Kelainan Kromosom Pada Abortus Spontan Berdasarkan Usia Pasangan Suami Istri Di RSUP. H. Adam Malik Medan Dan RS. Jejaring FK-USU

(1)

TESIS 

KELA INA N KRO M O SO M PA DA A BO RTUS

SPO NTA N BERDA SA RKA N USIA

PA SA NG A N SUA M I ISTRI DI RSUP. H.

A DA M M A LIK M EDA N

DA N RS. JEJA RING FK- USU

O le h:

ERROL HAMZAH

Pe m b im b ing :

Pro f. Dr. DA ULA T. H. SIBUEA , Sp .O G (K) Dr. SA RM A . N. LUM BA NRA JA , Sp .O G (K)

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP.H. ADAM MALIK/RS. PIRNGADI MEDAN

MEDAN 2011


(2)

PENELITIAN INI DI BAWAH BIMBINGAN TIM-5

Pembimbing : Prof. Dr. Daulat H. Sibuea, SpOG.K

Dr. Sarma N. Lumbanraja , SpOG.K

Pembanding : Dr. Hotma Partogi Pasaribu, SpOG

Dr. Syamsul A. Nasution, SpOG.K

Dr. Hj.Sarah Dina, SpOG.K

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi

salah satu syarat untuk mencapai keahlian dalam

bidang Obstetri dan Ginekologi

   


(3)

KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang.

Segala Puji dan Syukur saya panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wata’ala, Tuhan Yang Maha Kuasa, berkat Ridha dan Karunia-Nya penulisan tesis ini dapat diselesaikan.

Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh keahlian dalam bidang Obstetri dan Ginekologi. Sebagai manusia biasa, saya menyadari bahwa tesis ini banyak kekurangannya dan masih jauh dari sempurna, namun demikian besar harapan saya kiranya tulisan sederhana ini dapat bermanfaat dalam menambah perbendaharaan bacaan khususnya tentang :

KELAINAN KROMOSOM PADA ABORTUS SPONTAN DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN & RS. JEJARING FK USU”

Dengan selesainya laporan penelitian ini, perkenankanlah saya menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di Fakultas Kedokteran USU Medan.


(4)

2. Prof. dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG.K, Ketua Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan ; dr. M. Fidel. G. Siregar, Sp.OG, Sekretaris Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan ; dr. Henry Salim Siregar, SpOG.K, Ketua Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan ; dr. M. Riza. Z. Tala, SpOG.K, Sekretaris Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan ; dan juga Prof. dr. R. Haryono. R. Roeshadi, SpOG.K, selaku Kepala Bagian Obstetri dan Ginekologi pada saat saya diterima untuk mengikuti pendidikan spesialis di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan ; Prof. dr. Hamonangan Hutapea, SpOG.K ; Prof. DR. dr. M. Thamrin Tanjung, SpOG.K ; Prof. dr. T. M. Hanafiah, SpOG.K ; Prof. dr. Budi R. Hadibroto, SpOG.K ; dan Prof. dr. Daulat H. Sibuea, SpOG.K ; Prof. dr. M. Fauzie Sahil, Sp.OG.K yang telah bersama-sama berkenan menerima saya untuk mengikuti pendidikan spesialis di Departemen Obstetri dan Ginekologi.

3. Khususnya kepada Prof. dr. H. T. Bahri Djohan, Sp.JP.K ; yang telah banyak sekali membantu saya pada waktu memasuki dan mengikuti pendidikan S 1 kedokteran umum hingga saya dapat mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU, semoga Allah SWT membalas kebaikan beliau

4. Kepada Prof. dr. R. Haryono. R. Roeshadi, Sp.OG.K & Prof. dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG.K yang telah banyak sekali membantu saya selama


(5)

pendidikan. Semoga Allah SWT membalas kebaikan budi guru saya tersebut.

5. Prof. dr. Daulat. H. Sibuea, SpOG.K dan dr. Sarma. N. Lumbanraja, SpOG.K selaku pembimbing tesis saya, bersama dr. Hotma. P. Pasaribu, SpOG; dr. Syamsul Arifin Nst, SpOG.K; dan dr. Hj. Sarah Dina, SpOG.K, selaku penyanggah dan nara sumber yang penuh dengan kesabaran telah meluangkan waktu yang sangat berharga untuk membimbing, memeriksa, dan melengkapi penulisan tesis ini hingga selesai.

6. dr. Hotma. P. Pasaribu, SpOG, selaku pembimbing referat mini fetomaternal saya yang berjudul ” Gangguan saluran kemih pada wanita pasca persalinan” ; kepada dr. Aswar Aboet, SpOG.K selaku pembimbing referat mini Fertilitas Endokrinologi dan Reproduksi saya yang berjudul ”Manajemen Mola Hidatidosa dalam mendeteksi Penyakit Trofoblas Ganas” dan kepada dr. Deri Edianto, SpOG.K selaku pembimbing referat mini Onkologi saya yang berjudul ” Tumor Marker Pada Kanker Ovarium”.

7. dr. Hj. Sarah Dina, Sp.OG.K, selaku Ibu Angkat saya selama menjalani masa pendidikan, yang telah banyak mengayomi, membimbing dan memberikan nasehat-nasehat yang bermanfaat kepada saya dalam menghadapi masa-masa sulit selama pendidikan.

8. dr. Rushakim Lbs, Sp.OG yang telah memberikan nasehat, mengayomi serta membimbing saya sewaktu dalam senang dan masa-masa sulit


(6)

9. Kepada dr. Surya Dharma, M.Kes, yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing saya dalam penyelesaian uji statistik tesis ini.

10. Seluruh Staf Pengajar di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan, yang secara langsung telah banyak membimbing dan mendidik saya sejak awal hingga akhir pendidikan.

11. Sekretaris Jenderal Departemen Kesehatan RI, Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, atas ijin yang telah diberikan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi di FK-USU Medan.

12. Direktur RSUP. H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan dan sarana kepada saya untuk bekerja sama selama mengikuti pendidikan di Departemen Obstetri dan Ginekologi.

13. Direktur RSUD. Dr. Pirngadi Medan dan Kepala SMF Obstetri dan Ginekologi RSUD. Dr. Pirngadi Medan yang telah memberikan kesempatan dan sarana kepada saya untuk bekerja selama mengikuti pendidikan di Departemen Obstetri dan Ginekologi.

14. Direktur RS. PTPN 2 Tembakau Deli ; dr. Sofian Abdul Ilah, SpOG dan dr. Nazaruddin Jaffar, SpOG.K ; beserta staf yang telah memberikan kesempatan dan sarana kepada saya untuk bekerja selama bertugas di Rumah Sakit tersebut.


(7)

15. Direktur RS Haji Mina Medan, beserta staf pengajar yang telah banyak memberikan kesempatan dan sarana belajar selama saya pendidikan

16. Ka. RUMKIT Putri Hijau KESDAM I/BB & Ka. SMF OBSGYN Mayor. CKM. dr. Gunawan Rusuldi, Sp.OG beserta staf yang telah banyak memberi kesempatan dan membimbing saya selama saya pendidikan

17. Direktur RSU Sundari Medan, beserta staf yang telah memberi kesempatan belajar dan bekerja selama saya pendidikan

18. Direktur RSUD Sipirok beserta staf, yang telah memberikan kesempatan kerja dan bantuan moril selama saya bertugas di rumah sakit tersebut.

19. Ketua Departemen Anastesiologi dan Reanimasi FK USU Medan beserta staf, atas kesempatan dan bimbingan yang telah diberikan selama saya bertugas di Departemen tersebut.

20. Ketua Departemen Patologi Anatomi FK-USU beserta staf, atas kesempatan dan bimbingan yang telah diberikan selama saya bertugas di Departemen tersebut.

21. Kepada senior-senior saya, dr. Edwin Martin Asroel, SpOG, dr. Angel Jelita, Sp.OG, dr. Haryanto Lumbanraja, Sp.OG, dr. Roy Yustin Simanjuntak, Sp.OG, Dr. Johny Marpaung, Sp.OG, dr. Errysyahbani. S, Sp.OG, dr. Melvin N.G. Barus, SpOG, dr. Miranda Diza, Sp.OG; dr. Dudi Aldiansyah, SpOG, dr. Eka Purnama Dewi.R, Sp.OG, dr. M. Oky Prabudi, Sp.OG, dr. Ujang Ridwan Permana, SpOG, dr. Hayu Lestari Haryono,


(8)

dr. Mulda. F. Situmorang, dr. T.M. Rizki, Sp.OG, dr. P. Gottlieb. S, Sp.OG, dr. Dwi Faradina, Sp.OG, dr. Alim Sahid, Sp.OG, dr. Sim Romi, Sp.OG, dr. Ronny. P. Bangun, Sp.OG, dr David Luther Lbs, Sp.OG, dr. Siti Sylvia. S, Sp.OG, dr. Gorga. I. V. W. Udjung, Sp.OG, dr. M. Ikhwan, Sp.OG, dr. Edward Muldjadi, Sp.OG, dr. Riza. H. Nst, dr. Lili kuswani, dr. Ari. A. Lbs, dr. T. Jeffrey. A, Sp.OG, dr. M. Rizky Yaznil, Sp.OG, dr. Made Surya.K, Sp.OG, dr. M. Jusuf. R, dr. Sri jouhara, dr. Boy. R. P. Srg terimakasih banyak atas segala bimbingan, bantuan dan dukungannya yang telah diberikan selama ini.

22. Kepada dr. Alfian. Z. Srg, dr. Firman Alamsyah, dr. Aidil Akbar, Sp.OG, dr. Andri. P. Aswar, dr. Hatsari. M. P. S.S, dr. Rizka Heriansyah, dr. Reynanta saya menyampaikan terima kasih atas dukungan dan bantuan yang diberikan selama ini serta kebersamaan kita selama pendidikan.

23. Kepada dr. Riske. E. Putri, dr. Hendri Ginting, dr. Sri Damayana, dr. M. Wahyu Wibowo, dr. Fifianti Putri Adela, dr. Ivo Chanitry, dr. Arvita.M.Lbs, dr. Johan Ricardo, dr. Aprizza. P, dr Hilma Putri Lbs, dr. Masitah Taharudin, dr. Bandini, dr. Jesurun. B. D. Hutabarat, saya mengucapkan terimakasih atas dukungan dan bantuan serta kebersamaan kita dengan pengalaman yang tidak akan pernah saya lupakan selama pendidikan sebagai tim jaga serta bantuan yang diberikan selama penelitian dan pembuatan tesis saya ini

24. Kepada junior-junior saya dr. T. Johan. A, dr. Elvira. M. S, dr. Heika. N. Silitonga, dr. Irwansyah. P, dr. Ali Akbar. Hsb, dr. Ismail Usman, dr. Aries. M, dr. Arjuna. S, dr. Janwar. S, dr. M. Yusuf, dr. Meity Elvina, dr. Robby. P,


(9)

dr. Eka Handayani, dr. Yudha sadewo, dan seluruh PPDS obstetri & Ginekologi FK-USU yang tidak dapat saya ucapkan satu per satu, saya menyampaikan terima kasih atas dukungan dan bantuan yang diberikan selama penelitian dan pembuatan tesis saya ini.

25. Dokter Muda, Bidan, Paramedis, karyawan / karyawati, serta para pasien di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK USU / RSUP. H. Adam Malik – RSU. Dr. Pirngadi Medan yang daripadanya saya banyak memperoleh pengetahuan baru, terima kasih atas kerja sama dan saling pengertian yang diberikan kepada saya sehingga dapat sampai pada akhir program pendidikan ini.

Sembah sujud, hormat dan terima kasih yang tidak terhingga saya sampaikan kepada kedua Orang Tua saya yang tersayang ayahanda, dr. H. Ismet, Sp. B dan Ibunda Mutia Farida, yang telah membesarkan, membimbing, mendoakan, serta mendidik saya dengan penuh kasih sayang dari sejak kecil hingga kini, memberi keteladanan yang baik dalam menjalani hidup serta memberikan motivasi dan semangat kepada saya selama mengikuti pendidikan ini.

Buat anakku tersayang dan selalu kurindukan M. Faisal Hamzah, doa ku selalu menyertaimu dimana pun engkau berada.

Kepada kakak ku Novita indriani, SE, adik-adik ku Ella Miryanti, SH, Nadif Hamzah, SH, dr. Metty Savitri, Mira Tania serta abang iparku Zulfikar Djufri, ST, Adik iparku Kapten. KAL. Roni Navaron, SE, terima kasih atas doa, dorongan, dan semangat yang diberikan kepada saya.


(10)

Akhirnya kepada seluruh keluarga handai taulan yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang telah banyak memberikan bantuan, baik moril maupun materil, saya ucapkan banyak terima kasih.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan berkah-Nya kepada kita semua. Amin Ya Rabbal ’Alamin.

Medan, 31 mei 2011


(11)

ABSTRAK

Tujuan Penelitian :

Melihat gambaran kelainan kromosom janin dihubungkan dengan usia ibu dan suami pada abortus spontan.

Rancangan Penelitian :

Desain penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan rancangan cross sectional.

Hasil Penelitian :

Dari 30 subjek penelitian dengan abortus spontan pada kelompok usia istri 20-35 tahun yang terbanyak yaitu sebesar 53.3%, dan pada kelompok usia suami > 35 tahun sebesar 73,3%. Dari hasil pemeriksaan genetik didapati jaringan hasil konsepsi yang menunjukkan kelainan kromosom adalah sebesar 60 % (monosomi 23.3% dan trisomi 36.7%), sedangkan sisanya (40 %) tidak menunjukkan kelainan kromosom. Dari hasil penelitian ini terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara kelompok usia istri dengan kelainan kromosom jaringan abortus spontan p <0,05 ( p = 0,024 ), tetapi tidak ditemukan hubungan yang bermakna secara statistik antara kelompok usia suami dengan kelainan kromosom jaringan abortus spontan.

Kesimpulan :

Kejadian kelainan kromosom jaringan abortus spontan lebih besar pada wanita dengan usia > 20-35 tahun dibandingkan dengan usia dibawah 35 tahun. Kelainan abnormalitas kromosom yang terbanyak adalah trisomi, kemudian disusul oleh monosomi X.

Kata Kunci :


(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ……….………. i

DAFTAR TABEL………..……… iii

DAFTAR GAMBAR ……… iv

DAFTAR SINGKATAN ……… v

BAB 1. PENDAHULUAN ……….………… 1

1.1 Latar Belakang ……….……… 1

1.2 Perumusan masalah ……….. 4

1.3 Hipotesis penelitian ……… 4

1.4 Tujuan penelitian ………..4

1.4.1 Tujuan umum ………..4

1.4.2 Tujuan khusus ………... 4

1.5 Manfaat Penelitian ……….. 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ……… 5

2.1 Abortus 2.1.1 Defenisi ……… 5

2.1.2 Stadium klinik abortus ………... 6

2.1.3 Patofisiologi ………. 7

2.1.4 Etiologi ………. 8

2.1.5 Insidensi ……… 10

2.2 Kromosom ………. 11

2.2.1 Struktur Kromosom ………. 11

2.2.1.1 Kromosom pada Metafase ……… 12

2.2.1.2 Tipe Kromosom Metafase ………. 13

2.2.1.3 Kariotipe ……… 14

2.2.1.4 Susunan Kromosom ……….. 15


(13)

2.2.3 Meiosis ……….. 21

2.2.4 Kelainan Kromosom/Genetik ………. 23

2.2.5 Kerangka Teori ……...………. 31

2.2.6 Kerangka Konsep ……… 31

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN ……… 32

3.1 Rancangan Penelitian ……….. 32

3.2 Waktu dan tempat Penelitian ……….. 32

3.3 Populasi Penelitian ……… 32

3.4 Jumlah Sampel Penelitian ……… 32

3.5 Kriteria Penelitian 3.5.1 Kriteria inklusi ……… 33

3.5.2 Kriteria ekslusi ……….. 33

3.6. Identifikasi variabel ………... 33

3.7 Alur kerja penelitian ……….... 34

3.8 Batasan Operasional ……….. 35

3.9 Cara kerja ………. 35

3.10 Analisa Data ……….. 42

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 4.1 Karakteristik usia istri & usia suami Subjek Penelitian ……. 43

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Jenis kromosom jaringan plasenta abortus spontan ……….. 43

Tabel 4.3 Jenis kelainan kromosom pada usia istri yang mengalami abortus spontan ……….. 45

Tabel 4.4 Jenis kelainan kromosom pada usia suami yang istrinya mengalami abortus spontan ……….. 46


(14)

dengan kromosom jaringan plasenta abortus spontan …….. 47

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ………. 49

5.1 Kesimpulan ……… 49

5.2 Saran ……….. 49

Lampiran I : Data Identitas Subjek Penelitian ……….. 50

Lampiran II : Lembar Penjelasan Kepada Subyek Penelitian ………... 51

Lampiran III :Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan ……….. 52


(15)

DAFTAR TABEL

      Tabel 4.1 Karakteristik usia istri & usia suami Subjek Penelitian .…….. 43 Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Jenis kromosom jaringan plasenta

abortus spontan ……….. 43 Tabel 4.3 Jenis kelainan kromosom pada usia istri yang mengalami

abortus spontan ……….. 45 Tabel 4.4 Jenis kelainan kromosom pada usia suami yang istrinya

mengalami abortus spontan ……….. 46 Tabel 4.5 Hubungan antara usia istri dan usia suami subjek penelitian


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pola pita yang disederhanakan pada kromosom 12 .…….. 12

Gambar 2. Gambaran mikroskopik kromosom pada fase metafase… 13 Gambar 3. Tipe kromosom metafase ……… 13

Gambar 4. Kariogram kromosom metafase ………. 15

Gambar 5. Tingkat organisasi kromosom ……… 16

Gambar 6. Nukleosom, struktur dasar susunan DNA ……… 17

Gambar 7. Struktur kromatin ……….. 17

Gambar 8. Segmen kromatin ………. 18

Gambar 9. Mitosis ……… 20


(17)

DAFTAR SINGKATAN

WHO : World Health Organization

FISH : Fluorescent In Situ Hybridization

VEGF : Vascular Endothelial Growth Factor

TORCH :Toxoplasma Rubella Cytomegalovirus

Herpes simplex

TBC : Tuberculosa

DM : Diabetes Melitus

SLE : Systemic Lupus Eritematosus

ACA : Antibody Anticardiolipin

DNA : Deoxinucleus Acid

RNA : Ribonucleus Acid

ATP : Adenin Tri Phosfat

USG : UltraSonoGraphy

HPHT : Hari Pertama Haid Terakhir

CVS : Chorionic Villous Sampling

POC : Product Of Conception tissue

NCAM : Neural Cell Adhesion Molecule

                 


(18)

ABSTRAK

Tujuan Penelitian :

Melihat gambaran kelainan kromosom janin dihubungkan dengan usia ibu dan suami pada abortus spontan.

Rancangan Penelitian :

Desain penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan rancangan cross sectional.

Hasil Penelitian :

Dari 30 subjek penelitian dengan abortus spontan pada kelompok usia istri 20-35 tahun yang terbanyak yaitu sebesar 53.3%, dan pada kelompok usia suami > 35 tahun sebesar 73,3%. Dari hasil pemeriksaan genetik didapati jaringan hasil konsepsi yang menunjukkan kelainan kromosom adalah sebesar 60 % (monosomi 23.3% dan trisomi 36.7%), sedangkan sisanya (40 %) tidak menunjukkan kelainan kromosom. Dari hasil penelitian ini terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara kelompok usia istri dengan kelainan kromosom jaringan abortus spontan p <0,05 ( p = 0,024 ), tetapi tidak ditemukan hubungan yang bermakna secara statistik antara kelompok usia suami dengan kelainan kromosom jaringan abortus spontan.

Kesimpulan :

Kejadian kelainan kromosom jaringan abortus spontan lebih besar pada wanita dengan usia > 20-35 tahun dibandingkan dengan usia dibawah 35 tahun. Kelainan abnormalitas kromosom yang terbanyak adalah trisomi, kemudian disusul oleh monosomi X.

Kata Kunci :


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Abortus spontan adalah berakhirnya suatu kehamilan sebelum janin mampu bertahan hidup. Di Amerika Serikat definisi ini terbatas pada terminasi kehamilan sebelum 20 minggu berdasarkan dari tanggal hari pertama haid terakhir.1 Defenisi lain yang sering digunakan adalah keluarnya hasil konsepsi yang berat badannya < 500gr.1

Warburton & Fraser pada tahun (1986) melaporkan frekuensi abortus spontan yang secara klinis terdeteksi meningkat 12% pada wanita berusia kurang dari 20 tahun, sedangkan pada wanita yang berusia 40 tahun insiden meningkat menjadi 26%. Trisomi sering dijumpai pada kejadian abortus spontan yaitu hampir 60%; trisomi yang sering dijumpai pada kromosom nomor 16, 22, 21, 15, 18, dan 13. Trisomi 16 mencapai 26% dari kejadian abortus spontan pada usia kehamilan 11 minggu, sedangkan monosomi X berada ditempat kedua pada kejadian abortus spontan.2

Harlap & Shiono (1980) melaporkan bahwa 80% kejadian abortus spontan terjadi pada usia kehamilan 12 minggu pertama.3

Jauniaux & Burton yang melaporkan bahwa 2/3 kasus abortus spontan ( 66% ) mengalami defek plasentasi.4

Sedangkan Benirsche & Kaufmann menemukan kelainan vili plasenta pada 50-60% kasus abortus spontan.5

Menurut Hempstock sekitar 40% kasus abortus spontan tidak diketahui penyebabnya terutama pada kasus abortus spontan berulang. Penyebab abortus spontan lainnya berhubungan dengan kelainan kromosom, faktor endokrin, faktor infeksi, faktor imunologi dan kelainan anatomi dari uterus.6

Menurut data resmi WHO ( 1994 ) abortus spontan terjadi pada 10% dari seluruh kehamilan; Di Indonesia diperkirakan ada 5 juta kehamilan pertahun, dimana 10-15% diantaranya atau sekitar 500.000-750.000 mengalami abortus


(20)

Kehamilan tidak semuanya dapat berjalan dengan baik, Arias mengutip dari Zinaman melaporkan dari semua konsepsi hanya sekitar 50-60% yang mampu melewati usia kehamilan 20 minggu, sisanya berakhir dengan terjadinya abortus spontan oleh karena kegagalan implantasi.8

Storm dkk (1996) menyampaikan bahwa kromosomal aneuploidi dijumpai sebanyak 60% pada trimester pertama abortus spontan. Melalui penelitian terhadap 545 wanita yang mengalami abortus spontan, sebanyak 154 kasus ( 45 % ) memiliki kelainan kromosom yang diketahui melalui pemeriksaan kariotip. Keguguran adalah salah satu komplikasi kehamilan yang tersering dimana 15% kehamilan akan berakhir dengan keguguran. Penyebabnya adalah faktor genetik atau perkembangan janin yang abnormal.9

Keguguran yang berulang sebanyak 3% dari populasi dan dikaitkan dengan trombofilia, serviks yang lemah, infeksi, kelainan endokrinologi, faktor anatomi dan kelainan imunitas. Riwayat ginekologi penting karena mungkin ada perbedaan etiologi pada wanita dengan riwayat subfertil dengan keguguran dibandingkan dengan wanita yang fertile lalu mengalami keguguran.10

Mune S dkk (1995) menyampaikan bahwa frekwensi kelainan kromosom pada pre-implantasi embrio sangat tinggi kejadiannya. Pada pemeriksaan secara Fluorescent In Situ Hybridization ( FISH ) pada kromosom 13, 18, dan 21 didapati 25-30% kejadian aneuploidi.11

Kebanyakan hasil konsepsi abnormal secara genetik pada manusia dapat berakhir dengan terjadinya keguguran secara spontan, dimana hal ini merupakan komplikasi yang sering pada usia kehamilan muda. Keguguran merupakan komplikasi yang sering pada kehamilan dimana janin tidak mencapai viabilitas dengan usia kehamilan 20 minggu. Sofia Doria dkk (2009), pada studi penelitian prospektif melaporkan usia ibu hamil merupakan salah satu faktor resiko untuk terjadinya abortus spontan terutama yang disebabkan kelainan kromosom. Resiko kematian janin meningkat drastis setelah usia 35 tahun; 9% pada usia 20-24 tahun, dan 75% pada usia 45 tahun ke atas.12

Resiko abortus spontan meningkat pada wanita usia diatas 35 tahun, dan pada wanita yang folikel ovarium prematur. Hasil konsepsi yang abnormal secara kromosom juga merupakan hasil dari fertilisasi oosit yang euploidi dengan sperma yang aneuploidi. Sperma dari laki-laki yang mempunyai pasangan


(21)

wanita dengan riwayat abortus berulang menunjukkan insiden aneuploidi yang tinggi. Insiden abortus spontan meningkat pada wanita muda dengan usia suami yang lebih tua, dimana didapati kualitas semen yang jelek.13

Kebanyakan kasus abortus spontan terjadi karena kelainan kromosom embrio dan janin. Hasil kariotip dari kultur jaringan konsepsi yang mengalami abortus spontan ditemukan hampir 50% pada usia kehamilan trimester pertama, 30% pada trimester kedua, 3% lahir mati oleh karena kelainan kromosom.13

Salim Daya (2004), mengatakan bahwa peningkatan resiko keguguran mungkin sebagian terkait dengan usia ibu; wanita dengan kehamilan pada usia lebih tua beresiko keguguran yang tinggi akibat dari konsepsi dengan kelainan kromosom trisomi yang insidennya meingkat terutama setelah usia 35 tahun. Bila dijumpai abortus spontan pada wanita setelah usia 35 tahun disarankan melakukan pemeriksaan kromosom.14

Dan Diego Alvarez dkk (2005) melakukan penelitian kasus abortus spontan dimana dijumpai 517 kasus keguguran spontan, dengan 321 kasus kelainan kromosom dan sisanya 196 kasus infeksi. Dari 321 kasus kelainan kromosom didapati 129 ( 40,2% ) kasus kromosom abnormal. Trisomi komplit tunggal ditemukan pada 61,24% dari kariotip abnormal dan trisomi kombinasi ganda dijumpai 3 kasus ( 48 XX+9+21, 48 XY+2+8, 48 XX+20+22 ); rata-rata usia kehamilan adalah 9,4±2,1 minggu. Rata-rata usia ibu dan ayah adalah 39,7±3,4 dan 43,4±8,7, maka nilai P = 0,076.15

Mengingat tingginya kejadian abortus spontan yang disebabkan oleh kelainan kromosom terutama yang berhubungan dengan faktor resiko usia ibu dan suami, yang didapat dalam kepustakaan mendorong penelliti mencari hubungan antara abortus spontan dengan kelainan kromosom yang dikaitkan dengan usia ibu dan suami.


(22)

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Apakah kejadian abortus spontan pada usia kehamilan kurang dari 12 minggu di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RS. Jejaring FK-USU berkaitan dengan kelainan kromosom dan usia pasangan suami istri.

1.3 HIPOTESIS PENELITIAN

Bahwa kelainan kromosom dari jaringan plasenta mengalami abortus spontan pada usia kehamilan kurang dari 12 minggu ada hubungannya dengan usia pasangan suami istri.

1.4 TUJUAN PENELITIAN

1.4.1 TUJUAN UMUM

Melihat gambaran kromosom jaringan plasenta dan hubungannya dengan usia pasangan suami istri yang mengalami abortus spontan pada usia kehamilan kurang dari 12 minggu di RSUP. H. Adam Malik Medan & RS jejaring FK-USU Medan

1.4.2 TUJUAN KHUSUS

1. Meneliti karakteristik usia ibu dan usia suami pada kasus abortus spontan pada usia kehamilan kurang dari 12 minggu.

2. Meneliti hubungan kelainan kromosom jaringan plasenta dengan usia ibu yang mengalami abortus spontan pada usia kehamilan kurang dari 12 minggu.

3. Meneliti hubungan kelainan kromosom jaringan plasenta dengan usia suami pada kejadian abortus spontan pada usia kehamilan kurang dari 12 minggu.


(23)

1.5 MANFAAT PENELITIAN

Menambah pengetahuan bahwa penyebab abortus spontan terutama yang disebabkan oleh kelainan kromosom jaringan plasenta berhubungan erat dengan usia pasangan suami istri yang berumur diatas 35 tahun. Konseling genetik pra-konsepsi pada pasangan suami istri khususnya yang istrinya usia diatas 35 tahun.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ABORTUS

2.1.1 Definisi

Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan sebelum janin dapat hidup diluar rahim, atau sebelum kehamilan tersebut mencapai usia kehamilan 20 minggu ( dihitung dari Hari Pertama Haid Terakhir ) atau berat badan janin kurang dari 500 gram.1,2,3

Beberapa definisi lain tentang abortus antara lain; abortus sebagai terputusnya kehamilan sebelum usia kehamilan mencapai 16 minggu dimana plasentasi belum selesai.2,9

Eastman dkk menyatakan abortus adalah suatu keadaan dimana terhentinya suatu kehamilan pada saat janin belum dapat bertahan hidup diluar uterus, dengan berat badan janin antara 400-1000 gram atau saat usia kehamilan kurang dari 28 minggu.2,9

Pada tahun 1977 WHO ( World Health Organisation ) mendefinisikan abortus sebagai keluarnya janin dari rahim dengan berat janin kurang dari 500 gram, atau usia kehamilan 20-22 minggu.7

Keguguran adalah salah satu komplikasi kehamilan yang tersering dimana 15% kehamilan akan berakhir dengan keguguran. Penyebabnya adalah faktor genetik atau perkembangan janin yang abnormal. Keguguran yang berulang terjadi 3% dari populasi ibu hamil dan dikaitkan dengan trombofilia, serviks yang lemah, infeksi, kelainan endokrinologi, faktor anatomi dan kelainan imunitas.9

Berdasarkan riwayat kehamilan, ada 3 kelompok wanita yang memiliki resiko keguguran, yaitu.16

1. Kelompok keguguran kambuhan primer : kelompok ini terdiri dari wanita dengan tiga kali atau lebih keguguran berturut-turut tanpa adanya kehamilan yang terus berkembang hingga melewati usia kehamilan 20 minggu


(25)

2. Kelompok keguguran kambuhan sekunder : kelompok ini terdiri dari wanita yang mengalami tiga kali atau lebih keguguran menyusul setidaknya satu kehamilan yang berkembang hingga lebih dari usia kehamilan 20 minggu, dan kemungkinan berakhir dengan lahir hidup, lahir mati atau kematian neonatus.

3. Kelompok keguguran kambuhan tertier : kelompok ini terdiri dari wanita yang mengalami setidaknya tiga kali keguguran yang tidak berturutan dan diselingi dengan kehamilan yang berkembang hingga melewati usia kehamilan 20 minggu.

Bahwa seorang wanita bisa mengalami keguguran yang berulang dengan seorang laki-laki dan tidak dengan laki-laki lainnya. Usia perempuan yang lebih tua merupakan faktor resiko keguguran; resiko keguguran meningkat sesuai dengan usia ibu, terutama setelah usia 35 tahun.16

2.1.2 Stadium Klinik Abortus :

1.

Abortus imminens (Threatened Abortion) adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada usia kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, hidup, tanpa adanya dilatasi serviks dan kehamilan masih dapat dipertahankan.1,9

2. Abortus insipiens (Inevitable Abortion) adalah peristiwa perdarahan uterus pada usia kehamilan sebelum 20 minggu dimana kehamilan tidak dapat dipertahankan lagi, dimana telah terjadi dilatasi serviks uteri namun hasil konsepsi masih didalam uterus. Pengeluaran hasil konsepsi harus segera dilakukan dengan dilatasi dan kuretase.1,9

3. Abortus Inkomplitus adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi dari uterus pada usia kehamilan sebelum 20 minggu, dimana ada sisa jaringan konsepsi (plasenta) yang tertinggal didalam uterus, mengakibatkan kontraksi uterus disertai rasa nyeri dan perdarahan uterus. Pengeluaran sisa hasil konsepsi harus segera dilakukan dengan dilatasi dan kuretase.1,9


(26)

4. Abortus komplitus adalah pengeluaran seluruh hasil konsepsi dari uterus, pada usia kehamilan sebelum 20 minggu.1,9

2.1.3 PATOFISIOLOGI :

Pada saat spermatozoa menembus zona pelusida terjadi reaksi korteks ovum. Granula korteks didalam ovum atau oosit sekunder berfusi dengan membrane plasma sel, sehingga enzim didalam granula-granula dikeluarkan secara eksositosis ke zona pelusida. Hal ini menyebabkan glikoprotein di zona pelusida berkaitan satu sama lain membentuk suatu materi yang keras dan tidak dapat ditembus oleh spermatozoa lain.17

Kedua pronukleus saling mendekati membentuk zygot yang terdiri dari bahan genetik perempuan dan laki-laki. Pada manusia terdapat 46 kromosom yaitu 44 kromosom autosom dan 2 kromosom kelamin.17

Dalam beberapa jam setelah pembuahan terjadi, mulailah pembelahan zygot. Hal ini dapat berlangsung oleh karena sitoplasma ovum mengandung banyak zat asam amino dan enzim. Dalam 3 hari terbentuk suatu kelompok sel yang sama besarnya, hasil konsepsi berada dalam stadium morula dimana sebelumnya telah terjadi pembelahan-pembelahan yang di peroleh dari vitelus, hingga volume vitelus ini makin berkurang yang akhirnya terisi seluruhnya oleh morula.17

Selanjutnya pada hari keempat hasil konsepsi mencapai stadium blastula yang disebut blastokista dimana bagian luarnya adalah jaringan tropoblas dan dibagian dalamnya disebut massa sel dalam (inner cell mass) pada satu kutub. Blastokista itu sendiri tertanam diantara jaringan sel epitel dari mukosa uterus pada hari ke 6-7 setelah ovulasi. Kemudian terjadi diferensiasi menjadi masa sinsitial. Pada hari ke-8, trofoblas berdiferensiasi menjadi lapisan luar (outer

multinucleated sintitiotrofoblast) dan membentuk lapisan dalam (primitive

mononuclear sytotrofoblast). Kemudian massa sinsitial berpenetrasi diantara

sel epitel dan akan segera menyebar ke stroma. Pada hari ke-9 vakuola atau lakuna muncul pada sinsitial dan akan segera membesar kemudian akan segera menyatu. Pembentukan dari sirkulasi uteroplasenta yang potensial terjadi ketika kapiler vena ibu bersentuhan dengan sinsitial maka darah akan dapat lewat melalui sistem lakuna. Lakuna akan menjadi daerah intervilus dari


(27)

plasenta. Pada hari 12-13 setelah fertilisasi, blastokista sudah sepenuhnya melekat pada stroma desidua sehingga epitel dari permukaan uterus akan terus tumbuh. Hal ini menandakan bahwasanya tahap awal dari implantasi akan disertai dengan sedikit nekrosis dari jaringan atau reaksi inflamasi dari jaringan mukosa. Setelah fase inisial nidasi, diferensiasi dari trofoblas dapat terjadi pada dua jalur utama yaitu villous dan ekstra villous. Hal ini berguna untuk mempertimbangkan kedua jenis dari jalur diferensiasi yang dipisahkan oleh kedua fungsi dari kedua trofoblas ini dan tipe dari sel maternal, dimana masing-masing mempunyai fungsi yang berbeda. Villus trofoblas sepenuhnya menutupi seluruh villi chorialis plasenta dan berfungsi untuk transportasi nutrisi dan oksigen dari ibu ke janin. Dalam 2 minggu perkembangan konsepsi, trofoblas invasif telah melakukan penetrasi ke pembuluh darah endometrium, kemudian terbentuk sinus intertrofoblastik yang merupakan ruangan yang berisi darah maternal. Sirkulasi darah janin ini berakhir dilengkung kapiler ( capillary loops ) didalam vili korialis yang ruang intervilinya dipenuhi dengan darah maternal yang dipasok oleh arteri spiralis dan dikeluarkan melalui vena uterina. Vili korialis akan tumbuh menjadi suatu massa jaringan yaitu plasenta. Hasil konsepsi diselubungi oleh jonjot-jonjot yang dinamakan vili korialis dan berpangkal pada korion. Korion ini terbentuk oleh karena adanya chorionic membrane. Selain itu, vili korialis yang berhubungan dengan desidua basalis tumbuh dan bercabang-cabang dengan baik, korion tersebut dinamakan korion frondosum. Darah ibu dan darah janin dipisahkan oleh dinding pembuluh darah janin dan lapisan korion.18,19,20

Didapati bahwa trombosis dari pembuluh darah uteroplasenta akan menyebabkan perfusi ke plasenta terganggu. Kegagalan pada endovaskular dan interstisial dari diferensiasi extravillus trofoblas akan menyebabkan abortus pada awal kehamilan. Pada kasus lain dari abortus spontan pada awal kehamilan, sinsitial extravillous trofoblas tidak mencapai arteri spiralis. Hal ini menyebabkan arteri tidak berpulsasi dan suplai darah yang melalui arteri spiralis tidak akan adekuat sampai akhir kehamilan trimester pertama yang menyebabkan terjadinya abortus spontan.18,19,20


(28)

Lebih dari 80% kasus abortus spontan terjadi pada usia kehamilan 12 minggu, setelah itu angka kejadiannya cepat menurun ( Harlap & Shiono, 1980 ). Kelainan kromosom merupakan penyebab terbanyak dari kasus abortus spontan dini ini, dan setelah itu insidensinya juga menurun. Risiko terjadinya abortus spontan meningkat seiring dengan meningkatnya paritas serta usia ibu dan ayah.3

Mekanisme pasti dari abortus spontan tidak selalu jelas, tetapi pada bulan-bulan awal kehamilan, ekspulsi ovum secara spontan hampir selalu didahului oleh kematian mudigah atau janin. Karena itu, pertimbangan etiologi pada abortus dini antara lain mencakup pemastian penyebab kematian janin. Pada bulan-bulan selanjutnya, janin sering belum meninggal di dalam rahim sebelum ekspulsi dan penyebab ekspulsi tersebut perlu diteliti.1

1. Faktor janin :

a. Perkembangan zigot abnormal

b. Aneuploidi

c. Euploid

d. Trisomi autosom

e. Monosomi X

f. Kelainan struktural kromosom

2. Faktor ibu :

a. Usia

b. Infeksi : TORCH, chlamidia trachomatis

c. Penyakit kronis : TBC, karsinoma

d. Kelainan endokrinologi : DM, defisiensi progesterone

e. Malnutrisi

f. Radiasi


(29)

h. Trauma

i. Laparotomi

j. Kelainan struktur uterus

k. Penyakit autoimun : SLE ( systemic Lupus Eritematosus ), ACA ( antibody anticardiolipin )

l. Respon imunne abnormal

m. Toksin lingkungan

3. Faktor ayah

2.1.5 Insidensi

Di Indonesia diperkirakan abortus spontan terjadi sekitar 10-15% dari seluruh kehamilan. Menurut data resmi WHO ( 1994 ) abortus spontan dilaporkan terjadi pada 10% dari seluruh kehamilan. Lebih dari 80% abortus spontan terjadi pada kehamilan trimester pertama dan angka kejadian ini akan sangat menurun setelah itu. 21,22

Angka kejadian abortus spontan sukar ditentukan karena abortus provokatus banyak yang tidak dilaporkan, kecuali bila sudah terjadi komplikasi. Abortus spontan dan tidak jelas usia kehamilannya yang hanya sedikit memberi gejala atau tanda sehingga biasanya ibu tidak berobat. Sementara itu dari kejadian yang diketahui 15-20% merupakan abortus spontan. Sekitar 5% dari pasangan yang mencoba hamil akan mengalami keguguran yang berurutan, dan sekitar 1% dari pasangan mengalami 3 atau lebih keguguran yang berurutan.20,21

Sebagian besar studi menyatakan kejadian abortus spontan antara 15-20% dari semua kehamilan. Bila dikaji lebih jauh kejadian abortus spontan bisa mendekati angka 50%. Hal ini dikarenakan tingginya angka chemical

pregnancy loss yang tidak bisa diketahui pada 2-4 minggu setelah konsepsi.


(30)

(36,6%) dengan kromosom abnormal. Dari 85 kasus kelainan kromosom dimana 81 (95,3%) kasus berasal dari trimester pertama, 2 (2,4%) kasus berasal dari trimester kedua dan 2 (2,4%) kasus terjadi pada trimester ketiga. Pada 66 kasus abortus spontan dilakukan pemeriksaan kariotip; 62/66 ( 93,9% ) kasus abortus spontan menunjukkan abnormalitas; 36/62 dengan trisomi tunggal, 5/62 dengan dua atau tiga trisomi, 6/62 dengan monosomi X, 13/62 dengan poliploidi, 9/62 dengan mosaik dan 1/62 dengan trisomi plus translokasi seimbang.12

Garcia-Enguidanos (2002) menemukan resiko abortus spontan meningkat dengan bertambahnya usia ibu dan meningkat tajam setelah usia 35 tahun atau lebih.24 Andersen (2000) menjumpai resiko abortus spontan 11,1%-15,0% pada usia dibawah 35 tahun dan bertambah menjadi 24,6% diatas usia 35 tahun. Hefner (2004) juga menjumpai hasil yang sama, dari 10%-14% resiko abortus spontan pada usia 20-34 tahun, dan bertambah menjadi 24% setelah 35 tahun, dan 50% setelah usia 40 tahun.25

2.2. KROMOSOM

2.2.1

STRUKTUR KROMOSOM

Manusia adalah eukariosit, organisme dengan sel-sel yang mempunyai nukleus sejati yang dibatasi oleh membran nukleus, bermultiplikasi dengan cara mitosis. Bakteri adalah prokariosit, organisme tanpa inti sejati, bereproduksi dengan cara pembelahan sel. Dengan pengecualian DNA yang ada dalam mitokondria, semua DNA kita disusun di dalam inti sel dikelilingi oleh membran nukleus. Karena ovum kaya akan mitokondria, penyakit-penyakit yang disebabkan oleh mitokrondria gen (contoh, Leber’s optic neuropathy) ditransmisikan oleh ibu, karena mitokondria didalam sperma tereliminasi sewaktu fertilisasi.26 Kromosom adalah kumpulan material genetik yang terdiri dari molekul DNA (yang mengandung banyak gen) yang melekat pada sejumlah besar protein yang mempertahankan struktur kromosom dan berperan dalam ekspresi gen. Sel-sel somatik manusia mengandung kromosom dengan 22 pasang autosom dan 1 pasang kromosom seks. Semua sel-sel somatik adalah diploid-23 pasang kromosom. Hanya gamet yang haploid, dengan 22 autosom kromosom dan 1 kromosom seks. Variasinya


(31)

ukuran kromosom mulai dari 50 juta sampai 250 juta pasangan basa. Kromosom 1 mengandung paling banyak gen (2968 gen) dan kromosom Y mengandung jumlah gen yang paling sedikit (231 gen). Semua kromosom mengandung bagian penghubung/penjepit yang disebut sentromer, yang membagi kromosom menjadi dua lengan, lengan pendek p dan lengan panjang q. Dua anggota dari setiap pasang autosom adalah homolog yang masing-masing berasal dari ayah dan ibu.26,27

Sebuah gen adalah sebuah unit DNA dalam sebuah kromosom yang dapat diaktifkan untuk mentranskripsikan RNA spesifik. Lokasi dari sebuah gen dalam kromosom menunjukkan lokusnya. Karena ada 22 pasang autosom, kebanyakan gen tampil dalam pasangan. Pasangan tersebut adalah homozigot bila sama dan heterozigot bila tidak sama.26

2.2.1.1 Kromosom Pada Fase Metafase

Kromosom-kromosom pada fase metafase berbeda satu sama lain dalam hal panjang, posisi sentromer, dan ukuran dan susunan pita transversal terang dan gelap (banding pattern). Setiap kromosom dan bagian-bagiannya dapat diidentifikasi dari pola pitanya (banding pattern). Dalam preparasi metafase tipikal, ada 300-550 pita berbeda yang diketahui. Pada fase prometafase, kromosom lebih panjang dari pada kromosom dalam fase metafase dan menunjukkan lebih banyak pita. Dengan demikian, untuk tujuan tertentu kromosom juga dipelajari dalam fase prometafase.27


(32)

Gambar 1. Pola pita yang disederhanakan pada kromosom 12

Gambar 2. Gambaran Mikroskopik Kromosom Pada Fase Metafase

2.2.1.2 Tipe Kromosom Metafase

Tiap kromosom diklasifikasikan sebagai submetasentrik, metasentrik, atau akrosentrik menurut lokasi dari sentromer. Sentomer ini sebagai sebuah konstriksi, titik perlekatan gelendong sewaktu mitosis. Sentromer membagi kromosom submetasentrik menjadi lengan pendek (lengan p) dan lengan panjang (lengan q). Pada kromosom metasentrik, panjang lengan pendek


(33)

kira-kira sama dengan lengan panjang. Kromosom akrosentrik lengan pendeknya sebatas tangan tambahan yang disebut satelit.27

Gambar 3. Tipe Kromosom Metafase

2.2.1.3 Kariotipe

Kariotipe adalah susunan lengkap kromosom dari sebuah sel dari individu atau spesies. Kariotipe merupakan gambaran mikroskopik cahaya dari kromosom pada fase metafase menurut morfologinya. Setelah pemberian proteolitik dan pewarnaan Giemsa akan menghasilkan gambaran karakteristik dari semua kromosom. Kariogram akan menunjukkan kromosom yang homolog, yang berasal satu dari ibu dan satu dari ayah, disusun menurut panjang relatifnya dan posisi dari sentomernya. Kromosom disusun dan dinomori menurut konvensi. Ditulis pertama adalah jumlah kromosom yang diikuti susunan kromosom seks. Semua turunan sel dijelaskan dalam abnormalitas mosaik. Kromosom tambahan atau kromosom yang hilang dilambangkan dengan + atau – untuk semua kromosom dengan indikasi jenis abnormalitas bila ada kromosom cincin. Susunan struktural dijelaskan dengan lengan p atau lengan q dan posisi pita.26,27,28,29


(34)

Gambar 4. Kariogram Kromosom Metafase

 

2.2.1.4 Susunan Kromosom

Kromosom dapat dilihat sebagai struktur-struktur yang terpisah hanya sewaktu mitosis. Sewaktu interfase kromosom muncul sebagai massa yang tidak beraturan dinamai kromatin. Densitas dari kromatin bervariasi, disebut heterokromatin (berdensitas tinggi) dan eukromatin (berdensitas rendah). Eukromatin mengandung gen aktif sedangkan heterokromatin mengandung gen inaktif.27


(35)

a. Tingkat struktur kromosom

Dari kromosom sampai kepada rantai DNAnya, dapat dilihat perbedaan tingkat strukturnya Total panjang DNA haploid pada sel manusia yang membelah adalah kira-kira 1 meter. Sewaktu mitosis, seluruh DNA ini berada dalam 23 kromosom, yang panjang masing-masing kromosom 3-7 µm. Bila satu bagian dari lengan kromosom yang panjang lebih kurang 10 % dari kromosom dengan pembesaran 10 kali, akan terlihat kira-kira 40 gen, dan tergantung pada segmen kromosom yang dipilih. Bila 10 % dari bagian lainnya itu diperbesar 10 kali akan terlihat rata-rata 3-4 gen. Pembesaran 10 kali lagi akan memperlihatkan satu gen dengan struktur ekson/intron. Terakhir adalah urutan nukleotida dari gen dan DNA disekitarnya.27

Gambar 5. Tingkat Struktur Kromosom4

b. DNA dan Nukleosom

Sewaktu interfase, DNA dan protein-protein terkait (histon-histon) yang terbungkus ketat dalam kromatin. Subunit struktur dasar dari kromatin adalah nukleosom yang intinya terdiri dari 8 molekul histon nucleus, 2 salinan dari H2A, H2B, H3 dan H4 yang dibungkus oleh 140-150 pasang basa DNA. Pasangan segmen 48-basa tambahan membentuk hubungan dengan nukleosom berdekatan dan jenis histon lain (H1 atau


(36)

nukleosome pada titik-titik yang berdekatan. Untuk tujuan transkripsi dan perbaikan DNA, hubungan yang erat antara DNA dan histon akan dilonggarkan. Susunan kromosom ini disebut sebagai “untaian manik-manik”.27,30

Gambar 6.Nukleosom, struktur dasar susunan DNA4

c. Struktur Kromatin

Kromatin berada dalam bentuk terkondensasi padat, kurang terkondensasi dan tidak terkondensasi. Dengan konstruksi inti sel kebanyakan kromatin tampak sebagai sebuah serat dengan diameter 30 nm.27,31

Gambar 7. Struktur kromatin4


(37)

Struktur kromatin dibentuk oleh ketiga tingkat kromatin berupa susunan serat 30-nm. Yang menyatu dalam satu gumpalan.27

Gambar 8. Segmen kromatin4

e. DNA dalam kromosom

Sebelum mitosis, kromosom-kromosom interfase dikondensasikan menjadi kromosom mitosis. Perubahan dari kromosom interfase ke kromosom mitosis membutuhkan sebuah klas protein yang disebut condensins; dibutuhkan energi yang berasal dari hidrolisis ATP untuk merubah kromosom interfase menjadi kromosom mitosis.27

DNA kromosom dilipat dan disusun, dikemas secara efisien. Keenam tingkat DNA yang berurutan menurut strukturnya disusun, dikemas dalam kromosom metafase.27,30

2.2.2 MITOSIS

Semua eukariotik dari jamur sampai manusia mengalami pembelahan dan multiplikasi sel dengan cara yang sama. Proses pembelahan inti sel pada semua sel somatik disebut mitosis. Dalam mitosis tiap kromosom dibagi menjadi dua. Untuk pertumbuhan dan perkembangan normal, keseluruhan informasi genom harus direproduksi dalam setiap sel.27

Mitosis terdiri dari fase-fase berikut ini:28,29,30


(38)

Dalam fase ini, semua aktivitas sel normal terjadi kecuali pembelahan aktif. Dalam fase ini kromosom X inaktif (badan Barr atau kromatin sex) dapat terlihat pada sel-sel wanita.

Profase:

Saat pembelahan dimulai, kromosom berkondensasi, dan dua kromatid dapat terlihat; masing-masing kromosom melipatgandakan DNAnya. Membran nukleus hilang. Sentriol adalah organella dibagian luar nukleus yang membentuk gelendong-gelendong untuk pembelahan sel, sentriol berduplikasi sendiri, dan 2 sentriol bermigrasi ke kutub sel yang berlawanan.

Metafase:

Kromosom bermigrasi ke bagian tengah sel dan membentuk sebuah garis yang menggambarkan bidang ekuatorial. Kromosom sekarang sudah terkondensasi maksimal. Gelendong mikrotubulus dari protein yang asalnya dari sentriol menyebar dan melekat ke sentromer.

Anafase:

Pembelahan terjadi pada bidang longitudinal dari sentomer. Dua kromatid baru bergerak ke sisi berlawanan dari sel ditarik oleh kontraksi dari gelendong.

Telofase

Pembelahan sitoplasma bermula pada bidang ekuatorial, berakhir dengan pembentukan 2 membran sel yang komplit. Dua kelompok kromosom dikelilingi oleh membran nucleus yang menghasilkan nukleus baru. Setiap rantai DNA berperan sebagai model, dan kandungan DNA dari sel bertambah dua kali lipat. Setiap sel anak menerima separuh dari semua materi kromosom yang telah berlipat dua tersebut, dengan demikian jumlah kromosom dipertahankan seperti sel induknya.


(39)

Gambar 9 Mitosis4,7

2.2.3 MEIOSIS


(40)

informasi genetik. Pada meiosis I, pasangan kromosom homolog saling menjauh . Meiosis II adalah mirip dengan mitosis yang membagi dua kromosom, yang saling memisahkan diri dan terbentuk 2 sel baru.28,31

Pembelahan meiosis pertama (Meiosis I) 28,31

Proses Meiosis I dimulai dari fase profase yang terkondensasi.

Profase

Lepotene : Kondensasi dari kromosom

Zigotene : Kromosom homolog berpasangan (Synapsis)

Pakitene : Setiap pasangan kromosom menebal membentuk 4 rantai kromatid. Ini adalah fase dimana dapat terjadi tukar silang (cross over) atau rekombinasi (pertukaran DNA antara segmen homolog dari 2 rantai dari 4 rantai kromatid yang ada). Kiasmata adalah tempat-tempat kontak dimana

cross over’ terjadi dan dapat dilihat. Pergerakan blok DNA ini adalah suatu

cara menciptakan keragaman genetik.

Diplotene : Pemisahan longitudinal dari setiap kromosom

Metafase, Anafase, dan Telofase Meiosis I 28,31

Membran nukleus hilang dan kromosom bergerak ke tengah sel. Satu anggota dari setiap pasangan kromosom bergerak menuju setiap kutub dan sel membelah. Meiosis I sering disebut pembelahan reduksi karena setiap produk baru sekarang memiliki jumlah kromosom haploid. Pewarisan Mendelian terjadi pada meiosis I. Cross over yang terjadi sebelum metafase menghasilkan kombinasi materi genetik yang baru, hasilnya bisa menguntungkan atau merugikan.

Pembelahan meiosis kedua (Meiosis II) 28,31

Pembelahan meiosis II mengikuti pembelahan meiosis I tanpa replikasi DNA. Pada oosit, meiosis II terjadi setelah fertilisasi. Hasil akhirnya adalah empat sel haploid yang masing-masing mempunyai kromosom 22 + 1X atau 22 + 1Y


(41)

Gambar 10. Meiosis

2.2.4 KELAINAN KROMOSOM/GENETIK :

Penyebab utama dari abortus spontan adalah kelainan kromosom dimana hampir 50%. Pada pemeriksaan villi korionik yang sebelumnya telah dilakukan konfirmasi dengan UltraSonoGraphy ( USG ) didapati angka kejadian dari kelainan kromosom pada kehamilan yang tidak berkembang memiliki frekwensi 75-90%.9 Abnormalitas numerikal biasanya terjadi karena non-disjunction, yaitu kegagalan pemisahan kromosom pada fase anafase baik selama mitosis dan


(42)

Aneuploidi adalah deviasi jumlah kromosom yang menyebabkan hilangnya atau bertambahnya satu atau beberapa kromosom individual dari jumlah kromosom diploid, seperti monosomi (45,X sindrom Turner) atau trisomi (trisomi 13, sindrom Patau, trisomi 18: sindrom Edward, trisomi 21 sindrom Down, 47,XXY sindrom Klinefelter).

Mosaik menunjukkan satu atau lebih turunan sel dengan perubahan kariotipe, biasanya meningkatkan kejadian non disjunction pada awal mitosis (dua pasang kromoson gagal untuk berpisah).

Poliploidi, jumlah kromosom multipel dari jumlah kromosom haploid, adalah penyebab bermakna dari abortus spontan. Frekuensi nondisjunction pada manusia dipengaruhi oleh umur ibu pada waktu konsepsi.26,27,28 Nondisjunction

bisa terjadi selama meiosis I atau meiosis II. Selama meiosis I, satu sel anak akan menerima dua kromosom (normalnya masing-masing sel anak menerima 1 kromosom) sedangkan sel anak lain tidak menerima kromosom. Akibatnya, terbentuk gamet yang membawa 2 kromosom (disomi) atau tanpa kromosom (nullisomi). Sewaktu pembelahan meiosis II, satu sel anak akan menerima 2 kromosom (menjadi disomi), sel anak yang lain tidak menerima kromosom (nullisomi). Setelah terjadi fertilisasi, gamet disomi menghasilkan zigot trisomi dan gamet nullisomi menghasilkan zigot monosomi. Pada beberapa kasus monosomi X dapat dijumpai bayi lahir hidup.29

Yang termasuk aneuploidi adalah: (i) trisomi (tiga kromosom dalam satu pasang) (ii) monosomi ( satu kromosom dalam satu pasang) (iii) triploidi dan tetraploidi (semua kromosom berjumlah berlipat tiga atau berlipat empat). Triploidi tidak hanya dikarenakan nondisjunction saat meiosis, dimana dua sperma dapat mempenetrasi ovum (dispermia). Ovum atau sperma bisa memiliki kromosom yang belum tereduksi sebagai akibat restitusi pada pembelahan meiosis I atau II; atau badan polar kedua dapat bersatu dengan nukleus sel telur haploid. Dengan dispermia, dua dari tiga set kromosom adalah berasal dari paternal, menghasilkan 69,XYY, 69,XXY atau 69,XXX. Dispermia adalah penyebab triploidi sebanyak 66% kasus dimana fertilisasi sel telur haploid dengan sebuah sperma diploid terjadi pada 24% kasus (kegagalan meiosis I) sedangkan sel telur diploid didapati 10%. Triploidi adalah satu dari penyebab abrasi kromosom tersering pada laki-laki, menyebabkan 17% abortus spontan. Tetraploidi lebih jarang dari triploidi.26,29 Pada manusia, hanya tiga trisomi autosom terjadi pada bayi lahir hidup: trisomi 13 dengan


(43)

kejadian 1 dalam 12.000 bayi lahir; trisomi 18 adalah 1 dalam 6000; dan trisomi 21 adalah 1 dalam 650. Kejadian trisomi autosom meningkat pada ibu yang berusia lebih dari 35 tahun, mencapai 10 kali lipat dari insiden normal pada ibu dengan usia lebih dari 40 tahun.26,29,31

Kromosom X atau Y tambahan terjadi pada 1 dalam 800 bayi lahir. Sejumlah individu dengan abrasi ini rentan memiliki gangguan berbicara, kemampuan belajar yang terbatas dan masalah sikap.26,29

Plachot dkk menyatakan kelainan kromosom memiliki frekwensi lebih banyak dijumpai pada kelainan embrio, pada penelitian secara meta-analisis dijumpai kelainan kromosom 78% embrio abnormal dibandingkan dengan 12,5% embrio normal.32

Sebagian besar abortus spontan disebabkan oleh kelainan kariotip embrio. Paling sedikit 50% kejadian abortus spontan pada trimester pertama merupakan kelainan sitogenetik. Kejadian tertinggi kelainan sitogenetik konsepsi terjadi pada awal kehamilan. Kelainan sitogenetik embrio biasanya berupa aneuploidi yang disebabkan oleh kejadian nondisjunction meiosis atau poliploidi dari fertilitas abnormal.33

Wanita yang usia 41 tahun dengan kelainan kromosom dan malformasi sangat mungkin menjadi penyebab keguguran. Analisa sitogenetik perlu dilakukan terhadap hasil konsepsi untuk melihat kelainan kromosom. Kultur dan analisa trofoblas mahal, karenanya jarang di usulkan untuk wanita yang baru satu kali keguguran, kariotip dilakukan pada kasus keguguran berulang penting untuk mengetahui penyebab keguguran tersebut. Kariotip produk konsepsi dapat memberi informasi berguna untuk konseling dan penanganan kehamilan dimasa mendatang.34

Abnormalitas sitogenetik dapat dibagi menjadi abnormalitas numerik, abnormalitas struktur kromosom dan mozaik. Abnormalitas numerik dapat dibagi menjadi aneuploidi dan poliploidi; trisomi lebih banyak dijumpai, diikuti poliploidi ( 21% ) dan monosomi X ( 13 % ).35

Dan Diego Alvarez dkk (2005) mendapati tujuh kasus trisomi ganda pada 321 pasien abortus spontan ( 21,8%). Frekuensi yang dilaporkan untuk kasus trisomi ganda berkisar 0,21%-2,8%, dan dalam studi ini tidak terbatas pada


(44)

4 sampai 20 minggu. Usia kehamilan untuk kasus trisomi ganda adalah 9,4±2,1.15

Aneuploidi Autosomal :

Aneuploidi terjadi oleh karena kesalahan pada meiosis I, secara spesifik pada perkembangan meisosis. Kesalahan pada meiosis I berhubungan dengan usia lanjut pada wanita dan berkorelasi dengan penurunan rekombinasi meiotik.36

Kelainan kromosom sering dijumpai pada mudigah atau janin awal yang mengalami abortus spontan dan menyebabkan sebagian besar abortus pada awal kehamilan.

Jacobs & Hassold ( 1980 ) melaporkan bahwa sekitar ¼ dari kelainan kromosom disebabkan oleh kesalahan gametogenesis ibu dan 5% oleh kesalahan ayah.37

Robinson dkk ( 1996 ) dalam suatu studi terhadap janin dan bayi dengan trisomi 13, melaporkan bahwa pada 21 dari 23 kasus, kromosom tambahan berasal dari ibu.38

Aneuploidi janin penyebab terpenting dari keguguran sebelum usia kehamilan 10 minggu. Sekurang-kurangnya 50-60% dari seluruh penyebab keguguran itu berkaitan dengan abnormalitas sitogenetik dan yang paling sering adalah trisomi diikuti poliploidi dan monosomi X. Kebanyakan manusia aneuploidi disebabkan dari kesalahan pada meiotik pertama dari oosit, dimana dimulai pada masa pre-natal dan ini tidak lengkap sampai masa ovulasi. Hubungan antara umur ibu yang lanjut dengan aneuploidi janin, menurut satu hipotesa


(45)

adalah merupakan pengurangan relatif dari kematangan oosit yang tergantung pada wanita usia tua dan jumlah oosit terbatas.39

Aneuploidi adalah penyebab abortus spontan terbanyak yang merupakan kelainan kromosom manusia. Aneuploidi itu bisa berupa trisomi 21, 18, 22, dan kromosom seks yang terpisah. Kebanyakan 45 X konsepsi melibatkan hilangnya kromosom X dari ayah dan trisomi terjadi akibat kesalahan pada ibu yaitu pada meiosis I. Sebanyak 15% kehamilan berakhir dengan abortus spontan oleh karena terjadinya kesalahan kombinasi kromosom pada ibu di miosis I sehingga dijumpai trisomi 15, 16, 18 dan 21 serta Trisomi kromosom X pada miosis I yang berasal dari pihak ayah.15 Konsepsi dikatakan sebagai aneuploidi jika memiliki lebih sedikit atau lebih banyak kromosom dari beberapa haploid. Jumlah ini sedikit melebihi setengah dari anomali kromosom yang terjadi pada bayi lahir hidup. Aneuploidi yang paling sering adalah trisomi ( kromosom tambahan ), monosomi ( hilangnya kromosom ), dan mosaik ( adanya lebih dari satu sel, masing-masing memiliki nomor kromosom yang berbeda). Dikatakan mosaik bila ada 2 kromosom atau lebih turunan sel pada satu individu yang berbeda genotipnya, dimana genotip tersebut berasal dari satu zygot.40

Trisomi autosom :

Gardner & Sutherland (1996) melaporkan kelainan jumlah paling sering adalah disebabkan non-disjungsi yaitu kromosom berpasangan secara benar tetapi kemudian gagal berpisah. Kelainan ini juga dapat terjadi setelah pemisahan dini kromosom yang telah berpasangan, atau akibat kegagalan membentuk pasangan. Resiko non-disjungsi meningkat seiring dengan usia ibu. Oosit tertahan dalam midprofase dari miosis I yaitu sejak lahir sampai


(46)

Penuaan diperkirakan merusak kiasmata yang menjaga agar pasangan kromosom tetap menyatu. Apabila miosis dilanjutkan hingga selesai pada waktu ovulasi, non-disjungsi menyebabkan salah satu gamet anak mendapatkan dua salinan dari kromosom yang bersangkutan sehingga terbentuk trisomi.29

Trisomi 16 merupakan penyebab pada 16% dari semua keguguran trimester pertama, tetapi kelainan ini belum pernah ditemukan pada kehamilan tahap selanjutnya. Sedangkan trisomi 13, 18, 21 dapat menghasilkan kehamilan

viable aterm dengan presentase 57% pada trisomi 13, 14% trisomi 18, 70%

trisomi 21.1

Trisomi autosom dijumpai hampir 50% pada kejadian abortus spontan dimana trisomi 16 lebih banyak dijumpai dan berhubungan dengan usia ibu dan merupakan kelainan kromosom yang tersering dijumpai pada abortus spontan trimester pertama. Translokasi dapat ditemukan pada kedua orang tua. Inverse

kromosom seimbang juga dapat dijumpai pada pasangan dengan abortus yang berulang. Trisomi untuk semua autosom kecuali kromosom nomor 1 pernah dijumpai pada abortus spontan, tetapi tersering adalah autosom 13, 16, 18, 21, dan 22.36

Sekitar 30% dari kasus abortus spontan yang disebabkan trisomi dan 10% adalah kromosom sex monosomi atau poliploidi. Insidensi dari trisomi meningkat seiring dengan usia ibu, dimana kromosom sex monosomi dan poliploidi tidak.1,22,23

Kebanyakan trisomi dipercaya adalah akibat non-disjunction sewaktu meiosis I maternal. Trisomi 16 adalah trisomi yang paling sering dijumpai dan tidak pernah mencapai kehamilan aterm.

Sebanyak 70% kelainan kromosom pada beberapa wanita yang menderita abortus spontan yang berulang didapati trisomi pada pemeriksaan secara FISH.23

Kelainan numerik yang paling sering adalah trisomi, dimana tiga salinan dari satu kromosom yang diberikan ada di sel, bukan dua, menghasilkan total 47 kromosom pada tiap sel. Misalnya trisomi 21 menunjukan bahwa semua sel orang tersebut memiliki 3 salinan kromosom 21. Hal ini dijelaskan oleh adanya nomenklatur sebagai 47 XX +21 atau 47 XY + 21. Penyebab paling sering


(47)

adalah trisomi non-disjunction, dimana kromosom pasangan gagal untuk terpisah selama meiosis I atau II. Hasil ini dalam satu sel anak monosomik memiliki 45 kromosom, Kondisi ini biasanya tidak kompatibel dengan viabilitas seluler, dan sel anak lain memiliki ekstra kromosom (trisomi). Non disjunction

meiosis maternal terjadi dengan frekuensi secara eksponensional meningkat dengan peningkatan usia maternal. Sebaliknya, non-disjunction meiosis paternal tidak berhubungan dengan usia dan dengan demikian dapat ditemukan dalam keturunan dari orang tua muda. Trisomi autosomal yang paling sering ditemukan pada bayi lahir hidup adalah trisomi 21, 18, dan 13, masing-masing trisomi autosomal lain seperti trisomi 16 dan 22, biasanya tampak pada abortus spontan tetapi tidak pernah pada kelahiran hidup.40

Monosomi X ( 45 X ):

Non-disjunction menyebabkan gamet nulisomik dan disomik dan tidak ada

keterkaitan antara usia ibu dan monosomi yang diketahui secara klinis. Kemungkinan besar karena monosomi hampir tidak memungkinkan hidup, dan konseptus monosomi lenyap sebelum implantasi. Bagi suatu makhluk hidup, kehilangan sepotong bahan kromosom biasanya jauh lebih merugikan daripada mendapatkan tambahan kromosom. Salah satu pengecualian adalah monosomi X atau sindroma Turner. Walaupun kelainan ini menyebabkan sekitar 20% keguguran pada trimester pertama dan sebagian kecil janin dapat bertahan hidup. Kelainan kromosom yang sering dijumpai dimana kemungkinan melahirkan bayi perempuan hidup adalah sindroma Turner.


(48)

keguguran. Dari hasil sitogenetik sebanyak 4.969 kasus keguguran dimana dilaporkan pada 2319 kasus dijumpai kelainan kromosom, dari 2319 kasus tersebut hanya lima kasus yang memiliki monosomi autosom (0,2%).13

Monosomi X adalah kelainan kromosom yang dijumpai pada abortus spontan dengan frekuensi 15-20%. Embrio monosomi X biasanya memiliki kelainan penyempitan pada tali pusat. Pada perkembangan kehamilan lanjut, anomali/kelainan yang dijumpai dapat berupa sindroma Turner, lebih spesifik kistik higroma dan edema anasarka. Meskipun lahir hidup dijumpai pada individu tersebut dengan gambaran 45 X biasanya kurang struktur gen selnya. Kekurangan dari germ selnya jarang berkembang pada tingkat primordial. Patogenesis dari 45 X biasanya 80% terjadi oleh karena kehilangan sex kromosom dari ayah.33

Kelainan struktural kromosom :

Kelainan struktural kromosom dapat dibagi atas delesi, translokasi, inverse, dan duplikasi, hanya translokasi dan inverse yang berperan dalam kejadian abortus spontan dan abortus yang berulang. Sebanyak 6% dari kasus abortus spontan dengan kelainan kromosom penyebabnya adalah kelainan structural, dan yang lainnya sebagian didapati dari ayahnya yaitu translokasi dan inversi. Jika salah satu dari orang tua sebagai pembawa kelainan struktural kromosom maka kehamilannya kemungkinan dengan anak lahir dengan kromosom normal, anak lahir dengan kelainan kromosom dan anak dengan kelainan struktural kromosom.39


(49)

Abortus spontan yang disebabkan kelainan kromosom mulai teridentifikasi setelah dikembangkannya teknik-teknik pemitaan ( banding ). Sebagian dari bayi ini lahir hidup dengan translokasi seimbang dan mungkin normal. Monosomi autosom sangat jarang dijumpai dan tidak memungkinkan untuk hidup. Polisomi kromosom seks ( 47 XXX atau 47 XXY ) jarang dijumpai pada abortus tetapi relatif sering pada bayi lahir hidup.1

47 XXY ( Sindroma Klinefelter ) merupakan salah satu penyebab paling umum ketidak suburan laki-laki dengan angka kejadian sekitar 1 dari 1000 kelahiran hidup laki-laki. Diperkirakan bahwa sekitar setengah dari konsepsi dengan 47 XXY mengalami abortus spontan. Kesalahan non-disjunctional tampaknya karena meiosis paternal pada sekitar 50% dari kasus, non-disjunction meiosis I pada sekitar 33% kasus, non-disjunction meiosis II 77% kasus. Sekitar 15% dari Sindroma Klinefelter adalah mosaik, sebagian besar 47 XXY/ 46 XY. Ini biasanya merupakan hasil dari mitosis non-disjunction pada tahap awal embrio.40

Euploid :

Kaji dkk (1980) melaporkan bahwa ¾ dari abortus spontan adalah aneuploidi terjadi sebelum minggu ke 8, sedangkan abortus spontan euploidi meningkat pada usia kehamilan sekitar 13 minggu.(dikutip dari no.1)

Stein dkk (1980) membuktikan bahwa insiden abortus spontan euploid meningkat secara drastis setelah usia ibu 35 tahun.


(50)

Penyebab pasti abortus euploid umumnya tidak diketahui, kemungkinan disebabkan oleh:(dikutip dari no 1)

1. Kelainan genetik

2. Berbagai faktor ibu


(51)

2.2.5 Kerangka Teori

Abortus Spontan

Genetik/kelainan kromosom

Faktor Infeksi /Faktor Endokrin/ Faktor imunologi

2.2.6 Kerangka Konsep

Aneuploidi  Mosaik 

Poliploidi  Triploidi 

 

Monosomi 

(45 X, 

Sindrom 

Turner 

Trisomi  (13,16,18,

21,22)  Usia pasangan suami 

istri > 35 tahun  TORCH TBC  Karsinoma DM

Malnutrisi  SLE Radiasi  Trauma 

Kelainan  struktural 

USIA IBU DAN SUAMI PADA SAAT

KEJADIAN ABORTUS SPONTAN

KELAINAN

KROMOSOM


(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 RANCANGAN PENELITIAN :

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan rancangan cross sectional.

3.2 Waktu dan Tempat penelitian :

Penelitian ini dilakukan di Departemen Obstetri & Ginekologi/ SMF Obstetri & Ginekologi; RSUP. H. Adam Malik Medan, RSU Dr Pirngadi Medan, RS Haji Mina Medan, RS. PTPN II Tembakau Deli Medan, RSU. Sundari, dan RS. KESDAM Tk. II BB Medan

Penelitian dimulai tanggal 20 September 2010 hingga tanggal 12 Februari 2011

3.3 Populasi Penelitian :

Sampel penelitian ini adalah semua pasien yang datang dengan diagnosa Abortus spontan yang sesuai dengan kriteria inklusi penelitian

3.4 Jumlah sampel penelitian :

N = Z2 P Q D2

N: jumlah sampel

Z : nilai baku normal pada table Z P : proporsi kejadian abortus


(53)

Q : 1-p

D : nilai proporsi yang diinginkan

N = 1,962x0,6x0,4 = 30 sampel

( 0,17 )2

3.5 Kriteria Penelitian :

3.5.1 Kriteria Inklusi :

1. Pasien dengan keguguran pada usia kehamilan ≤ 12 minggu berdasarkan waktu haid terakhir yang jelas.

2. Pasien di diagnosa dengan abortus insipien, abortus inkomplit, missed abortion atau Blighted Ova

3. Pasien tidak menderita penyakit seperti Infeksi, DM, TBC, Hipertensi, Penyakit keganasan, tidak merokok, tidak ada riwayat trauma yang didapat secara anamnesa.

4. Pasien bersedia ikut serta dalam penelitian dengan sukarela

3.5.2 Kriteria Eksklusi :

1. Pasien Abortus Provokatus illegal/ medisinalis

2. Pasien Abortus Septik/Infeksiosa

3. Pasien dengan menderita proses peradangan pada daerah cervix


(54)

3.6 Alur Kerja Penelitian :

Pasien dengan Dx abortus spontan di rawat inap obstetri & ginekologi 

Pengambilan data berupa faktor resiko usia pasangan suami istri sewaktu kejadian abortus spontan.

Pengambilan sampel :

Memenuhi kriteria inklusi & dan tidak dijumpai kriteria eksklusi yang didapat secara anamnesa

Jaringan konsepsi abortus spontan yang didapat melalui kuretase Æ pemeriksaan kariotipe/FISH di lembaga Eijkman Jakarta melalui laboratorium Prodia


(55)

3.7 BATASAN OPERASIONAL :

Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan sebelum janin dapat hidup diluar rahim, usia kehamilan < 12 minggu ( dihitung dari Hari Pertama Haid Terakhir).

1. Kelainan kromosom adalah kelainan sitogenetik embrio biasanya berupa aneuploidi ( trisomi autosom, monosomi X ).

2. Usia ibu adalah usia ibu hamil yang mengalami kejadian abortus spontan.

3. Usia suami adalah usia suami pada waktu istrinya mengalami kejadian abortus spontan.

3.8 CARA KERJA :

Penelitian ditujukan kepada pasien – pasien yang masuk kedalam kriteria inklusi dan layak dimasukkan kedalam subjek penelitian. Pada pasien diterangkan mengenai maksud, tujuan dan manfaat penelitian serta ditanyakan kesediaan pasien untuk di ikut sertakan kedalam penelitian. Bila pasien bersedia maka pasien masuk kedalam subjek penelitian dan diminta untuk menandatangani formulir persetujuan penelitian ( informed consent ) & surat ijin operasi.

Dilakukan pengambilan data berupa umur ibu, umur suami. Kemudian ditanyakan tentang riwayat obstetri. Setelah semua data tentang pasien dan kehamilannya terkumpul kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan ginekologi dan pemeriksaan penunjang pada pasien. Setelah seluruh hasil pemeriksaan dapat disimpulkan dan pasien diyakini memenuhi kriteria penelitian maka pasien direncanakan untuk dilakukan kuretase. Jika pada pemeriksaan didapati servik masih dalam keadaan tertutup maka pasien direncanakan dirawat untuk dilatasi servik dengan batang laminaria dan kemudian kuretase. Tetapi jika pasien didapati dengan keadaan servik yang terbuka maka pasien direncanakan untuk kuretase segera. Jaringan konsepsi yang didapat dengan tindakan kuretase, langsung dimasukkan ke wadah khusus yang telah


(56)

dilanjutkan dengan pemeriksaan sampel jaringan tersebut. Sampel yang digunakan untuk penelitian ini tidak boleh terlalu lama terpapar dengan udara bebas, ataupun tidak boleh jatuh ke bak penampungan, untuk menghindari terjadinya kontaminasi pada jaringan tersebut. Jaringan yang dikirim adalah hasil kuretase.

Sampel jaringan konsepsi yang diambil sebanyak 10-15 Ml dimasukkan kedalam wadah steril yang berisikan heparin 20µl + penstrep (penicillin + streptomycin) 50 µl + PBS (Phospat Buffer Sulfat) 10 cc disimpan pada suhu 40C, kemudian diperiksakan ke laboratorium Eijkman melalui laboratorium prodia, untuk pemeriksaan kromosom dari jaringan konsepsi tersebut.

Prosedur kultur Chorionic Villous Sampling dan Product Of Conception tissue :

1. Pemotongan dari jaringan Chorionic Villous Sampling ( CVS ) dan jaringan hasil konsepsi ( Product Of Conception tissue ( POC ) )

Pemotongan jaringan CVS dan POC dilakukan pada wadah berlapis dengan menggunakan mikroskop

a. Tuangkan preparat pada cawan petri steril yang sudah diberi identitas pasien dan label nama

b. Sambungkan jarum dengan spuit , gunakan alat ini untuk memisahkan villi dari bekuan darah, jaringan ibu, dan sebagainya


(57)

c. Pindahkan villi yang tersaring sempurna ke cawan pentri steril lainnya yang mengandung 1 x PBS PH 7,4 ( jangan biarkan villi terlalu panas dan menjadi kering )

d. Cuci villi beberapa kali dengan menggunakan PBS ( penting untuk membersihkan villi-villi yang terkontaminasi darah ibu apabila diperlukan pemeriksaan yang menggunakan FISH )

2. Inisiasi CVS dan POC

a. Setelah diseksi, bersihkan semua PBS

b. Teteskan 2 tetes cairan tripsin 0,25% pada villi


(58)

d. Tambahkan 0,5 ml cairan tripsin 0,25% pada jaringan villi yang mengalami maserasi dengan menggunakan pipet yang steril

e. Secara hati-hati hisap dan pindahkan villi yang mengalami maserasi kedalam cawan sentrifugasi sebanyak 10 ml

f. Goyangkan cawan secara berulang-ulang untuk menjaga jaringan maserasi tidak sampai tumpah

g. Tempatkan cawan pada inkubator bersuhu 370C dengan 5% CO2 selama ±

30-45 menit

h. Goyangkan cawan kembali untuk menjaga jaringan maserasi tetap larut

i. Tambahkan 6 ml media pencuci CVS ( RPM 1 + FBS ) dan campurkan material villi

j. Putar dengan alat centrifugasi dengan kecepatan 1800 rpm selama 6 menit pada suhu kamar

k. Pisahkan supernatan

l. Larutkan lagi pada media dengan memberikan amniomax 2 ml

m. Labelkan cairan kultur dengan nama pasien, nomor laboratorium, tanggal/nomor cawan kultur dan nama petugas. Wadah penutup dilabelkan dengan C1,C2, C3 dan CSP ( CVS disebar sebagai simpanan )

n. Bagilah jumlah sampel secara seimbang ( ½ ml tiap coverslip )


(59)

Waktu/jadwal Perubahan Media & Tatalaksana Kultur :

SET UP TOP UP PERUBAHAN MEDIA PERTAMA

PERUBAHAN MEDIA KEDUA

TATALAKSANA PERTAMA

Senin Selasa Jumat Senin Jumat Selasa Rabu Jumat Senin Jumat

Rabu Kamis Minggu Selasa Minggu/Senin Kamis Jumat Senin Rabu Minggu/Senin Jumat Minggu Senin Rabu Selasa


(60)

3. Pemeliharaan dan tindak lanjut dari kultur CVS dan POC :

Pemeliharaan :

a. Kultur jaringan pada preparat dituangi dengan cairan amniomax sehari setelah pembuatan preparat

b. Kultur cadangan adalah perubahan media kultur pada hari ke 3-4 setelah kultur pertama kali dibuat

c. Setelah perubahan media pertama, kultur harus tetap dirubah setiap 2-3 hari sampai mereka siap untuk dipanen/disubkulturkan

Penilaian :

Penilaian lanjut kultur biasanya dilakukan setelah 3-5 hari pembuatan kultur pertama kali

a. Pindahkan kultur jaringan dari incubator dan periksa pertumbuhan sel dibawah mikroskop

b. Usahakan waktu yang digunakan seminimal mungkin

Catat semua detail mengenai kultur CVS & POC pada lembar kerja

3 Proses sub kultur jaringan CVS ( dari kultur Csp ) dan POC ( dari PsP kultur ) :

a. Bersihkan media dari jaringan yang dikultur secara asepsis

b. Secara perlahan cuci sel dengan menggunakan 2 ml PBS 1 x yang dihangatkan PH 7,4 dan dipindahkan

c. Tambahkan 2 cc tripsin hangat

d. Bersihkan preparat namun sisakan 3-4 tetes

e. Biarkan beberapa menit agar sel-sel tersebut terangkat. Periksa sel-sel dengan menggunakan mikroskop

f. Tambahkan 2 ml media dengan amniomax, pipet digerakkan keatas dan kebawah untuk memisahkan sel


(61)

g. Ambil kira-kira 1 ml suspense sel dan tatahkan masing-masing ½ cc pada kedua preparat ( C3 & C4 )

h. Tambahkan lagi 1 ml media amniomax pada permukaan kultur primer ( CsP atau PsP ) yang digunakan sebagai kultur cadangan

i. Inkubasi semua kultur pada suhu 370C dengan 5% CO2 pada incubator

j. Catat detail mengenai kultur jaringan CVS pada lembar kerja

k. Periksa kepadatan sel pada mikroskop cahaya untuk memeriksa kepadatan sel, apakah sel sudah matang untuk dipanen

l. Kira-kira 5 jam, tambahkan media amniomax sebanyak 2 ml

m. Jika preparat kultur sudah siap untuk dipanen, bubuhkan huruf H pada pinggiran cawan petri, catat pada lembar kerja CVS. Catat semua detail mengenai kultur CVS & POC pada lembar kerja

Penuaian setempat dari kultur CVS & POC :

Aturan sebelum penuaian :

a. Pindahkan media dan tambahkan 2 cc medium segar ( kultur C1, C2, C3 )

sebelum menambahkan Brdu

b. Selama mungkin ( sekitar jam 5 sore ) tambahkan 1 tetes ( 33 µl ) dari 5,5 mg/ml Brdu kepada masing-masing dari kultur bertutup

c. Letakkan tulisan B pada cawan petri dan tuliskan pada lembar kerja CVS

d. Inkubasi semua kultur didalam incubator dengan suhu 370C dengan 5% CO2

Aturan penuaian :

a. Pindahkan medium secepat mungkin ( kira-kira jam 7-8 pagi ) cuci bersih Brdu dan tuliskan waktu pencucian didalam lembar kerja CVS

b. Kira-kira 6,5 jam setelah Brdu di cuci tambahkan 1 tetes ( kira-kira33 µl ) colchicines pada masing-masing kultur


(62)

d. Inkubasi semua kultur pada incubator dengan suhu 370C dengan 5% CO2 selama 25 menit

e. Pindahkan cawan, angkat cawan dengan perlahan dan hati-hati memindahkan media dengan menggunakan pipet plastik sekali pakai

f. Pindahkan dengan 2 ml larutan hipotonis, biarkan selama 20 menit

g. Dengan hati-hati tambahkan 5-6 tetes larutan fiksasi dan biarkan selama 5 menit

h. Pindahkan campuran larutan hipotonis dan fiksasi dengan sekitar 2 ml dari larutan fiksasi dengan memegang cawan secara perlahan dan tambahkan tetes demi tetes, biarkan selama 15 menit

i. Pindahkan larutan fiksasi dan pindah tempatkan dengan yang lain setara 2 ml larutan fiksasi yang segar dengan mengangkat cawan secara perlahan. Tambahkan tetes demi tetes dan biarkan selama 15 menit lagi

j. Pindahkan larutan fiksasi dan angkat penutup dari cawan dengan sebuah penjepit

k. Keringkan kembali penutup cawan dengan sebuah kertas tissue dan biarkan sampai kering cawan petri tersebut

l. Ketika penutup cawan kering, tandai/beri label dengan nama, nomor laboratorium, tipe spesimen, jumlah kultur, tanggal dan inisial pemeriksa

m. Letakkan penutup cawan pada slide mikroskop yang cocok dengan sedikit tetesan dari superglue

n. Selanjutnya letakkan slide dibawah mikroskop cahaya

o. Letakkan slide sepanjang malam didalam inkubator atau slide oven dengan suhu 650C. catatan semua detail mengenai kultur jaringan CVS dan POC pada lembar kerja


(63)

Data yang diperoleh akan disajikan dalam tabel distribusi frekuensi untuk mengetahui hubungan antara usia suami dan istri dengan jenis kelainan kromosom dengan menggunakan uji chi squere, apabila tidak memenuhi syarat dengan menggunakan uji fischer exact test.


(64)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

TABEL 4.1 KARAKTERISTIK USIA SUAMI & USIA ISTRI DARI

SUBJEK PENELITIAN ABORTUS SPONTAN

USIA ISTRI FREKUENSI

(n)

PERSENTASE

20-35 16 53.3%

>35 14 46.7%

USIA SUAMI

20-35 8 26.7%

>35 22 73.3%

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa subjek penelitian pada kasus abortus spontan pada kelompok usia istri didapati kebanyakan pada usia 20-35 tahun sebesar 53.3%. Pada kelompok usia suami lebih banyak dijumpai pada usia > 35 tahun sebesar 73,3%.

Sedangkan pada kelompok usia istri > 35 tahun yang mengalami keguguran sebesar 46,7% dan kelompok usia suami 20-35 tahun yang istrinya mengalami keguguran sebesar 26,7%.

TABEL 4.2 DISTRIBUSI FREKUENSI JENIS KROMOSOM

JARINGAN PLASENTA ABORTUS SPONTAN

KELAINAN KROMOSOM

JUMLAH FREKWENSI


(65)

TRISOMI 11 36,7%

MONOSOMI X 7 23.3 %

TOTAL 30 100 %

Tabel diatas menunjukkan bahwa jaringan hasil konsepsi yang menunjukkan kelainan kromosom adalah sebesar 60 % (monosomi 23.3% dan trisomi 36.7%), sedangkan sisanya (40 %) tidak menunjukkan kelainan kromosom.

Walaupun 3-4% sperma dan 10% oosit bersifat aneuploid akibat kesalahan miosis, gamet-gamet abnormal ini kecil kemungkinan menghasilkan konsepsi dibandingkan dengan gamet normal. Apabila tetap terjadi pembuahan, seleksi menyebabkan sebagian besar hasil konsepsi aneuploidi akan lenyap. Walaupun demikian, hanya sedikit trisomi yang biasanya teridentifikasi karena trisomi yang menimbulkan kelainan berat akan terjadi kematian dini atau pada praimplantasi. Trisomi 16 merupakan penyebab semua keguguran trimester pertama sebanyak 16%, dari berbagai aneuploidi autosom yang memungkinkan janin bertahan hidup melewati trimester pertama yaitu trisomi 13, 18, dan 21. Monosomi X terjadi paling sering karena non disjunction1.

Speroff dkk menyatakan bahwa 75% dari jaringan abortus menunjukkan kelainan kromosom dan 25 % memiliki kariotip normal. Jadi terdapat proporsi yang lebih besar terjadinya kelainan kromosom dibandingkan dengan kariotip normal pada jaringan abortus. Lebih dari 90% abnormalitas kromosom yang diteliti pada jaringan abortus adalah kelainan kromosom numerik ( aneuploidi, poliploidi); sisanya terbagi menjadi abnormalitas struktural kromosom ( translokasi, inversi ) dan mozaik. Secara keseluruhan trisomi autosom adalah abnormalitas kromosom yang paling umum ( biasanya melibatkan kromosom 13-16, 21, 22 ), diikuti oleh monosomi X ( 45 X ) dan poliploidi. Diantara wanita yang mengalami abortus dengan usia <35 tahun didapati kromosom yang normal (euploidi) pada jaringan konsepsi13. Sebanyak 30% dari kasus abortus spontan disebabkan oleh trisomi dan 10% kejadian abortus spontan adalah monosomi dan poliploidi. Kejadian dari trisomi meningkat pada wanita dengan usia >35 tahun sedangkan monosomi dan poliploidi tidak dijumpai. Wanita yang didapati jaringan konsepsinya trisomi selain berhubungan dengan usia


(66)

menuju menopause. Kebanyakan kejadian trisomi diakibatkan non-disjunction

sewaktu meiosis I maternal.1,22,23

TABEL 4.3 JENIS KELAINAN KROMOSOM PADA ABORTUS

SPONTAN BERDASARKAN USIA ISTRI

Trisomi 15

Trisomi 16

Trisomi 22 Monosomi

X

Monosomi 18

Total USIA

n % n % n % n % n % n %

20-35 1 50% 4 80% 1 33,3% 1 16,7% - - 7 41,2%

>35 1 50% 1 20% 2 66,7% 5 83,3% 1 100% 10 58,8%

Pada wanita kelompok usia 20-35 tahun didapati yang terbanyak adalah kasus Trisomi 16 yaitu sebanyak 4 (80%) pasien.

Pada wanita kelompok usia > 35 tahun didapati yang terbanyak adalah kasus Monosomi X yaitu sebanyak 5 (83,3%) pasien.

Sofia Doria dkk (2008) melaporkan, dari 232 pasien yang didiagnosa dengan abortus spontan, 147 (63,4%) kasus dengan kromosom yang normal, 85 (36,6%) dengan kromosom abnormal. Dari 85 kasus kelainan kromosom dimana 81 (95,3%) kasus berasal dari trimester pertama, 2 (2,4%) kasus berasal dari trimester kedua dan 2 (2,4%) kasus terjadi pada trimester ketiga. Pada 66 kasus abortus spontan dilakukan pemeriksaan kariotip; 62/66 ( 93,9% ) kasus abortus spontan menunjukkan abnormalitas; 36/62 dengan trisomi tunggal, 5/62 dengan dua atau tiga trisomi, 6/62 dengan monosomi X, 13/62 dengan poliploidi, 9/62 dengan mosaik dan 1/62 dengan trisomi plus translokasi seimbang.12

Trisomi 16 merupakan penyebab pada 16% dari semua keguguran trimester pertama, tetapi kelainan ini belum pernah ditemukan pada kehamilan tahap selanjutnya. Sedangkan trisomi 13, 18, 21 dapat menghasilkan kehamilan

viable aterm dengan presentase 57% pada trisomi 13, 14% trisomi 18, 70%


(1)

Usia suami :

Riwayat Penyakit Terdahulu :

Riwayat Penggunaan Obat :

Data Obstetri :


(2)

LAMPIRAN II :

LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBYEK PENELITIAN

Kepada Yth,

Nama saya Dr. Errol Hamzah, saat ini saya sedang menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis Kebidanan & Penyakit Kandungan ( OBGYN ) FK-USU. Saya meneliti tentang Kelainan Kromosom Pada Ibu Hamil yang mengalami keguguran spontan.

Adapun tujuan dilakukan penelitian ini adalah melihat gambaran kelainan kromosom janin pada keguguran spontan di RSUP. H. Adam Malik Medan & RS jejaring FK-USU Medan. Dengan melakukan pemeriksaan jaringan yang keluar sewaktu terjadi keguguran ataupun kehamilan yang tidak berkembang dimana dilakukan tindakan kuretase. Adapun manfaat penelitian ini adalah menambah pengetahuan serta mengetahui data pasti dari penyebab kejadian keguguran spontan terutama yang disebabkan oleh kelainan kromosom bayi sehingga kejadian keguguran spontan dapat dicegah sedini mungkin dengan konseling sebelum hamil.

Konseling genetik pra-nikah dan diagnosis sebelum hamil bagi pasangan yang beresiko tinggi atau rentan menderita kelainan genetik.

Partisipasi ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela dan tanpa paksaan maupun tekanan dari pihak manapun. Seandainya ibu menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, maka tidak akan hilang hak sebagai pasien. Setelah memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini, diharapkan ibu yang terpilih sebagai subjek sukarela dalam penelitian ini dapat mengisi lembar persetujuan turut serta dalam penelitian yang telah disiapkan.

Terima kasih saya ucapkan kepada ibu yang telah berpartisipasi didalam penelitian ini. Jika selama menjalani penelitian ini terdapat hal-hal yang kurang jelas maka ibu dapat menghubungi saya Dr. Errol Hamzah di Dept. Obstetri & Ginekologi FK-USU/RSUP. H. Adam Malik Medan no telp. 061-76221447/081361070808. Terima kasih.


(3)

Medan, / / 2010

Hormat Saya,


(4)

LAMPIRAN III :

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

Saya yang nama tersebut dibawah ini :

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Alamat :

No. Telp :

Setelah mendapatkan keterangan dan penjelasan secara lengkap, maka dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan saya menandatangani dan menyatakan bersedia berpartisipasi pada penelitian ini. Bila ingin mendapatkan penjelasan lebih lanjut saya akan bisa mendapatkannya dari dokter peneliti.

Medan, / / 2010

Peserta Penelitian

__________________


(5)

Dokter Peneliti

Dr. Errol Hamzah

Dept. Obstetri & Gynecology FK-USU/RSUP H. Adam Malik Medan

No. telp 061-76221447/081361070808


(6)

 

No  Nama Ibu  Umur  Rumah Sakit  Riwayat 

Paritas  Riwayat  Abortus  Sebelumnya  Nama suami  Umu suam

1  Ny. Ika wahyuni  25  RSPM  G2P0A1  1x  Abdurahman  30 

2  Ny. Nurismawati  35  RS. Sundari  G4P2A1  1x  Sulaiman  48 

3  Ny. Misyati  25  RS. Sundari  G3P1A1  1x  Markom  44 

4  Ny. Maisaroh  35  RS. Putri Hijau  G4P1A2  2x  Sunardi  38 

5  Ny. R. Veronica  34  RSHAM  G7P5A1  1x  Hercules Sitohang  48 

6  Ny. Rahma Rizka  32  RSHAM  G3P2A0  ‐  Ucok Samsudin  36 

7  Ny. Maisarah  32  RS. Putri Hijau  G2P1A0  ‐  Suparman  42 

8  Ny. Legini  30  RSHAM  G6P5A0  ‐  Sumarno  42 

9  Ny. Siti Rohani  37  RS. Putri Hijau  G3P2A0  ‐  Bomen 

Situmorang 

36 

10  Ny. Nurelida  32  RS. Sundari  G3P2A0  ‐  Yatno  35 

11  Ny. Erni  30  RS. Sundari  G3P2A0  ‐  Akuang  40 

12  Ny. Jamiyati tanjung  26  RS. Haji  G1P0A0  ‐  Suhardi  30 

13  Ny. Surmi  35  RS. Haji  G4P2A1  1x  Mulia  35 

14  Ny. Sri Hendrawat  33  RS. Tembakau  Deli 

G2P1A0  ‐  Jerri  40 

15  Ny. Pebrina Hsb  42  RSHAM  G3P2A0  ‐  Irwan Nst  47 

16  Ny. Ningsih  39  RS. Putri Hijau  G6P4A1  1x  Johari  46 

17  Ny. Rosma Silaen  35  RS. Haji  G6P5A0  ‐  Boimin Manulang  41 

18  Ny. Marialis  39  RS. Putri Hijau  G4P3A0  ‐  Bernard Harefa  42 

19  Ny. Mijah  35  RS. Sundari  G5P3A1  1x  Syahbana Lubis  55 

20  Ny. Lola Anggraini  36  RSPM  G2P1A0  ‐  Mulyono  30 

21  Ny. Dinda  24  RSPM  G1P0A0  ‐  Budi  27 

22  Ny. Putri  27  RSPM  G2P1A0  ‐  Wahyudi  30 

23  Ny. Ida  41  RSHAM  G3P2A0  ‐  Ranto  43 

24  Ny. Siti Maryam  42  RSPM  G8P6A1  1x  Amirudin  46 

25  Ny. Hafni  21  RSHAM  G1P0A0  ‐  Wahyu  26 

26  Ny. Amelia  38  RSHAM  G1P0A0  ‐  Sony  30 

27  Ny.  Saidah  Indah  Lina 

28  RSPM  G1P0A0  ‐  Tommy  21 

28  Ny. Halimah  37  RS. Putri Hijau  G2P1A0  ‐  budiman  37 

29  Ny. Nirmala  31  RSPM  G3P2A0  ‐  Mulyono  35 

30  Ny. Ernalinda  34  RSPM  G1P0A0  ‐  Beni  40