data

Untuk identifikasi masalah 1, yaitu mengenai Sarana produksi (Input)

yang dibutuhkan dalam memproduksi minyak goreng digunakan analisa deskriptif kasus.

Untuk hipotesa 2, yaitu mengenai tingkat efisiensi produksi minyak goreng digunakan analisa efisiensi ekonomis produksi. Secara rumus dapat ditulis :

П = TR – TC

П = (Y. Py) – (X.Px)

Agar keuntungan mencapai maksimum maka turunan pertamanya harus sama dengan dengan nol, dengan asumsi Px dan Py adalah konstan.

П = (Y. Py) – (X.Px) d П = Py.d Y – Px = 0 d X d X

Py. MP = Px NPM = Px


(17)

NPM = 1 Px Dimana :

NPM = Nilai Produk Marjinal Py = harga output

Px = harga input П = keuntungan/laba Y = output

X = input Apabila :

NPM/Px >1, artinya penggunaan faktor produksi x (input x) belum efisien, untuk

mencapai efisien faktor produksi x (input x) perlu ditambah.

NPM/Px <1, artinya penggunaan faktor produksi x (input x) tidak efisien, untuk

mencapai efisien faktor produksi x (input x) perlu dikurangi.

NPM/Px =1, artinya penggunaan faktor produksi x (input x) telah efisien, untuk

mencapai efisien faktor produksi x (input x) perlu ditambah. Dalam praktiknya,

NPM/Px = 1 ini jarang ditemukan secara empiris. Makin dekat nilai NPM/Px ke angka satu makin tinggi tingkat optimasi penggunaan suatu input dalam proses produksi (Varian, 1987).

Untuk membentuk MP (Marginal Product) digunakan ∆Y/∆X = ( Y2 – Y1)/ (X2 – X1).

Dimana :


(18)

∆X = Selisih antara output sesudah dengan output sebelum

Untuk identifikasi masalah 3, yaitu perbedaan efisiensi ekonomis antara perusahaan yang berorientasi pasar lokal dengan perusahaan yang berorientasi pasar ekspor digunakan metode analisis uji-t dua sampel tidak berhubungan (independent sample t-test). Uji-t dua sampel tidak berhubungan ini adalah salah

satu metode pengujian hipotesis untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata–rata antara dua kelompok sampel yang tidak berhubungan. Jika ada perbedaan, rata–rata manakah yang lebih tinggi.

Menurut Djalal, N dan Hardius Usman (2002), rumus Uji beda rata-rata (t-hitung) adalah :

Kriteria uji :

t_hitung ≤ t_tabel ……….Ho diterima (H1 ditolak) t_hitung > t_tabel ……….Ho ditolak (H1 diterima) t_hitung ≥ t_tabel ……….Ho diterima (H1 ditolak) t_hitung < t_tabel ……….Ho ditolak (H1 diterima) Keterangan :

Ho = tidak ada perbedaan tingkat efisiensi ekonomis antara PT. SATU dengan PT. DUA.

H1 = ada perbedaan tingkat efisiensi ekonomis antara PT. SATU dengan PT. DUA.


(19)

X1 =Nilai rata-rata efisiensi ekonomis untuk bahan baku CPO, Bleaching Earth,

Phosporic Acid dalam memproduksi minyak goreng (RBD Olein) dari PT.

SATU.

X2 = Nilai rata-rata efisiensi ekonomis untuk bahan baku CPO, Bleaching Earth,

Phosporic Acid dalam memproduksi minyak goreng (RBD Olein) dari PT.

DUA

n1 = Jumlah sampel variabel 1.

n2 = Jumlah sampel variabel 2.

S1 = Simpangan baku variabel 1

S2 = Simpangan baku variabel 2

Definisi dan Batasan Opersional

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penelitian ini maka dibuat defenisi dan batasan opersional sebagai berikut :

Definisi

1. Minyak goreng kelapa sawit adalah minyak goreng yang berasal dari minyak sawit (CPO) dengan pengolahan secara kering.

2. Crude Palm Oil (CPO) adalah minyak sawit yang berasal dari pengolahan

daging buah kelapa sawit.

3. Refined, Bleached, Deodorized (RBD) Olein adalah nama industri untuk

minyak goreng.

4. Efisiensi ekonomis adalah Penggunaan input secara optimum untuk


(20)

5. Fatty Acid adalah produk sampingan dari pengolahan minyak goreng yang

merupakan bahan baku pembuatan sabun dan besarnya kurang lebih 5 % dari total output.

6. Refined, Bleached, Deodorized (RBD) Stearin adalah produk sampingan

dari pengolahan minyak goreng yang merupakan bahan baku pembuatan margarine dan besarnya kurang lebih 35 % dari total output.

7. Sarana produksi (input) adalah semua yang dipakai dalam proses produksi

minyak goreng dan menyebabkan biaya.

8. Harga minyak goreng adalah harga minyak goreng non branded (curah)

yang dijual kepada konsumen minyak goreng.

9. AP (Average Product) adalah hasil rata – rata atau jumlah output dibagi

jumlah input yang dipakai.

10.MP (Marginal Product) adalah kenaikan hasil (output) yang disebabkan

oleh pertmabahan satu unit input.

11.Kurva Law of Deminishing Returns adalah kurva yang menggambarkan

kenaikan hasil berkurang, bila suatu faktor produksi ditambah terus dalam suatu proses produksi maka mula – mula terjadi kenaikan hasil lalu kenaikan hasil itu akan menurun sehingga penggunaan faktor produksi harus optimum agar output yang dihasilkan optimum.

Batasan Operasional

1. Daerah penelitian adalah Provinsi Sumatera Utara.

2. Sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan minyak goreng yang berada di Sumatera Utara.


(21)

3. Waktu penelitian dilaksanakan pada tahun 2009. .


(22)

IV. PROFIL INDUSTRI RBD OLEIN

4.1. Industri RBD Olein 4.1.1. Perusahaan SATU

Perkebunan PT. SATU yang berkantor pusat di Jl. K.L.Yos Sudarso No.106 Medan memiliki usaha perkebunan seluas lebih kurang 50.000 Ha yang berada di dua propinsi yaitu:

1. Wilayah Propinsi Sumatera Utara terdiri dari: Mata Pao, Bangun Bandar, Pusat Seleksi bangun bandar, Tanjung Maria, Tanah Besih, Lima Puluh, Tanah Gambus, Aek Loba, Padang Pulo, Aek Pamienke, Negeri Lama dan Halimbe.

2. Wilayah Propinsi Aceh terdiri dari: Sei Liput/Medang Ara, Seunagan, Seumanyam dan Lae Butar.

PT. SATU adalah perusahaan Joint Venture yang bergerak di bidang perkebunan dan sampai saat ini telah mengelola 17 perkebunan yang berlokasi di Sumatera dan Aceh. Komoditi utama perusahaan ini adalah kelapa sawit dan karet, produk yang dihasilkan merupakan hasil produksi yang sifatnya tidak bisa terlalu lama disimpan, produksinya tergantung pada alam. Dengan demikian perusahaan selalu berusaha menciptakan sistem penjualan yang efektif dan non spekulatif, agar produksi dapat segera terjual dan diperoleh dana untuk keperluan ekspansi dan investasi.


(23)

Adapun produksi yang dihasilkan PT. SATU dari komoditinya dan lokasi perkebunannya untuk kelapa sawit salah satunya adalah CPO (Crude Palm Oil) atau disebut juga minyak kelapa sawit (MKS)

CPO ini bila diproses di FRF (Fractination and Refining Factory) akan menjadi minyak yang siap pakai. Dari CPO ini dapat dihasilkan produksi turunan yaitu:

1. RBD Olein (Reffening Bleaching and Deodorized Olein)

RBD Olein adalah minyak kelapa sawit kualitas tinggi yang diolah menjadi bahan baku RBD Olein. Saat ini produk tersebut dijual 100% secara lokal.

Gambar 3. Produksi RBD Olein PT. SATU

2. RBD Stearin

RBD Stearin yang diolah oleh Perusahaan DUA ini hanya dijual lokal saja, disamping karena produksinya yang sedikit perusahaan mempunyai pasar sendiri yang membutuhkan RBD stearin.


(24)

3. Fatty Acid

Bahan ini juga diproses di FRF untuk menghasilkan bahan baku untuk pembuatan sabun mandi, sabun cuci dan kosmetik, seluruh produk ini dijual secara lokal.

Gambar 5. Produksi Fatty Acid PT. SATU

Perusahaaan PT. SATU yang mempunyai luas lahan kebun kelapa sawit seluas 34.738,38 Ha. Memiliki 9 Unit kebun yang tersebar di beberapa wilayah di sumatera dan aceh.


(25)

Tabel 3. Jumlah Kebun Perusahaan SATU

No. Nama Kebun Lokasi Luas Lahan

(Ha)

Produksi TBS (Ton/Jam)

Produksi CPO (Ton/hari)

1. Mata Pao Serdang Bedagai 1.755,76 12 36 2. Bangun Bandar Serdang Bedagai 2.480,51 23 48 3. Tanah Gambus Batu Bara 3.272,95 23 61

4. Aek Loba Asahan 8.983,54 60 171

5. Negeri Lama Labuhan Batu 1.925,33 12 34

6. Sungai Liput Aceh 3.506,27 18 86

7. Seunagan Aceh 4.504,44 23 73

8. Seumanayam Aceh 4.021,05 23 91

9. Lae Butar Aceh 4.288,53 23 91

Jumlah 34.738,38

Sumber: Perusahaan DUA

Dari setiap kebun di Perusahaan SATU memiliki satu unit Pabrik kelapa sawit. Besar kapasitas setiap pabrik kelapa sawit berbeda dari setiap kebun. Setiap pabrik kelapa sawit pada Perusahaan DUA memiliki standart mutu yang sudah berstandart international diantaranya ISO 14001 2004 = PP UU No. 27 1999 tetntang pengolahan lingkungan “AMDAL”. Pada prinsipnya ISO 14001 ini untuk pengelolahan lingkungan kebun dan pabrik, dengan diperolaehnya ISO 14001 ini maka pabrik kelapa sawit Perusahaan DUA dinyatakan ramah lingkungan. Selain itu Perusahaan DUA ini juga memperoleh ISO 9001 (mutu produksi) berarti perusahaan sudah memiliki mutu produksi yang sudah berstandart internasional, ini sesuai dengan standart CPO dan RBD Olein berkualitas baik. OHSAS 18000 juga sudah diperoleh perusahaan ini yaitu standart unutk keselamatan kerja karyawan di lokasi kerja yang beresiko, pengaman untuk pekerja (APAR) termasuk juga dalam hal kesehatan tenaga kerja.


(26)

Dalam memenuhi setiap kapasitas pabrik maka perusahan membutuhkan pasokan Tandan Buah Segar (TBS) ke pabrik kelapa sawit, tentunya pasokan TBS harus sesuai dengan kapasitas pabrik PKS. Perusahaan tidak bisa apabila mengharapkan produksi TBS dari kebun sendiri oleh karena itu untuk memenuhi kapasitas produksi PKS Perusahaan DUA menjalin hubungan kemitraan dengan memiliki kebun Plasma, kebun yang menjalin hubungan mitra diantaranya adalah Mata Pao, Bangun Bandar, Tanah Gambus, Aek Loba, Negeri Lama. Lima kebun ini harus menjalin hubungan mitra dikarenakan PKS dari kelima kebun ini merupakan pemasok bahan baku Pabrik Fraksinasi RBD Olein, hal tersebut dikarenakan kelima kebun dan PKS tersebut jaraknya berdekatan dengan pabrik Fraksinasi. Sementara keempat kebun dan PKS lainnya letaknya berjauhan dari pabrik fraksinasi, dengan demikian untuk mengurangi biaya transportasi karena jarak yang jauh maka keempat pabrik tersebut hanya menjual dalam bentuk CPO saja.

Hubungan kemitraan dilakukan perusahaan dengan sistem kontrak berdasarkan waktu, Harga pembelian TBS dari petani biasanya sudah disepakati pada kontrak, dan harga tersebut akan selalu tetap hingga berakhirnya kontrak. Perusahaan DUAerhubungan dengan kebun plasma hanya dalam hal pembelian TBS saja, perusahaan tidak membantu petani dalam hal penyediaan sarana produksi dan hal lainnya. Kerja sama sifatnya kontrak ini juga melihat kualitas atau mutu atau proses sortasi dari perusahaan apabila mutu TBS rendah maka pihak perusahaan akan menolak TBS dari petani.

Dalam hal meningkatkan pengembangan perusahaan maka perusahaan juga menerapakan Riset and Development yang lebih sering dilakukan pada


(27)

bagian tanaman misalnya penelitian untuk menambah besarnya nilai randemen minyak sawit, dana anggaran yang digunakan bisanya 10% dari total biaya. riset and Development di perusahaan ini baru diterapkan pada tahun 2009 dan baru dilakukan dikebun Mata Pao Serdang Bedagai.

Tandan Buah Segar (TBS) yang diahasilkan oleh Perusahaan DUA diolah menjadi CPO yang mempunyai standart mutu, Perusahaan DUA sudah memperoleh sertifikat internasional untuk produksi CPO. Adapun standart mutu yang ditetapkan oleh PT. SATU adalah:

Tabel 4. Standart Mutu CPO Perusahaan SATU

No. Karakteristik Syarat

1 Free Fatty Acid (FFA) max. 2,50 %

2 Moisture (M) max. 0,20 %

3 Impurities (I) max. 0,05 %

4 Colour (R/Y) max. 21/42

5 Deterioration of Bleachability Index min. 2,00 %

6 Melting Point max 38°C

7 Iodine Value – Wijs(IV) min. 52 maq/L 8 Peroxide Value (PV) max. 5,0 ppm

9 Caroten min. 500ppm

Sumber: Perusahaan SATU

Standart mutu yang ditetapkan oleh Perusahaan DUA merupakan standart mutu internasional dan standart tersebut juga menjadi standart khusus produksi CPO Perusahaan DUA. Target perusahaan dalam memproduksi CPO harus sesuai dengan kapasitas setiap pabrik, Apabila berada dibawah kapasitas maka biaya produksi akan bertambah terutama biaya tenaga kerja dan listrik pabrik, tetapi


(28)

umumnya perusahaan tetap mencapai target produksi sesuai dengan kapasitas produksi setiap PKS yang ada.

Dalam meningkatkan nilai tambah pada produk yang dihasilkan. Perusahaan DUA juga mengolah CPO menjadi RBD Olein. Perusahaan juga menerapkan strategi dalam bisnis dimana apabila harga CPO di pasar tinggi maka Perusahaan DUAkan menjual dalam produk CPO, sebaliknya apabila harga CPO di pasar rendah maka Perusahaan DUAkan mengolah sebagian dari jumlah CPO untuk dijadikan RBD Olein.

1 liter CPO yang dihasilkan oleh pabrik fraksinasi Perusahaan SATU akan menghasilkan 0,78 RBD Olein (RBD Olein). Hal ini tentunya dengan beberapa ketentuan yaitu:

- Nilai Iodium Value CPO > 53,5

- Kadar Air = 0,10%

- Kotoran = 0,05%

- FFA = 2,3%

- PV (Peroksida Value) = ≥ 2% - Dobi (Deodorizing of bleach Index) = >2,5%

Dalam hal pengoperasian atau sering disebut Proses Press Filter juga harus diperhatikan. Proses press Filter adalah salah satu proses pengolahan CPO menjadi RBD Olein. Nilai RBD Olein yang dihasilkan sangat bergantung pada alat Press Filter ini, apabila alat pengolah ini rusak atau salah dalam pengoperasian maka nilai RBD olein yang dihasilkan bia berkurang dan biasanya Nilai RBD Stearin menjadi bertambah. Namun hingga saat ini Perusahaan DUA selalu memenuhi kapasitas pabrik.


(29)

Perusahaan SATU mempunyai satu buah pabrik RBD Olein yang berada di Tanah Gambus dengan kapasitas produksi 320 Ton CPO/Hari. Kapasitas 320 ton tersebut diperoleh dari 4 PKS yaitu Tanah Gambus, Negeri Lama, Aek Loba, Bangun Bandar. Hanya 4 PKS inilah yang menyalurkan hasil CPOnya ke pabrik fraksinasi untuk diolah menjadi RBD Olein, hal tersebut dikarenakan keempat pabrik ini berdekatan dengan pabrik fraksinasi, sementara itu ke 5 pabrik PKS lainnya langsung menjual hasil produksi CPO ke pasar karena jarak ke pabrik fraksinasin

Adapun standart mutu RBD Olein yang ditetapkan oleh PT. SATU adalah:

Tabel 5. Standart Mutu RBD Olein Perusahaan SATU

No. Karakteristik Syarat

1 Free Fatty Acid (FFA) max. 0,08 % 2 Moisture (M) + Impurities (I) max. 0,05 %

3 Colour (R/Y) max. 2,5/25

4 Peroxide Value (PV) max. 1,0 ppm

5 Cloud Point (CP) max 9,9°C

6 Iodine Value – Wijs (IV) min 57 meq/L

Sumber: Perusahaan DUA

Perusahaan SATU dalam penjualan RBD Olein bekerja sama dengan beberapa Perusahaan ntara lain PT. Musimas dan PT. Multimas Nabati Asahan, kerja sama dilakukan dengan menggunakan sistem kontrak dalam hal ini kontrak dilakukan apabila adanya kesepakatan harga serta kualitas produk.

4.1.2. Perusahaan DUA

PT. DUA adalah anak perusahaan dari PT. Jamalin yang bergerak dalam pengolahan minyak kelapa. Perusahaan DUA yang bergerak di bidang perkebunan


(30)

Maria, Dusun IV, Kecamatan Teluk Dalam, Kabupaten Asahan dan memiliki luas lahan kelapa sawit sebesar 50 Ha.

Komoditi utama Perusahaan DUA adalah kelapa sawit. Perusahaan ini tergolong Perusahaan baru yang masih berskala usaha kecil. Perusahaan DUA memiliki satu unit kebun kelapa sawit, satu pabrik kelapa sawit serta satu pabrik Fraksinasi RBD Olein.

Adapun produksi yang dihasilkan PT. DUA dari hasil olahan CPO ini bila diproses di FRF (Fractination and Refining Factory) akan menjadi minyak yang

siap pakai. Dari CPO ini dapat dihasilkan produksi turunan yaitu: 1. RBD Olein (Refining Bleaching and Deodorized Olein)

RBD Olein adalah hasil olahan dari minyak kelapa sawit kualitas tinggi. RBD olein merupakan hasil inti dari CPO. Pada PT. DUA RBD Olein tersebut dijual 100% secara lokal.

Gambar 6. Produksi RBD Olein PT. DUA


(31)

RBD Stearin juga diproses di FRF untuk menghasilkan bahan baku kosmetik dan lain-lain yang kualitasnya di bawah RBD Olein. RBD Stearin merupakan bahan baku pembuat sabun oleh karena itu semua hasil produksi RBD Stearin dijual lokal pada perusahaan sabun sendiri milik PT. DUA.

Gambar 7. Produksi RBD Stearin PT. DUA

3.

Fatty Acid

Bahan ini juga diproses di FRF untuk menghasilkan bahan baku untuk pembuatan sabun mandi, sabun cuci dan kosmetik, seluruh produk ini dijual secara lokal.


(32)

Produksi Fattyacid PT. DUA diolah kembali oleh perusahaan sendiri untuk diolah menjadi bahan baku pembuat sabun.

Untuk keselamatan kerja karyawan hanya menggunakan JAMSOSTEK (Jaminan Sosial Tenaga Kerja). PT. DUA tergolong baru oleh karena itu standart yang dimiliki belum seperti Perusahaan besar seperti Perusahaan RBD Olein lainnya oleh karena itu Perusahaan belum mempunyai standart khusus. Produk yang dihasilkan masih dalam bentuk curah atau tidak bermerek. Perusahaan menjual hasil produksi RBD Olein kepada pedagang besar, kecil juga kepada konsumen disekitar perusahaan.

Dalam memenuhi kapasitas PKS Perusahaan DUA melakukan juga pembelian kepada pihak ketiga (Petani) kerja sama yang dilakukan juga tidak berbeda dengan perusahaan lainnya. Perusahaan DUA menerima TBS baik dari Petani maupun dari pedagang pengumpul dengan harga beli sesuai dengan harga pasar dan mutu TBS. Riset dan Development belum diterapkan oleh Perusahaan DUA oleh karena itu mutu TBS perusahaanpun masih tergolong rendah.

Perusahaan DUA juga mempunyai standart mutu dalam mengolah TBS menjadi CPO, adapun standart mutu CPO yang ditetapkan oleh PT. DUA antara lain:

Tabel 6. Standart Mutu CPO Perusahaan DUA

No. Karakteristik Syarat

1 Asam lemak bebas

(Dihitung sebagai asam palmitat)


(33)

2 % berat maksimum 0,25 %

3 Bilangan Iodium minimum 55%

4 Titik lunak maksimum (°C) 24% 5 Warna Natural

Sumber: Perusahaan DUA

Dalam mengolah kelapa sawit hingga mendapatkan produk turunan perusahaan menerapkan Standart mutu yang ditetapkan oleh PT. DUA masih berstandart mutu nasional indonesia (SNI), standart nasional indonesia menjadi pedoman PT. DUA dalam hal menghasilkan produksi perusahaan.

Selain mengolah TBS menjadi CPO, PT. DUA juga mengolah CPO menjadi RBD Olein. PT. DUA juga memiliki standart mutu dalam pengolahan RBD Olein antara lain:

Tabel 7. Standart Mutu Pengolahan RBD Olein Perusahaan DUA

No. Karakteristik Syarat

1 Asam lemak bebas

(Dihitung sebagai asam palmitat)

0,15%

2 Kadar air dan kotoran 0,16 %

3 Bilangan Iodium min 55%

4 Titik kabut maksimum (°C) 10% 5 Titik leleh maksimum (°C) 24%

6 Warna : - Red maksimum 3%

-Yellow maksimum 20%

Sumber: Perusahaan DUA

Perusahaan DUA dalam penjualan CPO menggunakan harga pokok produksi (HPP) kepada Pabrik Fraksinasi RBD Olein, Perusahaan DUA


(34)

mempunyai PKS sendiri dan menghasilkan CPO yang digunakan hanya untuk pasokan domestik saja. Dalam penjualan RBD Olein Perusahaan DUA bekerja sama dengan PT. Musim Mas, kerja sama dilakukan dalam kontrak jumlah dan sesuai dengan kesepakatan harga antara kedua perusahaan ini. Manajemen PKS dan Pabrik Fraksinasi RBD Olein diatur oleh kantor pusat perusahaan.


(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses Pengolahan Minyak Goreng Sawit

Proses pengolahan minyak goreng sawit dengan menggunakan bahan baku minyak sawit kasar (CPO) dapat dibagi dalam beberapa proses yaitu :

a. Proses pendahuluan

Penyaringan bahan padatan dan pencucian. Proses ini bertujuan agar minyak sawit mudah diproses lebih lanjut dan mengurangi beban proses berikutnya.

Penyaringan dari benda-benda padat dilakukan pada waktu pengaliran CPO ke tangki penyimpanan CPO. Tangki penyimpanan CPO memiliki beberapa tingkat saringan sehingga CPO yang masuk ke tangki lewat bagian atas akan melewati saringan terlebih dahulu sebelum masuk ke dasar tangki. Benda-benda padat dan kasar yang tersaring jika sudah cukup banyak akan dibuang.

Pencucian dilakukan pada CPO yang ada di tangki penyimpanan sebelum memasuki proses kristalisasi (fraksinasi). Pencucian CPO dilakukan dengan menggunakan air panas yang bercampur dengan CPO secara langsung sehingga kotoran-kotoran yang terdapat di dalam CPO terlarut di dalam air panas lalu dipisahkan dari CPO untuk dibuang ke sistem penangan limbah.

b. Refinery

Bahan baku berupa CPO diproses dengan system physical refinery yang


(36)

1. Degumming

CPO yang akan diproses dipanaskan sampai tempratur 40-50ºC kemudian ditambahkan H3PO4 dan CaCO3 untuk mengikat atau memisahkan gum (lendir) yang ada didalam CPO. Hasi dari proses ini disebut DPO (Degummed Palm Oil).

2. Bleacing

Proses bleaching bertujuan untuk memucatkan warna minyak dan mengikat logam-logam berat yang ada didalam minyak dengan bleaching earth

0.4%-1%. Kemudian dipanaskan sampai tempratur 100 ºC dan disaring untuk memisahkan minyak dan blotong (spent earth). Hasil dari proses ini disebut DB

PO (Degumming bleached Palm Oil).

3. Deodorizing

Proses deodorizing bertujuan untuk menghilangkan bau yang ada didalam

minyak dengan proses penyulingan/destilasi. DB PO dipompa masuk ke deodorizer yang bertekanan vacuum dan didalamnya minyak dipanaskan sampai tempratur 260-270 ºC untuk memisahkan asam lemak bebas. Hasil dari proses ini adalah RBD PO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) yang selanjutnya

melalui proses fractionation.

c. Fractionation

Proses fractionation ini bertujuan untuk memisahkan fraksi cair dan fraksi

padat dari RBD PO dengan cara proses kristalisasi yang dilakukan dengan cara pendinginan dan diaduk secara perlahan-lahan didalam tangki crystallizer. Lalu

RBD PO dicampur dengan citric acid untuk menghilangkan jamur yang ada

didalam minyak. Proses kristalisasi berlangsung selama 24-30 jam per crystallizer


(37)

padat. Fraksi cair disebut RBD Olein (minyak goreng) dan fraksi padat disebut RBD stearin.

Dengan proses diatas hasil yang didapat sekitar 75-78% RBD Olein,

16-19% RBD stearin dan 2.4-3% fatty acid dari 1 liter CPO yang diolah.

Sarana Produksi (Input) Dalam Pembuatan Minyak Goreng

Sarana produksi (input) yang digunakan dalam pembuatan minyak goreng

yaitu :

1. Crude Palm Oil (CPO)

Crude Palm Oil (CPO) atau disebut juga minyak sawit kasar merupakan

hasil olahan dari buah kelapa sawit (exocarp). Crude Palm Oil (CPO) merupakan

salah satu input yang penting dalam pembuatan minyak goreng sebab 80% biaya

pembuatan minyak goreng adalah biaya untuk CPO. Dan kualitas dari CPO menentukan besarnya RBD Olein (minyak goreng) yang dihasilkan. Semakin

tinggi nilai Iodium Value (IV) atau jumlah kandungan asam lemak tidak jenuh

didalam CPO maka semakin besar jumlah RBD Olein (minyak goreng) yang

dihasilkan.

2. Bleaching Earth

Bleaching earth merupakan merek dagang dari bahan kimia CaCO3 yang berbentuk tanah liat putih. Dalam pembuatan RBD Olein (minyak goreng),

bleaching earth berguna untuk merubah warna CPO menjadi kuning dan merubah

rasa CPO menjadi rasa minyak goreng. Bleaching earth ini dibutuhkan sekitar


(38)

3. Phosporic Acid

Phosporic acid merupakan merek dagang dari bahan kimia H3PO4 yang

berbentuk cairan. Dalam pembuatan RBD Olein (minyak goreng), phosporic acid

berguna untuk memisahkan gum (lendir) yang ada di CPO dan setelah dipanaskan akan membentuk kristal putih yang akan disaring dan dibuang. Phosporic acid ini

dibutuhkan sekitar 0.03%-0.05% dari 1 liter CPO yang diolah, tergantung banyaknya getah atau lendir dari CPO.

4. Citric Acid

Citric acid merupakan merek dagang dari bahan kimia asam sitrat yang

berbentu cairan. Dalam pembuatan RBD Olein (minyak goreng), citric acid

berguna untuk anti oksidan, mencegah jamur, menjaga agar rasa minyak goreng tidak berubah (tidak tengik). Citric acid ini dibutuhkan sekitar 0.001%-0.002%

dari 1 liter CPO yang diolah.

Tingkat Efisiensi Ekonomis Dari PT. SATU

Untuk nilai produksi marjinal rata-rata dari CPO pada tahun 2006 adalah 0.45 dengan harga rata-rata CPO sebesar Rp.3,728.50 dan harga jual RBD Olein

sebesar Rp.3,870.59 (lampiran 7) atau rasio perbandingan nilai produk marjinalnya dengan biaya CPO lebih kecil dari satu (0.45 < 1) artinya penggunaan CPO tidak efisien secara ekonomis dalam produksi RBD Olein. Hal ini

disebabkan biaya CPO yang begitu tinggi dan harga jual RBD Olein yang rendah.

Untuk mencapai tingkat efisiensi maka perusahaan perlu mengurangi jumlah CPO dalam memproduksi RBD Olein atau perusahaan harus meningkatkan kualitas


(39)

Untuk nilai produksi marjinal rata-rata dari CPO pada tahun 2007 adalah 5.55dengan harga rata-rata CPO sebesar Rp.5,910.64 dan harga jual RBD Olein

sebesar Rp.6,249.03 (lampiran 8) atau rasio perbandingan nilai produk marjinalnya dengan biaya CPO lebih besar dari satu (5.55 > 1) artinya penggunaan CPO belum efisien dalam produksi RBD Olein. Hal ini disebabkan

meningkatnya permintaan RBD olein untuk ekspor dan lokal yang diikuti dengan

meningkatnya harga RBD Olein tetapi produksi Tandan Buah Segar kelapa sawit

tidak meningkat (tetap) baik dari perusahaan sendiri maupun daripihak ketiga. Untuk mencapai tingkat efisiensi maka perusahaan perlu menambah jumlah CPO dalam memproduksi RBD Olein atau dengan kata lain perusahaan harus

meningkatkan kualitas dari CPO agar menghasilkan RBD Olein dalam jumlah

yang besar.

Untuk nilai produksi marjinal rata-rata dari CPO pada tahun 2008 adalah 1.32 dengan harga rata-rata CPO sebesar Rp.6,863.38 dan harga jual RBD Olein

sebesar Rp.9,730.89 (lampiran 9) atau rasio perbandingan nilai produk marjinalnya dengan biaya CPO lebih besar dari satu (1.32 > 1) artinya penggunaan CPO belum efisien dalam produksi RBD Olein. Hal ini disebabkan

meningkatnya permintaan RBD olein untuk ekspor dan lokal yang diikuti dengan

meningkatnya harga RBD Olein tetapi produksi Tandan Buah Segar kelapa sawit

tidak meningkat (tetap) baik dari perusahaan sendiri maupun dari pihak ketiga. Untuk mencapai tingkat efisiensi maka perusahaan perlu menambah jumlah CPO dalam memproduksi RBD Olein atau dengan kata lain perusahaan harus

meningkatkan kualitas dari CPO agar menghasilkan RBD Olein dalam jumlah


(40)

Untuk nilai produksi marjinal rata-rata dari CPO pada tahun 2006, 2007, dan 2008 adalah 2.44 dengan harga rata-rata CPO sebesar Rp.5,500.84 dan harga jual RBD Olein sebesar Rp.6,616.84 (lampiran10) atau rasio perbandingan nilai

produk marjinalnya dengan biaya CPO lebih besar dari satu (2.44 > 1) artinya penggunaan CPO belum efisien dalam produksi RBD Olein. Hal ini disebabkan

oleh beberapa faktor yaitu : meningkatnya permintaan RBD olein untuk ekspor

dan lokal yang diikuti dengan meningkatnya harga RBD Olein tetapi produksi

Tandan Buah Segar kelapa sawit tidak meningkat (tetap) baik dari perusahaan sendiri maupun dari pihak ketiga, adanya masa trek atau masa penurunan produksi Tandan Buah Segar kelapa sawit sehingga produksi CPO ikut menurun, rendahnya harga RBD Olein sebab diluar negeri RBD Olein adalah intermediate

product (produk setengah jadi) yang akan diolah menjadi minyak goreng. Untuk

mencapai tingkat efisiensi maka perusahaan perlu menambah jumlah CPO dalam memproduksi RBD Olein atau dengan kata lain perusahaan harus meningkatkan

kualitas dari CPO agar menghasilkan RBD Olein dalam jumlah yang besar.

Untuk nilai produksi marjinal rata-rata dari Bleaching Earth pada tahun

2006 adalah 159.17 dengan harga rata-rata Bleaching Earth sebesar Rp.2,765 dan

harga jual RBD Olein sebesar Rp.3,870.59 (lampiran 7) atau rasio perbandingan

nilai produk marjinalnya dengan biaya Bleaching Earth lebih besar dari satu

(159.17 > 1) artinya penggunaan Bleaching Earth belum efisien secara ekonomis

dalam produksi RBD Olein. Hal ini disebabkan penggunaan Bleaching Earth

tergantung dari penggunaan CPO yaitu sekitar 0.05%-1% dari 1 liter CPO yang diolah. Untuk mencapai tingkat efisiensi maka perusahaan perlu menambah jumlah Bleaching Earth dalam memproduksi RBD Olein .


(41)

Untuk nilai produksi marjinal rata-rata dari Bleaching Earth pada tahun

2007 adalah 182.14 dengan harga rata-rata Bleaching Earth sebesar Rp.3,350 dan

harga jual RBD Olein sebesar Rp.6,249.03 (lampiran 8) atau rasio perbandingan

nilai produk marjinalnya dengan biaya Bleaching Earth lebih besar dari satu (159.17 > 1) artinya penggunaan Bleaching Earth belum efisien secara ekonomis

dalam produksi RBD Olein. Hal ini disebabkan penggunaan Bleaching Earth

tergantung dari penggunaan CPO yaitu sekitar 0.05%-1% dari 1 liter CPO yang diolah. Untuk mencapai tingkat efisiensi maka perusahaan perlu menambah jumlah Bleaching Earth dalam memproduksi RBD Olein atau dengan kata lain

perusahaan harus meningkatkan jumlah CPO yang diolah.

Untuk nilai produksi marjinal rata-rata dari Bleaching Earth pada tahun

2008 adalah 452.86 dengan harga rata-rata Bleaching Earth sebesar Rp.4,000 dan

harga jual RBD Olein sebesar Rp.9,730.89 (lampiran 9) atau rasio perbandingan

nilai produk marjinalnya dengan biaya Bleaching Earth lebih besar dari satu (452.86 > 1) artinya penggunaan Bleaching Earth belum efisien secara ekonomis

dalam produksi RBD Olein. Hal ini disebabkan penggunaan Bleaching Earth

tergantung dari penggunaan CPO yaitu sekitar 0.05%-1% dari 1 liter CPO yang diolah dan harga dari Bleaching Earth yang cendrung naik setiap tahun. Untuk

mencapai tingkat efisiensi maka perusahaan perlu menambah jumlah Bleaching

Earth dalam memproduksi RBD Olein atau dengan kata lain perusahaan harus

meningkatkan jumlah CPO yang diolah.

Untuk nilai produksi marjinal rata-rata dari Bleaching Earth pada tahun

2006, 2007, dan 2008 adalah 264.72 dengan harga rata-rata Bleaching Earth


(42)

atau rasio perbandingan nilai produk marjinalnya dengan biaya Bleaching Earth lebih besar dari satu (264.72 > 1) artinya penggunaan Bleaching Earth belum

efisien secara ekonomis dalam produksi RBD Olein. Hal ini disebabkan

penggunaan Bleaching Earth tergantung dari penggunaan CPO yaitu sekitar

0.05%-1% dari 1 liter CPO yang diolah dan harga dari Bleaching Earth yang

cendrung naik setiap tahun. Untuk mencapai tingkat efisiensi maka perusahaan perlu menambah jumlah Bleaching Earth dalam memproduksi RBD Olein atau

dengan kata lain perusahaan harus meningkatkan jumlah CPO yang diolah.

Untuk nilai produksi marjinal rata-rata dari Phosporic Acid pada tahun

2006 adalah 1,112.01dengan harga rata-rata Phosporic Acid sebesar Rp.9,880 dan

harga jual RBD Olein sebesar Rp.3,870.59 (lampiran 7) atau rasio perbandingan

nilai produk marjinalnya dengan biaya Phosporic Acid lebih besar dari satu

(1,112.01 > 1) artinya penggunaan Phosporic Acid belum efisien secara ekonomis

dalam produksi RBD Olein. Hal ini disebabkan penggunaan Phosporic Acid

tergantung dari penggunaan CPO yaitu sekitar 0.05%-1% dari 1 liter CPO yang diolah. Untuk mencapai tingkat efisiensi maka perusahaan perlu menambah jumlah Phosporic Acid dalam memproduksi RBD Olein atau dengan kata lain

perusahaan harus meningkatkan jumlah CPO yang diolah.

Untuk nilai produksi marjinal rata-rata dari Phosporic Acid pada tahun

2007 adalah 974.81 dengan harga rata-rata Phosporic Acid sebesar Rp.10,680 dan

harga jual RBD Olein sebesar Rp.6,249.03 (lampiran 8) atau rasio perbandingan

nilai produk marjinalnya dengan biaya Bleaching Earth lebih besar dari satu (974.81 > 1) artinya penggunaan Phosporic Acid belum efisien secara ekonomis


(43)

tergantung dari penggunaan CPO yaitu sekitar 0.05%-1% dari 1 liter CPO yang diolah dan harga Phosporic Acid yang cendrung meningkat setiap tahun. Untuk

mencapai tingkat efisiensi maka perusahaan perlu menambah jumlah Phosporic

Acid dalam memproduksi RBD Olein atau dengan kata lain perusahaan harus

meningkatkan jumlah CPO yang diolah.

Untuk nilai produksi marjinal rata-rata dari Phosporic Acid pada tahun

2008 adalah 2,292.11dengan harga rata-rata Phosporic Acid sebesar Rp.11,500

dan harga jual RBD Olein sebesar Rp.9,730.89 (lampiran 9) atau rasio

perbandingan nilai produk marjinalnya dengan biaya Phosporic Acid lebih besar

dari satu (2,292 > 1) artinya penggunaan Phosporic Acid belum efisien secara

ekonomis dalam produksi RBD Olein. Hal ini disebabkan penggunaan Phosporic

Acid tergantung dari penggunaan CPO yaitu sekitar 0.05%-1% dari 1 liter CPO

yang diolah dan harga dari Phosporic Acid yang cendrung naik setiap tahun.

Untuk mencapai tingkat efisiensi maka perusahaan perlu menambah jumlah

Phosporic Acid dalam memproduksi RBD Olein atau dengan kata lain perusahaan

harus meningkatkan jumlah CPO yang diolah.

Untuk nilai produksi marjinal rata-rata dari Phosporic Acid pada tahun

2006, 2007, dan 2008 adalah 1,459.64 dengan harga rata-rata Phosporic Acid

sebesar Rp.10,686 dan harga jual RBD Olein sebesar Rp.6,616.84 (lampiran10)

atau rasio perbandingan nilai produk marjinalnya dengan biaya Phosporic Acid

lebih besar dari satu (1,459.64 > 1) artinya penggunaan Phosporic Acid belum

efisien secara ekonomis dalam produksi RBD Olein. Hal ini disebabkan

penggunaan Phosporic Acid tergantung dari penggunaan CPO yaitu sekitar


(44)

cendrung naik setiap tahun. Untuk mencapai tingkat efisiensi maka perusahaan perlu menambah jumlah Phosporic Acid dalam memproduksi RBD Olein atau

dengan kata lain perusahaan harus meningkatkan jumlah CPO yang diolah.

Untuk nilai produksi marjinal rata-rata dari Citric Acid pada tahun 2006

adalah 16,812.24 dengan harga rata-rata Citric Acid sebesar Rp.11,275 dan harga

jual RBD Olein sebesar Rp.3,870.59 (lampiran 7) atau rasio perbandingan nilai

produk marjinalnya dengan biaya Citric Acid lebih besar dari satu (16,812.24 > 1)

artinya penggunaan Citric Acid belum efisien secara ekonomis dalam produksi

RBD Olein. Hal ini disebabkan penggunaan Citric Acid tergantung dari

penggunaan CPO yaitu sekitar 0.001%-0.002% dari 1 liter CPO yang diolah. Untuk mencapai tingkat efisiensi maka perusahaan perlu menambah jumlah Citric

Acid dalam memproduksi RBD Olein atau dengan kata lain perusahaan harus

meningkatkan jumlah CPO yang diolah.

Untuk nilai produksi marjinal rata-rata dari Citric Acid pada tahun 2007

adalah 16,454.81 dengan harga rata-rata Citric Acid sebesar Rp.11,950 dan harga

jual RBD Olein sebesar Rp.6,249.03 (lampiran 8) atau rasio perbandingan nilai

produk marjinalnya dengan biaya Citric Acid lebih besar dari satu (16,454.81 > 1)

artinya penggunaan Citric Acid belum efisien secara ekonomis dalam produksi

RBD Olein. Hal ini disebabkan penggunaan Citric Acid tergantung dari

penggunaan CPO yaitu sekitar 0.05%-1% dari 1 liter CPO yang diolah dan harga

Citric Acid yang cendrung meningkat setiap tahun. Untuk mencapai tingkat

efisiensi maka perusahaan perlu menambah jumlah Citric Acid dalam

memproduksi RBD Olein atau dengan kata lain perusahaan harus meningkatkan


(45)

Untuk nilai produksi marjinal rata-rata dari Citric Acid pada tahun 2008

adalah 17,724.78 dengan harga rata-rata Citric Acid sebesar Rp.12,700 dan harga

jual RBD Olein sebesar Rp.9,730.89 (lampiran 9) atau rasio perbandingan nilai

produk marjinalnya dengan biaya Citric Acid lebih besar dari satu (17,724.78 > 1)

artinya penggunaan Citric Acid belum efisien secara ekonomis dalam produksi

RBD Olein. Hal ini disebabkan penggunaan Citric Acid tergantung dari

penggunaan CPO yaitu sekitar 0.05%-1% dari 1 liter CPO yang diolah dan harga

Citric Acid yang cendrung meningkat setiap tahun. Untuk mencapai tingkat efisiensi maka perusahaan perlu menambah jumlah Citric Acid dalam

memproduksi RBD Olein atau dengan kata lain perusahaan harus meningkatkan

jumlah CPO yang diolah.

Untuk nilai produksi marjinal rata-rata dari Citric Acid pada tahun 2006,

2007, dan 2008 adalah 16,997.28 dengan harga rata-rata Citric Acid sebesar

Rp.11,975 dan harga jual RBD Olein sebesar Rp.6,616.84 (lampiran10) atau rasio

perbandingan nilai produk marjinalnya dengan biaya Citric Acid lebih besar dari

satu (16,997.28 > 1) artinya penggunaan Citric Acid belum efisien secara

ekonomis dalam produksi RBD Olein. Hal ini disebabkan penggunaan Citric Acid

tergantung dari penggunaan CPO yaitu sekitar 0.05%-1% dari 1 liter CPO yang diolah dan harga dari Citric Acid yang cendrung naik setiap tahun. Untuk

mencapai tingkat efisiensi maka perusahaan perlu menambah jumlah Citric Acid

dalam memproduksi RBD Olein atau dengan kata lain perusahaan harus

meningkatkan jumlah CPO yang diolah.

Dengan demikian setelah melihat Nilai Produk Marjinal (NPM) dari CPO,


(46)

produksi RBD Olein dari PT. SATU belum efisien secara ekonomis. Hal ini dapat

dilihat dari rata-rata NPM CPO, NPM Bleaching Earth, NPM Phosporic Acid,

NPM Citric Acid yang nilainya tidak sama dan lebih besar dari satu (NPM CPO =

2.44 ; NPM Bleaching Earth = 264.72 ; NPM Phosporic Acid = 1,459.64 ; NPM

Citric Acid = 16,997.28)

Tingkat Efisiensi Ekonomis Dari PT. DUA

Untuk nilai produksi marjinal rata-rata dari CPO pada tahun 2006 adalah 0.75 dengan harga rata-rata CPO sebesar Rp.3,728.50 dan harga jual RBD Olein sebesar Rp.3,866.05 (lampiran 17) atau rasio perbandingan nilai

produk marjinalnya dengan biaya CPO lebih kecil dari satu (0.75 < 1) artinya penggunaan CPO tidak efisien secara ekonomis dalam produksi RBD Olein. Hal

ini disebabkan biaya CPO yang begitu tinggi dan harga jual RBD Olein yang

rendah. Untuk mencapai tingkat efisiensi maka perusahaan perlu mengurangi jumlah CPO dalam memproduksi RBD Olein ataumeningkatkan kualitas dari

CPO agar produksi dari RBD Olein meningkat.

Untuk nilai produksi marjinal rata-rata dari CPO pada tahun 2007 adalah 0.39 dengan harga rata-rata CPO sebesar Rp.5,910.64 dan harga jual RBD Olein

sebesar Rp.5,603.35 (lampiran 18) atau rasio perbandingan nilai produk marjinalnya dengan biaya CPO lebih kecil dari satu (0.39 < 1) artinya penggunaan CPO tidak efisien secara ekonomis dalam produksi RBD Olein. Hal ini

disebabkan biaya CPO yang begitu tinggi dan harga jual RBD Olein yang rendah.

Untuk mencapai tingkat efisiensi maka perusahaan perlu mengurangi jumlah CPO dalam memproduksi RBD Olein atau meningkatkan kualitas dari CPO agar


(47)

CPO pada tahun 2008 adalah 0.95 dengan harga rata-rata CPO sebesar Rp.6,863.38 dan harga jual RBD Olein sebesar Rp.7,907.49 (lampiran19) atau

rasio perbandingan nilai produk marjinalnya dengan biaya CPO lebih kecil dari satu (0.95 < 1) artinya penggunaan CPO tidak efisien secara ekonomis dalam produksi RBD Olein. Hal ini disebabkan biaya CPO yang begitu tinggi dan harga

jual RBD Olein yang rendah. Untuk mencapai tingkat efisiensi maka perusahaan

perlu mengurangi jumlah CPO dalam memproduksi RBD Olein atau

meningkatkan kualitas dari CPO agar produksi dari RBD Olein meningkat.

Untuk nilai produksi marjinal rata-rata dari CPO pada tahun 2006, 2007, dan 2008 adalah 0.71 dengan harga rata-rata CPO sebesar Rp.6,863.38 dan harga jual RBD Olein sebesar Rp.7,907.49 (lampiran 19) atau rasio perbandingan nilai

produk marjinalnya dengan biaya CPO lebih kecil dari satu (0.71 < 1) artinya penggunaan CPO tidak efisien secara ekonomis dalam produksi RBD Olein. Hal

ini disebabkan biaya CPO yang begitu tinggi dan harga jual RBD Olein yang

rendah sebab RBD Olein adalah minyak goreng curah berkualitas rendah. Untuk

mencapai tingkat efisiensi maka perusahaan perlu mengurangi jumlah CPO dalam memproduksi RBD Olein ataumeningkatkan kualitas dari CPO agar produksi dari

RBD Olein meningkat.

Untuk nilai produksi marjinal rata-rata dari Bleaching Earth pada tahun

2006 adalah 104.87 dengan harga rata-rata Bleaching Earth sebesar Rp.2,765 dan

harga jual RBD Olein sebesar Rp.3,866.05 (lampiran 17) atau rasio perbandingan

nilai produk marjinalnya dengan biaya Bleaching Earth lebih besar dari satu

(104.87 > 1) artinya penggunaan Bleaching Earth belum efisien secara ekonomis


(48)

tergantung dari penggunaan CPO yaitu sekitar 0.05%-1% dari 1 liter CPO yang diolah. Untuk mencapai tingkat efisiensi maka perusahaan perlu menambah jumlah Bleaching Earth dalam memproduksi RBD Olein .

Untuk nilai produksi marjinal rata-rata dari Bleaching Earth pada tahun

2007 adalah 68.55 dengan harga rata-rata Bleaching Earth sebesar Rp.3,350 dan

harga jual RBD Olein sebesar Rp.5,603.35 (lampiran 18) atau rasio perbandingan

nilai produk marjinalnya dengan biaya Bleaching Earth lebih besar dari satu

(68.55 > 1) artinya penggunaan Bleaching Earth belum efisien secara ekonomis

dalam produksi RBD Olein. Hal ini disebabkan penggunaan Bleaching Earth

tergantung dari penggunaan CPO yaitu sekitar 0.05%-1% dari 1 liter CPO yang diolah. Untuk mencapai tingkat efisiensi maka perusahaan perlu menambah jumlah Bleaching Earth dalam memproduksi RBD Olein .

Untuk nilai produksi marjinal rata-rata dari Bleaching Earth pada tahun

2008 adalah 148.27 dengan harga rata-rata Bleaching Earth sebesar Rp.4000 dan

harga jual RBD Olein sebesar Rp.7,907.49 (lampiran 19) atau rasio perbandingan

nilai produk marjinalnya dengan biaya Bleaching Earth lebih besar dari satu

(148.27 > 1) artinya penggunaan Bleaching Earth belum efisien secara ekonomis

dalam produksi RBD Olein. Hal ini disebabkan penggunaan Bleaching Earth

tergantung dari penggunaan CPO yaitu sekitar 0.05%-1% dari 1 liter CPO yang diolah. Untuk mencapai tingkat efisiensi maka perusahaan perlu menambah jumlah Bleaching Earth dalam memproduksi RBD Olein .

Untuk nilai produksi marjinal rata-rata dari Bleaching Earth pada tahun

2006, 2007, dan 2008 adalah 107.23 dengan harga rata-rata Bleaching Earth


(49)

atau rasio perbandingan nilai produk marjinalnya dengan biaya Bleaching Earth

lebih besar dari satu (107.23 > 1) artinya penggunaan Bleaching Earth belum

efisien secara ekonomis dalam produksi RBD Olein. Hal ini disebabkan

penggunaan Bleaching Earth tergantung dari penggunaan CPO yaitu sekitar

0.05%-1% dari 1 liter CPO yang diolah dan harga dari Bleaching Earth yang

selalu meningkat setiap tahun. Untuk mencapai tingkat efisiensi maka perusahaan perlu menambah jumlah Bleaching Earth dalam memproduksi RBD Olein .

Untuk nilai produksi marjinal rata-rata dari Phosporic Acid pada tahun

2006 adalah 733.69 dengan harga rata-rata Phosporic Acid sebesar Rp.9,880 dan

harga jual RBD Olein sebesar Rp.3,866.05 (lampiran 17) atau rasio perbandingan

nilai produk marjinalnya dengan biaya Phosporic Acid lebih besar dari satu

(733.69 > 1) artinya penggunaan Phosporic Acid belum efisien secara ekonomis

dalam produksi RBD Olein. Hal ini disebabkan penggunaan Phosporic Acid

tergantung dari penggunaan CPO yaitu sekitar 0.05%-1% dari 1 liter CPO yang diolah. Untuk mencapai tingkat efisiensi maka perusahaan perlu menambah jumlah Phosporic Acid dalam memproduksi RBD Olein.

Untuk nilai produksi marjinal rata-rata dari Phosporic Acid pada tahun

2007 adalah 943.09 dengan harga rata-rata Phosporic Acid sebesar Rp.10,680 dan

harga jual RBD Olein sebesar Rp.5,603.35 (lampiran 18) atau rasio perbandingan

nilai produk marjinalnya dengan biaya Phosporic Acid lebih besar dari satu

(943.09 > 1) artinya penggunaan Phosporic Acid belum efisien secara ekonomis

dalam produksi RBD Olein. Hal ini disebabkan penggunaan Phosporic Acid


(50)

diolah. Untuk mencapai tingkat efisiensi maka perusahaan perlu menambah jumlah Phosporic Acid dalam memproduksi RBD Olein.

Untuk nilai produksi marjinal rata-rata dari Phosporic Acid pada tahun

2008 adalah 1,289.27 dengan harga rata-rata Phosporic Acid sebesar Rp.11,500

dan harga jual RBD Olein sebesar Rp.7,907.49 (lampiran 19) atau rasio

perbandingan nilai produk marjinalnya dengan biaya Phosporic Acid lebih besar

dari satu (1,289.27 > 1) artinya penggunaan Phosporic Acid belum efisien secara

ekonomis dalam produksi RBD Olein. Hal ini disebabkan penggunaan Phosporic

Acid tergantung dari penggunaan CPO yaitu sekitar 0.05%-1% dari 1 liter CPO

yang diolah. Untuk mencapai tingkat efisiensi maka perusahaan perlu menambah jumlah Phosporic Acid dalam memproduksi RBD Olein.

Untuk nilai produksi marjinal rata-rata dari Phosporic Acid pada tahun

2006, 2007, dan 2008 adalah 988.68 dengan harga rata-rata Phosporic Acid

sebesar Rp.10,686.67 dan harga jual RBD Olein sebesar Rp.5,792.30 (lampiran

20) atau rasio perbandingan nilai produk marjinalnya dengan biaya Phosporic

Acid lebih besar dari satu (988.68 > 1) artinya penggunaan Phosporic Acid belum

efisien secara ekonomis dalam produksi RBD Olein. Hal ini disebabkan

penggunaan Phosporic Acid tergantung dari penggunaan CPO yaitu sekitar

0.05%-1% dari 1 liter CPO yang diolah. Untuk mencapai tingkat efisiensi maka perusahaan perlu menambah jumlah Phosporic Acid dalam memproduksi RBD

Olein.

Dengan demikian setelah melihat Nilai Produk Marjinal (NPM) dari CPO,

Bleaching Earth, dan Phosporic Acid maka dapat disimpulkan bahwa produksi RBD Olein dari PT. DUA belum efisien secara ekonomis untuk Bleaching Earth


(51)

(NPM Bleaching Earth = 107.23 > 1) dan Phosporic Acid (NPM Phosporic Acid

= 988.68 > 1)sedangkan untuk CPO tidak efisien secara ekonomis (NPM CPO = 0.71 < 1) . Hal ini dapat dilihat dari rata-rata NPM CPO, NPM Bleaching Earth,

NPM Phosporic Acid, NPM Citric Acid yang nilainya tidak sama dan lebih besar

atau lebih kecil dari satu.

Perbedaan Tingkat Efisiensi Ekonomis Produksi Minyak Goreng untuk NPM CPO Antara PT. SATU dan PT. DUA

Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat efisiensi PT. SATU dengan PT. DUA maka dapat dilihat pada tabel 3 dibawah ini.

Tabel 8. Hasil Uji Beda Dua Sampel Tidak Berhubungan Untuk Nilai Produk Marjinal CPO Antara PT. SATU dan PT. DUA

Independent Samples Test

3.793 .046 .968 70 .336 1.73528 1.79187 -1.83850 5.30905

.968 35.057 .339 1.73528 1.79187 -1.90220 5.37276

Equal variances assumed Equal variances not assumed NPM1 F Sig.

Levene's Test for Equality of Variances

t df Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error

Difference Lower Upper

95% Confidence Interval of the

Difference t-test for Equality of Means

Dari tabel Levene’s Test dapat dilihat nilai signifikasi F untuk Nilai

Produk Marjinal CPO sebesar 0.046. Karena nilai signifikasi 0.046 < 0.05 ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara varian antara PT. SATU dan PT. DUA (diasumsikan kedua varian berbeda).

Dari tabel T-test for quality of means dapat dilihat nilai signifikasi untuk

Nilai Produk Marjinal CPO sebesar 0.336. Karena nilai signifikasi 0.336 > 0.05 ini menunjukkun bahwa tidak terdapat perbedaan nilai rata-rata tingkat efisiensi


(52)

Perbedaan Tingkat Efisiensi Ekonomis Produksi Minyak Goreng untuk NPM Bleaching Earth Antara PT. SATU dan PT. DUA

Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat efisiensi PT. SATU dengan PT. DUA maka dapat dilihat pada tabel 3 dibawah ini.

Tabel 9. Hasil Uji Beda Dua Sampel Tidak Berhubungan Untuk Nilai Produk Marjinal Bleaching Earth Antara PT. SATU dan PT. DUA

Independent Samples Test

19.424 .000 1.983 70 .051 157.49611 79.41503 -.89217 315.88439

1.983 35.385 .055 157.49611 79.41503 -3.66233 318.65455

Equal variances assumed Equal variances not assumed NPM F Sig.

Levene's Test for Equality of Variances

t df Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error

Difference Lower Upper 95% Confidence Interval of the

Difference t-test for Equality of Means

Dari tabel Levene’s Test dapat dilihat nilai signifikasi F untuk Nilai

Produk Marjinal CPO sebesar 0.000. Karena nilai signifikasi 0.000 < 0.05 ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan varian antara PT. SATU dan PT. DUA (diasumsikan kedua varian berbeda).

Dari tabel T-test for quality of means dapat dilihat nilai signifikasi untuk

Nilai Produk Marjinal CPO sebesar 0.055. Karena nilai signifikasi 0.055 < 0.05 ini menunjukkun bahwa terdapat perbedaan nilai rata-rata tingkat efisiensi ekonomis untuk CPO antara PT. SATU dengan PT. DUA yaitu sebesar157.49. Nilai rata-rata efisiensiensi untuk PT. SATU sebesar 264.72 dan nilai rata-rata untuk PT. DUA sebesar 107.22. Dari sini dapat disimpulkan bahwa PT.DUA lebih efisien secara ekonomis dalam penggunaan Bleaching Earth daripada


(53)

Perbedaan Tingkat Efisiensi Ekonomis Produksi Minyak Goreng untuk NPM Bleaching Earth Antara PT. SATU dan PT. DUA

Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat efisiensi PT. SATU dengan PT. DUA maka dapat dilihat pada tabel 3 dibawah ini.

Tabel 10. Hasil Uji Beda Dua Sampel Tidak Berhubungan Untuk Nilai Produk Marjinal Phosporic Acid Antara PT. SATU dan PT. DUA

Independent Samples Test

25.638 .000 2.202 70 .031 470.95944 213.83961 44.46979 897.44910

2.202 37.898 .034 470.95944 213.83961 38.02534 903.89355 Equal variances assumed Equal variances not assumed NPM3 F Sig.

Levene's Test for Equality of Variances

t df Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error

Difference Lower Upper

95% Confidence Interval of the

Difference t-test for Equality of Means

Dari tabel Levene’s Test dapat dilihat nilai signifikasi F untuk Nilai

Produk Marjinal CPO sebesar 0.000. Karena nilai signifikasi 0.000 < 0.05 ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan varian antara PT. SATU dan PT. DUA (diasumsikan kedua varian berbeda).

Dari tabel T-test for quality of means dapat dilihat nilai signifikasi untuk

Nilai Produk Marjinal CPO sebesar 0.034. Karena nilai signifikasi 0.034 < 0.05 ini menunjukkun bahwa terdapat perbedaan nilai rata-rata tingkat efisiensi ekonomis untuk CPO antara PT. SATU dengan PT. DUA yaitu sebesar 470.95. Nilai rata-rata efisiensiensi untuk PT. SATU sebesar 1,459.64 dan nilai rata-rata untuk PT. DUA sebesar 988.68. Dari sini dapat disimpulkan bahwa PT.DUA lebih efisien secara ekonomis dalam penggunaan Phosporic Acid daripada


(54)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Sarana produksi yang diperlukan untuk memproduksi RBD Olein (minyak

goreng) adalah Crude Palm Oil (minyak sawit), Bleaching Earth,

Phosporic Acid, dan Citric Acid.

2. PT. SATU dalam memproduksi Olein (minyak goreng) belum efisien

secara ekonomis. Hal ini dapat dilihat dari Nilai Produk Marjinal CPO,

Bleaching Earth, Phosporic Acid, dan Citric Acid yang nilainya tidak sama dan lebih besar dari satu (NPM CPO = 2.44 ; NPM Bleaching Earth

= 264.72 ; NPM Phosporic Acid = 1,459.64 ; NPM Citric Acid =

16,997.28)

3. PT. DUA dalam memproduksi RBD OLein belum efisien secara ekonomis

untuk Bleaching Earth (NPM Bleaching Earth = 107.23 > 1) dan

Phosporic Acid (NPM Phosporic Acid = 988.68 > 1) sedangkan untuk

CPO tidak efisien secara ekonomis (NPM CPO = 0.71 < 1) . Hal ini dapat dilihat dari rata-rata NPM CPO, NPM Bleaching Earth, NPM Phosporic

Acid, NPM Citric Acid yang nilainya tidak sama dan lebih besar atau lebih

kecil dari satu.

4. Tidak terdapat perbedaan nilai rata-rata efisiensi ekonomis untuk penggunaan CPO antara PT.SATU dan PT.DUA. Tetapi terdapat perbedaan nilai rata-rata efisiensi ekonomis untuk penggunaan Bleaching

Earth dan Phosporic Acid antara PT.SATU dan PT. DUA. PT. DUA lebih


(55)

Acid daripada PT. SATU karena nilai rata-rata efisiensinya mendekati

satu.

Saran

Kepada perusahaan

Untuk meningkatkan kualitas dari CPO (Crude Palm Oil) agar RBD Olein

yang dihasilkan lebih banyak jumlahnya dan efisien dalam mengolah Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit menjadi CPO secara .

Untuk meningkatkan daya saing ekspor, perusahaan sebaiknya memproduksi RBD Olein dengan kadar RBD Stearin yang lebih rendah sehingga

RBD Olein yang dihasilkan mempunyai kualitas dan value added (nilai tambah)

yang tinggi.

Kepada pemerintah

Untuk mengontrol harga bahan kimia pembuat RBD Olein agar harganya

tidak terus naik sehingga biaya produksi dapat lebih murah dan harga RBD Olein


(56)

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peranan penting dalam perekonomian Indonesia khususnya dalam penyediaan bahan pangan minyak nabati, perolehan devisa, dan penyediaan lapangan kerja. Saat ini Indonesia merupakan negara produsen kelapa sawit terbesar di dunia dengan luas areal 6,78 juta ha dan produksi 17,37 juta ton CPO. Pada tahun 2007 total ekspor CPO Indonesia dan produk turunannya sebesar 11,8 juta ton dengan nilai US $ 7,8 milyar dan mampu menyerap tenaga kerja langsung sebesar 3,3 juta KK. Dengan demikian pengembangan kelapa sawit juga mendorong pengembangan wilayah (Deptan, 2008).

Salah satu wilayah yang memiliki luas areal perkebunan kelapa sawit yang tinggi di Indonesia adalah Provinsi Sumatera Utara. Dengan Luas areal 1.023.350 ha atau mencapai 15,71 persen dari total areal kelapa sawit di Indonesia dan produksi Crude Palm Oil (CPO) sebesar 21,33 persen dari total produsi CPO di

Indonesia, peranan Sumatera Utara cukup besar dalam pengembangan tanaman sawit nasional. (Antara, 2008).

Agroindustri yang berbahan baku kelapa sawit merupakan salah satu agroindustri yang penting karena dari pohon kelapa sawit dapat dikembangkan produk-produk turunan kelapa sawit yang memiliki nilai tambah tinggi. Produk-produk kelapa sawit antara lain : CPO, refinary (minyak goreng, stearine,

shortening, margarine, sabun, dan lainnya), oleochemical ( fatty acid, fatty

alcohol, fatty amine, glycerol, dan lainnya), dan biodiesel ( methyl ester ) (Antara,


(57)

Gambar 1. Beberapa Produk Turunan dari Minyak Kelapa Sawit (CPO)

Crude Palm Oil (CPO) merupakan komoditas turunan kelapa sawit yang

mempunyai nilai strategis karena merupakan bahan baku utama pembuatan minyak goreng. Sementara, minyak goreng adalah salah satu dari 9 kebutuhan pokok bangsa Indonesia. Minyak goreng atau dalam perdagangan disebut RBD (Refined, Bleached, Deodorized) Olein dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa memandang status sosial, ekonomi, dan politik (Iyung, 2007).

Melihat pentingnya peranan minyak goreng, maka kestabilan harga minyak goreng merupakan suatu hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah. Sebagai produk yang strategis, kenaikan harga minyak goreng dapat memicu berbagai masalah, yaitu: masalah ekonomi, sosial, dan politik. Kenaikan harga minyak goreng selama ini selalu dihubungkan dengan kenaikan harga CPO sebab 80 persen harga minyak goreng dipengaruhi oleh harga CPO.

Sementara itu, peningkatan harga minyak goreng yang terjadi di Indonesia sejak pertengahan Mei 2007 lalu disebabkan oleh kenaikan harga CPO

Minyak Kelapa Sawit (CPO)

RBD Stearin RBD Olein Fatty Acid

Margarine

Deterjen Sabun

Shortening

Minyak Goreng Minyak Salad

Oleochemical Fatty Aalcohol Fatty Amine Glycerol Methyl Ester


(58)

internasional dan perlemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika. Harga CPO yang tinggi menyebabkan produsen minyak goreng memilih untuk mengekspor CPO daripada memproduksi minyak goreng untuk pasar domestik. Hal ini juga dipicu oleh adanya ekspektasi dari produsen minyak goreng untuk mendapatkan hasil yang lebih dari perlemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika(Ariyani, 2007).

Peningkatan harga CPO internasional ini menyebabkan biaya produksi minyak goreng menjadi tinggi sebab 80 persen biaya produksi minyak goreng merupakan biaya untuk bahan baku CPO. Oleh sebab itu, Peningkatan harga minyak goreng tidak dapat dihindarkan (Mari, 2008).

Dengan berasumsi bahwa kenaikan harga minyak goreng sangat dipengaruhi oleh harga CPO maka pemerintah berusaha untuk menstabilkan harga minyak goreng dengan menetapkan berbagai kebijakan baik secara otoriter maupun partisipatif. Kebijakan otoriter tersebut antara lain : Operasi Pasar (OP) minyak goreng, Pajak Ekspor (PE) CPO , dan penerapan Domestic Market

Obligation (DMO). Kebijakan partisipatif tersebut antara lain : subsidi harga CPO

dan minyak goreng (Bambang, 2008).

Namun, kebijakan pemerintah tersebut ternyata belum mampu untuk menstabilkan harga minyak goreng. Kebijakan Operasi Pasar (OP) minyak goreng gagal sebab banyak perusahaan penghasil CPO tidak seluruhnya mendukung program stabilisasi harga yang diintruksikan pemerintah dalam negeri. Selain itu tidak adanya pengawasan yang ketat dari pemerintah terhadap pelaksanaan OP itu sendiri. Dan tidak adanya aturan-aturan baku dari mekanisme OP sehingga sangat


(59)

rawan adanya spekulan yang menampung seluruh minyak goreng untuk keperluan operasi pasar itu sendiri (Azmil, 2007).

Penerapan PE CPO dan Domestic Market Obligation (DMO) juga gagal

sebab kebijakan ini hanya bersifat jangka pendek terhadap kenaikan harga minyak goreng. Serta Penerapan subsidi harga CPO dan minyak goreng juga gagal sebab kebijakan ini hanya berdampak parsial pada kesejahteraan konsumen dengan penurunan harga tetapi secara total menurunkan kesejahteraan masyarakat dengan besarnya dana yang dikeluarkan (Drajat, 2007).

Kegagalan pemerintah dalam menstabilkan harga minyak goreng juga disebabkan pasar yang tidak kompetitif. Industri minyak goreng hanya dikuasai oleh beberapa perusahaan besar sehingga pasar yang terbentuk merupakan pasar oligopli. Pasar oligopoli ini menyebabkan produsen minyak goreng mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi harga minyak goreng di pasar. Meskipun pada akhir tahun 2008 harga CPO sebagai bahan baku pembuat minyak goreng telah turun tetapi harga minyak goreng tidak ikut turun (Mari, 2008).

Harga minyak goreng yang tetap tinggi ini disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang tidak dapat memperbaiki struktur pasar sehingga perusahaan minyak goreng menjual produknya dengan harga diatas biaya marjinal atau dengan kata lain perusahaan minyak goreng yang tidak efisien dapat terus berproduksi tanpa mengalami kerugian.

Harga minyak goreng yang tetap tinggi ini juga dipengaruhi oleh biaya produksi minyak goreng diluar CPO yang tidak ikut turun seperti : biaya tenaga kerja, biaya energi, biaya depresiasi mesin dan peralatan, biaya pengemasan, biaya transportasi dan sebagainya (PPKS, 1998).


(60)

Untuk memperkuat daya saing, produsen melakukan peningkatan produktivitas dan kualitas serta meningkatkan efisiensi dalam pengolahan sehingga biaya produksi per satuan hasil atau harga pokok produksi dapat ditekan. Dalam upaya penekanan, biaya harga pokok perlu diadakan pengkajian terhadap struktur biaya produksi untuk landasan efisiensi usaha. Efisiensi itu dapat dipandang dari 2 sisi, yaitu : efisiensi teknik dan efisiensi ekonomis (Iyung, 2007).

Untuk menguji apakah industri minyak goreng sudah efisien, maka perlu dilakukan Analisis efisiensi minyak goreng. Dalam hal ini Provinsi Sumatera Utara dipilih sebagai daerah penelitian sebab Sumatera utara merupakan salah satu daerah yang memiliki banyak perusahaan minyak goreng berbahan kelapa sawit di Indonesia.

1.1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut :

1. Sarana produksi (Input) apa saja yang dibutuhkan dalam memproduksi

minyak goreng?

2. Apakah perusahaan minyak goreng sudah efisien secara ekonomis dalam memproduksi minyak goreng?

3. Bagaimana perbedaan efisiensi ekonomis antara perusahaan yang berorientasi pasar lokal dengan perusahaan yang berorientasi pasar ekspor?


(61)

1.1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengidentifikasi Sarana produksi (Input) yang dibutuhkan dalam

memproduksi minyak goreng.

2. Untuk mengidentifikasi efisiensi ekonomis pada perusahaan minyak goreng.

3. Untuk mengidentifikasi perbandingan efisiensi ekonomis antara perusahaan yang berorientasi pada pasar lokal dengan perusahaan yang berorientasi pada pasar ekspor.

1.1. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi produsen / perusahaan minyak goreng dalam menjalankan usahanya.


(1)

Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan

Lampiran 8. Data Produksi TBS dan Pembelian TBS Pihak III PT. B 8a. Data Produksi TBS Kebun PT. B

No Bulan Tahun (TON)

2007 2008 2009

1 Januari 70 70 60

2 Februari 60 70 60

3 Maret 50 60 60

4 April 60 60 70

5 Mei 70 60 70

6 Juni 70 70 70

7 Juli 80 80 80

8 Agustus 80 80 80

9 September 90 90 90

10 Oktober 100 100 90

11 November 110 100 90

12 Desember 100 90 90

Sumber: PT. B

8b. Data Pembelian TBS Dari Pihak III

No Bulan Tahun (TON)

2007 2008 2009 1 Januari 10000 10000 9000

2 Februari 8500 8000 8000

3 Maret 8500 8000 8000

4 April 9000 8500 8000

5 Mei 10000 9000 9000

6 Juni 12000 10000 10000

7 Juli 13000 11000 11000

8 Agustus 14000 12000 12000 9 September 15000 13000 13000 10 Oktober 15000 14000 14000 11 November 15000 14000 13000 12 Desember 14000 13000 12000 Sumber: PT. B


(2)

Lampiran 9. Jumlah Produksi TBS, CPO dan RBD Olein PT. B

Bulan Produksi TBS (Kg) Produksi CPO (Kg) Produksi RBD Olein (Kg) Jan-07 10,070,000 1,900,000 77,231 Feb-07 8,070,000 1,650,000 79,547 Mar-07 8,060,000 1,650,000 81,234 Apr-07 8,560,000 1,720,000 78,143 May07 9,060,000 1,900,000 78,890 Jun-07 10,070,000 2,300,000 79,882 Jul-07 11,080,000 2,490,000 82,034 Aug07 12,080,000 2,675,000 79,666 Sep-07 13,090,000 3,020,000 78,332 Oct-07 14,100,000 3,020,000 76,326 Nov07 14,100,000 3,020,000 78,723 Dec-07 13,090,000 2,820,000 79,992 Jan-08 9,060,000 1,900,000 145,650 Feb-08 8,060,000 1,530,000 152,422 Mar-08 8,060,000 1,530,000 151,032 Apr-08 8,070,000 1,630,000 148,750 May08 9,070,000 1,720,000 152,423 Jun-08 10,070,000 1,900,000 153,321 Jul-08 11,080,000 2,100,000 150,891 Aug08 12,080,000 2,290,000 152,772 Sep-08 13,090,000 2,490,000 153,476 Oct-08 14,090,000 2,820,000 138,561 Nov08 13,090,000 2,820,000 138,872 Dec-08 12,090,000 2,490,000 146,830 Jan-09 10,070,000 1,900,000 77,231 Feb-09 8,070,000 1,650,000 79,547 Mar-09 8,060,000 1,650,000 81,234 Apr-09 8,560,000 1,720,000 78,143 May09 9,060,000 1,900,000 78,890 Jun-09 10,070,000 2,300,000 79,882 Jul-09 11,080,000 2,490,000 82,034 Sumber PT. B

Lampiran 10 Data Randemen Kebun Sendiri dan Pihak III PT. B 10a. Data Randemen TBS ke CPO Kebun PT. B

No Bulan Tahun (%)

2007 2008 2009

1 Januari 20% 20% 20%

2 Ferbruari 19,5% 20% 20%


(3)

4 April 20% 20% 20%

5 Mei 20% 20% 20%

6 Juni 20% 20% 20%

7 Juli 20% 20% 20%

8 Agustus 20% 20% 20%

9 September 21% 20% 20%

10 Oktober 21% 21% 21%

11 November 21% 21% 21%

12 Desember 20% 21% 21%

Sumber: PT. B

10b. Data Randemen TBS ke CPO Pihak III (Petani Plasma)

No Bulan Tahun (%)

2007 2008 2009

1 Januari 19% 19% 19%

2 Ferbruari 19% 19% 19%

3 Maret 19% 19% 19%

4 April 19% 19% 19%

5 Mei 19% 19% 19%

6 Juni 19% 19% 19%

7 Juli 19% 19% 19%

8 Agustus 19% 19% 19%

9 September 20% 19% 20%

10 Oktober 20% 20% 20%

11 November 20% 20% 20%

12 Desember 20% 19% 19%

Sumber: PT. B

Lampiran 11. Data Perbandingan Harga RBD Olein Domestik dan Produksi RBD Olein PT. B

Bulan Harga RBD Olein Domestik (Rp/Kg)

Produksi RBD Olein PT. B (Kg)

Jan-07 5,013 77,231

Feb-07 4,978 79,547

Mar-07 5,000 81,234

Apr-07 5,688 78,143

May07 5,638 78,890

Jun-07 5,689 79,882

Jul-07 5,651 82,034

Aug07 5,839 79,666

Sep-07 5,898 78,332

Oct-07 5,910 76,326

Nov07 5,938 78,723


(4)

Jan-08 6,000 145,650

Feb-08 9,293 152,422

Mar-08 8,439 151,032

Apr-08 8,483 148,750

May08 8,500 152,423

Jun-08 8,500 153,321

Jul-08 8,500 150,891

Aug08 8,500 152,772

Sep-08 7,870 153,476

Oct-08 7,500 138,561

Nov08 7,500 138,872

Dec-08 5,805 146,830

Sumber: PT. B dan Disperindag

Lampiran 12. Harga CPO Internasional

Bulan 2006 (USD/Ton) 2007(USD/Ton) 2008(USD/Ton)

Januari 422 595 1059

Februari 442 603 1160

Maret 437 620 1249

April 434 708 1174

Mei 440 769 1193

Juni 440 798 1209

Juli 471 807 1118

Agustus 511 818 916

September 497 823 770

Oktober 505 877 631

November 542 952 627

Desember 583 950 542


(5)

Lampiran 13. Jumlah Produksi CPO diolah Perusahaan A

Bulan 2006 (Kg) 2007(Kg) 2008(Kg) Januari 9,872,377 10,101,081 8,869,987

Februari 9,154,752 9,123,292 9,165,398 Maret 10,382,343 10,353,982 10,103,394 April 9,859,628 10,061,224 7,595,075 Mei 10,332,735 10,251,128 9,996,663 Juni 7,807,372 10,387,994 9,515,010 Juli 8,805,147 9,497,009 8,285,172 Agustus 10,282,914 9,826,498 9,088,859 September 9,951,661 9,830,648 9,542,577 Oktober 7,728,439 6,899,244 5,155,378 November 7,742,163 10,033,956 4,384,375 Desember 9,723,108 10,356,786 6,658,026 Sumber: Perusahaan A

Lampiran 14. Data perbandingan harga RBD Olein Domestik dan RBD Olein Internasional Perusahaan A

Bulan Harga RBD Olein Domestik (Rp/Kg)

Harga RBD Olein Ekspor (Kg)

Jan-07 4602.91 7643

Feb-07 4654.50 9293

Mar-07 4851.81 8439

Apr-07 5442.72 8483

May-07 5873.56 8534

Jun-07 6229.94 8764


(6)

Aug-07 6339.27 8500

Sep-07 6332.35 7870

Oct-07 6432.91 8645

Nov-07 7093.15 7500

Dec-07 7152.89 8786

Jan-08 7664.47 12875

Feb-08 8562.90 12874

Mar-08 8687.33 13874

Apr-08 8222.08 13546

May-08 8952.27 12364

Jun-08 8678.43 13645

Jul-08 8070.71 13274

Aug-08 6286.74 12647

Sep-08 5316.47 12983

Oct-08 3096.45 11612

Nov-08 4164.45 14432

Dec-08 4658.23 12569

Jan-09 4602.91 7643

Feb-09 4654.50 9293

Mar-09 4851.81 8439

Apr-09 5442.72 8483

May-09 5873.56 8534

Jun-09 6229.94 8764

Jul-09 6079.81 8564