pencuri merupakan kemauan dari semua masyarakat karna mencuri pelanggaran hukum yang berat seharusnya ditaati oleh setiap individu dalam masyarakat.
L. Pembentukan Hukum : 1 Penemuan Hukum oleh Hakim : Hakim dalam melaksanakan
tugas dipengadilan dapat menemukan dan memulai keputusannya merupakan pembentuk hukum. Hal ini dimaksudkan supaya pencari keadilan dipeangadilan terhadap suatau
perkara dapat memperoleh pastian hukum.Jika sesuatu peraturan dalam keputusan hakim selalu diikuti dan dipedomani oleh para hakim berikutnya terhadap suatu pertanyaan
hukum yang tertentu, telah terbentuk yurisprudenti yang tetap, mka peraturan hukum tersebut merupakan hukum objektif. Dalam pembentukan hukum oleh hakim mempunyai
beberapa aliran yaitu : a Aliran Legisme : Satu-satunya sumber hukum adalah undang- undang dan bahwa diluar undang-undang tidak ada hukum. Aliran ini menunjukkan
kekurangannya yaitu bahwa permasalahan-permasalahan hukum yang timbul kemudian tidak dapat dipecahkan oleh undang-undang yang telah dibentu. b Aliran Freie
rechtlsehre : Merupakan aliran bebas yang hukumnya tidak dibuat oleh undang-undang, maka hakim dalam Freie rechtlsehre bebas menemukan atau menciptakan hukum dengan
melaksanakan undang-undang atau tidak. c Aliran Rechtsvinding Penemuan hukum : Merupakan hukum terdapat dalam undang-undang yang diselaraskan dengan hukum yang
ada didalam masyarakat. 2 Perbedaan Putusan dan Peraturan : a Keputusan : Besifat individual dan konkret, pengujiannya melalui gugatan diperadilan tata usaha Negara,
bersifat sekali-selesai, Contoh : Vonis hukuman mati kepada teroris. b Peraturan : Bersifat umum dan abstrak, pengujiannya untuk peraturan dibawah undang-undang ke
MA, sedangkan untuk undang-undang dibawa ke MK, selalu berlaku terus-menerus, Contoh : Peraturan Pemrintah mengenai pelaksaan kegiatan usaha pertambangan mineral
dan batubara. 3 Penafsiran hukum dan Macam-macamnya : Mencari dan menetapkan pengertian atas dalil-dalil yang tercantum dalam undang-undang sesuai dengan
dikehendaki serta yang dimaksud oleh pembuat undang-undang, Penafsiran atau Interpretasi ini yaitu metode penemuan hukum dalam hal peraturannya ada tetapi tiodak
jelas untuk diterapkan pada peristiwanya. Interpretasi ini dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu: 1 Gramatikal, yaitu penafsiran menurut bahasa sehari-hari
biasanya dalam penafsiran secara gramatikal diminta ahli bahasa sebagai nara sumber. Contoh : Istilah “menggelapkan” dalam pasal 41 KUHP sering ditafsirkan sebagai
menghilangkan. 2 Historis, yaitu penafsiran berdasarkan sejarah hukum menyelidiki asal peraturan perundang-undangan dari suatu system hukum yang dulu pernah berlaku dan
sekarang tidak berlaku lagi atau asal-usul peraturan itu dari system hukum lain yang masih berlaku dinegara lain. Contoh : KUHP yang dikodifikasikan pada tahun 1848 di
Hindia Belanda menurut sejarahnya mengikuti code civil Perancis dan di Belanda di kodifikasikan pada tahun 1838. 3 Sistematis yaitu penafsiran undang-undang sebagai
bagian dari keseluruhan system perundang-undangan. Dengan cara menghubungkan dengan undang-undang lain . dngan metode ini hendak dikatan bahwa dalam penafsiran
undang-undang tidak boleh menyimpang dari system perundang-undangan. Contoh : Apabila hendak mengetahui sifat pengakuan anak yang dilahirkan diluar perkawinan
orangtuanya, tidak cukup hanya mencari ketentuan-ketentuan didalam KUHP saja melainkan harus dihubungkan juga dengan pasal 278 KUHP. 4 Teleologis, yaitu
penafsiran menurut makna atau tujuan masyarakat, menurut Soerjono Soekanto dkk menjelaskan bahwa Interpretasi teologis yaitu menafsirkan undang-undang dengan
menyelidiki maksud dan tujuan dibuatkannya undang-undang tersebut. Contoh : Didaerah suku Dayak di Kalimantan, tanah dianggap seperti ibu yang dapat dimiliki oleh
setiap orang dan harus diajagadirawat layaknya menjaga seorang ibu. Dalam hal ini hakim harus menserasikan pandangan sosial kemasyarakatannya dengan UU No. 5 Tahun
1960 tentang pokok-pokok Agraria. 5 Perbandingan Hukum, yaitu penafsiran dengan
6
cara membandingkan dengan kaedah hukum ditempat lain, biasanya metode ini diterapkan dalam perjanjian Internasional. Contoh : Perjanjian Negara Uni Eropa dapat
ditiru oleh Negara –negara lain dengan melihat konteks tujuan dan makna dari didirikannya organisasi Internasional itu sendiri serta melaksanakan kerja sama dengan
organisasi internasional itu dengan mematuhi hukum-hukum yang sudah di tentukan. 6 Futuristis, yaitu penafsiran antisipatif yang berpedoman pada undang-undang yang belum
mempunyai kekuatan hukum.. Contoh : pada saat undang-undang tentang pemnberantasan tindak subversi yang pada saat itu dibahas di DPR akan mencabut
berlakunya undang-undang tersebut, maka jaksa berdasarkan interpretasi futuristic, menghentikan penuntutan terhadap orang di sidik berdasarkan undang-undang
pemberantasan tindak pidana subversi. 7 Otentik, yaitu penafsiran yang resmi yang diberikan oleh pembuat undang-undang tentang arti kata-kata yang digunakan dalam
undang-undang tersebut. Contoh : Pasal 97 KUHP dimaksud dengan “sehari” adalah masa yang lamanya 24 jam.,“sebulan” adalah masa yang lamanya 30 hari. 8 Ekstensif,
yaitu penafsiran dengan cara memperluas arti kata-kata yang terdapat dalam undang- undang seingga suatu peristiwa dapat dimasukkan kedalamnya. Contoh : Bahwa
Yurisprudensi di Belanda “menyambung” atau “menyadap” aliran listrik dapat dikenakan pasal 362 KUHP artinya Yurisprudensi memperluas pengertian unsure barang dalam pasal
362 KUHP. 9 Restriktif, yaitu penafsiran membatasimemepersempit maksud suatu pasal dalam undang-undang. Contoh : Putusan Hoge Road Belanda tentang kasus Per Kereta
Api “Linden Baum” bahwa kerugian yang dimaksud pasal 1365 KUHPerdata juga termasuk kerugian immateril yaitu pejalan kaki harus bersikap hati-hati sehingga pejalan
kaki juga harus menanggung tuntutan ganti rugi separuhnya orang yang dirugikan juga ada kesalahannya. 10 Analogi, yaitu memberi penafsiran pada suatu peraturan hukum
dengan member kias pada kata-kata dalam peraturan tersebut sesuai dengan asas hukumnya sehingga suatu peristiwa yang sebenarnya tidak termasuk kedalamnya
dianggap sesuai denga bunyi peraturan tersebut. Contoh : “meminjam” sandal tanpa izin sama dengan “mencuri” sandal. 11 Argumnentus a contrario yaitu suatu penafsiran yang
mmeberikan perlawan pengertian antara peristiwa konkrit yang dihadapi dengan peristiwa yang diatur dalam undang-undang. Contoh : pasal 34 KUHPerdata menyatakan bahwa
seorang perempuan tidak dibenarkan menikah lagi sebelum lewat suatu jangka waktu tertentu yaitu 300 hari sejak perceraian dengan suaminya. Berdasarkan penafsiran
argumentus a contrario maka ketentuan tersebut tidak berlaku bagi lelakipria.
M. Subjek Hukum : Subjek hukum adalah sesuatu yang menurut hukum berhakberwenang