plasenta. Pada hari 12-13 setelah fertilisasi, blastokista sudah sepenuhnya melekat pada stroma desidua sehingga epitel dari permukaan uterus akan
terus tumbuh. Hal ini menandakan bahwasanya tahap awal dari implantasi akan disertai dengan sedikit nekrosis dari jaringan atau reaksi inflamasi dari
jaringan mukosa. Setelah fase inisial nidasi, diferensiasi dari trofoblas dapat terjadi pada dua jalur utama yaitu villous dan ekstra villous. Hal ini berguna
untuk mempertimbangkan kedua jenis dari jalur diferensiasi yang dipisahkan oleh kedua fungsi dari kedua trofoblas ini dan tipe dari sel maternal, dimana
masing-masing mempunyai fungsi yang berbeda. Villus trofoblas sepenuhnya menutupi seluruh villi chorialis plasenta dan berfungsi untuk transportasi nutrisi
dan oksigen dari ibu ke janin. Dalam 2 minggu perkembangan konsepsi, trofoblas invasif telah melakukan penetrasi ke pembuluh darah endometrium,
kemudian terbentuk sinus intertrofoblastik yang merupakan ruangan yang berisi darah maternal. Sirkulasi darah janin ini berakhir dilengkung kapiler
capillary loops didalam vili korialis yang ruang intervilinya dipenuhi dengan darah maternal yang dipasok oleh arteri spiralis dan dikeluarkan melalui vena
uterina. Vili korialis akan tumbuh menjadi suatu massa jaringan yaitu plasenta. Hasil konsepsi diselubungi oleh jonjot-jonjot yang dinamakan vili korialis dan
berpangkal pada korion. Korion ini terbentuk oleh karena adanya chorionic membrane. Selain itu, vili korialis yang berhubungan dengan desidua basalis
tumbuh dan bercabang-cabang dengan baik, korion tersebut dinamakan korion frondosum. Darah ibu dan darah janin dipisahkan oleh dinding pembuluh darah
janin dan lapisan korion.
18,19,20
Didapati bahwa trombosis dari pembuluh darah uteroplasenta akan menyebabkan perfusi ke plasenta terganggu. Kegagalan pada endovaskular
dan interstisial dari diferensiasi extravillus trofoblas akan menyebabkan abortus pada awal kehamilan. Pada kasus lain dari abortus spontan pada awal
kehamilan, sinsitial extravillous trofoblas tidak mencapai arteri spiralis. Hal ini menyebabkan arteri tidak berpulsasi dan suplai darah yang melalui arteri
spiralis tidak akan adekuat sampai akhir kehamilan trimester pertama yang menyebabkan terjadinya abortus spontan.
18,19,20
2.1.4 Etiologi
Universitas Sumatera Utara
Lebih dari 80 kasus abortus spontan terjadi pada usia kehamilan 12 minggu, setelah itu angka kejadiannya cepat menurun
Harlap Shiono, 1980 .
Kelainan kromosom merupakan penyebab terbanyak dari kasus abortus spontan dini ini, dan setelah itu insidensinya juga menurun. Risiko terjadinya
abortus spontan meningkat seiring dengan meningkatnya paritas serta usia ibu dan ayah.
3
Mekanisme pasti dari abortus spontan tidak selalu jelas, tetapi pada bulan- bulan awal kehamilan, ekspulsi ovum secara spontan hampir selalu didahului
oleh kematian mudigah atau janin. Karena itu, pertimbangan etiologi pada abortus dini antara lain mencakup pemastian penyebab kematian janin. Pada
bulan-bulan selanjutnya, janin sering belum meninggal di dalam rahim sebelum ekspulsi dan penyebab ekspulsi tersebut perlu diteliti.
1
1. Faktor janin : a. Perkembangan zigot abnormal
b. Aneuploidi c. Euploid
d. Trisomi autosom e. Monosomi X
f. Kelainan struktural kromosom 2. Faktor ibu :
a. Usia b. Infeksi : TORCH, chlamidia trachomatis
c. Penyakit kronis : TBC, karsinoma d. Kelainan endokrinologi : DM, defisiensi progesterone
e. Malnutrisi f. Radiasi
g. Merokok, kafein
Universitas Sumatera Utara
h. Trauma i. Laparotomi
j. Kelainan struktur uterus k. Penyakit autoimun : SLE systemic Lupus Eritematosus , ACA
antibody anticardiolipin l. Respon imunne abnormal
m. Toksin lingkungan 3. Faktor ayah
2.1.5 Insidensi
Di Indonesia diperkirakan abortus spontan terjadi sekitar 10-15 dari seluruh kehamilan. Menurut data resmi
WHO 1994 abortus spontan dilaporkan
terjadi pada 10 dari seluruh kehamilan. Lebih dari 80 abortus spontan terjadi pada kehamilan trimester pertama dan angka kejadian ini akan sangat
menurun setelah itu.
21,22
Angka kejadian abortus spontan sukar ditentukan karena abortus provokatus banyak yang tidak dilaporkan, kecuali bila sudah terjadi komplikasi. Abortus
spontan dan tidak jelas usia kehamilannya yang hanya sedikit memberi gejala atau tanda sehingga biasanya ibu tidak berobat. Sementara itu dari kejadian
yang diketahui 15-20 merupakan abortus spontan. Sekitar 5 dari pasangan yang mencoba hamil akan mengalami keguguran yang berurutan, dan sekitar
1 dari pasangan mengalami 3 atau lebih keguguran yang berurutan.
20,21
Sebagian besar studi menyatakan kejadian abortus spontan antara 15-20 dari semua kehamilan. Bila dikaji lebih jauh kejadian abortus spontan bisa
mendekati angka 50. Hal ini dikarenakan tingginya angka chemical
pregnancy loss yang tidak bisa diketahui pada 2-4 minggu setelah konsepsi.
Sebagian besar kegagalan kehamilan ini dikarenakan kegagalan gamet.
23
Sofia Doria dkk 2008
melaporkan, dari 232 pasien yang didiagnosa dengan abortus spontan, 147 63,4 kasus dengan kromosom yang normal, 85
Universitas Sumatera Utara
36,6 dengan kromosom abnormal. Dari 85 kasus kelainan kromosom dimana 81 95,3 kasus berasal dari trimester pertama, 2 2,4 kasus
berasal dari trimester kedua dan 2 2,4 kasus terjadi pada trimester ketiga. Pada 66 kasus abortus spontan dilakukan pemeriksaan kariotip; 6266 93,9
kasus abortus spontan menunjukkan abnormalitas; 3662 dengan trisomi tunggal, 562 dengan dua atau tiga trisomi, 662 dengan monosomi X, 1362
dengan poliploidi, 962 dengan mosaik dan 162 dengan trisomi plus translokasi seimbang.
12
Garcia-Enguidanos 2002 menemukan resiko abortus spontan meningkat
dengan bertambahnya usia ibu dan meningkat tajam setelah usia 35 tahun atau lebih.
24
Andersen 2000
menjumpai resiko abortus spontan 11,1- 15,0 pada usia dibawah 35 tahun dan bertambah menjadi 24,6 diatas usia
35 tahun. Hefner 2004
juga menjumpai hasil yang sama, dari 10-14 resiko abortus spontan pada usia 20-34 tahun, dan bertambah menjadi 24
setelah 35 tahun, dan 50 setelah usia 40 tahun.
25
2.2. KROMOSOM 2.2.1