kegiatan membaca dan memahami teks sastra. Kode pokok yang harus dipahami dalam membaca karya sastra adalah kode bersastra yang tidak menghubungkan
makna kata dan kalimat dengan keadaan atau peristiwa di dunia nyata. Dalam kode sastra ini pemberian makna dari pembaca menuntut semacam kreativitas
yang membawa keluar kemampuan bahasanya sehari-hari.
Kode sastra yaitu menjelaskan isi teks yang dikaitkan dengan unsur-unsur sastra. Dengan kata lain bahwa kode sastra memaparkan estetika sastra. Kode
sastra tidak seperti kode bahasa yang bisa dipahami secara langsung. Di dalam menganalisis kode sastra, harus bisa berimajinasi dan membayangkan apa yang
dibayangkan oleh pengarang. Kode sastra masih berhubungan dengan rasa keindahan dalam memaknai suatu karya sastra. Keindahan adalah bagian dan
wilayah pengalaman manusiawi. Namun demikian, dalam pemikiran filsafat, gejala keindahan juga merupakan salah satu paradoks terbesar.
Di dalam Serat Dharma Sasana harus diketahui kode tembang Jawa, sehingga dapat memberi makna yang sebenarnya. Kode sastra merupakan sistem
yang cukup ruwet dan sering kali bersifat hirarki dengan banyak macam variasi,sehingga dalam pemberian makna melalui kode sastra pembaca harus
benar-benar bisa berimajinasi dan membayangkan apa yang dibayangkan pengarang dan masih berkaitan dengan estetika atau keindahan.
2.2.5.3 Kode Budaya
Kode budaya adalah pemahaman terhadap latar kehidupan, konteks, dan sistem sosial budaya. Kelahiran karya sastra diprakondisikan oleh kehidupan
sosial budaya pengarangnya. Karena itu, sikap dan pandangan pengarang dalam
karyanya mencerminkan kehidupan sosial budaya masyarakatnya. Sejalan dengan itu, Pradopo 2001: 55-56, menyatakan bahwa karya sastra sebagai tanda terikat
pada konvensi masyarakatnya, karena merupakan cermin realitas budaya masyarakat yang menjadi modelnya. Pemhaman sebuah karya sastra tidak
mungkin tanpa pengetahuan, sedikit banyaknya, mengenai kebudayaan yang melatarbelakangi karya sastra tersebut dan tidak langsung terungkap dalam sistem
tanda bahasanya. Kode budaya menjelaskan isi teks yang dikaitkan dengan keberadaan
kebudayaan yang ada pada saat karya sastra itu dibuat. Misalnya jika dalam suatu cerita yang ada pada masa kerajaan, tentu akan berbeda dengan cerita pada masa
sekarang. Menganalisis kode budaya membutuhkan pemahaman tentang kebudayaan-kebudayaan yang menyelimuti cerita. Sebuah contoh yang diambil
dari Serat Wedhatama berikut ini. Mingkar-mingkuring angkara, Akarana karenan mardi siwi, sinawung resmining
kidung, sinuba sinukarta, mrih kretarta pakartining ngelmu luhung, kang tumrap neng tanah Jawa, agama agaming Aji
Terjemahan : Menjauhkan diri dan menyingkiri sifat-sifat mementingkan kepentingan pribadi. Sebabnya ialah karena ingin memperoleh kepuasan dari hasil
mendidik anak. Yang dirangkai dalam sebuah kidung yang mengasyikkan; digubah dengan baik dan seindah mungkin. Tujuannya ialah agar supaya budi
pekerti yang berlandaskan ilmu yang tinggi dan mulia diterapkan di Pulau Jawa; yakni : agama, yang menjadi pegangan raja dapat terlaksana sebaik-baiknya.
sumber : Teeuw, Membaca dan Menilai Sastra, 1983
Walaupun bahasa Jawa kutipan ini masih cukup jelas bagi manusia Jawa yang terdidik, namun dikehendaki pengetahuan kode budaya Jawa, secara implisit
ataupun eksplisit untuk sungguh-sungguh dapat dipahami oleh manusia modern. Konsep-konsep seperti ngelmu luhung, angkara serta tugas fungsi pendidikan,
peranan orang tua dan kedudukan sang raja hanya memperoleh maknanya yang tepat dalam rangka kebudayaan Jawa tradisional.
2.3 Kerangka Berfikir