1.2 Indikasi Kateterisasi
Kateterisasi sementara digunakan pada penatalaksanaan jangka panjang klien yang mengalami cidera medulla spinalis, degenerasi neuromuscular, atau
kandung kemih yang tidak kompeten, pengambilan spesimen urin steril, pengkajian residu urin setelah pengosongan kandung kemih dan meredakan rasa
tidak nyaman akibat distensi kandung kemih Perry dan Potter, 2005. Menurut Hidayat 2006 kateterisasi sementara diindikasikan pada klien yang tidak mampu
berkemih 8-12 jam setelah operasi, retensi akut setelah trauma uretra, tidak mampu berkemih akibat obat sedative atau analgesic, cidera pada tulang belakang,
degerasi neuromuscular secara progresif dan pengeluaran urin residual. Kateterisasi menetap foley kateter digunakan pada klien paskaoperasi
uretra dan struktur di sekitarnya TUR-P, obstruksi aliaran urin, obstruksi uretra, pada pasien inkontinensia dan disorientasi berat Hidayat, 2006.
2. Inkontinensia Urin
2.1 Defenisi Inkontinensia Urin
Produksi urin pada setiap individu berbeda. Pada umumnya produksi urin seimbang dengan pemasukan cairan, namun ada beberapa faktor yang ikut
mendukung jumlah urin dalam satu hari. Faktor yang mempengaruhi produksi urin adalah jumlah cairan yang masuk ketubuh, kondisi hormone, saraf sensori
perkemihan, kondisi sehat sakit, tingkat aktivitas, sedangkan pola buang air kecil dapat dipengaruhi oleh kebiasaan seseorang, usia, penggunaan obat-obatan dan
pengaruh makanan Hariyati, 2000.
Universitas Sumatera Utara
Inkontinensia urin merupakan kehilangan kontrol berkemih yang bersifat sementara atau menetap. Klien tidak dapat mengontrol sfingter uretra eksterna.
Merembesnya urine dapat berlangsung terus menerus atau sedikit sedikit Potter dan Perry, 2005. Menurut Hidayat 2006, inkontinensia urin merupakan
ketidakmampuan otot sfingter eksternal sementara atau menetap untuk mengontrol ekskresi urin. Secara umum penyebab inkontinensia dapat berupa
proses penuaan, pembesaran kelenjar prostat, penurunan kesadaran, dan penggunaan obat narkotik atau sedatif.
Inkontinensia tidak harus dikaitkan dengan lansia. Inkontinensia dapat dialami setiap individu pada usia berapa pun walaupun kondisi ini lebih umum
dialami oleh lansia. Inkontinensia yang berkelanjutan memungkinkan terjadi kerusakan pada kulit. Sifat urin yang asam mengiritasi kulit. Pasien yang tidak
dapat melakukan mobilisasi dan sering mengalami inkontinensia beresiko terkena luka dekubitus Potter dan Perry, 2005.
Inkontinensia urin yang dialami oleh pasien dapat menimbulkan dampak yang merugikan pada pasien, seperti gangguan kenyamanan karena pakaian basah
terus, risiko terjadi dekubitus luka pada daerah yang tertekan, dan dapat menimbulkan rasa rendah diri pada pasien. Inkontinensia urin yang tidak segera
ditangani juga akan mempersulit rehabilitasi pengontrolan keluarnya urin Hariyati, 2000.
Penatalaksanaan inkontinensia dengan menggunakan tindakan non farmakologis dapat dilakukan dengan cara menggunakan terapi perilaku,
pengaturan makanan dan minuman, bladder training, penguatan otot panggul. Pasien dengan inkontinensia harus memperhatikan intake cairan. Pengurangn
Universitas Sumatera Utara
pemasukan cairan dapat menimbulkan dehidrasi dan konstipasi. Dengan mengubah jenis makanan dan minuman dapat membantu seperti membatasi
minuman yang mengandung cafein, alcohol dan minuman. Kafein dapat mengiritasi kandung kemih dan meningkatkan frekuensi untuk berkemih yang
akan memperburuk inkontinensia Parker, 2007.
2.2 Tipe inkontinensia Urin