11
BAB II PENGELOLAAN KASUS
A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengann Masalah kebutuhan Dasar
Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang pertama yang diterakan oleh Maslow. Oksigenasi diperlukan guna kelangsungan metabolisme
sel-sel dalam tubuh dalam upaya mempertahankan eksistensinya. Apabila tubuh kekurangan oksigen dalam jangka waktu tertentu akan berdampak pada kerusakan
otak, organ vital lainnya bahkan sampai menuju pada kematian. Dalam proses oksigenasi tentunya memerlukan organ-organ pernafasan
yang baik dan sehat guna mendapatkan pola nafas yang baik. Terjadinya masalah pada organ pernafasan tentu akan membuat ketidakadekutan kadar oksigen yang
diperlukan dalam tubuh. Jika hal ini terjadi berbagai upaya pun dilakukan agar pemenuhan oksigenasi tetap tercukupi. Untuk itu dalam konsep ini perawat perlu
memahaminya secara mendalam.
1. Pengkajian
Pengkajian fisik yang akurat terhadap toraks dan paru-paru membutuhkan pembahasan fungsi ventilasi dan respirasi dari paru-paru. Jika paru-paru terserang
penyakit, sistem tubuh lainnya akan menunjukkan adanya perubahan. Sebagai contoh, penurunan oksigenasi dapat menyebabkan perubahan pada kewaspadaan
mental karena sensitivitas otak terhadap penurunan kadar oksigen. Perawat yang waspada menggunakan data dari semua sistem tubuh untuk menentukan sifat
perubahan pulmoner. Sebelum mengkaji thoraks dan paru-paru perawat harus mengetahui garis
batas dada. Garis batas ini membantu perawat melokalisasi temuan dan menggunakan keterampilan pengkajian dengan benar. Sebagai contoh, dengan
mengetahui posisi organ dibawahnya dalam kaitannya dengan garis batas dada tersebut, perawat dapat mengantisipasi dimana ia harus memperkusi atau
mengauskultasi dinding dada. Puting pasien, sudut Louis, takik suprastenal, sudut kostal, klavikula dan vertebra merupakan garis batas kunci yang memberikan
Universitas Sumatera Utara
12
serangkaian garis imajinas untuk identifikasi tanda. Paru-paru dan thoraks dikaji secara posterior, lateral anterior, dengan perawatan menggunakan garis batas
untuk mencatat hasil yang ditemukan. Selama pengkajian perawat harus mengingat gambaran tentang lokasi
lobus paru dan posisi setiap rusak. Mencari lokasi setiap tulang rusuk merupakan hal yang penting dalam memvisualisasikan lobus paru yang sedang dikaji. Untuk
memulainya perawat mencari sudut Loius dipertemuan manubriosternal. Sudut tersebut merupakan angulasi sternum yang dilihat dan dipalpasi dan titik dimana
tulang iga kedua bersambungan dengan sternum. Perawat menghitung jumlah iga dan ruang interkostal dari titik ini. Jumlah setiap ruang interkostal berkaitan
dengan iga yang berada di atasnya. Prosesus spinosus dari vertebra thoraks ketiga dan iga keempat, kelima dan keenam membantu melokalisasi lobus paru dari
samping. Lobus bawah terprojeksi secara lateral dan anterior. Ujung posterior atau tepi dalam scapula terdapat kira-kira setinggi tulang iga ketujuh. Setelah
mengidentifikasi iga ketujuh pemeriksa dapat menghitung ke atas untuk mencari vertebra thoraks ketiga dan mensejajarkan dengan tepi dalam scapula untuk
melokalisasi lobus posterior. Pemeriksaan paru dan thoraks mengharuskan pasien membuka pakaian
sampai ke pinggang. Pencahayaan yang baik merupakan hal yang sangat penting. Perawat harus mengkaji pasien yang beresiko mengalami masalah pulmoner,
seperti pasien tirah baring atau nyeri dada yang tidak dapat mengekpansikan parunya secara penuh. Pemeriksaan dimulai dengan pasien duduk untuk
pengkajian dada posterior dan lateral. Untuk pengkajian dada anterior pasien duduk atau berbaring.
Perawat terlebih dahulu menginspeksi bentuk dan kesimetrisan dada pasien dari belakang dan depan. Catat diameter anteroposteriornya. Bentuk atau
postur dapat mengubah gerakan ventilasi secara signifikan. Normalnya kontur dada simetris dengan diameter anteroposteriornya 13 sampai ½ diameter
transversal atau dari samping ke samping. Penuaan dan penyakit kronik dicirikan dengan dengan dada bentuk tong diameter anterposterior sama dengan diameter
transversal. Bayi memiliki bantuk dada yang hampir bulat, kontur abnormal
Universitas Sumatera Utara
13
disebabkan oleh perubahan congenital atau postural. Pasien dapat memperoleh postur tersebut dengan bersandar ke meja atau membelat sisi dada akibat adanya
masalah pernafasan. Membelat atau memegang sisi dada terjadi akibat adanya nyeri lokal yang menyebabkan pasien harus membungkuk ke arah sisi yang sakit.
Postur sepert ini menggangu gerakan ventilasi. Sambil berdiri diposisi garis tengah di belakang pasien, perawat mencatat
adanya deformitas , posisi spinal, landaian iga, retraksi ruang interkostal selama inspirasi dan penonjolan ruang interkostal selama ekspirasi. Scapula normalnya
simetris dan terikat erat dengan dinding thoraks. Spinal normal lurus tanpa adanya deviasi lateral. Secara posterior, iga cenderung melandai melintang atau ke bawah.
Normalnya tidak ditemukan adanya penonjolan atau gerakan aktif di dalam ruang interkostal selama bernafas. Penonjolan mengidentifikasi bahwa pasien
menggunakan upaya yang besar untuk bernafas. Perawat dapat juga menginspeksi thoraks posterior untuk menentukan
kecepatan dan irama pernafasan. Thoraks diobservasi secara keseluruhan. Seluruh thoraks normalnya berekspansi dan rileks secara teratur dengan gerakan yang
seimbang. Pada orang dewasa sehat frekuensi pernafasan normal bervariasi dari 12 smpai 20 kali pernafasan per menit.
Palpasi thoraks posterior mengkaji lebih jauh karakteristik dan mengkonfirmasi atau menambah hasil pengkajian. Otot dan rangka thoraks
dipalpasi untuk adanya benjolan, massa, pulsasi dan gerakan yang tidak wajar. Jika terdapat nyeri atau nyeri tekan, perawat tidsak boleh melakukan palpasi
dalam. Fragmen iga yang patah dapat tergesar kearah organ vital. Normalnya dinding dada tidak nyeri tekan. Jika terdapat kecurigaan adanya massa atau
terdektesi adanya pembengkakan, lakukan palpasi ringan untuk menentukan ukuran, bentuk dan kualitas khusus dari lesi. Untuk mengukur ekskursi dada atau
kedalaman pernafasan, perawat berdiri di belakang pasien dan menempatkan ibu jari di sepanjang prosesus spinalis pada iga kesepuluh, dengan telapak tangan
sedikit menyentuh permukaan posterolateral. Ibu jari perawat harus berjarak 5 cm mengarah ke spinal dan jari jari lainnya mengarah ke samping. Tangan men garah
ke spinal sehingga terbentuk lipatan kulit kecil di antara ibu jari. Perawat tidak
Universitas Sumatera Utara
14
menggeserkan tangannya di atas kulit. Perawat menginstruksikan pasien untuk menarik nafas dalam setelah ekshalasi. Perawat mencatat gerakan ibu jari.
Ekskursi dada harus simetrik, memisahkan kedua ibu jari 3 samapi 5 cm. penurunan ekskursi dada dapat disebabkan oleh nyeri, deformitas postural atau
keletihan. Pada lansia, gerakan dada menurun karena klasifikasi kartilago kostal dan atrofi otot-otot pernafsan. Ketika berbicara suara yang ditimbulkan oleh korda
vocal ditransmisikan melalui paru ke dinding dada. Gelombang suara menciptakan getaran yang dapat dipalpasi secara eksternal. Vibrasi ini disebut
fremitus vocal atau taktil. Akumulasi mucus, kolaps jaringan paru atau tanda adanya lesi paru dapat menghambat vibrasi tersebut mencapai dinding dada.
Untuk mempalpasi adanya fremitus taktil, perawat meletakkan bola atau telapak tangan bawah di atas ruang interkostal simetrik, dimulai pada aspek paru.
Sentuhan ringan yang tegas merupakan yang terbaik. Perawat meminta pasien untuk mengulangi kata-kata sembilan-sembilan atau satu-satu-satu. Normalnya
terdapat vibrasi redup pada saat pasien berbicara. Bandingkan kedua sisi thoraks, bergerak dari atas kebawah. Gunakan hanya satu tangan untuk memastikan
keakuratan. Jika fremitus redup mungkin pasien harus berbicara lebih keras dengan nada suara yang lebih rendah. Fremitus simetris merupakan hal yang
normal. Vibrasi paling kuat teras dibagian atas di dekat bifurkasi trakea. Perkusi dinding dada merupakan teknik pengkajian yang sulit dilakukan
untuk menentukan apakah jaringan paru dibawahnya terisi udara, cairan atau padat. Perkusi hanya mencapai 5 sampai 7 cm ke dalam dinding dada dan oleh
karena itu tidak dapat mendeteksi adanya lesi dalam. Pasien melipat lengan ke depan dada dan kepala membungkuk ke depan. Posisi ini memisahkan scapula
lebih jauh lagi untuk memajankan lebih banyak bagian paru untuk pengkajian. Dengan teknik tidak langsung, perawat memperkusi interkostal di atas area
simetris dari paru. Auskultasi mengkaji gerakan udara melewati pohon trakeobronkial dan
mendeteksi mucus atau jalan nafas yang terobstruksi. Normalnya udara mengalir melewati jalan nafas dengan pola yang tidak terobstruksi. Dengan mengetahui
Universitas Sumatera Utara
15
bunyi yang diciptakan oleh aliran udara abnormal memungkinkan perawat mendeteksi bunyi-bunyi yang disebabkan oleh obstruksi.
Pada orang dewasa, diafragma stetoskop ditempatkan pada kulit, di atas dinding dada posterior antara iga. Pasien duduk tegak bila mungkin dan melipat
lengan di depan dada dan kepala tetap menunduk ke depan sambil menarik nafas dalam secara perlahan dengan mulut sedikit terbuka. Perawat mendengar seluruh
seluruh inspirasi dan ekspirasi pada setiap posisi dengan stetoskop. Jika bunyi terdengar redup, seperti pada pasien obesitas, pasien harus menarik nafas lebih
lebih kuat. Pola sistematik harus digunakan pada saat membandingkan sisi kanan dan
kiri. Peserta didik yang tidak berpengalaman mencoba mengauskultasi seluruh sisi kiri dan kemudian ke sisi kanan. Hal tersebut tidak benar. Pemeriksa
membandingkan bunyi paru pada satu region di satu sisi tubuh dengan bunyi di regioa yang sama di sisi yang berlawanan. Tidak mungkin perawat dapat
mengingat semua kualitas bunyi yang terdengar di satu sisi dan kemudian membandingkannya dengan sisi yang lain.
Perawat mengauskulatsi bunyi nafas normal dan abnormal atau bunyi tambahan. Bunyi nafas normal berbeda dalam karakter, bergantung pada area
yang diaskultasi. Bunyi normalnya terdengar pada thoraks posterior termasuk bunyi bronkovesikuker dan vesikuler.
Bunyi abnormal terjadi akibat udara melewati jalan nafas yang lembap, bermukus atau menyempit, akibat alveoli yang tiba-tiba berinflasi atau tambahan
sering terjadi tumpang tindih dengan bunyi normal. Empat jenis bunyi tambahan mencakup krekels sebelumnya disebut rales, ronki, mengi dan gesekan pleura.
Setiap bunyi disebabkan oleh sesuatu yang spesifik dan dicirikan dengan gambaran auditori yang khas. Lokasi dan karakterisitik bunyi harus dicatat begitu
juga tidak adanya bunyi nafas. Jika perawat mengkaji abnormalitas fremitus taktil, perkusi atau
auskultasi, tes lain dapat dilakukan untuk bunyi suara yang diucapkan dan dibisikkan. Dengan stetoskop yang diletakkan ditempat yang sama yang
Universitas Sumatera Utara
16
digunakan untuk mengkaji bunyi nafas, pasien mengucapkan sembilan-sembilan atau iii dengan nada suara normal. Normalnya bunyi tersebut tidak jelas. Jika
cairan mengkompresi paru, vibrasi suara pasien ditransmisikan ke dinding dada dan bunyi tersebut menjadi jernih bronkofi. Perawat kemudian meminta pasien
untuk membisikkan sembilan-sembila. Suara bisikkan biasanya redup dan tidak jelas. Abnormalitas paru tertentu dapat menyebabkan bunyi bisikan tersebut
menjadi jernih dan jelas. Selama pemeriksaan dada lateral pasien dalam posisi duduk. Biasanya
perawat memperluas pengkajian thoraks posterior sampai ke sisi dada lateral. Pasien diminta untuk mengangkat lengan, yang memperbaiki akses ke struktur
thorask lateral. Perawat menggunakan keempat keterampilan pengkajian untuk memeriksa thoraks lateral secara metodik. Ekskursi tidak dapat dikaji secara
lateral. Normalnya, hasil perkusi adalah resonan, dengan bunyi nafas vesikuler. Thoraks anterior diinspeksikan untuk gambaran yang sama dengan thoraks
posterior. Pasien duduk atau berbaring dengan kepala ditinggkan. Perawat mengobservasikan otot-otot pernafasan aksesoris: sternokleidomastoideus,
trapezius dan otot abdomen. Otot aksesoris bergerak sedikit dengan pernafasan pasif normal. Perawat mengobservsi lebar sudut kostal. Biasanya lebih dari 90
derajat antara tepi dua iga. Perawat mengobservasi pola nafas. Pernafasan pria biasnaya difragmatik, sedangkan wanita lebih ke pernafsan kostal. Pengkajian
yang akurat terjadi pada saat pasien bernafas secara pasif. Pemeriksaan mempalpasi otot dan rangkan thoraks anterios untuk adanya
benjolan, massa, nyeri tekan atau gerakan yang tidak wajar. Sternum dan sifoid relatif tidak fleksibel. Untuk mengukut ekskursi dada secara anterior, perawat
menempatkan tangan di atas ronggaiga lateral, dengan ibu jari berjarak kira-kira 2,5 cm dan membentuk sudut sepanjang tepi kostal. Ibu jari di dorang ke arah
garis tengah untuk membentuk lipatan kulit di antara ibu jari. Pada saat pasien menarik nafas dalam, ibu jari normalnya akan terpisah dengan jarak kira-kira 2,5
sampai 5 cm dengan setiap sisi meluas seimbang.
Universitas Sumatera Utara
17
Fremitus taktil dikaji diatas dinding dada. Temuan anterior berbeda dengan temuan posterior karena adanya jantung dan jaringan payudara wanita.
Fremitus paling baik dirasakan di samping sternum pada rongga interkostal kedua, setinggi bifurkasi bronkial. Berkurang di atas jantung, thoraks bawah dan jaringan
payudara wanita. Perawat tidak akan merasakan vibrasi di jaringan payudara dan oleh karena itu harus meretraksikan payudara secara perlahan selama palpasi. Jika
payudara besar, bagian pemeriksaan ini harus dihilangkan. Perkusi thoraks posterior dilakukan dengan sistem yang sistematik.
Perawat harus membayangkan lokasi semua organ internal yang dapat dijangkau secara anterior untuk pemeriksaan. Hari, jantung dan lambung yang berada di
bawahnya menciptakan perkusi yang secara khas berbeda dengan yang terdapat di paru-paru. Perkusi dapat dilakukan dengan posisi pasien tidur atau duduk. Namun
prosedur ini lebih mudah dilakukan jika pasien berbaring. Perawat memulai pemeriksaan dari atas klavikula dan bergerak ke samping dan kemudian ke
bawah. Payudara wanita digeser seperlunya. Paru normal menghasilkan bunyi resonan. Pada saat pemeriksa melanjutkan pengkajian ke arah bawah, area pekak
jantung dan hati serta timpanik gelombang udara pada lambung akan dapat terdeteksi.
Auskultasi thoraks anterior juga mengikuti pola yang sama dengan perkusi. Jika memungkinkan, pasien harus duduk untuk memaksimalkan ekspansi
dada. Perhatian khusus harus diberikan pada lobus bawah., tempat biasanya sekresi mukus berkumpul. Bunyi bronkovesikuler dan vesikuler terdenganr di atas
dan di bawah klavikula dan sepanjang perifer paru. Bunyi nafas normal tambahan, bunyi bronkial, dapat didengar di atas trakea. Suara tersebut keras, bernada tinggi
dan menggema dengan ekspirasi berakhir lebih lama daripada inspirasi. Selama pengkajian yang harus diingat perawat adalah fase wawancara
kepada pasien. Dalam fase ini perawat diharuskan untuk mengkaji riwayat penggunaan tembakau atau mariyuana, termasuk jenis tembakaunya, durasi dan
jumlah pemakaiannya bungkus per tahun=jumlah tahun merokok x jumlah rokok per hari, usia mulai merokok dan upaya untuk berhenti.
Universitas Sumatera Utara
18
Tanyakan pada pasien apakah pasien menderita batuk persisten produktif dan non produktif, produksi sputum, nyeri dada, sesak nafas ,ortopnea, dispnea
ketika pernafasan, toleransi buruk terhadap aktifitas dan serangan kambuhan pneumonia atau bronkitis. Apakah pasien bekerja di lingkungan polutan,
radiasi?tanyakan juga kepada pasien apakah pasien punya riwayat alergi terhadap bulu binatang atau penyakit bawaan atau alergi terhadap iritatif lainnya.
2. Analisa Data